Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

TRAUMATOLOGI FORENSIK

Disusun Oleh :
Faisal Gani Putra Arlond
1102014089

Pembimbing :
Dr. Suryo Wijoyo, Sp. KF, MH

Kepaniteraan Klinik Forensik


Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi
Periode 13 Desember 2019 – 18 Januari 2020
TRAUMATOLOGI

A. Definisi

Traumatologi (dari bahasa Yunani Trauma "yang berarti luka" atau luka) adalah studi tentang
luka dan luka yang disebabkan oleh kecelakaan atau kekerasan kepada seseorang, dan terapi
bedah dan perbaikan kerusakan. Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari tentang trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai
kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas
jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Didalam melakukan pemeriksaan
terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan
untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan
yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka

B. Etiologi
1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).
2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).
3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)
C. Deskripsi luka meliputi :

1. Jumlah luka.

2. Lokasi luka, meliputi:

a. Lokasi berdasarkan regio anatomiknya.

b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari tubuh.

Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada regio yang luas
seperti di dada, perut, penggung. Koordinat tubuh dibagi dengan menggunakan garis khayal
yang membagi tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang melewati
puting susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang
melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu diukur jarak luka dari garis
khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan rekonstruksi. Untuk
luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya berdasarkan garis khayal yang
menghubungkan ujung bawah tulang belikat kanan dan kiri.
3. Bentuk luka, meliputi :

a. Bentuk sebelum dirapatkan

b. Bentuk setelah dirapatkan

4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk panjang x
lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.

Sifat-sifat luka, meliputi :

a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :


- Batas (tegas atau tidak tegas)
- Tepi (rata atau tidak rata)
- Sudut luka (runcing atau tumpul)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)
- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)
- Dasar luka
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :
- Memar (ada atau tidak)
- Lecet (ada atau tidak)
- Tatoase (ada atau tidak)

D. Jenis – jenis traumatologi kekerasan

Ada 3 pembagian traumatologi (kecederaan), yaitu : Mekanik, Fisik, Kimia


1. Trauma Mekanik
Ada 4 penyebab mekanik terjadinya trauma (kecederaan), yaitu :
A. LUKA BENDA TUMPUL (blunt force injury)
Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:

1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.


2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam

Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat
perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu.
Ada 3 jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury), yaitu :
1. Luka lecet (abrasion) : tekan, geser & regang

Adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang terkena,
lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis) atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak
bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat
terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan
pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana
epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang
menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya.

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu
terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat
ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah
saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari),
beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi.
Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.

Luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau lepasnya lapisan luar dari kulit,
yang ciri – cirinya adalah :
o Bentuk luka tak teratur

o Batas luka tidak teratur

o Tepi luka tidak rata

o Kadang – kadang di temukan sedikit perdarahan

o Permukaannya tertutup oleh krusta ( serum yang telah mongering )

o Warna coklat kemerahan

o Pada pemeriksan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang masih di tutupi epitel
dan reaksi jaringan (inflamasi).
Bentuk luka lecet kadang–kadang dapat memberi petunjuk tentang benda penyebabnya;
seperti misalnnya kuku, ban mobil, tali atau ikat pinggang. Luka lecet juga dapat terjadi
sesudah orang meninggal dunia, dengan tanda – tanda sebagai berikut :
o Warna kuning mengkilat
o Lokasi biasnya didaerah penonjolan tulang

o Pemeriksaan mikroskopik tidak di temukan adanya sisa- sia epitel dan tidak di temukan
reaksi jaringan.

Luka lecet : merupakan diskontuinuitas / putusnya jaringan kulit bersifat dangkal ( mengenai
jaringan epidermis). Dapat menunjukkan arah kekerasan dan bentuk benda.

Patofisiologi : Perdarahan sedikit oleh karena pembuluh darah besar tidak kena, bila seluruh
epidermis kena akan merupakan Port De Entre ( tempat masuknya kuman) . Dasar luka
tampak adanya serum dan Lymphosit.
Kepentingan Dalam Forensik :
1. Merupakan indikasi adanya kekerasan.
2. Dapat memperkirakan benda penyebab, jejas kuku, gantung, bekas gigitan.
3. Dapat menentukan arah kekerasan – luka Luka geser.
Penting membedakan Luka robek/regang dengan luka tajam di daerah kepala, keduanya
hampir sama hanya pada Luka robek  tepi luka tidak rata, akar rambut tidak terpotong,
dan terdapat jembatan jaringan.

2. Luka robek, retak, koyak (laceration)

Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari
jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut
cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi
disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga
merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan
bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang
diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya tidak
sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar
dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari
laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi
laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar
juga menunjukkan arah awal kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut.
Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum
robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk
permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung
laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow
tails”. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut
tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada
pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah
yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta.
Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran
luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan
selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan
struktur lain.

Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau
memar. Pembagiannya adalah sangat segera, segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa
hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban
hidup yaitu tidak adanya perdarahan.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan
arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi
yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan
yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau
membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari
sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai
dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian
maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi
tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi
pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak
pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan
yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa.

Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi
dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.

Luka robek : mekanisme terjadinya sama pada kulit lecet, hanya daya tekan dan gesek lebih
kuat serta benda lebih besar sehingga jaringan yang terputus adalah kulit dan otot. Banyak
terjadi pada luka lalu lintas.

3. Kontusi / ruptur / memar


a. Kontusio Superfisial

Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu
yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat
menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang
dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang
ditimbulkannya.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu
tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti
untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.

Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga
karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka
akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam
sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok,
penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di
bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga
dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi
tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau
ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga
kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat
memproduksi gas gangren.

Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan.
Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel – sel lemak, cairan lemak kemudian
memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan
emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit
yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah
pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.

b. Kontusio pada organ dan jaringan dalam

Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang
berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan
kelainan fungsi dan bahkan kematian.

Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan
dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi peradangan
bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan
kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi
organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan
dan peredaran darah.

Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran
yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan
pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat
menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung.

Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan
pada rongga tubuh.

Kepentingan forensik.

Dapat memperkirakan bentuk benda penyebab oleh karena sering membentuk cetak negatif
(Mirror Striking Obyect) dari alat yang digunakan. Lokasi dapat menentukan arah kekerasan /
tanda – tanda perlawanan :

a. Memar pada punggung tangan menandakan perlawanan.


b. Memar pada leher menandakan pencekikan.
c. Memar pada pantat menandakan penganiayaan
Dilihat sepintas lalu luka memar terlihat seperti lebam maya, tetapi jika di periksa dengan
seksama akan dapat dilihat perbedaan – perbedaanya, yaitu :

4. Fraktur

Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit
makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit
atau terbuka.

Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti
komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma
khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa
menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami
osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.

Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya
fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto
polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.

Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat
menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan.
Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan
fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari
penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan,
sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan
berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur
dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup
tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.

Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum
terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi
robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak
yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi
robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan
pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu
sebanding dengan fraktur yang dialaminya.

Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada emboli
lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat menyebabkan
kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16
jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan
atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.

Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah begitu
berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra dural,
sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat
merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga
kematian.

B. LUKA BENDA TAJAM

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi
tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti golok, pisau,
dan sebagainya hingga keeping kaca, gelas, logam, sembilu bahkan tepi kertas atau rumput.

Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata
tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah dibedakan
dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul dan dari luka tembakan senjata api.
Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus dipikirkan
kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa
pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.

Ada 3 jenis luka akibat kekerasan benda tajam, yaitu :


a. Luka iris / luka sayat (incissed wound)
Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan
pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit.

b. Luka tusuk (stab wound)


Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi
dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: belati,
bayonet, keris, clurit, kikir, tanduk kerbau
Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda
penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua.
Ukuran luka :
a. Ukuran dalam luka lebih panjang dibandingkan dengan ukuran lebar luka
b. Interpretasi hubungan antara bentuk luka dan pisau harus berhati – hati
c. Banyak terjadi oleh karena pembunuhan
HUBUNGAN BENTUK LUKA DAN BENTUK PISAU

c. Luka bacok (chop wound)


Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang
terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak,
baling-baling kapal.

Ciri luka bacok :


Luka biasanya besar.
Pinggir luka rata.
Sudut luka tajam .
Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh yang
terkena bacokan.
Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, aberasi.
HUBUNGAN PANJANG PISAU DENGAN DALAM LUKA
POLA LUKA TAJAM PADA BUNUH DIRI
C. LUKA TEMBAK

Tembakan terjadi, dilepaskan 3 substansi berbeda dari laras senjata. Yaitu anak peluru, bubuk
mesiu yang tidak terbakar, dan gas. Gas tersebut dihasilkan dari pembakaran bubuk mesiu
yang memberikan tekanan pada anak peluru untuk terlontar keluar dari senjata. Proses
tersebut akan menghasilkan jelaga. Ada bagian yang berbentuk keras seperti isi pensil untuk
menyelimuti bubuk mesiu. Sebenarnya tidak semua bubuk mesiu akan terbakar; sejumlah
kecil tetap tidak terbakar, dan sebagian besar lainnya diledakkan keluar dari lubang senjta
sebagai bubuk, yang masing-masing memiliki kecepatan inisial sama dengan anak peluru
atau misil lain. Massa materi yang terlontar dari laras pada saat penembakan dapat menjadi
patokan jarak yang ditempuhnya. Gas, yang bersamanya juga terkandung jelaga, sangat jelas
dan dapat melalui jarak yang sangat pendek yang diukur dengan satuan inch. Bubuk mesiu
yang tidak terbakar, dengan massa yang lebih besar, dapat terlontar lebih jauh. Tergantung
kepada tipe bubuknya, kemampuan bubuk mesiu untuk terlontar bervariasi antara 2-6 kaki
(0,6-2 m). Makin berat anak peluru tentu saja membuatnya terlontar lebih jauh menuju target
yang ditentukan atau tidak ditentukan.

