Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung,
pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan
kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke
belakang vena kava.15 Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran
empedu dan kandung empedu.1 Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi
utama hati.2
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam
usus.16,17Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi
ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.3
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami
aliran balik karena adanya penyempitan saluran.3,18 Batu empedu di dalam saluran
empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran
empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi
di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi
di bagian tubuh lainnya.18
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga
menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi
dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran
empedu sampai ke kantong empedu.3,4 Penyebab paling utama adalah infeksi di usus.
Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong
empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan
batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di
kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien,
tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari
terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.19

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dari paper ini adalah agar khususnya penyusun dapat
menyampaikan laporan kasus pasien tentang kolelitiasis dan juga materi tentang
kolelitiasis baik mulai definisi, anatomi, fisiologi, gambaran klinis, komplikasi,
keluhan penderita kolelitiasis berdasarkan lokasi batu empedu, tipe batu empedu,
pathogenesis, epidemiologi, pencegahan kolelitiasis, keluhan penderita kolelitiasis
berdasarkam penatalaksanaan medis, ukuran batu empedu berdasarkan
penatalaksanaan medis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kolelitiasis


Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.3,4

2.2. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu


2.2.1. Anatomi
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya
sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus
hati kanan dan kiri.7 Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat
lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati.2,3
Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya
bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati.
Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang
sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.7
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus
kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus
hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
2.2.2. Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada
di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini
adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi
bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.2,7

Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan,


empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat
segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu
masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh
limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga
empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu
hati.20,21
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan
diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.2 Pengaliran cairan empedu
diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan
tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan
dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu
berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.3
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu
kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung
empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal
terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum
terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer
terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit.
Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.7
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan
hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu
serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi.
Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan
makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu
meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk
membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus
besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta
obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.22
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik.22 Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak
10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam
usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai
unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang
bersama tinja.22 Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.7

2.3. Gambaran Klinis


Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke
dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bila mana batu itu masuk ke dalam ujung
duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu itu kecil,
ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus koledokus dan masuk ke
duodenum.4
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun.
Gejalanya mencolok: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun
seperti kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika ductus
sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar
ke punggung atau bahu. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik
biliaris. Sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung makin
meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang lain seperti demam, nyeri seluruh
permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung, dan lain-lain.16,23

2.4. Komplikasi
2.4.1. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu
tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung
empedu.24
2.4.2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi
terhalang oleh sebuah batu empedu.24
2.4.3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan
dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak
dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat
kuratif.3,7
2.4.4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.3,7
2.5. Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Lokasi Batu Empedu
Istilah kolelitiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu, saluran empedu, atau pada kedua-duanya.3 Terbentuknya batu
empedu tidak selalu memunculkan gejala pada penderitanya. Gejala yang dirasakan
pada penderita batu empedu tergantung dari lokasi tempat batu empedu berada. Batu
empedu dapat masuk ke dalam usus halus ataupun ke usus besar lalu terbuang melalui
saluran cerna sehingga tidak memunculkan keluhan apapun pada penderitanya.25
Jika tidak ditemukan gejala dalam kandung empedu, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan
menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Namun, jika batu kandung empedu
menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola
makan, maka dianjurkan untuk pemeriksaan lanjut.26 Batu empedu yang berada dalam
kandung empedu bisa bertambah besar dan berisiko menyumbat saluran empedu serta
dapat menimbulkan komplikasi (kolesistisis, hidrops, dan empiema). Kandung empedu
dapat mengalami infeksi. Akibat infeksi, kandung empedu dapat membusuk dan infeksi
membentuk nanah.26,27 Bilamana timbul gejala, biasanya karena batu tersebut
bermigrasi ke saluran empedu.27 Batu empedu berukuran kecil lebih berbahaya
daripada yang besar. Batu kecil berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat
lain.28
Nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada saluran empedu memiliki sensasi
yang hampir sama dengan nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada bagian
kandung empedu. Apabila batu empedu menyumbat di dalam saluran empedu utama,
maka akan muncul kembali sensasi nyeri yang bersifat hilang-timbul. Lokasi nyeri
yang terjadi biasanya berbeda-beda pada setiap penderita, tetapi posisi nyeri paling
banyak yang dirasakan adalah pada perut atas sebelah kanan dan dapat menjalar ke
tulang punggung atau bahu. Penderita seringkali merasakan mual dan muntah.25
Peradangan pada saluran empedu atau yang disebut dengan kolangitis dapat terjadi
karena saluran empedu tersumbat oleh batu empedu.24 Jika terjadi infeksi bersamaan
dengan penyumbatan saluran, maka akan timbul demam.25
2.6. Tipe Batu Empedu
Ada 3 tipe batu Empedu, yaitu:
2.6.1. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung
empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau
multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.3,29 Batu Kolesterol terjadi
kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol
di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi,
pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah
pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih
adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu
sehingga terjadi pengendapan.30
2.6.2. Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu
pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil,
dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam,
dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.3,29 Batu pigmen terjadi karena
bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan
garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.22,30
2.6.3. Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (80%) dan terdiri atas
kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan
sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.3,29

