Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kolesistitis

adalah

inflamasi

atau

peradangan

kandung

empedu,

biasanya

berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus sistikus dan
menyebabkan distensi kandung empedu. Inkomplit Kolesistitis mempunyai prognosis yang
baik sedangkan komplikasi pada kolesistitis seperti perforasi dan gangren mempunyai
prognosis yang buruk.

(1)

Berdasarkan waktu terjadinya kolesistitis dapat dibedakan menjadi

kolesistis akut dan kronik, kolesistisis akut biasanya dapat terjadi oleh karena oleh karena
sumbatan di saluran empedu sedangkan kolesistisis kronik merupakan peradangan kandung
empedu setelah terjadi kolesistisis akut berulang kali dan merupakan bentuk yang parah dari
kolesistitisis akut.
Kolesistitis akut merupakan inflamasi yang akut pada kantung empedu yang biasanya
disebabkan oleh adanya sumbatan berupa batu pada duktus sistikus. Respons inflamasi dapat
disebabkan oleh 3 faktor diantaranya : (1) Mechanical inflmamation yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan intraluminal dan distensi sehingga menyebabkan iskemia pada mukosa
dan dingding dari kantong empedu, (2) Chemical inflammation disebabkan oleh pengeluaran
Lysolecithin, (3) Bacterial Inflammation, yang mempunyai peranan yang penting dalam 5085 % pasien dengan akut kolesistitis. Organisme yang sering ditemukan pada pemeriksaan
kultur dari kandung empedu adalah Escherichia coli, Klebsiella Spp, Streptocuccus Spp dan
Clostridium Spp.(1,5)
Kolesistisis kronik sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan
litiasis dan lebih sering timbul secara perlahan-lahan. Kolesistitis kronis adalah peradangan
menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri
perut yang tajam dan hebat.

(1)

2. Epidemiologi
Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi, sekitar 90% kasus berkaitan
dengan batu empedu, sedangkan 10% sisnya tidak. Kasus minorotas yang disebut juga
dengan istilah acalculous cholecystitis ini, biasanya berkitan dengan pasca bedah umum,
cedera berat, sepsis (infeksi berat). Individu yang beresiko terkena kolesistitis adalah jenis
kelamin wanita, umur tua, obesitas, obat-obatan kehamilan, dan suku bangsa tertentu. (1,2)

Kolelitiasis adalah terdapatnya batu dalam kandung empedu. Kedua penyakit diatas
dapat terjadi sendiri saja, tapi sering kali dijumpai bersamaan karena saling berkaitan. Sekitar
95% penderita peradangan kandung empedu akut memiliki batu empedu.(1)
Batu empedu yang menyumbat saluran empedu akan membuat kandung empedu
meregang, sehingga aliran darah dan getah bening akan berubah, terjadilah kekurangan
oksigen dan kematian jaringan empedu. Sedangkan kasus tanpa batu empedu, kolesistitis
lebih disebabkan oleh faktor keracunan empedu (endotoksin) yang membuat garam empedu
tidak dapat dikeluarkan dari kandung empedu. (1)
3. Anatomi dan fisiologi

Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak
pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus, dan collum.
Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana
fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung costa IX kanan. Corpus
merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Corpus bersentuhan dengan permukaan
visceral hepar dan arahnya keatas, belakang, dan kiri. Collum adalah bagian yang sempit dari
kandung empedu. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum
minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan
corpus dan collum permukaan viscera hati. (3)
Pembuluh arteri kandung empedu adalah A. cystica cabang A. hepatica kanan. V.
cystic mengalirkan darah langsung ke vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan venavena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesic fellea. Disini pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum

sepanjang perjalanan A. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke
kandung empedu berasal dari plexus coeliacus. (1,3)
Variasi anatomi misalnya double folded atau double twisted sangat sering ditemukan,
juga kandung empedu yang besar, non obstruktif, sering dijumpai pada penderita alkoholisme
atau diabetes mellitus.
Fisiologi
Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas sekitar 50ml. vesica
fellea memiliki kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini,
mukosanya memiliki lipatan-lipatan yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga
permukaannya tampak seperti sarang tawon. Sel-sel thorak membatasinya juga mempunyai
banyak mikrofili. (1.3)
Empedu dibentuk oleh sel-sl hati yang ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini
kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya
membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat
cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. (1)
Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorbs air
dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung
dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%. (1)
Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
a

