PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting
gambaran
klinis,
diagnosa,
dan
penatalaksanaan
kolelitiasis.
2. Mengetahui dan memahami tentang defenisi, etiologi, klasifikasi,
patogenesis,
gambaran
klinis,
diagnosa,
dan
penatalaksanaan
kolesistitis.
1.3. Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai kolesistitis dan kolelitiasis
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang
kolesistitis dan kolelitiasis.
3. Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Solok tahun 2016.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi kandung empedu
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak
tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus,
infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung
empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu.1
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk
dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus
hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus.1
natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang
terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.1
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain : asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk
akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh selsel hati.1
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin,
hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit
setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik
dinding kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan
relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus
biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga
dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem
saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu
pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan
kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung
empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam
makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu
sekitar 1 jam. 1
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal
dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik
yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.1
2.3. Kolelitiasis
2.3.1. Defenisi
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
2.3.2. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan
tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu
dan infeksi kandung empedu.1
2.3.3. Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
pada
saluran
empedu
lainnya
dan
diklasifikasikan
berdasarkan
bahan
mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami
perkembangan batu empedu.3
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut
dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada
disana sebagai batu duktus sistikus.1,2,4
2.3.4. Tipe Batu
a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab
bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini
merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 %
kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen
empedu, senyawa organik dan inorganik lain. 4
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:
komplikasi
batu
empedu
(kolesistitis,
ikterus,
kolangitis,
dan
pankreatitis).2
Asimtomatik
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik
waktu diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit
dari 1307 pasien dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan
bahwa sebanyak 50% pasien asimptomatik.2
Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih
dari 30 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik
biliaris, nyeri post prandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh
makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah
beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk
sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan
serangan kolik biliaris.2,4
Pasien dengan komplikasi batu empedu
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang
paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya
diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari
kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam
infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut
kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun
didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post
prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan
dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat
disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat
berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda
toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy
sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa
yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus.5
b. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi,
akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis
piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala
trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
sampai koma.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus
koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan
adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah
kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui
ampula vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan
duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya
batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.4
2. Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat
terjadi leukositosis, biasanya akan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali
terjadi serangan akut.4
b. Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi
Pemeriksaan
ini
merupakan
metode
noninvasif
yang
sangat
10
yang
berlokasi
di
duktus
biliaris
lebih
baik.
empedu
ultrasonografi
bila
saluran tidak
endoskopi
lebih
melebar. Selanjutnya
sensitif
dibandigkan
US
11
Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum
diatas 2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis karena pada keaadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Penilaian kolesistografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
CT scan
Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.
12
13
14
akut yang klasik adalah trias charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan
atas, ikterus, dan demam yang didapatkan pada 50% kasus. Kolangitis akut
supuratif adalah trias charcot yang disertai hipotensi, oliguria, dan ganguan
kesadaran.2
3. Pankreatitis
Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu empedu akut baru akan terjadi
bila ada obstruksi transien atau persisten di papila vater oleh suatu batu. Batu
empedu yang terjepit dapat menyebabkan sepsis bilier atau menambah beratnya
pankreatitis.2
2.3.7. Penatalaksanaan
A. Batu Kandung Empedu
1.Konservatif
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan
dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan
umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam
ursodeoksikolat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu
pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi.
Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 %
dalam 5 tahun.1
2. Penanganan operatif
a). Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi,
meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan
mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989,
angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun
15
angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian
mencapai 0,5 %.
b). Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal di
dalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, sistem
endokamera dan intrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan
menyentuh langsung kandung empedunya.2
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit
dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang.
Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat
mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.
Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus
sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua
otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
B. Batu Saluran Empedu
ERCP terapeutik dengan melakukan sfingterotomi endoskopik untuk
mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi. Teknik ini telah berkembang
pesat dan menjadi standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu.2
Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat
atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen
duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui
mulut bersama skopnya.2
C. Batu Saluran Empedu Sulit
Yang dimaksud dengan batu saluran empedu sulit adalah batu besar, batu yang
terjepit disaluran empedu, atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang
16
2.4.3. Patogenesis
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan
sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut
akalkulus).6
Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan
empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu
menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia
dan nekrosis dinding kandung empedu. Meskipun begitu, mekanisme pasti
bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, sampai
saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan
respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol,
lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung
empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.7
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50
sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak
dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella,
Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin
yang dihasilkan oleh organisme organisme tersebut dapat
menyebabkan
18
peradangan
peritoneum seperti
peningkatan
nyeri
dengan
19
terjadi
empiema
dan
perforasi
kandung
empedu
perlu
dipertimbangkan.6
B. Kolesititis Kronik
Gejala kolesistitis kronik sangat minimal dan tidak menonjol seperti
dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea khususnya setelah makan
makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa.
Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal
di daerah kandung empedu disertai tanda murphy positif, dapat menyokong
menegakkan diagnosis.6
2.4.5. Diagnosis
A. Kolesistitis Akut
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas
dan pemeriksaan fisis. Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000
sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung
jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5 mol/L (5mg/dl)] pada
45 % pasien, sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase
serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase
biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim
amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis,
namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis. 9
20
Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan hasil
USG atau skintigrafi yang mendukung.12
B. Kolesistitis Kronik
Pemeriksaan kolesistografi oral, ultrasonografi dan kolangiografi dapat
memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Endoscopic retrograde
choledocho pancreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
adanya batu di kandung empedu dan duktus koledukus.6
21
kasus
berat
yang
mengancam
nyawa
direkomendasikan
imipenem/cilastatin.
Regimen alternatif termasuk sefalosporin generasi ketiga ditambah
dengan metronidazol.
Pasien yang muntah dapat diberikan antiemetik dan nasogastric suction.
Stimulasi kontraksi kandung empedu dengan pemberian kolesistokinin
intravena.
Pasien kolesistitis tanpa komplikasi dapat diberikan terapi dengan rawat
22
23
asimtomatik, walaupun nyeri kuadran kanan atas kronik juga dapat terjadi.
Kolesistektomi diindikasikan, karena dapat timbul komplikasi empiema, perforasi
atau gangren. 11
b. Gangren dan perforasi
Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis
jaringan bebercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi
berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi
yang menyebabkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan predisposisi
perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi pada kolesistitis
kronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya abses.11
Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Superinfeksi bakteri
pada isi kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan abses.
Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi pasien
yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase abses. 11
Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian
sekitar 30%, Pasien ini mungkin memperlihatkan hilangnya secara transien nyeri
kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami
dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata.11
c. Pembentukan fistula dan ileus batu empedu
Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung
empedu mungkin diakibatkan dari inflamasi dan pembentukan perlekatan. Fistula
dalam duodenum sering disertai oleh fistula yang melibatkan fleksura hepatika
kolon, lambung atau duodenum, dinding abdomen dan pelvis ginjal. Fistula
enterik biliaris bisu/tenang yang secara klinis terjadi sebagai komplikasi
kolesistitis kronik pernah ditemukan pada 5 % pasien yang menjalani
kolesistektomi. 11
Fistula kolesistoenterik asimtomatik mungkin kadang didiagnosis dengan
temuan gas dalam percabangan biliaris pada foto polos abdomen. Pemeriksaan
kontras barium atau endoskopi saluran makanan bagian atas atau kolon mungkin
25
26
porselin karena pada kasus presentase tinggi temuan ini tampak terkait dengan
perkembangan karsinoma kandung empedu. 11
2.4.9. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang
kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi
lagi. Tidak jarang pula, menjadi kolesistitis rekuren. Kadang kadang kolesistitis
akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung
empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum pada 10 15% kasus. Bila hal ini
terjadi, angka kematian dapat mencapai 50 60%. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Pasien dengan kolesistitis
akut akalkulus memiliki angka mortalitas sebesar 10 50%. Tindakan bedah pada
pasien tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan
banyak timbul komplikasi pasca bedah.6
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama
: Nn. CH
Umur
: 21 tahun
No. RM
: 200116
27
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Pegawai Swalayan
Alamat
: Air Mati
Tanggal Masuk
: 20 Januari 2016
3.2. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri perut kanan atas sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap sampai pasien berada di RS
dengan intensitas berat seperti rasa ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan
menjalar ke punggung dan bahu kanan. Saat nyeri muncul, pasien
sampai berkeringat dingin menahan rasa nyeri dan tidak dapat
melakukan aktivitas apapun. Nyeri tidak menghilang dengan
perubahan posisi tubuh ataupun dengan istirahat. Nyeri juga dirasakan
bertambah apabila pasien batuk, menarik napas dalam, dan setelah
mengkonsumsi makanan berminyak. Nyeri perut seperti ini terakhir
kali dirasakan pasien ketika di rawat di RSUD Solok 8 bulan yang
lalu. Setelah dirawat pasien tidak pernah lagi mengeluhkan sakit pada
28
: Sedang
2. Kesadaran
: Composmentis Cooperatif
29
3. Vital Sign
Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Frekuensi nadi
: 66 x/menit
Frekuensi napas
: 20 x/menit
Suhu
:-
4. Mata
: (-/-)
:
Jantung
Paru-paru
6. Abdomen
7. Ekstremitas
: Sedang
2. Kesadaran
: Composmentis Cooperatif
3. Vital Sign
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 63 x/menit
Frekuensi napas
: 20 x/menit
Suhu
: 37,7oC
4. Status Gizi
Berat Badan
: 75 kg
Tinggi Badan
: 155 cm
IMT
5. Status Generalisata
a. Kulit
b. Kepala
Bentuk
: Normocephal
30
Rambut
: Hitam, mudah rontok (-), mudah dicabut (-)
Wajah
: Edema (-)
Mata
:
Reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Telinga: Simetris kanan dan kiri
Hidung
: Deformitas (-), napas cuping hidung (-)
Mulut
: Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
c. Leher
d. Paru-paru
Inspeksi
:
- Bentuk dada simetris, diameter transversal : anteroposterior 2:1
- Dinding dada kanan dan kiri terlihat simetris dalam keadaan
statis dan dinamis dan tidak terlihat pergerakan dinding dada
20 x/menit
Tidak terdapat retraksi atau penggunaan otot pernapasan
tambahan
Pada permukaan dada: massa (-), sikatrik (-), jejas (-), spider
naevi (-)
Palpasi
:
Vocal fremitus dinding dada kiri dan kanan teraba normal dan
simetris.
