Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit

batu

empedu

saat

ini

menjadi

masalah

kesehatan

masyarakat karena frekuensi kejadiannya yang tinggi yang menyebabkan beban


finansial maupun beban sosial bagi masyarakat. Di Inggris lebih dari 40.000
kolesistektomi dilakukan setiap

tahun sedangkan di Amerika dilakukan

kolesistektomi lebih dari 500.000 setiap tahun. Insiden batu pada saluran
empedu 12% yang ditemukan sebelum atau pada saat kolesistektomi. Di
Inggris sekitar 4000 pasien dilakukan pembersihan batu saluran empedu. Batu
empedu

dan

saluran

empedu

terutama ditemukan di Barat, namun

frekuensinya di negara-negara Afrika dan Asia terus meningkat selama abad ke


20. Di Tokyo angka kejadian penyakit ini telah meningkat menjadi dua kali
lipat sejak tahun 1940. Insiden di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena
belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan
ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau
saat operasi untuk tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG,
maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini
sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya
peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi
morbiditas dan moralitas.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila
batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran
klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai
yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear
yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 46 cm.
Kapasitasnya sekitar 30-60 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat
menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus
dan collum. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati,
dibawah lengkung iga kanan, ditepi lateral m.rectus abdominis. Sebagian
besar korpus menempel dan tertanam didalam jaringan hati. Kandung empedu
tertutup seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung
empedu tidak terfiksasi kepermukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila
kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian
infundubulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartmann.
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding
lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister,
yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk kedalam kandung
empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.
Saluran

empedu

ekstrahepatik

terletak

didalam

ligamentum

hepatoduodenale yang bats atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya


distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari
saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan
curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris keduktus lobaris, dan
selanjutnya keduktus hepatikus dihilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4
cm. panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada
letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan dibelakang duodenum

menembus jaringan pancreas dan dinding duodenum membentuk papilla


Vater yang terletak disebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya
dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu kedalam
duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama
dengan duktus koledokus didalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri
hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena
porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan venavena juga berjalan antara
hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang
terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui
nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke
nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari
plexus coeliacus.
Sering ditemukan variasi kandung empedu, saluram empedu, dan
pembuluh arteri yang memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang
kadang ditemukan dalam bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah
untuk menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera
pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.

Gambar 2.2 Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.


2.2 Fisiologi Saluran Empedu
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas
sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu.
Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan
permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya
tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga
mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam
septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris
komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke
kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

Gambar 2.3 Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya.

Pengosongan Kandung Empedu


Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan
berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam
darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke

dalam duodenum. Garamgaram empedu dalam cairan empedu penting


untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan
absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua
hal yaitu:
a. Hormonal
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.
Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung
empedu.
b. Neurogen:
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari
sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan
menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.
Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke
duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan
dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar
walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis


maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti
batu.

Gambar 2.4 Sekresi liver dan pengosongan kandung empedu.

Komposisi Cairan Empedu

Komponen

Dari hati

Dari kandung emoedu

Air

97,5 gr/dl

92 gr/dl

Garam empedu

1,1 gr/dl

6 gr/dl

Bilirubin

0,04 gr/dl

0,3 gr/dl

Kolesterol

0,1 gr/dl

0,3-0,9 gr/dl
7

Asam-asam lemak

0,12 gr/dl

0,3-1,2 gr/dl

Lesitin

0,04 gr/dl

0,3 gr/dl

Na+

145 mEq/liter

130 mEq/liter

K+

5 mEq/liter

12 mEq/liter

Ca+

5 mEq/liter

23 mEq/liter

Cl-

100 mEq/liter

25 mEq/liter

HCO3

28 mEq/liter

10 mEq/liter

a. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada
dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah:

Menurunkan tegangan permukaan dari partikel


lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang
besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat
dicerna lebih lanjut.

Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid,


kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kumankuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar
(90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh
mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam
bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen

distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu
akan terganggu.

b. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme
dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole
menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di
dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat
oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi
pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka
bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

2.3 Defenisi
Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu
yang terdapat dalam kandung empedu disebut kolesistolitiasis dan batu yang
terdapat dalam saluran empedu (ductus choledochus) disebut koledokolitiasis.
Kolelitiasis memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi.
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia
lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Sinonim kolelitiasis adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Namun istilah kolelitiasis lebih dimaksudkan untuk pembentukan batu di
dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu.

Gambar 2.1 Batu dalam kandung empedu.

2.4 Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang
orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak
berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu
1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.

2.5 Faktor Resiko


Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
a. Jenis Kelamin

10

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis


dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu.

Kehamilan,

yang

menigkatkan

kadar

esterogen

juga

meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan


terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung
empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

11

h. Nutrisi intravena jangka lama


Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.