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorbsi lemak, karena asam
empedu melakuakn dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan
partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan
enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas. Asam empedu membantu transport
dan absorbsi produk akir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang
penting dari darah, antara bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin,
dan kelebihan kolesterol yang dibentuk oleh sel-sel hati.

Pengosongan Kandung Empedu


Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak
3

meyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormone kemudian


masuk dalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot
polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga
memungkinkan masuknya emepdu yang kental ke dalam duodenum. Garam-garam empedu
dalam cairan emepdu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbs lemak. (1,2)
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:
1

Hormonal
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang
mukosa sehingga hormone cholecystokinin akan terlpas. Hormon ini yang paling
besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

Neurogen:
-

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari
kandung empedu

Rangsangan langsung dari mkanan yang masuk sampai ke duodenum dan


mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu akan
tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan hormonal mauapun neurologis


memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.
Komposisi Cairan Empedu (3)
Komponen
Air

Dari hati
97,5 gm%

Dari kandung empedu


95 mg%

Garam empedu

1,1 gm%

6 mg%

Bilirubin

0,04 gm%

0,3 mg%

Kolesterol

0,1 gm%

0,3-0,9 mg%

Asam lemak

0,12 mg%

0,3-1,2 mg%

Lecithin

0,04 mg%

0,3 mg%

Elektrolit

Garam empedu
4

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu:
Asam Deoxcycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
-

Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam


makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikelpartikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

Membantu absorbsi lemak, monoglycerid, kolesterol, dan vitamin yang larut


dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
diubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90%) garam empedu
dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan
dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut
terjadi di segmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan
terganggu.(1,3)

4. Etiologi dan patogenesis


Faktor yang mempengaruhi timbulnya kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu ( 90%) yang terletak di duktus sistikus yang
menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus muncul tanpa adanya
batu kandung empedu ( Kolesistitis akut akalkulus ). Bagaimana stasis di kandung
empedu dapat menyebabkan kolesistitis masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor
yang dapat mempengaruhi seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kantung empedu disertai dengan
reaksi inflamasi dan supurasi. Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang
dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena
keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu
komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes militus.(1)
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang
menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung
empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.

Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada
usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat
kolesistitis akut sebelumnya.
5.

Gejala klinis

Keluhan yang khas pada kolesistitis akut adalah kolik perut di bagian kanan atas, dan
nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang kadang rasa sakit ini dapat menjalar ke
pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat
ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan
sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Juga tampak peningkatan tanda
rangsangan peritoneal seperti nyeri saat bernafas dalam. Pasien juga akan mengalami
anoreksia dan mual, muntah juga sering terjadi dan akan menyebabkan menurunnya volume
vaskular dan ekstraseluler. Jaundice biasanya jarang terjadi pada akut kolesistitis yang awal
dan akan muncul apabila terjadi peradangan dan edema yang melibatkan duktus bilier dan
kelenjar limfa yang mengelilinginya.
Pada Kolesistisis kronis timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak.
Gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol, seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium,
dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang
setelah bersendawa.
6. Pemeriksaan fisik
Pasien biasanya mengalami febris, tetapi jarang untuk menggigil. Regio abdomen
kanan atas akan terasa keras ketika di palpasi. Pembesaran dari kandung empedu biasanya
akan dapat dirasakan pada hampir 25-50% ketika dipalpasi. Ketika bernafas dalam atau batuk
dan tangan pemeriksa diletakan di subcosta pada garis midklavikulan dan pada regio kanan
atas ( kira kira pada posisi dimana terdapatnya kandung empedu ) maka pasien akan merasa
nyeri dan berhenti bernafas ( Murphy sign ).
7. Pemeriksaan Laboratorium
Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin <4,0mg/dl). Apabila
konsentrasi

