Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


HIDRONEFROSIS

Oleh :
FEBRINGGO
NIM. 1414901 014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HARAPAN IBU JAMBI
TAHUN 2015
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ureter yang dihasilkan oleh obstruksi
aliran keluar urin oleh batu atau kelainan letak arteria yang menekan ureter
sehingga pelvis membesar dan terdapat destruksi progresif jaringan ginjal
(Gibson, 2003).
Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung
kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal
dan ureter serta atrofi pada parenkim ginjal (Price, 2001).
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir
balik sehingga tekanan diginjal meningkat (Smeltzer dan Bare, 2002).

2. Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan
ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis) yaitu :

a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis


terlalu tinggi
b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah;
c. Batu di dalam pelvis renalis;
d. Penekanan pada ureter oleh jaringan fibrosa, arteri atau vena yang letaknya
abnormal, dan tumor.

Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah sambungan


ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung kemih:
a. Batu di dalam ureter;
b. Tumor di dalam atau di dekat ureter;
c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran
atau pembedahan;
d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter;
e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid);
f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih);
g. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul
lainnya;
h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke uretra
akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker;
i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera;
j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi
kontraksi ureter.

Kadang hidronefrosis terjadi selama kehamilan karena pembesaran rahim


menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini karena
mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke
kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun
sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar. Pelebaran
pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi kontraksi otot ritmis
yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Jaringan fibrosa
lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang normal di dinding ureter
sehingga terjadi kerusakan yang menetap.

3. Manifestasi Klinis
Menurut David Ovedoff (2002) tanda dan gejala hidernefrosis adalah:
a. Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang
b. Kolik menunjukan adanya batu
c. Demam dan menggigil bila terjadi infeksi
d. Mungkin terdapat hipertensi
e. Beberapa penderita tidak menunjukan gejala

Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi


akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi
maja disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi.
Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan
gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:

1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).


2. Gagal jantung kongestif.
3. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).
4. Pruritis (gatal kulit).
5. Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
6. Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
8. Amenore, atrofi testikuler.
(Smeltzer dan Bare, 2002)

4. Patofisiologi
Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga
tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih,
tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di
salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja
yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang
terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi
dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut
akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan
dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal
yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia ,
penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat
pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat
pembesaran uterus.
Adanya akumulasi urin di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan
kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi. Ketika salah satu ginjal sedang
mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan membesar secara
bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya fungsi renal terganggu (Smeltzer dan
Bare, 2002).
5. Pathways
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Urinalisis. Pyura menunjukkan adanya infeksi. Hematuria mikroskopik
dapat menunjukkan adanya batu atau tumor.
Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin menunjukkan
infeksi akut. Kimia serum: hidronefrosis bilateral dan hidroureter dapat
mengakibatkan peningkatan kadar BUN dan kreatinin. Selain itu, hiperkalemia
dapat menjadi kondisi yang mengancam kehidupan.
2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi adalah metode yang cepat, murah, dan cukup akurat untuk
mendeteksi hidronefrosis dan hidroureter, namun, akurasi dapat bergantung
pada pengguna. Ultrasonografi umumnya berfungsi sebagai tes skrining
pilihan untuk menetapkan diagnosis dan hidronefrosis.
3. Pyelography Intravena (IVP)
Pyelography intravena berguna untuk mengidentifikasi keberadaan dan
penyebab hidronefrosis dan hidroureter. Intraluminal merupakan penyebab
paling mudah yang dapat diidentifikasi berdasarkan temuan IVP.
4. CT Scan
CT Scan memiliki peran penting dalam evaluasi hidronefrosis dan
hidroureter. Proses retroperitoneal menyebabkan obstruksi ekstrinsik dari
ureter dan kandung kemih dapat dievaluasi dengan sangat baik pada CT Scan.

5. Penatalaksanaan
Tujuan : Untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi, untuk
menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal.
Untuk mengurangi obstruksi urin harus dialihkan dengan tindakan nefrostomi
atau tipe diversi lainnya.

