Anda di halaman 1dari 34

WRAP UP

SKENARIO 1
PENGLIHATAN TERGANGGU
BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME

Kelompok B-9
Ketua : M. Luthfi Dunand (1102014158)
Sekretaris : Perty Hasanah P (1102014209)
Anggota : Nabila Hanifa Fauzia (1102014180)
Nurindryani Kusumadewi (1102012206)
Rayyan Fitriasa (1102014223)
Rizki Fauzi Rahman (1102013254)
Vini Tien Hajja Dwianti (1102014274)
Wiwik Sundari (1102014283)
Yurri Kamala (1102014290)
Yunica Pratiwi (1102013318)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


Penglihatan Terganggu
Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu.
Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap
DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh
(IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik
dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri.
Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopin terdapat mikroaneurisma
dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2
jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik
mikroangiopati, makroagiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan
makanan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan
pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi
akibat pemberian obat.
Kata Sulit

Mikroaneurisma : pembengkakan yang menyerupai balon kecil karena dilatasi pembuluh


darah kecil.
Minofilament Semmes Weinstein : pemeriksaan untuk mengetahui aa atau tidaknya rasa nyeri.
Indeks Masa Tubuh : Kadar normal IMT 18,5-24,5. Dengan rumus :
Ankle Brachial Index : perbandingan tekanan darah sistol kaki dan tangan (normal : 0,9 – 1,3)
HbA1c : presentase Hb yang mengikat glukosa dari total Hb dalam darah (normal
5% - 7%)
Makroangiopati : adanya akumulasi lipid dan gumpalan darah pada pembuluh darah.
Funduskopi : pemeriksaan pada bagian posterior mata.
Neuropati : gangguan pada syaraf tepi yang menyebabkan rasa nyeri, mati rasa,
kesemutan dan melemahnya otot.
Insulin : hormone yang dikeluarkan oleh sel beta pancreas.
Pertanyaan

1. Mengapa umur diatas 50th meningkatkan resiko terkena DM tipe 2?


2. Adakah hubungan antara IMT dengan DM 2?
3. Mengapa telapak kaki merasa kesemutan dan nyeri bila berjalan?
4. Mengapa pasien mengalami gangguan penglihatan?
5. Mengapa pada pemeriksaan MSW ditemukan penurunan rasa nyeri?
6. Mengapa pada pasien DM tipe 2 dapat terjadi proteinuria?
7. Kenapa pada penderita DM harus diberikan insulin?
8. Apa tujuan pemeriksaan HbA1c?
9. Apa saja bentuk komplikasi dari mikro/makroangiopati dan neuropati?
10. Mengapa pasien disarankan untuk diet makan 1900 kalori?
11. Bagaimana makanan yang halal dan baik menurut ajaran Islam?
12. Apa saja komplikasi DM 2?

Jawaban

1. Karena fungsi organ menurun, kerja sel beta pancreas menurun menyebakan kerja sel
jaringan juga menurun dan akhirnya kekurangan insulin. Faktor resiko : pola hidup yang
tidak baik dan genetic.
2. Karena kalau pasien obesitas pasti IMTnya juga tinggi, yang akan menyebabkan pancreas
lelah dan akhirnya insulin resisten.
3. Karena sel persyarafan perifer ruak , sel rusak karena regenerasi sel terganggu karena
kekurangan protein.
4. Penumpukan glukosa di pembuluh darah di pembuluh darah pada retina sehingga
menggangu asupan nutrisi dan akhirnya mengganggu penglihatan.
5. Adanya gangguan pada nervus sebagai komplikasi DM 2. Adanya sumbatan pada
pembuluh darah yang mengganggu asupan nutrisi.
6. Adanya gangguan pada filtrasi glomerulus sehaingga protein banyak masuk.
7. Karena pasien hiperglikemi, sudah mengalami kerusakan ginjal.
8. Monitoring jangka panjang kadar gula darah. Karena HbA1c menggambarkan
konsentrasi gula darah rata- rata dalam tiga bulan.
9. Mikroangiopati : gangguan penglihatan (diabetic retinopati), disfungsi ereksi, nefropati
diabetic
Makroangiopati : stroke, thrombosis arteri dan vena, gangguan motorik .
10. Kaena setelah dihitung dengan menggunakan rumus, asupan kalori yg diperlukan pasien
1900 kal.
11. Makanan yang bersih, menyehatkan, tidak menjijikan dan tidak berlebihan.
Sasaran Belajar
LI 1. Memahami dan menjelaskan Anatomi Pankreas
LO 1.1 Anatomi makroskopis
LO 1.2 Anatomi mikroskopis

LI 2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin


LO 2.1 Struktur
LO 2.2 Regulasi
LO 2.3 Sekresi
LO 2.4 Ekskresi

LI 3. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus


LO 3.1 Definisi
LO 3.2 Etiologi
LO 3.3 Epidemiologi
LO 3.4 Patofisiologi
LO 3.5 Manifestasi Klinis
LO 3.6 Diagnosis
LO 3.7 Diagnosis Banding
LO 3.8 Tatalaksana
LO 3.9 Komplikasi
LO 3.10 Prognosis
LO 3.11 Pencegahan