1. Jarak Tembakan

Efek gas, bubuk mesiu, dan anak peluru terhadap target dapat digunakan dalam keilmuan
forensik untuk memperkirakan jarak target dari tembakan dilepaskan. Perkiraan tersebut
memiliki kepentingan sebagai berikut: untuk membuktikan atau menyangkal tuntutan; untuk
menyatakan atau menyingkirkan kemungkinan bunuh diri; membantu menilai ciri alami luka
akibat kecelakaan. Meski kisaran jarak tembak tidak dapat dinilai dengan ketajaman absolut,
luka tembak dapat diklasifikasikan sebagai luka tembak jarak dekat, sedang, dan jauh. Perlu
dicatat bahwa ciri-ciri yang terdapat pada tabel tersebut disebabkan oleh senapan dan pistol,
termasuk juga revolver dan pistol otomatis.

a. Luka tembak tempel

Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa pembakaran bubuk mesiu saat tembakan terjadi
menghasilkan sejumlah besar gas. Gas inilah yang mendorong anak peluru keluar dari
selongsongnya, dan selanjutnya menimbulkan suara yang keras. Gas tersebut sangat panas
dan kemungkinan tampak seperti kilatan cahaya, yang jelas pada malam hari atau ruangan
yang gelap.
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi bentuk luka yaitu hasil kombinasi antara gas dan anak
peluru:

1) Sejumlah gas yang diproduksi oleh pembakaran bubuk mesiu;

Jumlah gas yang diproduksi oleh bubuk mesiu yang terbakar memilik hubungan dengan
kecepatan melontar senjata. Secara jelas dapat dikatakan dengan meningkatkan kecepatan
melontar berarti juga meningkatkan kecepatan anak peluru. Meningkatnya jumlah gas yang
diproduksi merupakan suatu prinsip untuk meningkatkan dorongan terhadap anak peluru.

2) Efektivitas pelindung antara kulit dan anak peluru;

Makin efisien pelindung tersebut makin banyak gas yang gagal ditiupkan di sekitar moncong
senjata sehingga makin banyak gas yang dapat ditemukan di jaringan tubuh

3) Ada tidaknya tulang dibawah jaringan yang terkena tembakan.

Keberadaan lapisan tulang dalam jarak yang dekat di bawah kulit yang dapat dibuktikan
menjadi pembatas terhadap penetrasi yang masif dan ekspansi gas menuju jaringan yang
lebih dalam.

b. Luka Tembak Jarak Dekat

Tanda luka tembak dengan jarak senjata ke kulit hanya beberapa inch adalah adanya kelim
jelaga disekitar tempat masuk anak peluru. Luasnya kelim jelaga tergantung kepada jumlah
gas yang dihasilkan, luasnya bubuk mesiu yang terbakar, jumlah grafit yang dipakai untuk
menyelimuti bubuk mesiu. Pada luka tembak jarak dekat, bubuk mesiu bebas dapat
ditemukan didalam atau di sekitar tepi luka dan disepanjang saluran luka. ”kelim tato” yang
biasa tampak pada luka jarak sedang, tidak tampak pada luka jarak pendek kemungkina
karena efek penapisan oleh jelaga.

Pada luka tembak jarak dekat, sejumlah gas yang dilepaskan membakar kulit secara langsung.
Area disekitarnya yang ikut terbakar dapat terlihat. Terbakarnya rambut pada area tersebut
dapat saja terjadi, namun jarang diperhatikan karena sifat rambut terbakar yang rapuh
sehingga patah dan mudah diterbangkan sehingga tidak ditemukan kembali saat dilakukan
pemeriksaan. Rambut terbakar dapat ditemukan pada luka yang disebabkan senjata apapun.
TEMBAKAN JARAK SANGAT DEKAT DAN DEKAT

c. Luka Tembak Jarak Sedang

Tanda utama adalah adanya kelim tato yang disebabkan oleh bubuk mesiu yang tidak
terbakar yang terbang kearah kulit korban. Disekitar zona tato terdapat zona kecil berwarna
magenta. Adanya tumbukan berkecepatan tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh
darah kecil dan menghasilkan perdarahan kecil.