bilirubin

tinggi,

perludiperkirakan

adanya

batu

disaluran

ekstrahepatik.
Leukositosis .
Peningkatan enzim-enzim hati (SGOT,SGPT,alkali fosfatase,dan bilirubin).
Peninggian transaminase dan fosfatase alkali.(1,5)
6

empedu

8. Pemeriksaan Radiologi
Kolesistisis akut
Tanda utama pada pemeriksaan kolesistitis akut ialah sering ditemuakan batu, penebalan
dinding kandung empedu, hidrops dan kadang kadang terlihat eko cairan di sekililingnya
yang menandakan adanya perikolisistits atau perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada
penekanan dengan transduser

yang dikenal sebagai Morgan sign positif

atau positif

transduser sign.
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada
15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radioopak) oleh
karena mengandung kalsium cukup banyak.
Pada pasien dengan akut kolesistisis, pemeriksaan foto polos abdomen dilakukan untuk
menyingkirkan dignosis lain. Kelainan lain seperti empyema pada kandung empedu atau
batu kandung empedu dapat terlihat pada pemeriksaan foto polos abdomen

Gambar 1. Foto polos abdomen tampak adanya batu opak pada kandung empedu
- Pada pemeriksaan foto polos pada kolesistitis maka harus ditentukan
- Adanya opasitas di dalam kandung empedu
- Terdapatnya kalsifikasi pada dinding kandung empedu
- Pembesaran dari kandung empedu
- Adanya gas yang terkumpul di dalam kandung empedu
- Apakah terdapat gambaran air fluid level pada kandung empedu

Pada pemeriksaan foto polos abdomen dapat memperlihatkan gambaran batu empedu.
Batu empedu yang terlihat satu ataupun multipel yang dapat berbentuk piramida, cuboid
dan lainnya yang terletak di regio perut kanan atas. Kadang kadang juga dapat terlihat
gambaran stelata radiolusen pada kandung empedu yang mencerminkan adanya gas di
dalam kandung empedu. Temuan ini disebut sebagai tanda Mercedes-Benz. Gas yang
terdapat pada kandung empedu dapat mencerminkan adanya emfisematous kolesistisis.
Ketika pasien di foto dalam posisi tegak maka akan tampak gamabaran air fluid level
pada regio kanan atas abdomen,

gas yang terdapat pada kandung empedu dapat

disebabkan

perforasi.

oleh

gangren

atau

Kalsifakasi

pada

kandung

empedu

mengindikasikan kronik kolesistisis. (6)


Lumpur empedu ( sludge ) selalu menempati bagian terendah dari kandung empedu
dan sering bergerak perlahan lahan sesuai dengan posisi pasien. Pada dasarnya lumpur
empedu terdiri atas granula kalsium bilirubinat dan kristal kristal kolesterol sehingga
mempunyai viskositas yang lebih tinggi daripada cairan empedu sendiri. Lumpur empedu
sering ditemukan pada penderita kekuranan gizi, serta pada pasien pasien yang sakit berat
dan lama serta menghilan jika keadaan pasien membaik, serta dapat muncul pada pasien
dengan obstruksi duktus koledokus dan pada pasien pasien yang memiliki kelainan
intrinsik di dalam kandung empedu. Lumpur empedu menandakan telah terjadinya
kolesistisis kronik. Gas yang terlihat di dalam kandung empedu, cystocutaneus atau
cystoenteric merupakan suatu komplikasi akibat adanya fistula. Batu kandung empedu
dapat melewati fistula dan masuk kedalam usus dapat menyebabkan ileus. Diameter batu
biasanya 25 mm untuk dapat menyebabkan ileus. (6)

Gambar 2. Tamapak gambaran emfisematous kolesistitis


Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada
obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu,
batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai
90-95%.
Gambaran USG pada kolesistitis akut adalah :