LI 4. Makanan yang Halal dan Baik Menurut Ajaran Islam


LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pancreas

1. Makroskopik

 Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm, dan
berat 120 g
 Terdiri dari:
 Caput
 Leher
 Corpus
 Cauda
 Proc uncinatus (bag caput yg menonjol ke bwh)
 Caput
o Meliputi v.cava setinggi L2
o Bagian posterior bertetangga dengan ginjal kanan, v.renalis, gl.adrenalis
o Bagian lat berelasi ke bagian medial dari duodenum
 Ductus biliaris communis masuk dari bagian atas dan belakang dari caput pankreas dan
bermuara ke bagian kedua dari duodenum
 Aliran darah:
o A.coeliaca, A.mesenterica sup dan cabang-cabang a.pancreaticoduodenalis memberi
darah untuk caput
o A.pancreatico dorsal memberi darah untuk leher dan corpus
o A.pancreatico caidalis memberi darah untuk cauda
 Jalannya vena mengikuti arteri dan bermuara ke vena porta
 Getah bening berhubungan langsung antara jaringan getah bening pankreas dengan ductus
thoracicus  merupakan rute utama insulin (masuk ke duct.thoracicus)
 Tahun 1903  OPTE  ada saluran bersama:
Ductus pankreas dan ductus biliaris communis  refluks dari empedu masuk ke dalam duct
pancreaticus  terjadi pancreatitis (fatal) akibatnya enzym keluar karena trauma, enzimnya
memakan semua  fatal
 Autopsi : 70 – 80% memperkuat penemuan OPTE
 Banyak variasi antara:
1. Duct Santorini
2. Duct Wirsungi
 Umumnya duct.santorini < Duct wirsungi
 Duct santorini mengairi bagian atas caput pankreas
 Persarafan
1. Saraf-saraf simpatis
2. Cabang-cabang N.vagus
 Nyeri oleh caput pankreas menyebar ke paramedia kanan
Nyeri oleh corpus pankreas menyebar ke epigastrik
Nyeri oleh cauda pankreas menyebar ke seluruh abdomen kiri
 Pancreatitis acuta: menyebar ke abdomen bagian atas dan ke lumbal atas  seperti ikat
pinggang

2. Mikroskopik

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan
sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian
endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon
yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ada 2 bagian :
Bagian exokrin
 Merupakan kel acinosa complex (berwarna gelap)
 Sel-sel acinus berbentuk pyramid
 Didalam lumen kadang-kadang terdapat sel gepeng (sel
centroacinar)

Bagian endokrin
• Disusun oleh sel-sel khusus yang berkelompok
dalam suatu daerah tertentu yang kaya pembuluh darah
disebut pulau-pulau Langerhans
• Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
• Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra
• Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel α, β, δ dan c/PP.

Sel α
 20% populasi sel
 Mensekresi glukagon
 Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer

Sel β
 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
 Mensekresi insulin
 Granula lebih kecil (200 μm)

Sel δ
 Sel paling besar, 5% dari populasi
 Granula mirip sel α, tapi kurang padat
 Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan hormon
pulau Langerhans yang lain (parakrin)

Sel C/sel PP
 Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama
dengan sel β, dengan sedikit atau tanpa granula.
 Mensekresi polipeptida pankreas

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin

Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan
dengan jembatan disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam
amino.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan
sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung
(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase,
proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk
disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena
fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah.
Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan
terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino
dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta.
Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya
rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami
secara jelas.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh
molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat
melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT)
adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses
metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar
kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta
misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke
dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami
proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul
ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan
K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari
dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian
oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca
sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses
sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan
Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh
rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa
faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti
diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan
glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membrane sel beta.
Sekresi Insulin
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel
beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi
insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang
berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi
glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat
beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut,
menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme
glukosa yang fisiologis.
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera
setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1
(AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk
mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan.
Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena
pasa gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial.
Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan
berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal,
bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa
darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk
hiperinsulinemia kompensatif.
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent
phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu
relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya
diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama,
seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa
darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme
penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak
adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2.
Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh
agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif
perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1
Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga normal di
jaringan (tanpa resistensi insulin), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal. Dengan
demikian tidak dibutuhkan tambahan (ekstra) sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas
normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang
memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat memberikan dampak
glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak negatifnya