Bentuk tato memberikan petunjuk mengenai tipe bubuk mesiu yang digunakan. Serpihan
mesiu menyebabkan tato dengan bentuk yang beraneka ragam, tergantung bagaimana
masing-masing mesiu membentur kulit dengan bentuk pipih pada tepinya. Gumpalan mesiu,
berbentuk bulat atau bulat telur, menyebabkan tato bentuk bintik-bintik atau titik-titik.
Karena bentuk gumpalan lebih kecil dari bentuk serpihan sehingga daerah berkelim tato pada
gumpalan lebih halus.

Luas area tato menunjukkan jarak tembak. Makin besar jarak tersebut, makin besar area,
namun semakin halus. Metode pengukuran luas yang umum dipakai adalah dengan mengukur
2 koordinat, potongan longitudinal dan transversal. Untuk kemudian dibuat luka percobaan,
dengan menggunakan senjata yang sama, amunisis yang sama, kondisi lingkungan yang sama
dengan hasil luka terlihat yang sama persis dengan korban, dapat di ukur jarak tembak.

Jarak tempuh bubuk mesiu beraneka ragam. Bubuk mesiu yang terbungkus dapat dibawa
hingga 8-12 kaki. Namun kelim tato tidak akan ditemukan lagi bila jarak tembak melebihi 4-
5 kaki.

d. Luka tembak jarak jauh

Tidak ada bubuk mesiu maupun gas yang bisa terbawa hingga jarak jauh. Hanya anak peluru
yang dapat terlontar memebihi beberapa kaki. Sehingga luka yang ada disebabkan oleh anak
peluru saja. Terdapat beberapa karakteristik luka yang dapat dinilai. Umumnya luka
berbentuk sirkular atau mendekati sirkular. Tepi luka compang-camping. Jika anak peluru
berjalan dengan gaya non-perpendikular maka tepi compang-camping tersebut akan melebar
pada salah satu sisi. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan arah anak peluru.

Pada luka tembak masuk jarak jauh memberi arti yang besar terhadap pengusutan perkara.
Hal ini karena luka jenis ini menyingkirkan kemungkinan penembakan terhadap diri sendiri,
baik sengaja tau tidak. Terdapat 4 pengecualian, yaitu

1) Senjata telah di set sedemikian rupa sehingga dapat di tembakkan sendiri oleh korban
dari jarak jauh;
2) Kesalahan hasil pemeriksaan karena bentuk luka tembak tempel yang mirip luka
tembak jarak jauh;
3) Kesulitan interpretasi karena adanya pakaian yang menghalangi jelaga atau bubuk
mesiu mencapai kulit;
4) Jelaga atau bubuk mesiu telah tersingkir. Hal tersebut terjadi bila tidak ada
pengetahuan pemeriksa dan dapat berakibat serius terhadap penyelidikan.
TEMBAKAN JARAK JAUH

e. Luka Tembak Keluar

Peluru yang berhasil melewati tubuh akan keluar dan menghasilkan luka tembak keluar.
Biasanya karakteristik luka berbeda dengan luka tembak masuk. Bentuknya tidak sirkular
melainkan bervariasi dari seperti celah (slitlike), seperti bintang, iregular, atau berjarak
(gaping). Bentuk luka tembak keluar tidak dapat di prediksi. Latar belakang variasi
bentuknya adalah sebagai berikut:

Anak peluru terpental dari dalam tubuh sehingga keluar dari tempatnya masuk

Anak peluru mengalami perubahan bentuk selama melewati tubuh sehingga memberi bentuk
iregular saat keluar.
Anak peluru hancur di dalam tubuh, sehingga keluar tidak dalam 1 kesatuan melainkan dalam
potongan-potongan kecil. Jika memiliki jaket, maka jaket dapat terpisah komplit atau
sebagian.

Anak peluru yang mengenai tulang atau tulang rawan, dapat membuat fragmen tulang
tersebut ikut terlontar keluar bersama anak peluru.

Anak peluru yang melewati kulit yang tidak ditopang oleh struktur anatomi apapun akan
membuat kulit tersebut koyak, hal ini sedikit berhubungan dengan bentuk anak peluru yang
menyebabkannya.

Tidak adanya penahan pada kulit akan menyebabkan anak peluru mengoyak kulit pada saat
keluar. Dalam beberapa keadaan dimana kulit memiliki penahan, maka bentuk luka tembak
sirkular atau mendekati mendekati sirkular yang disekelilingnya dibatasi oleh abrasi. Teka -
teki ilmiah forensik klasik membedakan luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Luka
tembak masuk dan luka tembak keluar sulit dibedakan apabila pada luka tembak luar terdapat
penahan kulit, pada luka tembak masuk terdapat pakaian yang menghalangi residu lain,
senjata yang digunakan kaliber kecil (kaliber 22), dan tulang tidak langsung berada di bawah
kulit.