2.6 Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:
a) Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol.
b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
c) Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

2.7 Patofisiologi
2.7.1 Patogenesis Bentukan Batu Empedu
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen
yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan
pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut:

12

a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa


berupa sebagai:
Batu Kolesterol Murni
Batu Kombinasi
Batu Campuran (Mixed Stone)
b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar
kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai:
Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium
Batu pigmen murni
c) Batu empedu lain yang jarang
Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi:
Batu Kolesterol
Batu Campuran (Mixed Stone)
Batu Pigmen.

Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase yaitu:
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam
perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di
13

dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima


sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio
kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan
normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13.
Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam


empedu dan lecithin jauh lebih banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi


sehingga terjadi supersaturasi.

Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol


jaringan tinggi.

Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya


pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau
reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).

Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat


dan

kadar

chenodeoxycholat

rendah,

padahal

chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan


menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan
bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu

14

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau


heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu,
calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti
batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang
menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar


Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus
cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan
normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan
sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan
dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung
empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi
akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total
parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi,
karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang
baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung
empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa
keluar.

15

Gambar 2.6 Diagram fase triangular terbentuknya


batu kolesterol

Batu bilirubin/Batu pigmen


Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase yaitu


a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena
pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan

16

penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi


karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang
sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase
yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal
cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat
kerja glukuronidase.

b. Pembentukan inti batu


Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium
dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing.
Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti
telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides.
Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah
dari cacing tambang.

2.7.2 Patofisiologi Umum


Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di
klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol,
batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah
kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran
(batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah
batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis
kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam
empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas

17

empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh


substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi
dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang
terbentuk dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal
tersubut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membetuk batu.
Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu
merupakan predisposisi pembentukan batu empedu.

2.8 Manifestasi Klinis


Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu
tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik),
ringan sampai berat karena adanya komplikasi.
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang
disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang
dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia,
flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda
Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,
umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin
tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien.
Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus
sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa
mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung
lama antara 3060 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah
18

epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung,


jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier
harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada
banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah
terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu
antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis,
kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan
peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan
mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.
Sebagian besar (9095%) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan
peradangan organ tersebut.
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan
telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini
menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien
disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis.
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus
melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat
juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan
penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai
dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata.
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan
tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula
vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum
(gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada
dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis
didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

19

Gambar 2.5 Manifestasi klinis yang umum terjadi

2.9 Diagnosis
2.9.1

Anamnesis
Setengah

sampai

duapertiga

penderita

kolelitiasis

adalah

asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang


disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis,
keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba.

20

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke


puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan
antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah
pada waktu menarik nafas dalam.

2.9.2

Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Apabila

ditemukan

kelainan,

biasanya

berhubungan

dengan

komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau


umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
nafas.
Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila
sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.
2.9.3

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan
akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin

21

disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali


serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat
sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
b. Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang
bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto
polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Gambar 2.7 Foto rontgen pada kolelitiasis

22

Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi

mempunyai

derajat

spesifisitas

dan

sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu


dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik.
Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara
di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada
batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan
palpasi biasa.

Gambar 2.7 Hasil USG pada kolelitiasis

23

Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras
cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat
untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi
pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

Gambar 2.8 Hasil kolesistografi pada kolelitiasis

2.10

Penatalaksanaan
Non Bedah
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi
dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Selain itu
tatalaksana non bedah terdiri dari atas lisis batu dan pengeluaran secara
endoskopik. Selain itu dapat dilakukan pencegahan kolelitiasis pada

24

orang yang cenderung memiliki empedu litogenik dengan mencegah


infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara
mengurangi asupan atau menghambat sintesis kolesterol. Obat
golongan statin dikenal dapat menghambat enzim HMG-CoA
reduktase.

Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik
mungkin berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada
separuh penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua
tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung
empedu dengan metilbutir eter berhasil setelah beberapa jam.
Terapi ini merupakan terapi invasive tetapi kerap disertai penyulit.
Pembedahan memang dilakukan untuk batu kandung
empedu yang simtomatik. Masalahnya, perlu ditetapkan apakah
akan dilakukan kolesistektomi profilaksis secara efektif pada yang
asimtomatik. Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun
laparoskopik adalah kolelitiasis asimtomatik pada penderita
diabetes

mellitus

karena

serangan

kolelitiasis

akut

dapat

menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung


empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang
menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu
besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih
sering menimbulkan kolesistitis akut disbanding dengan batu yang
lebih kecil. Indikasi lain asalah klasifikasi kandung empedu karena
dihubungkan dengan kejhadian karsinoma. Pada semua keadaan
tersebut dianjurkan kolesistektomi
.

Pengeluaran secara endoskopik.