Intravenous Second
glucose Phase IGT
stimulation
Secretion

First-Phase
Insulin

Normal

Basa Type
l 2DM

Efek pada karbohidrat


Insulin memilik 4 efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan menigkatkan penyimpanan
karbohidrat :
 Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel. Beberapa jaringan yang tidak
bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa yaitu otak, otot yang aktif dan hati
 Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik diotot maupun
dihati
 Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan
menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan
menurunkan penguraian glukosa dalam hati
 Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis,
perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insulin menurunkan konsentrasi glukosa
darah dengan meningkatkan penyerapan glukosa dari darah untuk digunakan dan disimpan
oleh sel., secara simultan menghambat mekanisme yang digunakan oleh hati untuk
mengeluarkan glukosa baru dalam darah. Insulin adalah satu satunya hormon yang
menurunkan kadar glukosa darah.
Faktor yang meningkatkan glukosa darah
 Penyerapan glukosa dari saluran cerna
 Produksi glukosa oleh hati yaitu glikogenolisis dan glukoneogenesis
Faktor yang menurunkan glukosa darah
 Transport glukosa ke dalam sel yaitu untuk menghasilkan energi dan di simpan sebagai
glikogen dan trigliserida.
 Ekskresi glukosa melalui urin pada keadaan abnormal

Efek pada lemak


Insulin efeknya menurunkan kadar asam lemak darah dan membentuk simpanan trigliserida :
 Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi
sebagai prekursor untuk pembentukan assm lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk
membentuk trigliserida.
 Insulin meningkatkan enzim enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak dari
turunan glukosa
 Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari daerah ke dalam sel jaringan adiposa.
 Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan pengeluaran
asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.

Efek pada protein


Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein :
 Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan
lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan
pembangun untuk sintesis protein dalam sel.
 Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan
merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.
 Insulin menghambat penguraian protein.
Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin
Peningkatan kadar glukosa darah, seperti setelah penyerapan makanan, secara langsung
merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel beta. Sebaliknya penurunan kadar glukosa
darah di bawah normal, seperti pada puasa, secara langsung menghambat sekresi insulin. Selain
konsentrasi glukosa plasma, berbagai masukan berikut juga berperan dalam mengatur sekresi
insulin :
Peningkatan kadar asam amino plasma, setelah memakan makanan tinggi protein, secara
langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin. Melalui mekanisme umpan
balik negatif, peningkatan insulin tersebut meningkatkan masuknya asam asam amino tersebut ke
dalam sel, sehingga kadar asam amino dalam darah menurun sementara sintesis protein
meningkat.
Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respons terhadap
adanya makanan, terutama gastric inhibitory peptide, merangsang sekresi insulin pankreas selain
memiliki efek regulatorik langsung pada system pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi insulin
meningkat secara feedforward atau antisipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi
yang meningkatkan kadar glukosa darah dan asam amino dalam darah.
Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau pulau langerhans
dipersyarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis dan simpatis. Peningkatan aktivitas
parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makanan dalam saluran pencernaan
merangsang pengerluaran insulin. Sebaliknya, stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran
epinefrin akan menghambat sekresi insulin, penurunan insulin meningkatkan kadar glukosa
darah, suatu respons yang sesuai untuk keadaan keadaan pada saat terjadi aktivitas sistem
simpatis yaitu, stress dan olahraga.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Militus Tipe 2

1. Definisi Diabetes Militus Tipe 2


Menurut American Diabets Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,atau keduanya.
Diabetes Melitus tipe 2 adalah diabetes yang tidak tergantung insulin, sekresi
insulin mungkin normal atau bahkan meningkat, tetapi sel sasaran insulin kurang peka
terhadap hormone ini dibandingkan dengan sel normal.

2. Memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor resiko diabetes mellitus tipe 2

Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun
pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Faktor resiko Diabetes Melitus dari emedicine health :
1. Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan
aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensifisitas
sel-sel jaringan menurun sehinga tidak menerima insulin.
2. Obesitas atau kegemukan
Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu
DM. selain itu, asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk abnormal di otot dan
mengganggu kerja insulin di otot, asam lemak berlebih juga dapat memicu apoptosis sel
beta pankreas.
3. Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat
perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab DM,
misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim.
4. Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga
15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) atau DM tipe 2
mempunya riwayat keluarga DM, sedangkan IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
tipe 1 sebanyak 57% keluarga DM.
5. Kurang berolahraga atau beraktivitas
Dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga mengakibatkan penumpukan
lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan DM.
6. Infeksi
Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik dalam sel
beta pankreas virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel. Dapa tjuga menyarang
melalui reaksi autoimunitas sehingga hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. DM
akibat bakteri masih belum bias di deteksi.
(Waspadji, 2002)