Batu di dalam kandung empedu dapat muncul pada 90% pasien dengan akut

kolesistitis
Penebalan dari dinding anterior kandun empedu yang lebih dari 3 mm
Gamabaran cairan perikolesistik ( mengindikasikan adanya impending perforasi )
Adanya gambaran halo yang mengelilingi kandung empedu ( mengindikasi

edema)
Akalkulus kolesistitis
Peregangan kandung empedu
Hilangnya batas kandung empedu
Deskuamasi dari dinding lumen kandung empedu
Hipervaskularisasi dinding kandung empedu

Gambar 3. Potongan longitudinal dan obliq pada kandung empedu ditemkan batu pada
bagianLeher dari kanduung empedu dan gambaran acustic shadow dan penebalan dari
vesika fellea

Gambar 4. Pada potongan longitudinal dan axial tamapak adanya sludge

Gambar 5. Pada potonan longitudinal dan obliq tampak adanya gambaran sludge dan edema

Gambar 6. Pada potongan axial tampak adanya cairan perikolesistik

10

Terdapat kriteria diagnostik minor dan mayor pada USG untuk menegakan diagnosis
akut kolesistitis. 1 atau 2 kriteria mayor dan 2 kriteria minor diperlukan untuk
menegakan diagnosis kolesistitis. Kriteria mayor diantaranya:
- penebalan dinding kandung empedu lebih dari 3mm
- Murphy sign positif
- deskuamasi mukosa
- Cairan perikolesistik
- Gas intramual
Kriteria minor diantaranya dilatasi dari kandung empedu dengan diameter tranversal
lebih dari 5 cm, dan adanya lumpur empedu.
Untuk dapat mediagnosis akut kolesistitits, USG merupakan jenis pemeriksaan yang
bersifat cepat, noninvasif dan sensitif. Sentitifitas dan spesifisitas ultrasonografi
dalam mendiagnosis kolesistisis adalah 81-100% dan 60-100 %. (6)
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99nTc6
Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak
mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledukus tanpa adanya gambaran kandung
empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong
kolesititis akut.
Technetium-99m iminodiacetic acid (99m Tc-IDA) (disofenin and mebrofenin)
biasanya rutin digunakan untuk melakukan koleskintigrafi. Setelah injeksi intravena,
bahan kimia ini dengan cepat terikat pada protein plasma dan diangkut ke hati. Senyawa
IDA kemudian memisahkan dari protein pengangkutnya. Dan diambil oleh sel hepatosit.
Senyawa ini akan memungkinkan visualisasi yang baik pada saluran empedu dan
kandung empedu dalam waktu 30-60 menit. Karena penyebab dasar terjadnya kolesistitis
adalah akibat obstruksi duktus sistikus,

sehingga tidak adanya visualisasi kandung

empedu setelah injeksi intravena Tc-IDA lebih baik berkorelasi dengan kolesistitis akut
daripada deteksi batu empedu. Apabila dalam waktu 3-4 jam setelah disuntikan senyawa
IDA tidak di dapatkan visualisasi dari kanding empedu akibat obstruksi menandakan
terjadinya kolesistisis. (6)

11

Gambar 7. Normal skintigrafi, scan dari hati menunjukkan kantong empedu yang normal
mengisi dalam waktu 40 menit.

Gambar 8.Technetium-99m hepatic iminodiacetic acid (99mTc-HIDA), scaning


Yang diikuti selama 1 jam 30 menit tampak senyawa tidak mengisi kandung
Empedu akibat adanya obstruksi pada duktus sistikus
Koleskintigrafi sangat sensitif dalam mendiagnosis kolesistisis akut apabila dengan
pemeriksaan USG masih didapatkan hasil yang samar. darkan gambar tertunda atau
postmorphine., Cholescintigraphymemiliki sensitivitas 97% dan spesifisitas 90% untuk
untuk mendiagnosis kolesistitis akut sedangkan ultrasonografi ditampilkan sensitivitas
91% dan spesifisitas 79%. Meskipun Cholescintigraphy lebih akurat daripada
ultrasonografi, namun ultrasonografi memiliki keuntungan yang memungkinkan evaluasi
semua struktur abdomen (mungkin memungkinkan diagnosis alternatif untuk pasien
dengan nyeri kanan atas-kuadran yang tidak memiliki AC). Pada pasien yang memiliki
kolesititis akut, ultrasonografi dapat memberikan informasi anatomi mengenai ukuran

