Anda di halaman 1dari 17

ABSES BILIER

A. PENDAHULUAN
Seseorang dengan abses bilier memiliki infeksi lokal pada traktus
biliaris, yaitu di duktus hepatikus, duktus koledokus, atau vesika biliaris.
Abses bilier dibentuk oleh kumpulan pus yang terdiri dari jaringan yang
terinfeksi dan sel darah putih. Abses bilier disebabkan oleh infeksi bakteri.
Faktor risiko untuk abses bilier termasuk beberapa penyakit yang
berhubungan dengan traktus biliaris, seperti kolesistitis atau kolelithiasis.
Gejala umum dari abses bilier adalah ikterus, nyeri perut, mual dan demam.
Penanganan dari abses bilier mungkin termasuk pemberian cairan intravena
dan antibiotik. Terapi definitif dapat dilakukan dengan drainase abses.(1)
Kolesistitis akut dengan kontaminasi bakteri pada traktus bilier dapat
memungkinkan perkembangan menjadi infeksi supuratif dimana vesika
biliaris terisi dengan material yang purulen. Hal ini menunjukkan kondisi yang
disebut dengan empiema gallbladder. Penyebab yang mendasarinya yaitu
kolesistitis

menyebabkan

obstruksi

pada

duktus

sistikus

sehingga

menyebabkan akumulasi cairan infeksius. Antibiotik sistemik dan drainase


atau reseksi dapat dilakukan untuk mengurangi insidensi komplikasi dan
untuk menghindari kejadian sepsis.(2)
B. DEFINISI
Abses bilier biasanya terjadi akumulasi pus pada vesika biliaris sehingga
sering disebut gallbladder empyema. Hal ini paling sering terjadi akibat
komplikasi dari kolesistitis akut.(1) Dengan adanya batu empedu atau obstruksi
bilier, prevalensi terjadinya infeksi meningkat. Bakteri gram negatif aerob
merupakan organisme yang paling sering menginfeksi traktus bilier seperti
Escherichia Coli dan Klebsilla sp.(3)
C. EPIDEMIOLOGI

Insidensi dari empiema gallbladder yang berhubungan dengan


kolesistitis akut sulit untuk dijelaskan. Meskipun begitu, temuan dari beberapa
kasus menyimpulkan sekitar 5-15%.(2)
Persentasi kultur infeksi vesika biliaris dengan pasien batu empedu
simptomatik dan kolesistitis kronik antara 11% sampai 30%. Prevalensi
terjadinya infeksi pada pasien kolesititis akut dibanding dengan pasien
kolesistitis kronik (perbandingannya 46% dan 22%).(3)
Angka prosedur laparoskopi kolesistektomi dikonversikan menjadi
prosedur terbuka yang sangat signifikan pada pasien dengan empiema
gallbladder. Angka komplikasi post operasi untuk empiema gallbladder adalah
10-20% dan termasuk luka infeksi, perdarahan, abses subhepatik, cyctic stump
leak, common bile duct injury, dan komplikasi sistemik termasuk gagal ginjal
akut dan atau insufisiensi respiratorik yang berkaitan dengan sepsis.(2)
Jenis kelamin perempuan, obesitas, kehamilan, makanan berlemak,
penyakit Crohn, reseksi ileum terminal, operasi lambung, sferositosis
herediter, penyakit sel sabit, dan talasemia semua berhubungan dengan
peningkatan risiko untuk mengembangkan batu empedu. Orang-orang
Amerika dan Indian mengalami peningkatan resiko terjadinya kolesistitis dan
kolelithiasis, yaitu pada pasien dengan hemoglobinopati, seperti anemia sel
sabit (pada kulit hitam).(2)
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas
anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan
kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di
bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan
kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang
sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu
yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika. (4)
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk
2

dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk
duktus koledokus.(4)

Gambar 1. Anatomi sistem bilier


(Dikutip dari kepustakaan 4)

Fungsi kandung empedu, yaitu:(4)

Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu


yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit.

Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak

dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga me


mbantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari
penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama
dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu
makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati
tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus
hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam
kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari
garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira
lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.(4)
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif
dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan
empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi

kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,


empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu.
Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu
mengalir ke duodenum.(4)

Gambar 2. Sirkulasi Enterohepatik dari Garam Empedu


(Dikutip dari kepustakaan 5)

Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum,


yaitu

kolesistokinin

(CCK),

yang

merupakan

stimulus

utama

bagi

pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat.


Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung
empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah
konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan
elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah
garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.(4)
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung
empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam
duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga

kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam


duodenum dan bercampur dengan makanan.(4)
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan
lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam
empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke
dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta
obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari
tubuh.(4)
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati
dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai
sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami
sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil
garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri
memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur
pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar
5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.(4)
E. PATOFISIOLOGI
Ketika terjadi kolesistitis akan mudah terjadinya infeksi bakterial
sekunder. Bakteri yang mengkontaminasi vesika biliar mengalami stagnansi
dan inflamasi yang berhubungan dengan kolesistitis akut yang mengisi lumen
vesika biliar dengan material eksudat yaitu pus yang berkembang menjadi
empiema atau abses biliar.(4) Bagian yang tidak mengalami penyembuhan akan
memicu terjadinya sepsis yang akan berkembang menjadi gangren,
mikroperforasi, atau fistel kolesistoduodenal (jarang). (2) Ketika organisme
membentuk gas, maka gas tersebut akan terlihat pada lumen dan dinding
vesika biliar melalui radiografi abdominal dan CT scan yang disebut dengan
empysematous gallbladder.(4) Pasien memiliki resiko yang tinggi bila disertai
dengan diabetes, imunosuprsi, obesitas atau hemoglobinopati.(2)
5

F. ETIOLOGI
Penyebab tersering dari empiema gallbladder adalah calculous
kolesistitis akut yang mengkontaminasi empedu.(2)
Bakteri yang paling sering ditemukan adalah Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Streptococcus faecalis, dan bakteri-bakteri anaerob
seperti Bacteroides sp dan Clostridia sp. Inflamasi supuratif pada akhirnya
akan mengisi vesika biliar dengan debris purulen. Perforasi dapat terjadi jika
tidak segera dilakukan drainase atau reseksi. Sepsis juga sering timbul pada
tahap lanjut penyakit ini.(2)
Bentuk yang sama tidak sering ditemukan pada obstruksi duktus
koledokus bagian distal. Hal ini juga dapat menyebabkan pembentukan pus di
dalam traktus bilier ekstrahepatik yang dapat dekompresi vesika biliar
sehingga dapat mendesak dan menginfeksi organ tersebut dengan empiema
yang terbentuk.(2)
G. DIAGNOSIS
Berikut merupakan gambaran klinis dan temuan laboratorium pada
penelitian terhadap 29 pasien dengan empiema gallbladder.(6)

1. Anamnesis
Mirip dengan infeksi di bagian lain dari tubuh , infeksi empedu
biasanya disebabkan oleh tiga faktor : host rentan, inokulum yang cukup,
dan stasis. Gejala yang paling umum yang terkait dengan penyakit saluran
empedu adalah sakit perut, ikterus, demam, dan mual muntah.(3)
6