Luka tembak luar bentuk shored umumnya ditemukan pada pemakaian pakaian, pada posisi
bagian tubuh tertentu seperti pakaian yang sangat ketat, bagian ikat pinggang dari celana
panjang, celana pendek, atau celana dalam, bra, kerah baju, dan dasi. Luka jenis sama juga
terjadi karena bagian tangan menahan tempat keluar anak peluru kemudian posisi pasien
tiduran, duduk, atau menempel pada objek yang keras.

Tidak semua anak peluru dapat keluar dari tubuh. Terdapat banyak tulang dan jaringan padat
yang dapat menghalangi lewatnya peluru. Peluru jarang dapat dihentikan oleh tulang,
terutama tulang-tulang yang tipis seperti skapula dan ileum atau bagian tipis dari tenglorak.
Kebanyakan anak peluru masuk ke dalam tubuh dan menghabiskan energi kinetiknya di kulit.
Kulit adalah penghalang kedua yang paling menghalangi lewatnya anak peluru.

Anak peluru yang mengenai lokasi yang tidak biasa dapat menyebabkan luka dan kematian
tetapi luka tembak masuk akan sangat sulit untuk ditemukan. Contohnya telinga, cuping
hidung, mulut, ketiak, vagina, dan rektum.
2. KECEPATAN ANAK PELURU

Jarak tembakan harus ditentukan atau dipikirkan untuk menilai kecepatan tolakan anak
peluru. Perkiraan kecepatan bisa dinilai dengan melakukan pemeriksaan cartridge
manufacturer’s range tables atau untuk lebih tepat dapat menggunakan kronografi, menguji
ulang tembakan dengan menggunakan tipe senjata yang sama dan tipe amunisi yang sama
yang dicoba-coba pada beberapa jarak tertentu.

Kecepatan pistol untuk melontar umumnya antara 350 dan 1500 kaki per detik. Terdapat
sebuah rumus untuk menilai energi kinetik yaitu KE = mv2/2g

Keterangan : KE adalah energi kinetik dalam satuan foot-pounds

m adalah massa anak peluru (pounds)

v adalah kecepatan (feet)

g adalah gaya gravitasi

Area yang tidak terluka pada kasus luka tembak

Ada 4 situasi yang mengenai peluru yang berhubungan dengan efek yang terlihat pada tubuh
yang berupa kelainan abnormal. Situasi tersebut adalah:

1. Percikan darah (dan kadang-kadang jaringan) pada kedua tangan.

Kondisi ini sering ditemukan pada korban bunuh diri. Percikan darah atau jaringan pada
tangan terjadi ketika kontak antara senjata api dengan tangan yang memegang pelatuk
senjata. Selian itu juga sering ditemukan percikan jaringan otak. Pada korban penyerangan
atau pembunuhan, pada tangan penyerang sering ditemukan percikan darah/jaringan korban,
namun seringkali penyerang sudah membersihkan percikan tersebut.

2. Darah mungkin bisa turun ke bagian kaki atau bagian bawah yang lain dari korban.
3. Residu (sisa) dari senjata api yang terdapat pada daerah luka bisa menggambarkan
posisi dan waktu korban itu ditembak.Percikan api atau bubuk mesiu yang keluar
dari lubang yang berbentuk silinder senjata bisa menggambarkan posisi tembakan
dan jenis senjata yang digunakan. Percikan bubuk mesiu ini membentuk sebuah tatto
pada luka korban.
4. Terdapat tanda pada telapak tangan yang memegang senjata api berupa jelaga dan
bubuk mesiu korban bunuh diri.

3. Perubahan Luka pada Luka Tembak

Ada beberapa kondisi yang bisa merubah gambaran luka tembak dengan cepat. Perubahan itu
dapat disebabkan antara lain oleh:

1. luka terbuka yang sudah mengering

2. proses pembusukan tubuh

3. penyembuhan dari luka itu sendiri

4. intervensi tenaga medis

5. intervensi bedah

6. intervensi oleh personel atau orang yang tidak profesional

7. pencucian atau pembersihan luka setelah korban mati

4. Residu senjata api

Istilah residu sebenarnya adalah sesuatu yang tersisa. Pada bagian ini akan dibahas mengenai
beberapa hal yang memiliki arti yang sama dengan residu. Tiap inevestigator akan cenderung
tertarik melihat residu senjata api dengan sudut pandang yang berbeda. Para petugas hukum
akan mengartikan residu dengan menghubungkan yang tersisa di tangan penyerang dengan
senjata api penyerang. Sedangkan ahli senjata lebih tertarik dengan residu yang dihubungkan
dengan senjata api yang digunakan. Ahli patologi forensik menguraikan antara residu yang
terdapat pada tubuh korban dan luka tembak yang ditemukan.