12

kantong empedu, ukuran batu, ketebalan dinding kandung empedu, dan ukuran saluran
empedu.
CT scan abdomen kurang sensitive dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya
abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan
USG.
pada kasus akut kolesistitis, CT scan dapat memperlihatkan adanya batu di dalam
kandung empedu, duktus sistikus atau keduanya, penebalan kandung empedu baik yang
fokal ataupun difus yang lebih dari 3 mm, cairan di dalam fossa kandung empedu tanpa
adanya asites, pembesaran dari kandung empedu dengan diamter transversal dari kandung
empedu lebih dari 5 cm, infiltrasi dari lemak sekitarnya. Dalam mendiagnosis akut
kolesistitis, pemeriksaan CT scan dapat diklasifikasikan menjadi kriteria mayor dan
minor, untuk menegakan diagnosis kolesistitis maka pemeriksaan CT scan harus
memenuhi 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Kriteria ini sangat membantu untuk
mendiagnosis akalkulus kolesistitis. Mayor kriteria adalah:
- Penebalan dari kandung empedu yang melebihi 3 mm
- Adanya gambara Halo yang mengelilingi kandung empedu yang disebabkan oleh
adanya edema pada kandung empedu
- Perluasan inflamasi sampai pada fossa kandung empedu
- Cairan di perikolesistik
- Pengelupasan mukosa
- Gas intramural
Kriteria minor diantaranya dilatasi dari kandung empedu dengan diameter tranversal lebih
dari 5 cm, dan adanya lumpur empedu.
Kelebihan dari pemeriksaan CT abdomen di bandingkan dengan ERCP adalah besifat
noninvasif, kelemahan adalah tidak memiliki efek terapi sehingga tidak cocok untuk
kolesistitis karena batu empedu.
Pengelupasan mukosa dan gas intramural merupakan tanda yang spesifik adanya
kolesistitis akut. Tapi tanda ini jarang ditemukan. Sensitivitas dan spesifisitas CT scan
adalah 90-95%. %. CT scan lebih sensitif dibandingkan ultrasonografi dalam
13

penggambaran respon inflamasi pericholecystic dan di lokalisasi abses pericholecystic,


gas pericholecystic, dan batu di luar lumen kandung empedu. (6)

Gambar 9. Tampak batu pada kandung empedu dengan penebalan dinding


MRI
Untuk menilai kolesisititis, gambaran patologi yang ditunjukan oleh MRI sama dengan
pada CT scan. Sensitivitas dan akurasi dari MRI lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan USG. MRI dapat mendeteksi cairan perikolesistik lebih akurat daripada
USG, MRI juga memiliki akurasi yang tinggi untuk mendeteksi batu yang terdapat pada
duktus koledokus.
Kolesistitis kronik
Kandung empedu sering tidak tau sukar terlihat. Dinding menjadi sangat tebal dan eko
cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut dimana
kandung empedu sudah menciut ( contracted gallblader). Kadang kadang hanya eko batunya
saja yang terlihat pada
Kolesistografi oral, ultrasonografi, dan kolangiografi dapat memperlihatkan kolelitiasis
dan afungsi kandung emepdu. Pada USG, dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan lebih
terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut dimana kandung empedu
susah mengisut. Kadang-kadang hanya eko batunya saja yang terlihat.
9. Diagnosis
14