Riwayat klinis pasien dengan empiema gallbladder sama dengan


pasien kolesistitis akut yang merupakan penyebab terjadinya empiema.
Sebagai perkembangan penyakit, nyeri yang berat dan berhubungan
dengan demam tinggi, menggigil dan kadang merasa kaku biasa
dilaporkan pada pasien empiema gallbladder. Pasien dengan diabetes atau
imunosupresi mungkin menampakkan beberapa gejala dan tanda lainnya.(2)
2. Fisis
Pasien dengan empiema awalnya tidak berbeda dengan pasien
kolesistitis akut lainnya, yaitu dengan gejala termasuk demam (suhu
>101F), tekanan darah yang stabil dan takikardi ringan.(2)
Jika terjadi perforasi pasien akan mengalami sepsis. Demam (suhu
103F), menggigil dan atau kaku dan mungkin dapat ditemukan hipotesi
dan takikardi berat.(2)
Pada pemeriksaan abdomen akan ditemukan sama seperti kolesistitis
akut dengan nyeri ringan-sedang pada abdomen regio kanan atas dan
Murphy sign + (nyeri tekan pada abdomen kanan atas pada saat inspirasi).
Dalam perkembangannya, empiema gallbladder akan ditunjukkan
dengan distended pada palpasi disertai nyeri meskipun dengan palpasi
superficial.(2)
3. Penunjang
Laboratorium
Temuan laboratorium yang menunjukkan empiema gallbladder
termasuk darah rutin, kimia hati, PT dan aPTT. Leukositosis hingga
level 15.000/dL kadang ditemukan sehingga membutuhkan terapi
antibiotik.(2)
Ketika kolesistitis akut mengalami komplikasi, temuan kimia hati
berhubungan dengan empiema gallbladder biasanya dalam batas
normal

sehingga

dapat

dibedakan

dengan

penyakit

lainnya.

Pengecualian empiema gallbladder yang mendesak common/hepatic


bile duct akan mengakibatkan peningkatan alkali fosfatase dan kadar
bilirubin.(2)
Kultur darah serial bermanfaat pada pasien bakterimia. Hasil (+)
akan membantu untuk pemilihan antibiotik sebagai terapi.(2)
Radiologi
a. USG Abdomen

USG abdomen diindikasikan pada pasien yang kemungkinan


mengalami empiema gallbladder. Hasil USGnya adalah gallbladder
yang membesar, distended dan berhubungan dengan cairan
perikolesistik yang menunjukkan proses inflamasi akut pada
gallbladder. Sebenarnya, pemeriksaan ini tidak adekuat untuk
membedakan kolesistitis akut yang tidak mengalami komplikasi
dengan

komplikasi

dengan

empiema

dan

atau

gangren.

Pemeriksaan ini dikontraindikasikan selama terapi konservatif dan


signal dibutuhkan untuk intervensi prompt.(2)(7)
Pada sumber mengatakan bahwa gambaran yang mirip
dengan kolesititis akut ditambahkan dengan daerah echogenik pada
lumen kantung empedu.(8)

Gambar 3. Tampak defek pada dinding pada gallbladder di sekitar hepar


(Dikutip dari kepustakaan 8)

b. CT scan
Selain USG dapat pula dilakukan pemeriksaan CT untuk
menemukan

adanya

empiema

gallbladder

dan

untuk

menyingkirkan dari penyakit-penyakit lainnya.(2)


Pada CT scan gambaran empyema gallbladder tampak seperti
kolesistitis akut dengan bentuk yang lonjong dan lebih besar (yang
mewakili terdapatnya pus). Namun gambaran ini belum spesifik
untuk menggambarkan empyema karena memiliki kesamaan
dengan endapan asam empedu dalam kantung empedu.(8)

Gambar 4. Empiema gallbladder pada CT non kontras


(Dikutip dari kepustakaan 8)

Gambar 5. Empiema gallbladder pada CT dengan kontras


(Dikutip dari kepustakaan 8)

CT scan lebih sensitif bila dibandingkan dengan USG


abdomen untuk mendiagnosis adanya perforasi kandung empedu.
Jika ada perforasi akan tampak hole sign, yang menunjukkan
adanya hubungan antara abses dan kandung empedu.(9)

Gambar 6. Perforasi Gallbladder yang menyebabkan akumulasi abses


pada cavum abdomen
(Dikutip dari kepustakaan 9)

c. MRI
9

MRI dengan menggunakan frekuensi T2 kadang-kadang


dapat membantu untuk membedakan antara pus dengan endapan
asam empedu dalam kantung empedu. Adapun yang tampak berupa
lapisan lapisan cairan pada kantung empedu dibandingkan dengan
pus yang purulen pada kantung empedu.(8)

Gambar 7. MRI Empiema Gallbladder


(Dikutip dari kepustakaan 8)

d. ERCP
ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography)
tidak diindikasikan jika empiema gallbladder karena hal ini
mungkin memperlambat diagnosis definitive dan terapi operatif.(2)