Pokok persoalan mengenai residu senjata api ini cukup kompleks, meliputi identifikasi,
pengumpulan,pemeliharaan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi yang baik. Namun hal ini
agak kurang dilakukan.
Secara tradisional, residu berarti bubuk sisa tembakan (bubuk mesiu) yang terjadi akibat
proses pembakaran. Ada beberapa macam bentuk residu yang terdapat setelah proses
penembakan menurut investigasi medikolegal.

Residu juga terdapat pada peluru tetapi jarang sekali berguna untuk kepentingan forensik.
Tetapi bubuk mesiu yang terdapat pada peluru seringkali digunakan oleh pemeriksa
medikolegal untuk menemukan jenis senjata api yang digunakan.

Residu tersebut kadang terlihat dengan mata telanjang dan digambarkan sebagai sebuah
kelim tatto pada bagian tubuh korban. Sebagai tambahan, bubuk mesiu peluru dan
fragmennya bisa terlihat pada bagian atas kulit atau bagian bawah kulit dan bisa juga tidak
teridentifikasi. Studi mengenai residu ini adalah baru awal, tidak pernah ada pertanyaan yang
menganalisa detail mengenai keberadaan residu pada luka tembak dalam atau luka tembak
luar pada bagian tubuh korban yang telah mengalami pembusukan.

a. Residu Senjata Api pada Tangan Tersangka

Petugas hukum biasanya menginginkan untuk mengecek tangan tersangka pada kasus
pembunuhan dengan luka tembak senjata api. Sedangkan ahli patologi forensik mengecek
tangan korban bunuh diri untuk mendapatkan bukti tambahan bahwa memang kematian
disebabkan oleh korban sendiri. Ahli patologi forensik juga mendemonstrasikan hubungan
residu yang tertinggal dengan korban melalui bahasa tubuh (gesture) korban yang bertahan
atau terdapat perlawanan korban terhadap kontrol senjata api.

Residu Senjata Api

Residu Asal Terlihat dengan mata telanjang

partikel bubuk bubuk ya

jelaga bubuk ya

grafit bubuk ya, sebagai jelaga

karbonmonoksida bubuk ya, sebagai karboksihemoglobin

ya, sebagai karboksimioglobin


fragmen/kepingan peluru ya

minyak pelumas peluru ya

timah,antimoni,perak peluru tidak

timah,barium,antimoni primer tidak

tembaga,besi selongsong peluru tidak

Residu pada tangan mungkin bisa terlihat, pada kasus ini keberadaan residu harus
dideskripsikan dan diobservasi, dan mungkin harus difoto dan didokumentasikan. Pada
kebanyakan kasus, residu tidak dapat terlihat dengan mata telanjang. Ada teknik-teknik
tertentu untuk melihat adanya residu. Teknik pertama yang diperkenalkan sekitar tahun
1930an adalah teknik parafin. Teknik ini mendemonstrasikan nitrat dengan menggunakan
parafin untuk mengumpulkan partikel. Nitrat mampu mengoksidasi substansi dari bubuk
mesiu dengan jumlah yang besar. Adanya partikel tersebut akan menyebabkan efek warna
setelah diberikan parafin. Tetapi teknik nitrat dengan menggunakan parafin ini hanya bagus
pada teori. Teknik ini tidak sensitif dan susah untuk dilakukan (tidak praktis).

Absorbsi percikan nyala api dari senjata api yang berupa partikel atom merupakan salah satu
cara untuk mendeteksi residu primer. Teknik ini dilakukan menggunakan temperatur yang
sangat tinggi untuk menguapkan partikel metalik dari primer residu kemudian dinilai dengan
spektrofotometri. Teknik ini sangat cepat, sensitif, dan ekonomis. Teknik yang lain adalah
skanning dengan mikroskop elektron sebagai alat sentral analisis residu primer yang
dikembangkan oleh aerospace corporation.

Semua prosedur yang telah diterangkan diatas akan berguna apabila pada tangan korban atau
suspek dijaga dan dilindungi dengan cepat supaya residu tidak hilang atau terkontaminasi.
Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kertas, bukan plastik untuk menutupi bagian
tangan sebelum mendapat manipulasi atau perubahan posisi. Pada suspek hidup, tidak
dibenarkan bagi mereka untuk mencuci tangan, memasukkan tangan ke dalam saku, atau
menyentuh apapun.

b. Residu senjata api pada korban yang dihubungkan dengan pintu masuk luka
Residu yang terlihat, seperti yang telah diterangkan diatas, dapat berupa jelaga, minyak
pelumas peluru, kelim tatto, bubuk mesiu, atau terkadang berupa jelaga yang berasal dari
celah silinder dari pistol. Residu yang tidak terlihat bisa berupa material primer dan partikel
metal yang telah menguap yang berasal dari peluru, jaket, atau selongsong peluru.

Pada umumnya, residu yang dapat dilihat akan berdekatan dengan masuknya luka (pintu
masuk luka). Tepi luka yang rusak bisa tertutup oleh residu dari senjata api apabila tembakan
yang dilakukan pada jarak dekat. Pada luka akibat tembakan, residu tidak terlihat secara
eksternal, kecuali tepi luka yang rusak itu berwarna kehitaman, hal itu terjadi karena deposit
residu peluru pada jaringan. Deteksi yang terbaik adalah dengan mengambil bagian sekeliling
kulit yang rusak akibat tembakan, dan termasuk lapisan subkutan dan mungkin jaringan yang
lebih dalam lagi untuk menemukan bubuk mesiu. Hal ini sangat baik dilakukan dengan
mikroskop dan dilakukan pada ruang otopsi. Prosedur ini juga dilakukan untuk membedakan
luka tembak dalam dan luka tembak luar pada tubuh yang sudah membusuk atau berubah
karena dibakar, temabakan yang dilakukan dalam jarak dekat atau jarak jauh, dan luka oleh
kaliber 22.

Residu yang terlihat kadang bisa terlihat dengan pemeriksaan histologis. Teknik ini
digunakan untuk mencari adanya bubuk mesiu. Kemudian setelah itu bisa dilakukan
pemeriksaan nitrat atau nitrit. Menurut pengalaman penulis, sejauh ini teknik ini lebih
bermanfaat dibandingkan pemeriksaan dengan mikroskop saja pada jaringan yang masih baru
(fresh).

Pada saat pencarian residu yang tidak terlihat disekeliling tepi luka tembak, pengambilan
jaringan dan pemeriksaan dengan energi dispersi dari alat-alat X-ray akan sangat
menguntungkan. Dengan teknik ini komponen primer dan jumlah yang sangat kecil dari
deposit metal yang tersisa dari peluru, jaket maupun selongsongnya bisa dideteksi
semikuantitatif.

Residu dari senjata api bisa berupa gas karbonmonoksida. Gas ini diproduksi akibat proses
pembakaran bubuk mesiu. Ketika senjata kontak dengan kulit, karbonmonoksida akan
dideposit dibawah lapisan kulit dan terdifusi pada jaringan. Gas karbonmonoksida akan
bergabung dengan hemoglobin darah dan mioglobin otot dan membentuk
karboksihemoglobin dan karboksimioglobin.

5. Deskripsi luka senjata api


Kepentingan medikolegal deskripsi yang adekuat dari luka senjata api bergantung pada
besarnya potensi seorang korban meninggal. Jika korban masih hidup, deskripsi singkat dan
tidak terlalu detail. Dokter mempunyai tenggung jawab yang utama untuk memberikan
penatalaksanaan gawat darurat. Membersihkan luka, membuka dan mengeksplorasi,
debridement dan menutupnya, kemudian membalut adalah bagian penting dari merawat
pasien bagi dokter. Penggambaran luka secara detail akan dilakukan nanti., setelah semua
kondisi gawat darurat dapat disingkirkan. Oleh karena singkatnya waktu yang dimiliki untuk
mempelajari medikolegal, seringkali dokter merasa tidak mempunyai kewajiban untuk
mendeskripskan luka secara detail. Deskripsi luka yang minimal untuk pasien hidup terdiri
dari: lokasi luka, ukuran dan bentuk defek, lingkaran abrasi, lipatan kulit yang utuh dan
robek, bubuk hitam sisa tembakan, jika ada tattoo, jika ada bagian yang ditembus/dilewati
titik hitam atau tanda penyembuhan akibat bedah pengeluaran benda asing dan susunannya
penatalaksanaan luka, termasuk debridement, penjahitan, pengguntingan rambut, pembalutan,
drainase, dan operasi perluasan luka

Pada korban mati, tidak ada tuntutan dalam mengatasi gawat darurat. Meskipun demikian,
tubuhnya dapat saja sudah mengalami perubahan akibat penanganan gawat darurat atau pihak
lain. Sebagai tambahan, tubuh bisa berubah akibat perlakuan orang-orang yang
mempersiapkan tubuhnya untuk dikirimkan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk
menerimanya. Di lain pihak tubuh mungkin sudah dibersihkan, bahkan sudah disiapkan untuk
penguburan, luka sudah ditutup dengan lilin atau material lain. Penting untuk mengetahui
siapa dan apa yang telah dikerjakannya terhadap tubuh korban, untuk mengetahui gambaran
luka sebenarnya.