Diagnosis di tegakan dari anamnsis, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
hasil pemeriksaan radiologi.
10. komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kolesistisis adalah :
- Empiema, terjadi akibat proleferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat. Pasien
dengan empiema mungkin menunjukan reaksi toksin ditandai dengan lebih tingginya demam
dan leukositosis. Adanya empiema kadang harus mengubah metode pembedahan dari secara
laparoskopi menjadi kolesistektomi terbuka.
- Ileus batu kandung empdu, jarang terjadi namun dapat terjadi pada batu yang berukuran
besar yang keluar dari kandung empedu dan yang menyumbat pada ileum terminal atau di
duodenum dan atau pilorus
- kolesistitis emfisematous
Terjadi pada 1% kasus, dan ditandai dengan adanya udara di dinding kandung empedu akibat
invasi organism penghasil gas seperti E. Coli, Clostridia perfringens dan Klebsiella sp
-komplikasi lain diantaranya adalah sepsis dan pankreatitis.
11. Pengobatan
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parentera, diet ringan, obat
penghilang rasa sakit seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal
sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan
ampisilin, sefalosporin dan metronidazole cukup memedai untuk mematikan kuman kuman
yang umum terdapat pada kolesistitia akut seperti E.coli, S. Faecalis, dan Klebsiella.
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah
sebaiknya dilakukan secepatnya ( 3hari) atau di tunggu 6-8 minggu setelah terapi konsevatif
dan keadaan pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan sembuh tanpa tindakan
pembedahan. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbulnya gangren dan
kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan, lama perawatan di rumah sakit dapat lebih
singkat dan biaya dapat ditekan. Sedangka yang tidak setuju menyatakan, operasi dini dapat
menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan proses operasi menjadi lebih
sulit diakibatkan oleh proses inflamasi di sekitar duktus yang akan mengaburkan anatomi.
Sejak diperkenalkan tindakan bedah laparoskopi kolesistektomi di Indonesia awal 1991,
hingga saat ini sudah sering dilakukan pada pusat pusat digestif. Diluar negeri tindakan ini
sudah mencapai 90 % dari kegiatan kolesistektomi. Komplikasi yang sering terjadi pada
15

tindakan ini yaitu trauma saluran empedu, perdarahan dan kebocoran empedu. Menurut
beberapa ahli tindakan laparoskopi kolesistektomi ini sekalipun invasif memiliki kelebihan
seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara kosmetik
lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien.
(1,5)

Pada sebagian besar pasien kolesistiti kronik dengan atau tanpa batu kandung empedu
sistomatik, dan dianjurkan kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak sulit untuk
pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang mempertinggi resiko.

12. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85 % kasus, sekalipun kandung empedu menjadi
tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis
rekuren. Kadang kadang kolesistitis akut akan berkembang secara cepat menjadi gangren
empiema, perforasi kandung empedun fistel, abses hati dan peritonitis umum. Hal ini dapat
dicegah dengan pembrian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut
pada pasien yang berusia > 75 th mempunyai prognosis yang jelek disamping kemungkinan
banyak timbul komplikasi paska bedah

DAFTAR PUSTAKA
1. Pridaday. Kolesistisis.Dalam :Sudoyo Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi Kelima. Jakarta

Interna publishing; 2010. h 718-20


16

2.

Alan

Bloom,

MD .

Cholecystitis.[

online

2016.

Medscape.

http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview#showall. Diunduh pada 16 januari


2016
3. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar Ilmu penyakit hati. Ed 1.
Jakarta: CV Sagung seto ; 2012. H 175,184, 603-7
4. Price SA, Wilson LM, Patofisiologi, konsep klinis proses prosees penyakit . vol 1

ed 4.

Jakarta.2004. p 2341-42
5. Rasad, Sjahriar. . Radilogi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2010. P 460-1
6. Ali Nawaz Khan, Lalam Radhesh Krishna, Tufail Ahmed Patankar. Acute chholecystitis
radiology.[ online ] 2015. Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/365698overview#showall. Diunduh 16 januari 2016

17

Anda mungkin juga menyukai