Infeksi ditangani dengan agen antimikrobial karena sisa urin dalam kaliks
menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan untuk
mengankat lesi obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu ginjal
rusak parah dan fungsinya hancur, nefrektomi dapat dilakukan.
6. Komplikasi
Menurut Kimberly (2011) penyakit hidronefrosis dapat menyebabkan
komplikasi sebagai berikut:
Batu ginjal
a. Sepsis
b. Hipertensi renovaskuler
c. Nefropati obstruktif
d. Infeksi
e. Pielonefritis
f. Ileus paralitik
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Waktu terjadinya sakit
Berapa lama sudah terjadinya sakit
2) Proses terjadinya sakit
Kapan mulai terjadinya sakit
Bagaimana sakit itu mulai terjadi
3) Upaya yang telah dilakukan
Selama sakit sudah berobat kemana
Obat-obatan yang pernah dikonsumsi
4) Hasil pemeriksaan sementara / sekarang
TTV meliputi tekanan darah, suhu, respiratorik rate, dan nadi
Adanya patofisiologi lain seperti saat diauskultasi adanya ronky,
wheezing.
b. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat merokok, yaitu sebagi penyebab utama kanker paru paru,
emfisema, dan bronchitis kronis. Anamnesa harus mencakup:
Usia mulai merokok secara rutin
Rata rata jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
Usai menghentikan kebiasaan merokok.
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan pengkajian ini:
Penyakit infeksi tertentu seperti TBC ditularkan melalui orang ke orang.
Kelainan alergi seperti asma bronchial, menujukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu.Asma bisa juga terjadi akibat konflik keluarga.
Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat
polusi udaranya tinggi.Polusi ini bukan sebagai penyebab timbulnya
penyakit tapi bisa memperberat.
d. Genogram
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
f. Pola Fungsional Gordon
1) Persepsi terhadap kesehatan manajemen kesehatan
Tingkat pengetahuan kesehatan / penyakit
Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
2) Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi,
mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.
3) Pola istirahat tidur
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
Sonambolisme
Kualitas dan kuantitas jam tidur
4) Pola nutrisi - metabolic
Berapa kali makan sehari
Makanan kesukaan
Berat badan sebelum dan sesudah sakit
Frekuensi dan kuantitas minum sehari
5) Pola eliminasi
Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
Nyeri
Kuantitas
6) Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
7) Pola konsep diri
Gambaran diri
Identitas diri
Peran diri
Ideal diri
Harga diri

8) Pola koping
Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
9) Pola seksual reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
10) Pola peran hubungan
Hubungan dengan anggota keluarga
Dukungan keluarga
Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Persepsi keyakinan
Tindakan berdasarkan keyakinan

g. Pemeriksaan Fisik
1) Data klinik, meliputi:
a) TTV
b) KU
2) Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan:
a. Kulit: Warna kulit sawo matang, turgor cukup.
b. Kepala: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut.
c. Mata: Conjungtiva merah mudah, sclera putih, pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
d. Telinga: Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
e. Hidung: simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.
f. Mulut: gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering
g. Leher: trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar
tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
h. Thorax :
Jantung: Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas
jantung dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak ada suara
tambahan.
Paru-paru: Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan =
kiri, nyeri tekan tidak ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar
vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan.
i. Abdomen :
Inspeksi: Perut datar, tidak ada benjolan.
Auskultasi: Bising usus biasanya dalam batas normal.
Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen.
Palpasi: ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba
massa.
j. Ekstremitas
Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup.
Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-), oedema
(-), tonus otot cukup.

2. Diagnose Keperawatan
a) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan obstruksi akut
b) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan penyempitan
ureter/uretra
c) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah

3. Perencanaan Asuhan Keperawatan (NCP)


a. Rencana Tujuan
1) Diagnosa 1
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan obstruksi akut
Tujuan: Nyeri berkurang sampai tidak ada nyeri
Kriteria hasil: pasien menunjukkan rileks dan mengatakan nyeri berkurang
2) Diagnosa 2
Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan nyeri
Tujuan: pasien dapat berkemih dengan jumlah normal
Kriteria hasil: pasien menunjukkan tidak mengalami tanda obstruksi.