Gambar 8. ERCP
(Dikutip dari kepustakaan 10)

H. TERAPI
1. Non Operatif

10

Terapi antibiotik melalui jalur intravena dapat dilakukan. Pilihan


antibiotik

diberikan

berdasarkan

organisme

yang

kemungkinan

menginfeksi. Pada tahap awal dapat diberikan antibiotik spektrum luas


seperti ampicilin atau generasi pertama atau kedua sefalosporin. Pada
tahap lebih lanjut, bila berhubungan dengan perforasi dan kejadian sepsis,
dapat diberikan triple antibiotic therapy yang terdiri dari golongan
aminoglikosida (biasanya gentamicin), amipicilin atau sefalosporin dan
metronidazole (untuk bakteri anaerob).(2)
2. Operatif
Empiema gallbladder biasanya berhasil dikelola dengan operasi
pengangkatan kandung empedu. Dalam kasus dioperasi atau pada pasien
dengan kondisi komorbiditas, metode yang berbeda dari pengobatan telah
dijelaskan, misalnya, perkutan transhepatik cholecysto-duodenum stent
(dengan bagian melalui duktus sistikus ke dalam duodenum) atau
endoskopi stent, baik transpapillary, atau di fistula.(11)
Dekompresi adalah tujuan dari terapi empiema gallbladder. Pada
pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil dikontraindikasikan karena
kondisi komorbid yang signifikan, drainase transhepatik gallbladder
dengan radiologi dapat dilakukan. Namun komplikasi yang dapat
ditimbulkan tidak dapat diprediksi.(2)
Tindakan dekompresi dan reseksi pada gallbladder merupakan terapi
standar yang harus dilakukan. Ahli laparaskopi bedah mungkin dapat
mengatasi empiema gallbladder (tanpa signifikan gangrene atau perforasi)
dengan prosedur laparoskopi. Dekompresi awal dilakukan di bawah
radiologi sebelum prosedur atau selama operasi, drainase dilakukan
dengan laparaskopi.(2)
Konversi tindakan menjadi open dan angka komplikasi dilaporkan
literature untuk terapi laparaskopi dari empiema. Laparoskopi subtotal
kolesistektomi dapat dilakukan jika inflamasi perikolesistik menjadi berat
dan membutuhkan prosedur terbuka.(2)

11

Gambar 9. Penempatan trokar pada laparoskopi kolesistektomi


(Dikutip dari kepustakaan 3)

Laparaskopi kolesistektomi adalah pilihan yang aman dan dapat


diterima pada penanganan empiema gallbaldder. Namun demikian,
kesulitan teknis yang signifikan karena edema, perlengketan dan anatomi
terdistorsi di daerah segitiga Calot. Pengalaman ahli bedah memainkan
peran penting.(12)

Gambar 10. Fundus telah difiksasi dan ditarik kea rah cranial untuk mengekspos kantung
empedu secara proksimal dan ligamentum hepatoduodenal
(Dikutip dari kepustakaan 4)

12

Gambar 11. Segitiga Calot telah dibuka. Pangkal dari kantung empedu dan sebagian
duktus sistikus dipotong.
(Dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 12. Sebuah lubang kecil telah dibuat ke dalam duktus sistikus, dan kateter
cholangiogram yang akan dimasukkan.
(Dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 13. Pengangkatan kantung empedu.


(Dikutip dari kepustakaan 4)

Komplikasi yang dapat terjadi berhubungan dengan proses


perkembangan penyakit. Pada tangan yang handal, tidak ada peningkatan
insidensi dari kerugian bedah laparoskopi pada penderita empiema
gallbladder.(2)

13

Gambar 14. Intraoperatif Dilatasi Kandung Empedu akibat akumulasi abses


(Dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 15. Percutaneus Transhepatic untuk drainase empiema gallbladder.


Gambar diambil pada saat stent diinsersi.
(Dikutip dari kepustakaan 12)

14

Gambar 16. Percutaneus Transhepatic untuk drainase empiema gallbladder.


Untuk melihat kolangiogram pada perkutaneus kolesistostomi tube dengan
menggunakan kontras
(Dikutip dari kepustakaan 12)

Gambar 17.18. Drainase empiema kandung empedu


(A) sebelum didrainase (B) setelah didrainase
(Dikutip dari kepustakaan 13)

I. KOMPLIKASI
Komplikasi utama yang berhubungan dengan empiema gallbladder
adalah perforasi dan atau sepsis.(2)
Komplikasi yang dapat terjadi ketika pembedahan dilakukan termasuk
hal-hal di bawah ini.(2)
- Infeksi pada luka
- Perdarahan
- Abses hepar atau subhepatik
- Cystic stump leak
- Luka pada traktus biliaris
Adapun komplikasi yang terjadi setelah pembedahan adalah sebagai
berikut.(13)

15

Perforasi kandung empedu


Trauma minor pada duktus biliaris
Perdarahan
Perforasi duodenum

J. PROGNOSIS
Jika ditangani segera, pasien dengan empiema gallbladder dapat sembuh
dan dapat melakukan aktifitasnya secara normal.(2)
Pada pasien dengan usia lanjut, termasuk

pasien

dengan

imunokompromais, atau pasien dengan penyakit komorbid (pasien dengan


DM), perkembangan empiema gallbladder dan sepsis yang dapat terjadi dapat
mengancam nyawa.(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Free Md Virtual Doctor. Billiary Abscces Overview. [online] [cited May 1st
2015]. Available from: http://www.freemd.com/biliary-abscess/overview.htm.
2. Pace Benjamin. 2014. Gallbladder Empyema. [online] [cited May 1st 2015].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/174012-overview.

16

3. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. 2004. Sabiston
Textbook of Surgery. The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 18th
Edition. Philadelphia: Elsevier.
4. Brunicardi FC. 2010. Schwartz's Principles of Surgery. 9th Edition. United
State: The McGraw-Hill Companies.
5. Logan Robert, Haris A, Misiewicz JJ, Baron JH. 2002. ABC of Upper
Gastrointestinal Tract. London: BMJ Books.
6. Al-Jaberi Tareq. 2003. Empyema of The Gall Bladder: Reappraisal in The
Laparroscopy Era. US: Jordan University of Science and Technology and
Princess Basma Teaching.
7. Rodrigues ALS, Lobato MF, Braga CAR. 2008. Empyema with Giant
Dilatation of The Gallbladder. ABCD Arq Bras Cir Dig.
8. Gowel Ayush, Weerakody Y. Gallbladder Empyema. [online] [cited May 1st
2015]. Available from: http://radiopaedia.org/articles/gallbladder-empyema.
9. Kamalesh NP, Pramil K, Prakash K. 2012. Intrahepatic Rupture of Empyema
Gallbladder. India: Indian Society of Gastroenterology.
10. Hauser SC. Mayo Clinic Gastroenterology and Hepatology Board Review. 3rd
Edition. Canada: Mayo Foundation for Medical Education and Research.
11. Kumar S, Sharma P, Muthu R. 2011. Management of Empyema of
Gallbladder with Percutaneous Cholecysto-duodenal Stenting in a Case of
Hilar Cholangiocarcinoma Treated with Common Bile Duct Metallic Stenting.
[online]

[cited

May

1st

2015].

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3249948/?report=reader.
12. Gatenby P, Flook M, Spalding D, Tait P. 2009. Percutaneous Transhepatic
Cholecystoduodenal Stent for Empyema of The Gallbladder. London: The
British Journal of Radiology.
13. Huang Cheng-Chiang. Percutaneous Drainage Of Gallbladder Empyema And
Liver Abscess To Treat Acute Cholecystitis Induced Liver Abscess. Taiwan:
Kuo General Hospital, Tainan.
14. Malik A, Laghari AA, Talpur KAH, Memon A. 2007. Laparoscopic
Cholecystectomy in Empyema of Gall Bladder: An Experience at Liquat
University Hospital, Jamshoro, Pakistan. Pakistan: Journal of Minimal Access
Surgery.

17

Anda mungkin juga menyukai