2.7. Patogenesis
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam
empedu.1 Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol
yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian
disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa
oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.31,32
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi),
kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal
menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.1
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan
menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat
jenuh dengan kolesterol.2 Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori
dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan
penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk
menghasilkan cairan empedu.4,19 Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam
kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.2
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi
di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin
kalsium.22 Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah.15

1
2
Gambar 2.1. Batu empedu dalam kandung empedu dan saluran empedu33

Keterangan Gambar: 1. Kandung empedu, 2. Saluran Empedu

2.8. Epidemiologi
2.8.1. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi
orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara
Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Batu
empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan oleh
statistik AS ini:
a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total
beratnya beberapa ton.
b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun,
dengan dua pertiganya menjalani pembedahan1
Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam
pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchi kamakoti
Child trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan
USG, 43 (0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar
kurang dari 5 mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak
(95,3%) dengan gejala asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala (Gustawan,
2007).34

2.8.2. Distribusi dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat


Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat.
Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-
anak jarang.35 Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat
diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan
autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.15
Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis.36
Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang
bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu empedu
pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika
Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.37
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu
empedu tidak mempunyai keluhan.13

2.8.3. Faktor risiko


Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.1,38 Di Amerika Serikat, 20
% wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu.39 Semakin meningkat usia,
prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
a.1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
a.2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya
usia.
a.3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.40
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.41,42 Hingga dekade ke-6, 20
% wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat
dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.43

c. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.1,42

d. Makanan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani


berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak.
Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal,
cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.44 Intake rendah
klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur
kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.42
e. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.42
2.9. Pencegahan Kolelitiasis
2.9.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang
sehat yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang
dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah
dengan menjaga kebersihan makanan untuk mencegah infeksi, misalnya S.Thyposa,
menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh, meningkatkan
asupan sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan mengikat sebagian
kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di kandung
empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat dari
cairan empedu. 45,46

2.9.2. Pencegahan Sekunder


sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita
kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita
kolelitiasis agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan non bedah ataupun bedah. Penanggulangan non
bedah yaitu disolusi medis, ERCP, dan ESWL. Penanggulangan dengan bedah disebut
kolesistektomi.45,47

a. Penanggulangan non bedah


a.1. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.8
a.2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan
melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974
hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu.
Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga
batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar, batu yang
terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit)
diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti
pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.48

a.3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)


Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan
gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis
biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada
pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.7

b. Penanggulangan bedah
b.1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.7
b.2. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh
sampai sembilan puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini.
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di
dinding perut.7 Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah bila simptomatik,
adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain
adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,
berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut
dibanding dengan batu yang lebih kecil.3,7 Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi
prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang
diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga
nyeri pasca bedah minimal.48

c. Diagnosis kolelitiasis
c.1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik
bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa
nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.3
c.2. USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi
USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan
diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95% di
tangan Ahli Radiologi.30
c.3. CT Scanning.
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam saluran
empedu.30
c.4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit kuning.30
c.5. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus
koledokus oleh batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut.3