Perkusi
Auskultasi
e. Jantung
Inspeksi
Palpasi
RIC V
Perkusi
: Batas jantung :
o Kanan : Linea sternalis dextra RIC IV
o Kiri : Linea mid clavicularis sinistra RIC V
o Pinggang : Linea parasternalis sinistra RIC III
31
Auskultasi
bising (-)
f. Abdomen
Inspeksi
(-)
Auskultasi
Palpasi
Superfisial
Perkusi
:
Timpani diseluruh lapangan abdomen
Nyeri ketok CVA (-)
Akral hangat
+
+
+
+
Sianosis
Edema
: 12,1 g/dl
Hematokrit : 38,0 %
Leukosit
: 12.100/uL
Trombosit : 450.000/uL
32
33
Hasil:
Hepar
:Ukuran
kesan
baik,
ekostruktur
parenkim
relatif
Pankreas
Limpa
Ginjal
Buli
Kesan :
Cholelithiasis, ssat ini tidak tampak dilatasi duktus bilier intra-ekstrahepatik
secara sonografi
3.5. Diagnosa Kerja
Kolesistitis akut e.c Kolelitiasis
3.6. Diagnosa Banding
- Pankreatitis akut
- Abses hati
3.7. Penatalaksanaan
1. Nonfarmakologi
Bed rest
34
2. Farmakologi
IVFD RL 8 jam/kolf
Estazor tablet 3 x 250 mg
Cefotaxime injeksi 2 x 1 g
Pronalges supp 2 x 1 (bila nyeri)
Domperidon tablet 3 x 10 mg
Ranitidin injeksi 2 x 1 ampul
Paracetamol tablet 3 x 500 mg
3. Monitoring
Keadaan umum
Vital Sign
Keluhan pasien
USG abdomen
Bilirubin total, bilirubin direct, bilirubin indirect
SGOT, SGPT
Alkali fosfatase
Elektrolit
Amilase dan lipase
3.9. Follow Up
22 Januari 2016
Subject :
-
Nyeri perut kanan atas (+) berkurang, apabila ditekan dan bernafas dalam
Mual (-), muntah (-)
Demam (+) tidak terlalu tinggi
Object :
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran
: Composmentis Cooperatif
Vital Sign
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 66 x/menit
35
Frekuensi napas
: 20 x/menit
Suhu
: 37,5oC
Abdomen
Palpasi
Assesment:
Kolesistitis akut ec kolelitiasis
Plan:
Bed rest
Diet Rendah lemak II
IVFD RL 8 jam/kolf
Estazor tablet 3 x 250 mg
Cefotaxime injeksi 2 x 1 g
Paracetamol tablet 3 x 500mg
Domperidon tablet 3 x 10 mg
Ranitidin tablet 2 x 150 mg
23 Januari 2016
Subject :
-
Nyeri perut kanan atas (+) berkurang, apabila ditekan dan bernafas dalam
Demam (+), tidak terlalu tinggi
Mual (-), muntah (-)
Object :
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran
: Composmentis Cooperatif
Vital Sign
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 68 x/menit
Frekuensi napas
: 20 x/menit
Suhu
: 37,4oC
Abdomen
Palpasi
:
: Nyeri tekan (+) hipokondrium dekstra dan
36
Bed rest
Diet rendah lemak II
IVFD RL 8 jam/kolf
Estazor tablet 3 x 250 mg
Cefotaxime injeksi 2 x 1 g
Paracetamol tablet 3 x 500mg
Domperidon tablet 3 x 10 mg
Ranitidin tablet 2 x 150 mg
24 Januari 2015
Subject :
-
Object :
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran
: Composmentis Cooperatif
Vital Sign
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 70 x/menit
Frekuensi napas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6oC
Abdomen
Palpasi
:
: Nyeri tekan (+) hipokondrium dekstra dan
Epigastrium. Nyeri lepas (-).