3. Menjelaskan dan Memahami Epidemiolgi Diabetes Militus Tipe 2

Di seluruh penjuru dunia jumlah penyandang Diabetes melitus (DM) terus mengalami
peningkatan. Demikian pula jumlah penyandang DM pada anak, yang dikenal dengan DM tipe 1
terus meningkat. Di Amerika Serikat pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186 300 anak usia
kurang dari 20 tahun yang menyandang DM tipe 1 atau tipe 2. Angka tersebut sama dengan
0,2% penduduk Amerika pada kelompok umur tersebut. Di Finlandia, tidak sulit menemukan
DM tipe 1 karena angka kejadiannya dilaporkan paling tinggi di dunia, sedangkan Jepang
memiliki angka paling rendah.
Di Indonesia jumlah pasti penyandang DM tipe 1 belum diketahui meskipun angkanya
dilaporkan meningkat cukup tajam akhir-akhir ini. Sebagai gambaran saja, jumlah anak DM tipe
1 dalam Ikatan Keluarga Penderita DM Anak dan Remaja (IKADAR) jumlahnya sudah
mencapai 400-an orang. Karena belum banyaknya jumlah DM pada anak yang ditemukan di
Indonesia, maka orang tua dan dokter sering tak waspada dengan penyakit tersebut. Banyak
orang tua bahkan tidak percaya anaknya menyandang DM dan baru menyadari saat sakitnya
sudah cukup berat.
(UKK Endokrinologi Anak dan Remaja.2009. Konsensus Nasional Pengelolaan DMTipe 1.
Jakarta; Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.)
Diabetes Melitus tipe 2
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka
insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya
peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang
DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat
perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.
Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada
dekade 1980-anmenunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai
6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun1980-2000 menunjukkan
peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta (daerah
urban), prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan
meroket lagimenjadi 12,8% pada tahun 2001. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Indonesia tahun 2003,diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak
133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%,pada
daerah rural,maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola
pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk
yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan
rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1
juta di daerah rural. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh
Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk
usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapatdi Propinsi Papua sebesar
1,7%, dan terbesardi Propinsi Maluku Utara dan Kalimanatan Barat yang mencapai 11,1%.
Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi
Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat.
Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang diabetes di Indonesia sangat besar
dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter
spesialis/subspesialisataubahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa DM
akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya
kesehatan yang cukup besar, maka semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, sudah
seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan.
4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Diabetes Militus Tipe 2

Defisiensi insulin

Glukagon meningkat penurunan pemakaian


glukosa
oleh sel
glukoneogenesis
hiperglikemia
lemak protein
glikosuria
ketogenesis BUN me>>
diuresis osmotik
ketouria nitrogenuria me >>
dehidrasi
PH me <<
Hemokonsentrasi
asidosis
trombosis
koma , kematian
aterosklerosis

makrovaskuler mikrovaskuler

jantung serebral ekstremitas retina ginjal

infark miokard stroke gangren retinopati nefropati


diabetik

gangg. gangg. Gagal


Integritas kulit penglihatan ginjal

Diabetes Melitues mengalami defisiensi insulin menyebabkan glukagan miningkat sehingga


menyebabkan terjadinya pemecahan gula baru (Glukoneogenesis) yang menyebabkan
metabolisme lemak miningkat kemudian terjadi proses pembentukan keton (Ketogenesis).
Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan ketonuria (keton didalam
urine) dan kadar natrium menurun serta PH serum menurun yang menyebabkan asidosis.
Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun sehingga kadar
glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemia parah dan melebihi
ambang ginjal maka timbul glukosuria.
Glukosuria ini akan menyebabkan deuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran kemih
(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria menyebabkan
keseimbangan kalori negative sehingga menimbulkan rasa lapar (polifagi). Penggunaan glukosa
oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun sehingga tubuh
menjadi lemah.
Hipergikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil (arteri kecil) sehingga suplai makanan
dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang akan menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh.
Karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat yang menyebabkan terjadinya infeksi dan
terjadi gangren atau ulkus.
Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran darah menurun sehingga supliai makanan dan
oksigen berkurang, akibatnya terjadi kerusakan mata. Salah satu akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal sehingga menjadi nefropati.
Diabetes mempengaruhi saraf-saraf perifer, system saraf otonom dan system saraf pusat
sehingga menyebabkan neuropati

5. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Diabetes Tipe 2

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini :
 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila
menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah :
Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).

Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan tidak
selalu tampak pada lansia penderita DM karena seiring dengan meningkatnya usia terjadi
kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila
glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena mekanisme haus terganggu seiring dengan
penuaan, maka polidipsi pun tidak terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah mengalami
dehidrasi hiperosmolar akibat hiperglikemia berat.
DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun ada gejala, seringkali berupa
gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif
atau kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh, dan
inkontinensia urin). Inilah yang menyebabkan diagnosis DM pada lansia seringkali agak
terlambat. Bahkan, DM pada lansia seringkali baru terdiagnosis setelah timbul penyakit lain.
Berikut ini adalah data M.V. Shestakova (1999)mengenai manifestasi klinis pasien lansia
sebelum diagnosis DM ditegakkan.
Tabel 1. Menifestasi Klinis Pasien Lansia Sebelum Diagnosis DM*

System kardiovaskular Hipertensi arterial (50%)


Infark miokard (10%)
Penyakit serebrovaskular (5%)
Kaki Neuropati (30%)
Ulkus pada kaki (8%)
Amputasi kaki (5%)
Mata Katarak (50%)
Retinopati proliferative (5%)
Kebutaan (3%)
Ginjal Infeksi ginjal dan sal kemih (45%)
Proteinuria (10%)
Gagal ginjal (3%)
*Diambil dari Burduly (2009)2 dengan modifikasi.
Di sisi lain, adanya penyakit akut (seperti infark miokard akut, stroke, pneumonia, infeksi
saluran kemih, trauma fisik/ psikis) dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Hal ini
menyebabkan lansia yang sebelumnya sudah mengalami toleransi glukosa darah terganggu
(TGT) meningkat lebih tinggi kadar gula darah sehingga mencapai kriteria diagnosis DM. Tata
laksana kondisi medis akut itu dapat membantu mengatasi eksaserbasi intoleransi glukosa
tersebut.