2.9.3. Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit
dan mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain. Pencegahan tersier dapat dilakukan
dengan memerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan
yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap
unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.42

2.10. Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis


Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan bilier
yang mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi. 3,7 Apabila
tindakan kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur ESWL (Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy), ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography), disolusi
medis (penanggulangan dengan non bedah) dapat diberikan sebagai alternatif.49

2.11. Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis


Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah
selayaknya batu itu diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat
diangkat dan segera dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil atau
berkisar 2-3 mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu
dilakukan.7,50
BAB III
KESIMPULAN

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam


kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian
besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.3,4
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami
aliran balik karena adanya penyempitan saluran.3,18 Batu empedu di dalam saluran
empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran
empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi
di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi
di bagian tubuh lainnya.18
Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa
menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang
berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut
misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun
demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding
penyebab terbentuknya batu.19
DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins, dkk., 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta
2. Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
4. Hadi, S, 2002. Gastroenterologi. Penerbit PT Alumni. Bandung
5. Hardy, 2011. Mengenali Gejala Kolelitiasis atau Batu Empedu.
http://www.klinikkesehatan.com. Akses 22 November 2016
6. Sugianto, E., 2011. Hidup Tanpa Kandung Empedu. http://www.naqsdna.com.
Akses 22 November 2016
7. Schwartz, dkk., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta
8. Beckingham., 2001. ABC of Disease of Liver, Pancreas, and Biliary System
Gallstone Disease. Dalam BMJ (British Medical Journal) V. 322, 13 Januari 2001.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Akses 22 November 2016
9. Arif, I., 2012. Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu. http://ilhamarif.com.
Akses 22 November 2016
10. Suryadjaja, 2012. Kolelitiasis dan Kolesistektomi.
http://www.suaramerdeka.com. Akses 22 November 2016
11. Michael,dkk., 1998. The relation of Physical Activity to Risk for Symptomatic
Gallstone Disease in Men. Articel Annals of Internal Medicine.
http://www.annals.org. Akses 22 November 2016
12. Jing-Sen Shi,dkk., 2001. Studies on Gallstone in China. World Journal of
Gastroenterology. http://www.wjgnet.com. Akses 22 November 2016
13. Lesmana, L., 2006. Penyakit Batu Empedu. Edisi ke IV. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
14. Robbins, dkk., 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta
15. Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
16. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
17. Hadi, S., 2002. Gastroenterologi. Penerbit PT Alumni. Bandung
18. Hardy., 2011. Mengenali Gejala Kolelitiasis atau Batu Empedu.
http://www.klinikkesehatan.com. Akses 22 November 2016
19. Sugianto, E., 2011. Hidup Tanpa Kandung Empedu. http://www.naqsdna.com.
Akses 22 November 2016
20. Schwartz, dkk., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta
21. Beckingham., 2001. ABC of Disease of Liver, Pancreas, and Biliary System
Gallstone Disease. Dalam BMJ (British Medical Journal) V. 322, 13 Januari 2001.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Akses 22 November 2016
22. Arif, I., 2012. Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu. http://ilhamarif.com.
Akses 22 November 2016
23. Suryadjaja., 2012. Kolelitiasis dan Kolesistektomi.
http://www.suaramerdeka.com. Akses 22 November 2016
24. Michael,dkk., 1998. The relation of Physical Activity to Risk for Symptomatic
Gallstone Disease in Men. Articel Annals of Internal Medicine.
http://www.annals.org. Akses 22 November 2016
25. Jing-Sen Shi,dkk., 2001. Studies on Gallstone in China. World Journal of
Gastroenterology. http://www.wjgnet.com. Akses 22 November 2016
26. Lesmana, L., 2006. Penyakit Batu Empedu. Edisi ke IV. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta
27. Anna, L., 2010. Batu Empedu Sering Dikira Sakit Maag.
http://www.health.kompas.com. Akses 22 November 2016
28. Murwani, A., 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kesehatan
Mitra Cendikia. Jogjakarta
29. Alrasjid, H., 2011. Batu Empedu, Masalah, dan Penanggulangannya.
http://www.suarasurabaya.net. Akses 22 November 2016
30. Tengadi, K, dkk., 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Bagian III.
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
31. Guyton, H., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta
32. Bunhaw., 2012. Batu Empedu. http://www.bunhaw.com. Akses 30 April 2012
33. Masrurotunn., 2010. Etiologi dan Faktor Risiko. http://www.scribd.com. Akses
22 November 2016
34. Dewi., 2011. Asuhan Keperawatan Kolelitiasis. http://www.google.com. Akses
22 November 2016
35. Hatfield, P, Wise, R., 1976. Radiologi of The Gallbladder and Bile Ducts.
Waferly Press, Inc. U.S.A
36. Gips, W., 1989. Diagnosis dan Terapi, Penyakit Hati dan Empedu. Penerbit
Hipokrates. Jakarta
37. Oswari, E., 2006. Penyakit dan Penanggulangannya. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
38. Cunningham, F, dkk., 2005. Obstetri Williams. Volume 2. Edisi 21. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
39. Irga., 2011. Batu Empedu. http://www.dokterirga.com. Akses 27 April 2012
40. Robbins, dkk., 1999. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
41. Keperawatankita., 2009. Kolelitiasis, Defenisi serta Asuhan Keperawatannya.
Artikel Kolelitiasis. http://www. ziddu.com. Akses pada 22 November 2016
42. Hayes, P, Mackay,T., 1997. Diagnosis dan Terapi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
43. Info Sehat., 2010. Tips Mencegah dan Menurunkan Kolesterol.
http:/www.informasitips.com. Akses 22 November 2016
44. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
45. Nurfatimah., 2011. Air dan Pencegahan Pembentukan Batu Empedu.
Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI). http://www.google.com.
Akses 22 November 2016
46. Hegner, R, dkk., 2003. Asisten Keperawatan, Suatu Pendekatan Proses
47. Keperawatan. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
48. Farmacia., 2010. Cholangiolithiasis. http://www.majalah-farmacia.com. Edisi
Juni 2010 (Vol.9 No.11). Akses 22 November 2016
49. Medica, D., Kenali Manajemen Batu Empedu. http://www.dexa-medica.com.
Akses22November201
LAPORAN KASUS
KOLELITIASIS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Lumban Mariana Siregar
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Mon Batang Kuis Pasar 10 Perum
Agama : Islam
Suku Bangsa : Batak
Tanggal MRS : 11- 10 - 2017
Nomor RM : 25 26 95