Murphy sign (+)
Assesment:
Kolesistitis akut ec kolelitiasis
37
Plan:
BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang pasien perempuan usia 21 tahun datang ke IGD RSUD solok pada
tanggal 20 Januari 2016 dengan keluhan Nyeri perut kanan atas sejak 5 jam
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan
38
intensitas berat seperti rasa ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan di perut kanan atas dan
ulu hati, nyeri dirasakan menjalar ke punggung dan bahu kanan. Nyeri ini
dirasakan terus menerus. Saat nyeri muncul, pasien sampai berkeringat dingin
menahan rasa nyeri dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun. Nyeri tidak
menghilang dengan perubahan posisi tubuh ataupun dengan istirahat. Nyeri juga
dirasakan bertambah apabila pasien batuk, menarik napas dalam, dan setelah
mengkonsumsi makanan. Mual dan muntah sejak 2 jam sebelum masuk rumah
sakit, frekuensi sebanyak 5 kali, muntah berisi apa saja yang dimakan, setiap
kali muntah banyaknya setengah gelas. Muntah berisi darah disangkal. Nafsu
makan biasa sebelum nyeri muncul, namun setelah nyeri muncul pasien mengaku
nafsu makan menurun karena apabila makan perut dirasakan bertambah nyeri.
Demam (+). BAK warna kuning jernih, frekuensi 2-3 kali/hari. BAB warna
kuning, padat, frekuensi 1 kali/hari. Pasien pernah dirawat di RSUD Solok
sebanyak 5 kali sejak tahun 2014, terahir kali dirawat 8 bulan yang lalu. Pasien
dirawat dengan keluhan yang sama seperti saat ini, menurut dokter yang merawat
pasien menderita batu kandung empedu. Pasien sudah dianjurkan untuk operasi
pengangkatan batu empedu tetapi pasien menolak. Pasien tidak berobat ke dokter
(poliklinik) secara rutin dan hanya berobat ketika ada keluhan saja, pasien tidak
ingat nama obat yang diberikan dokter saat ia berobat. Riwayat diabetes melitus
disangkal. Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat maagh disangkal. Riwayat
penyakit jantung disangkal. Riwayat keganasan disangkal. Tidak ada di keluarga
pasien yang mengalami keluhan ataupun penyakit yang sama dengan pasien.
Pasien bekerja sebagai seorang pegawai swalayan. Sehari-hari pasien tidak pernah
mengatur pola makannya. Pasien suka makanan seperti goreng-gorengan dan
makanan bersantan. Pasien jarang berolahraga. Kebiasaan minum alkohol dan
merokok disangkal. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan : Keadaan umum :
Sedang, kesadaran : composmentis cooperatif, tekanan darah: 110/70 mmHg,
frekuensi nadi : 66 x/menit, frekuensi napas: 20 x/menit, suhu : 37,7oC,
konjungtiva Anemis : (-/-), sklera ikterik : (-/-), pada paru-paru suara napas
vesikuler, jantung irama reguler, pemeriksaan abdomen inspeksi : sikatrik (-),
pelebaran pembuluh darah (-), massa (-), auskultasi : bising usus (+) frekuensi 10
x/menit, palpasi superfisial : nyeri tekan (+) di epigastrium, hipokondrium dekstra
39
Nyeri lepas (-), palpasi profunda: hepar tidak teraba, lien: tidak teraba, ginjal :
bimanual (-), ballotement (-), kandung empedu teraba, Murphy sign (+). Perkusi:
timpani diseluruh lapangan abdomen, Nyeri ketok CVA (-). Ekstremitas hangat,
sianosis tidak ada, edema tidak ada. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Hb: 12,1 g/dl, hematokrit: 38,0 %, leukosit: 12.100/uL, trombosit: 450.000. Pasien
didiagnosa kerja dengan : Kolesistitis akut ec Kolelitiasis. Dengan anjuran
pemeriksaan USG abdomen, bilirubin total, bilirubin direct, bilirubin indirect,
alkali fosfatase, elektrolit, dan pemeriksaan amilase dan lipase.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
2. Lesmana L. Batu Empedu. dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi
IV. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007.479 - 481
40
2008
41