6. Memahami dan mejelaskan Diagnosis Diabetes Milites Tipe 2

Anamnesis :
Keluhan khas diabetes melitus : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya

Keluhan tidak khas diabetes melitus : lemah, kesemutan, gatal, penglihatan kabur, disfungsi
ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita

Faktor risiko DM tipe 2 :


 Usia >45 tahun
 Berat badan lebih : > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) wanita >25
kg/m² atau <18 kg/m² sedangkan pria >27 kg/m² atau <20 kg/m²
 Hipertensi ( TD > 160/95 mmHg)
 Riwayat Dm dalam garis keturunan
 Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gram
Pemerikasaan fisik :

 Tinggi badan dan berat badan (tidak sesuai dengan IMT), tekanan darah (hipertensi), lingkar
pinggang (cewek >80, cowok >90)
 Tanda neuropati
 Mata ( visus, lensa mata dan retina )
 Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku. Contoh : a. Dorsalis pedis
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali saja cukup
untuk menegakan diagnosis
Apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan glukosa darah
abnormal
*TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam
250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu) dari hasil yang diperoleh
- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl.
Pemeriksaan Penunjang
Darah
1. Kadar glukosa darah : puasa, sewaktu, 2 jam post prandial.
2. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
3. Kurva Harian glukosa
4. Kadar keton darah
5. Kadar Hb A1c
6. Kadar fruktosamin
7. Kadar insulin
8. Kadar C-peptide
9. Pemeriksaan lain: tes fungsi ginjal, analaisa gas darah, kadar lipid, imunoserologis
Urin :
1. Reduksi/glukosa urin
2. Protein, mikroalbumin
3. Benda Keton
4. Sedimen Urin

DARAH

 Glukosa darah puasa (GDP): puasa 10-14 jam sebelum pengambilan darah.
 Glukosa darah sewaktu (GDS): pengambilan darah tanpa melihat kapan terakhir makan.
 Glukosa darah 2 jam post prandial : pengambilan darah 2 jam setelah makan atau setelah
konsumsi 75 gr glukosa. Selama menunggu 2, pasien duduk istirahat, tidak makan/minum
lagi dan tidak merokok.

 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


Untuk diagnostik pada pasien dengan kadar glukosa yang meragukan (belum pasti DM).
Tidak dilakukan pada pasien dengan gejala klinik khas DM.
Tiga hari sebelum tes pasien diet cukup karbohidrat (>150 gr/hari) dan melakukan aktifitas
fisik seperti yang biasa dilakukan. Puasa paling sedikit 8 jam malam hari sebelum
pemeriksaan.
 Kurva Harian Glukosa
Glukosa darah diperiksa 3-4 kali sehari sebelum makan pagi, siang dan makan malam.
Tujuan untuk menilai metabolisme tubuh dalam waktu sehari dan memantau hasil
pengobatan.

 Pemeriksaan kadar HbA1c dan fruktosamin


Merupakan hasil glikosilasi non enzimatik protein. Digunakan untuk memantau hasil
pengobatan. Pada hipergilkemia yang berlangsung lama protein-protein hasil glikosilasi non
enzimztik meningkat, antara lain HbAc1 yang menggambarkan kadar gula darah 1-3 bulan
sebelum pemeriksaan dan fruktosamin yang menggambarkan kadar gula darah 1-3 minggu
sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan HbA1c perlu dilakukan pada awal penanganan penderita
dan setiap 3 bulan untuk memantau hasil pengobatan.

 Pemeriksaan Benda Keton Darah’


Dua benda keton utama adalah asetoasetat dan 3-beta hidroksi butirat (3HB). Dalam
keadaaan normal, 3 HB merupakan 75-85 % dari benda keton dalam sirkulasi. Produksi
benda keton meningkat pada keadaan puasa, aktifitas fisik yang berkepanjangan dan diet
tinggi lemak. Keadaan patologis yang menimbulkan ketoasidosis adalah DM, defisiensi
kortisol, defisiensi Growth Hormon, intoksikasi alkohol dan salisilat dan pada bayi dengan
inborn errors of metabolism.
Penting untuk memantau komplikasi ketoasidosis terutama pada pasien DM tipe1, DM pada
kehamilan, pasien DM yang sakit/ stress dan pasien DM yang tidak terkontrol. Untuk
diagnosis dan monitoring terapi ketoasidosis, pengukuran kadar 3HB mempunyai korelasi
yang lebih baik dengan kadar gula darah.
Saat ini pemeriksaan 3HB dalam darah sudah dapat dilakukan dengan cara carik uji memakai
alat glukometer, bersamaan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam keadaan
normal kadar keton darah <0.6 mmol/3, >1 mmol/L disebut hiperketonemia dan > 3mmol/L
merupakan indikasi adanya ketoasidosis.

 Pemeriksaan analisa gas darah (Astrup)


Memantau komplikasi akibat DM.