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri Perut Kanan Atas
Telaah : Pasien datang ke datang ke Poli Bedah RS Haji dengan keluhan nyeri
perut bagian kanan atas sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan tiba tiba dan menetap
dengan intensitas berat selama kurang lebih 1 sampai 3 jam kemudian menghilang
perlahan, selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri dirasakan dari perut kanan atas hingga
bagian ulu hati dan menjalar sampai ke punggung. Jika nyeri muncul pasien tidak dapat
melakukan aktivitas apapun. Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien menarik nafas
dalam. Mual (-), muntah (-), demam (-), nafsu makan baik, berat badan normal, BAK (+)
normal, BAB (+) normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :-


Riwayat Alergi :
Makanan :-
Obat : Os Lupa Nama Obat
Riwayat Penyakit Keluarga :-

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 83 x/i
Respiratory Rate : 22 x/i
Suhu Axial : 360C

Pemeriksaan Fisik Umum


A. Kepala-Leher
- Kepala : Normocephal, Rambut lurus, tidak mudah dicabut, tidak rontok
- Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, sklera ikterik (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra (-/-)
- Hidung : Tidak ada secret / bau / perdarahan / deviasi septum
- Telinga : Tidak ada serumen / bau / perdarahan
- Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-), stomatitis (-), faring hiperemis (-),
tonsil membesar (-).
- Leher : Benjolan dileher samping kanan depan

B. Thorax
Pulmo
Inspeksi : pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan abdomino thoracal
retraksi costae (-/-)
Palpasi : Stem fremitus ka=ki.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
COR
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba 1 jari pada 1 cm lateral ICS V linea
midclavicula sinistra.
Perkusi : Batas atas ICS V linea parasternal sinistra, batas bawah kiri 1
cm lateral ICS V midclavicula sinistra batas bawah kanan ICS IV
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar simetris
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada kuadran kanan atas, hepar dan lien tidak
teraba.
Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal.

C. Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

D. Ekstermitas
Atas
Dingin (-), edema (-)
Deformitas (-)
Motorik dan sensibilitas baik
Bawah
Dingin (-), edema (-)
Deformitas (-)
Motorik dan sensibilitas baik

E. Status Lokalisata Abdomen:


Inspeksi :
Abdomen simetris, massa (-), distensi (-), vena kolateral (-), caput medusa (-),
jaringan sikatrik (-).

Palpasi :
Turgor normal, tonus normal, Nyeri tekan di epigastrik dan hipokondrium dextra
(+), Murphy sign (+), Distensi abdomen (-), Rovsing sign (-), psoas sign (-),
obturator sign (-), hepar/lien/ren : tidak teraba.
Perkusi:
Timpani diseluruh lapang abdomen (+), nyeri ketok (-)
Auskultasi :
Bising usus peristaltik (+) Normal
IV. RESUME
Anamnesa:
Keluhan utama nyeri perut kanan atas sejak 3 bulan yang lalu, nyeri dirasakan tiba tiba
dan menetap kemudian menghilang perlahan, nyeri dirasakan dari perut kanan atas
hingga bagian ulu hati dan menjalar sampai kepunggung. Nyeri dirasakan bertambah
apabila pasien menarik nafas dalam.
BAK (+) normal, BAB (+) normal.

Pemeriksaan Fisik:
Kepala: sklera ikterik (-/-)
Thoraks: DBN
Abdomen: Nyeri tekan di epigastrik dan hipokondrium dextra (+), Murphy sign (+)

V. DIAGNOSA BANDING
Kolelitiasis
Kolesistitis
Kolangitis
Hepatitis
Batu saluran kemih

Usulan Pemeriksaan
Darah rutin
Pemeriksaan Elektrolit
USG Abdomen

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan LAB: 11-10-2017, 09:04
HEMATOLOGI
Darah Rutin Hasil Satuan Nilai Rujukan
Haemoglobin 12,2 g/dl 13 ~ 18
Hitung Eritrosit 4,3 10^6/L 4,5 ~ 6,5
Hitung Leukosit 6.900 /L 4.000 ~ 11.000
Hematokrit 39,3 % 40 ~ 54
Hitung Trombosit 206.000 /L 150.000 ~ 450.000
Index Eritrosit
MCV 91,2 fL 80 ~ 96
MCH 28.3 pg 27 ~ 31
MCHC 31,0 % 30 ~ 34
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 1 % 1~3
Basofil 0 % 0~1
N.stab *0 % 2~6
N.seg 71 % 53 ~ 75
Limfosit 23 % 20 ~ 45
Monosit 5 % 4~8
Laju Endap Darah 20 mm/jam 0 ~ 20

Glukosa Darah Sewaktu 122 mg/dl <140

Pemeriksaan Elektrolit
Natrium (Na) 140 mEq/L 135-155
Kalium 3,6 mEq/L 3,5-55
Klorida 100 mEq/L 96-106

Pemeriksaan Ultrasonografi Tanggal 12-10-2017


Hepar : Besar dan bentuk normal, permukaan rata, echoparenkim biasa, tak
tampak sol
Ginjal : Besar dan bentuk kedua ginjal normal. Tidak tampak batu.
Lien : Besar dan bentuk normal
GB : Terlihat batu 2,35 cm, dinding baik
Kesan : Kolelitiasis
VII. DIAGNOSA KERJA
Kolelitiasis

VIII. RENCANA TERAPI


Kolesistektomi

Anda mungkin juga menyukai