3) Diagnosa 3
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual dan muntah
Tujuan: status nutrisi klien mencapai adekuat
Kriteria hasil: pasien menunjukkan peningkatan berat badan

b. Rencana Tindakan dan Rasional Tindakan


1) Diagnosa 1
No Intervensi Rasional
1. Bina hubungan saling percaya Mengenal klien dan mempermudah
untuk memberikan intervensi
selanjutnya.
2. Kaji lokasi, lamanya, intensitas dan Mengetahui skala dan kualitas nyeri
tingkat skala nyeri
3. Atur posisi yang nyaman bagi klien Posisi yang nyaman akan
membantu memberikan kesempatan
pada otot untuk relaksasi seoptimal
mungkin
4. Ajarkan pasien teknik relaksasi Teknik relaksasi dapat mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan pasien
5. Berikan health education tentang Pemahaman pasien tentang
penyebab nyeri yg dialami pasien penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan
memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan
tindakan.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk Obat obat analgesik dapat
pemberian analgesik. membantu
mengurangi nyeri pasien

2) Diagnosa 2
No Intervensi Rasional
1. Kaji pemasukan cairan dan Memberikan informasi tentang
pengeluaran karakteristi urin dan fekal fungsi ginjal dan adanya
komplikasi
2. Tentukan pola berkemih dan fekal Peningkatan hidrasi membilas
normal dan perhatikan variasi bakteri darah dan membantu
lewatnya batu
3. Dorong meningkatkan pemasukan Biasanya frekuensi meningkat bila
Cairan kalkulus mendekati pertemuan
uretrovesikal
4. Observasi perubahan status mental, Akumulasi sisa berkemih dan
perilaku atau tingkat kesadaran ketidakseimbangan elektrolit dapat
menjadi toksik di ssp
5. Catat pembangan laboratorium, ureum, Peningkatan ureum, creatinin
creatinin mengindikasikan disfungsi ginjal
6. Amati keluhan kandung kemih, Retensi urine dapat terjadi,
palpasi untuk distensi suprabubik, menyebabkan distansi jaringan dan
pertahankan penurunan keluaran urine resiko infeksi, gagal ginjal

3) Diagnosa 3
No Intervensi Rasional
1. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan Mengetahui status nutrisi pasien
yang terjadi terkin
2. Kaji faktor penyebab gangguan Mengetahui penyebab gangguan
pemenuhan nutrisi. pemenuhan nutrisi
3. Anjurkan klien untuk modifikasi diit Memaksimalkan intake pemenuha
(porsi sedikit demi sedikit tapi sering) gizi
4. Rencanakan pengaturan diit dengan Tindakan memaksimalkan
libatkan klien dan ahli gizi (kebutuhan kebutuhan nutrisi pasien
kalori, variasi menu)
5. Pantau intake nutrisi klien Mengetahui keefektifan pemberian
diit pasien
6. Timbang berat badan setiap hari Mengetahui perkembangan status
nutrisi pasien
7. Kolaborasi dengan dokter terkait Tindakan untuk mencapai intake
pemberian obat-obatan bila ada yang adekuat
indikasi sesuai program

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan kumpulan catatan perkembangan pasien yang
bisa dijadikan dasar untuk tindakan keperawatan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Perry, Potter.2002. Fundamental of Nursing. Jakarta: EGC

Alimul,Aziz.2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika

Brenda Goodner. linda skidmore. 2002. Panduan tindakan keperawatan klinik


praktis. Jakarta: EGC

Wartonah, Tarwoto.2006. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : Teori & Aplikasi
dalam praktek. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E. 1990. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges, Marilyn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I
Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.

Gibson, John. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Smaltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. Buku Ajar Medikal Bedah edisi 8. Jakarta:
EGC
LAMPIRAN I

Anda mungkin juga menyukai