 Pemeriksaan profil lipid.


Untuk pemantauan pengendalian diabetes melitus dan pencegahan sekunder. Diperiksa
kolesterol total, trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL., Kolesterol VLDL.

 Kadar insulin dan proinsulin (C- peptide)


Untuk menilai fungsi pancreas, diperiksa secar imunologis. Kelemahan pemeriksaan insulin
adalah dipengaruhi oleh antibody insulin darah, sedangkan C-peptide tidak.
BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan serum/ plasma vena, kapiler (“whole blood”
= darah utuh). Kandungan glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-10% dari glukosa dalam vena
(keadaan puasa 2-3 mg/dL, sehabis makan 20-30 mg/dL).
METODE PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah saat ini banyak dipakai metode enzimatik metode
glocose oxidase atau Hexokinase karena hasil pemeriksaan mempunyai spesifitas tinggi. Untuk
diagnostik DM, dianjurkan pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan plasma
vena.
Urin
 Pemeriksaan Urin rutin
Untuk mencari adanya kelainan / komplikasi pada saluran kemih, misalnya infeksi atau
insufisiensi ginjal.
 Glukosa urin dan keton urin
Pemeriksaan glukosa urin secara tidak langsung menggambarkan kadar glukosa darah > 180
mg/dL (batas ambang ginjal untuk glukosa), maka pemeriksaan glukosa urin akan positif.
Namun urin yang dikeluarkan tidak selalu berkorelasi dengan glukosa darah, sehingga
pemeriksaan glukosa urin tidak dianjurkan untuk memastikan diagnosis DM. Pemeriksaan
glukosa urin dapat dipakai untuk pemantauan hasil pengobatan. Pemeriksaan keton urin
dilakukan bila didapatkan tanda-tanda ketoasidosis. Namun pemeriksaan keton urin
mempunyai kelemahan karen menggambarkan kadar glukosa darah beberapa jam sebelum
tes dan saat ini baru bisa mendeteksi aseton dan asetoasetat, bukan 3 HB.
 Mikroalbuminuria
Penting untuk deteksi dini komplikasi ginjal. Terdeteksinya albumin dalam jumlah kecil (<
30 mg/dL) dalam urin menunjukan adanya komplikasi ginjal.

BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan urin rutin, protein, glukosa, keton dan sedimen urin dipakai urin porsi
tengah, segar. Spesimen untuk tes mikroalbuminuria dipakai urin 24 jam.
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat
pada tabel 3.

Bukan DM Belum pasti Pasti DM


DM

Kadar glukosa Plasma vena < 100 100-199 >200

Darah sewaktu Darah kapiler < 90 90-199 >200

Kadar glukosa Plasma vena < 100 100-125 >126

Darah puasa Darah kapiler < 90 90-99 >100


7. Memahami dan menjelaskan diagnosis banding diabtes mellitus tipe 2
Diagnosis Banding :
a. Cystic fibrosis
b. Diabetes mellitus type l
c. Diabetic ketoacidosis
d. Drug-induced glucose intolerance
e. Gestational diabetes
f. Glucose intolerance
g. Pancreatitis

8. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Diabetes Militus Tipe 2

Prinsip Pengobatan DM:


1. Diet
2. Penyuluhan
3. Exercise (latihan fisik/olah raga)
4. Obat: Oral hipoglikemik, insulin
5. Cangkok pankreas

Tujuan Pengobatan:
o Mencegah komplikasi akut dan kronik.
o Meningkatkan kualitas hidup, dengan menormalkan KGD, dan dikatakan
penderita DM terkontrol, sehingga sama dengan orang normal.
o Pada ibu hamil dengan DM, mencegah komplikasi selama hamil, persalinan, dan
komplikasi pada bayi.

Prinsip Diet
o Tentukan kalori basal dengan menimbang berat badan.
o Tentukan penggolongan pasien: underweight (berat badan kurang), normal,
overweight (berat badan berlebih), atau obesitas (kegemukan) Persentase = BB (kg)/(Tinggi
Badan (cm) – 100) X 100% Underweight: < 90% Normal: 90–110% Overweight: 110–130%
Obesitas: > 130%
o Jenis kegiatan sehari hari; ringan, sedang, berat, akan menentukan jumlah kalori
yang ditambahkan. Juga umur dan jenis kelamin.
o Status gizi
o Penyakit penyerta
o Serat larut dan kurangi garam
o Indeks gikemik rendah
o Kenali jenis makanan

Prinsip diet yang sederhana bagi penderita DM, selalu ingat dan patuhi 3 J, yaitu:
1. Jadual makan (3 x selingan) & (3 x makan pokok)
2. Jumlah kalori sesuai dengan yang telah ditentukan.
3. Jenis makanan yang dilarang dan bahan makanan yang dibatasi.
Sedangkan untuk pelaksanaan diet DM itu sendiri sebagai berikut:
1. Makanlah teratur sesuai dengan jumlah pembagian makanan yang telah
ditentukan.
2. Gunakan daftar makanan, sehingga dapat memilih bahan makanan yang sesuai
dengan menu keluarga.
3. Hindarkanlah penggunaan gula murni dan makanan yang terbuat dari gula murni.
4. Gunakanlah gula obat untuk mengganti gula (dapat diperoleh dalambentuk tablet,
tepung kristal atau cairan).
5. Makanlah banyak sayuran sesuai petunjuk yang diberikan (lihat daftar penukar).
Sayuran kelompok A* boleh dimakan sekehendak sedangkan sayuran kelompok B** hanya
dimakan menurut jumlah yang ditentukan.
6. Periksalah kadar gula anda secara teratur.