Apabila setelah tindakan diatas keadaan umum tidak

membaik atau kondisi penderita malah semakin memburuk, dapat

25

dilakukan sfingterotomi endoskopik untuk menyalir empedu dan


nanah dan membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang
dipasang pipa nasobilier.
Cara ini juga berhasil melalui sfingterotomisfingter Oddi di
papilla Vater, yang memungkinkan batu keluar secara spontan
atauu melalui kateter Fogarty atau kateter basket. Indikasi lain dari
sfingterotomi endoskopik ialah adanya riwayat kolesistektomi.
Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2
cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan
batu ini. Pada penderita ini dianjurkan litotripsi lebih dahulu untuk
mengeluarkan batu duktus koledokus secara mekanik melalui
papilla vater dengan alat ultrasonic atau laser. Umumnya
penghancuran ini dilakukan bersama-sama atau dilengkapi dengan
sfingterotomi endoskopik.
Penyaliran bilier transhepatik perkutan (percutaneous
transhepatic biliar drainage= PTBD) biasanya bersifat darurat dan
sementara sebagai salah satu alternative untuk mengatasi sepsis
pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada obstruksi
saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa
T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan koledoskop dari
luar untuk membantu mengambil batu intrahepatik.

Pada Koledokolitiasis.
Penderita yang menunjukkan gejala kolangitis akut harus

dirawat dan dipuasakan. Apabila ada distensi perut, dipasang pipa


lambung. Dilakukan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, penanganan syok, pemberian antibiotika sistemik dan
pemberian vitamin K sistemik kalau ada koagulapati. Biasanya
keadaan umum dapat diperbaiki dalam waktu 24-48 jam.
Bedah

26

Pilihan penatalaksanaan bedah antara lain:


a) Kolesistektomi terbuka
Operasi

ini

merupakan

standar

terbaik

untuk

penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi


yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang
paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

b) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik
tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah
yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.

27

Gambar 2.9 Tindakan kolesistektomi


c) Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah
digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang
dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk
batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan
hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini
dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.
d) Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut
kolesterol yang poten (metil-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam
kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah
terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien
tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

28

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu,


analisis biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa
prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
f) Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal
bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai
prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya
kritis.

Alternatif
Ada suatu terapi alternatif yang dinamakan gallbladder flush
atau liver flush. Jadi dalam terapi ini, kita minum 4 gelas apple
cider dan makan 5 buah apel per hari selama 5 hari, lalu segera
setelah itu mengonsumsi magnesium dan kemudian minum jus lemon
atau anggur yang dicampur minyak olive sebelum tidur. Paginya, kita
akan mengeluarkan kotoran berwarna hijau dan sesuatu yang berwarna
coklat (yang diyakini merupakan batunya) tanpa rasa sakit.

2.11

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:


a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
d. Kolesistitis akut

Empiema

Perikolesistitis

29

Perforasi

e. Kolesistitis kronis

Hidrop kandung empedu


Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya

makanan mengakibatkan/menghasilkan kontraksi kandung empedu,


sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat
menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.
Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan
dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi
suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh
alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan
nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus
pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju
sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang
dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus
juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar
dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi.

2.12

Pencegahan

30

Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan


oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis
kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga pasien dianjurkan atau
dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang
tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi
protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun
makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa
lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.

BAB III
KESIMPULAN

Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu yang


terdapat dalam kandung empedu disebut kolesistolitiasis dan batu yang
terdapat

dalam

saluran

empedu

(ductus

choledochus)

disebut

koledokolitiasis.

Kolelitiasis memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi.


Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas,
usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan yaitu batu kolesterol


Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
31

kolesterol. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat


atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsiumbilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen hitam Berwarna hitam
atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi.

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan
sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah
hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul
menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah
subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat
teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga
timbul ikterus. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar
pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient
duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian
bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama
antara 3060 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah
epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak,
punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pectoris.

Komplikasi
Asimtomatik,

yang

dapat

terjadi

pada

penderita

kolelitiasis

yaitu

Obstruksi duktus sistikus, Kolik bilier, Kolesistitis akut

(Empiema, Perikolesistitis, Perforasi), Kolesistitis kronis (Hidrop kandung


empedu, Empiema kandung empedu, Fistel kolesistoenterik, Ileus batu
empedu).

Penatalaksanaan nya yaitu

Kolesistektomi terbuka Operasi ini

merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis


simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum

32

untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis


akut. Kolesistektomi laparaskopi Indikasi awal hanya pasien dengan
kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin
bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur
ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Disolusi medis Masalah umum yang mengganggu semua zat
yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya
yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk
batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu
secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan
batu tejadi pada 50% pasien. Disolusi kontak Meskipun pengalaman
masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil-ter-butil-eter
(MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per
kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasienpasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). Litotripsi Gelombang
Elektrosyok (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang
lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini
hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini. Kolesistotomi Kolesistotomi yang dapat dilakukan
dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus
berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang
sakitnya kritis.

Batu empedu sebagian besar berasal dari kolesterol, maka dari itu sebaiknya
kita mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi seperti
makanan berlemak, terutama yang mengandung lemak hewani.

33

Anda mungkin juga menyukai