Hal-hal yang penting dalam deskripsi luka tembak :

1. Lokasi
a. jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri garis pertengahan
tubuh
b. lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
2. Deskripsi luka luar
a. Ukuran dan bentuk
b. Lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
c. Luka bakar
d. Lipatan kulit, utuh atau tidak
e. Tekanan ujung senjata
3. Residu tembakan yang terlihat
a. Grains powder
b. Deposit bubuk hitam, termasuk korona
c. Tattoo
d. Metal stippling
4. Perubahan
a. Oleh tenaga medis
b. Oleh bagian pemakaman
5. Track
a. Penetrasi organ
b. Arah
- depan ke belakang (belakang ke depan)
- kanan ke kiri(kiri ke kanan)
- atas ke bawah
c. kerusakan sekunder : perdarahan, daerah sekitar luka
d. kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan : titik penyembuhan, tipe misil, tanda identifikasi,
susunan
7. Luka keluar : lokasi, karakteristi
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu

Deskripsi medikolegal harus lebih detail dan harus mencakup juga perubahan yang terjadi
oleh orang lain maupun karena reaksi penyembuhan.

Konsep-konsep yang salah dalam investigasi tembakan senjata

1. Luka tembak masuk selalu lebih kecil daripada luka tembak keluar
2. Ketika luka tembak masuk lebih tinggi dibanding luka tembak keluar, arah serangan dari
bawah ke atas
3. Peluru selalu berjalan dalam garis lurus di dalam tubuh, mulai dari tempat masuk sampai
keluar dari tubuh, atau bila tertinggal di dalam tubuh
4. Ketika peluru diketahui dari luka terbuka senjata api, berefek sangat panas sehingga
membakar kulit
5. Peluru tembakan dari senjata yang beralur(spiral), mengalami perputaran dengan
kecepatan yang sangat tinggi, menuntun jalannya pada dan melalui target. Gerakan
berputar atau mengebor menghasilkan lingkaran abrasi pada luka tembak masuk
6. Peluru yang dihasilkan senjata atau revolver dengan setengah jaket atau peluru berlubang
membuat ‘hamburger’ pada organ daerah dada dan abdomen
7. Beberapa individu meninggal karena komplikasi akibat perlakuan saat membersihkan
luka
8. Individu yang dominan tangan kanan membunuh diri dengan memegang senjata dengan
tangan kanan dengan luka terbuka pada kontak dengan atau dekat dengan pelipis kanan
9. Adalah mungkin untuk memperkirakan berapa lama korban hidup setelah cedera fatal
dari pemeriksaan luka
10. Otopsi pada korban luka tembak merupakan prosedur yang sederhana. Yang penting
adalah menemukan luka masuk dan luka keluar, lokasi peluru, dan jaringan serta organ
yang terluka

2.TRAUMA FISIK
Ada 3 penyebab fisik terjadinya trauma (kecederaan), yaitu :
1. Suhu (thermal burn)
a) Benda bersuhu tinggi.
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang cirinya
amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya kontak dengan
kulit. Api, benda padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I,
II, III atau IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II atau III. Gas
panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III atau IV.
b) Benda bersuhu rendah.
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang
terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung.
Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial
sehingga terlihat pucat, selanjutnya akan terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang
mengakibatkan daerah tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat
menjadi gangren.
2. Listrik (electrical burn)
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat
berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada
jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus
(ampere), besarnya tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta
luasnya daerha terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan
kulti dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat dikelilingi
daerah hiperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi.
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka. Bahkan kadang -
kadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan
tubuh juga ikut terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak
membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat
arus (ampere) yang dapat mematikan adalah 100 mA.
Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau
pusat pernapasan. Sedang faktor yang sering memperngaruhi kefatalan adalah
kesadaran seseorang akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi
orang-orang tidak menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya
biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap hari
berhubungan dengan listrik.

3. Petir (lightning/eliksem)
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat mencapai 10
mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir
pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara.
Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang
mirip dengan akibat persentuhan dengan benda tumpul.

Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan syaraf pusat,
menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan atau efek
dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent
mark (percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-
benda dari logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian
korban terbakar atau robek-robek.
3.TRAUMA KIMIA
Ada 2 penyebab kimia terjadinya trauma (kecederaan), yaitu :
2. Asam
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :
- Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3.
- Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam asetat.
- Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.
- Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J.
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka, ialah:
 Mengekstraksi air dari jaringan.
 Mengkoagulasi protein menjadi albuminat.
 Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin.
Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah:
- Terlihat kering.
- Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid berwarna
kuning kehijauan.
- Perabaan keras dan kasar.
3. Basa
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain : KOH, NaOH, NH4OH

Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:

 Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan


sabun.
 Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin.

Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini :

 Terlihat basah dan edematous


 Berwarna merah kecoklatan
 Perabaan lunak dan licin.

Petunjuk Deskripsi Luka dan Lokasi 3


Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk, ukuran, dan
sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak perlu dicantumkan dalam
pendeskripsian luka. Untuk penulisan deskripsi luka jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak
harus urut tetapi penulisan harus selalu ditulis diakhir kalimat.
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. 67-91.

De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 67-8.

Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran dan Stanley L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta:
EGC. 35-84.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 1. Jakarta: EGC. 56-75.

Anda mungkin juga menyukai