(http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/2075036-diet-tepat-bagi-penderita-
diabetes/#ixzz27Kvc4pO3)

Pola makan pasien diabetes

Piramida makanan diabetes

Semakin tinggi kelompok makanan yang terdapat di dalam piramida makanan diabetes,
semakin sedikit kelompok makanan tersebut dapat dikonsumsi atau dihindari oleh seorang pasien
diabetes.

Biji-bijian dan Tepung (kelompok 1):


Makanan yang terbuat dari biji-bijian dan tepung terdapat di dasar piramida makanan
diabetes. Kelompok makanan biji-bijian dan tepung yang banyak mengandung karbohidrat
seperti beras, gandum, rye, gandum, jagung, kacang polong kentang, kacang pinto, dan makanan
lainnya yang biasa menggunakan biji-bijian masuk dalam kelompok ini.

Sayuran (kelompok 2):


Kelompok makanan sayuran ini terletak tepat di atas dasar piramida makanan diabetes.
Sayuran secara alami rendah dalam konten lemak, rendah kalori dan kaya vitamin, mineral, serat
dan zat gizi mikro.

Buah-buahan (kelompok 3):


Kelompok buah-buahan ini juga terletak tepat di atas dasar piramida makanan diabetes
bersama dengan kelompok sayuran. Buah-buahan kaya akan vitamin, mineral, serat dan juga
karbohidrat.

Susu (kelompok 4):


Kelompok ini berada di atas lapisan kedua (sayuran dan buah) dari piramida makanan
diabetes. Kelompok susu mengandung banyak protein dan kalsium serta vitamin banyak. Dari
kategori susu pasien diabetes harus memilih produk susu dengan kadar lemak rendah.

Daging, Pengganti Daging dan Protein Lainnya (kelompok 5):


Kelompok ini bersama kelompok susu dalam piramida makanan diabetes mengandung
protein dalam jumlah yang sangat tinggi dan mengandung vitamin serta mineral sangat banyak.

Lemak, Minyak, Manis dan Alkohol (kelompok 6):


Kelompok makanan ini terdapat di puncak piramida makanan diabetes, yang menandakan
bahwa kelompok makanan hanya boleh dikonmsi sedikit oleh penderita diabetes dan sebaiknya
dihindari.

http://indodiabetes.com/piramida-makanan-diabetes.html

Penyuluhan terpadu untuk penderita DM dan lingkungannya


• Penyuluhan dari Dokter, Perawat dan ahli gizi - di beberapa RS sudah ada Klinik
Diabetes Terpadu.
• Sasaran: Penderita, keluarga penderita, lingkungan sosial penderita.

Obat DM
1. Meningkatkan jumlah insulin
o Sulfonilurea (glipizide GITS, glibenclamide, dsb.)
o Meglitinide (repaglinide, nateglinide)
o injeksi
2. Meningkatkan sensitivitas insulin
o Biguanid/metformin
o Thiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone)
3. Memengaruhi penyerapan makanan
o Acarbose
Hati-hati risiko hipoglikemia berikan glukosa oral (minuman manis atau permen)
Sasaran pengontrolan gula darah
Kadar gula darah sebelum makan 80-120 mg/dl
Kadar gula darah 2 jam sesudah makan < 140 mg/dl
Kadar HbA1c < 7%

Edukasi pasien pengguna insulin


Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku
sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif
dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda
dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukansecara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Pola Makan dan Terapi Gizi pada Penderita DM

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan
berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.

Tujuan Terapi Gizi Medis


Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
o Kadar glukosa darah mendekati normal
o Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
o Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
o Kadar A1c <7%.
o Tekanan darah <130/80 mmHg.
o Profil Lipid
o Kolesterol LDL<100 mg/dl
o Kolesterol HDL >40 mg/dl.
o Trigliserida < 150 mg/dl.
o Beran badan senormal mungkin.

Jenis Bahan Makanan


KARBOHIDRAT
Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari
total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada
setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
 Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
 Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
 Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total
kebutuhan kalori perhari.
 Julah serat 25-50 gram per hari.
 Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih
dari total kebutuhan kalori perhari.
 Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfame, dan sukralosa.
 Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
 Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40
gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung
energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
 Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
 Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
 Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
 Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari
dan tidak kurang dari 40gram.
 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.

LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat
penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan
rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan
lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki
profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal
(monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat
memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat
menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar
kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid=
PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi
trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di
dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar
VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
 Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari
total kebutuhan kalori per hari.
 Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
 Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
 Batasi asam lemak bentuk trans.
 Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang.
 Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori


Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan
kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus
Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT


IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi
badan (dalam meter) kuadrat.
o Berat badan kurang <18,5
o Berat badan normal 18,5-22,9
o Berat badan lebih ≥ 23,0
o Dengan resiko 23-24.9
o Obes I 25-29,9
o Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca


Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%


o Berat badan kurang BB <90% BBI
o Berat badan normal BB 90-110% BBI
o Berat badan lebih BB 110-120% BBI
o Gemuk BB>120% BBI

Penentuan kebutuhan kalori perhari:


1. Kebutuhan basal:
o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
o Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian:
o Umur diatas 40 tahun : -5%
o Aktivitas ringan : +10%
o Aktifitas sedang : +20%
o Aktifitas berat : +30%
o Berat badan gemuk : -20%
o Berat badan lebih : -10%
o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%


4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang
(25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak
berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.
Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Diabetes Militus Tipe 2

Komplikasi Metabolik Akut


Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi
pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami
hal berikut:
• Hiperglikemia
• Hiperketonemia
• Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga
kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan
sedini mungkin.
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)
B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2
yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul
tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:
• Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
• Dehidrasi berat
• Uremia

Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka
mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada
HHNK tidak terdapat ketosis.

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)


Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah.
Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab
tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya
glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk,
memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita
lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia sering
pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul
karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada
tubuhnya.

Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia
bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia
sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia
1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug sederhana.
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung dan bibir, tangan, berdebar-
debar.
4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun suntikan.
Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
 Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
 Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan
pada puncak kerjanya, misalnya:
Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
 Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan
akibat insulin sangat menonjol.
Kronik Jangka Panjang
Mikrovaskular / Neuropati
- Retinopati, catarak → penurunan penglihatan
- Nefropati → gagal ginjal
- Neuropati perifer → hilang rasa, malas bergerak
- Neuropati autonomik → hipertensi, gastroparesis

Makrovaskular
- Kelainan pada kaki → ulserasi, atropati

10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Diabetes Milites 2

Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok
risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui
lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula
pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen
Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan
pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai
pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar
tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien
yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan
deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Salah satu penyulit DM yang sering
terjadi adalah penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian pada
penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan GIT. Skrinning
direkomendasikan untuk :
 Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
 Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
 Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
 Orang-orang yang gemuk
11. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Diabetes Militus 2
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk,
pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang terawat baik
prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma
hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia
lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen.
Karena hiporesmolar adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka
kematiannya tinggi

LI 4. Makanan yang Halal dan Baik Menurut Ajaran Islam


Prinsip umum :
“Semua jenis makanan/minuman adalah halal dimakan/diminum kecuali yg dilarang tegas dlm
nash”
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik / Halalan Thoyyiban
Al Qur’an, Surat Al Maidah : 88 yang artinya:

“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu
dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”

Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga baik
(Halalan Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Bahkan perintah ini disejajarkan
dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini
juga ditegaskan dalam ayat yang lain, seperti yang terdapat pada Surat Al Baqarah : 168 yang
artinya:

“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah
musuh yang nyata bagimu”
Halal itu bukan sekedar halal makanannya, tapi juga dari sumber bagaimana mendapatkannya
pun harus halal. Kalau sumbernya haram seperti korupsi, mencuri, merampok, menggusur tanah
rakyat dengan harga yang rendah, maka makanan yang dimakan pun meski sebetulnya halal,
tetap haram. Dan akan membuat si pemakannya disiksa di api neraka. Nabi berkata:
Tiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka api neraka lebih utama
membakarnya. (HR. Ath-Thabrani)
Selain halal, makanan juga harus baik. Meski halal tapi jika tidak baik, hendaknya tidak kita
makan. Di antara kriteria makanan yang baik adalah:
 Bergizi tinggi
 Makanan lengkap dan berimbang. Waktu SD kita belajar makanan 4 sehat 5 sempurna seperti
nasi/jagung, lauk/pauk, sayuran, buah-buahan, dan terakhir susu. Semua makanan tersebut
mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kita.
Ada baiknya ditambah dengan herbal seperti madu, pasak bumi, habbatus saudah, minyak
zaitun, dan sebagainya agar tubuh kita sehat.
 Tidak mengandung zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan kita, misalnya kolesterol
tinggi atau bisa memicu asam urat kita.
 Alami. Tidak mengandung berbagai zat kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia, pengawet
kimia (misalnya formalin), pewarna kimia, perasa kimia (misalnya biang gula/aspartame,
MSG, dsb)
 Masih segar. Tidak membusuk atau basi sehingga warna, bau, dan rasanya berubah
 Tidak berlebihan. Makanan sebaik apa pun jika berlebihan, tidak baik.
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC
Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition. Baltimore,
Maryland: Lippincott Williams & Wilkins
Idrus, Alwi dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi V. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI
Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6.
Jakarta: EGC
Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta: EGC
Repository.unpad.ac.id/panduan_terapi_diabetes_melitus
Repository.ui.ac.id
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai