Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

NEFROLITHIASIS
Pembimbing :

dr. Faurizki Febrian Prapiska, Sp.U

Penyusun:

Eric Yudhianto 140100180

Cynthia Margaretha 140100163

Grace Elizabeth 140100208

Dewi Astri Khairina 140100058

Dwi Srigati 140100189

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT RUJUKAN HAJI ADAM MALIK

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-NYa sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul “Vesikolithiasis”.
Selama penyusunan laporan kasus ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan rasa hormat kepada dr. Ramlan Nasution, Sp.U selaku
supervisor pembimbing laporan kasus di Departemen Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam
membimbing dan membantu hingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik.
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian
pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior. Penulisan laporan kasus ini
merupakan salah satu untuk melengkapi persyaratan Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis sangat menyadari laporan kasus ini pasti tidak luput dari
kekurangan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus
ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena
adanya masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dan
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing.
Terbentuknya batu disebabkan karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang
dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan materi-materi yang
dapat menghambat pembentukan batu, kurangnya produksi air kencing, dan
keadaan-keadaan lain yang idiopatik. Lokasi batu saluran kemih dijumpai khas di
kaliks atau pelvis (nefrolitiasis) dan bila akan keluar akan terhenti di ureter atau di
kandung kemih (vesikolitiasis).1
Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini,
sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-2% penduduk yang menderita batu
saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak dibidang urologi
disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat. Penyakit batu ginjal
merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna, baik di Indonesia maupun
di dunia. Prevalensi penyakit batu diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa
dan 7% pada perempuan dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki,
sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga sampai keempat. Angka kejadian
batu ginjal di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari
rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah
kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah
sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang. Pada
penelitian di RS dr. Kariadi ternyata jumlah penderita batu naik dari 32,8% (2003)
menjadi 39,1% (2005) dibandingkan seluruh kasus urologi dan sebagian besar
batu saluran kemih bagian atas (batu ginjal dan ureter).1
Ginjal adalah organ vital yang mempunyai peran penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam-asam dengan cara filtrasi darah,

4
reabsorbsi selektif air, elektrolit, dan non elektrolit, serta mengekskresi
kelebihannya sebagai urin. Fungsi ekskresi ginjal seringkali terganggu diantaranya
oleh batu saluran kemih yang berdasarkan tempat terbentuknya terdiri dari
nefrolitiasis, ureterolitiasis, vesicolitiasis, batu prostat, dan batu uretra. Batu
saluran kemih terutama dapat merugikan karena obstruksi saluran kemih dan
infeksi yang ditimbulkannya.2
Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks yang
dikenal sebagai hidronefrosis. Batu dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan
fungsi ginjal karena menyumbat aliran urine. Jika penyumbatan ini berlangsung
lama, urin akan mengalir balik kesaluran di dalam ginjal, menyebabkan
penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada
akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. Pada umumnya obstruksi saluran kemih
sebelah bawah yang berkepanjangan akan menyebabkan obstruksi sebelah atas.
Jika tidak diterapi dengan tepat, obstruksi ini dapat menyebabkan kegagalan
fungsi dan kerusakan struktur ginjal yang permanen, seperti nefropati obstruktif,
dan jika mengalami infeksi saluran kemih dapat menimbulkan urosepsis.3
Diagnosis klinis sebaiknya didukung oleh prosedur pencitraan yang tepat,
pemeriksaan radiologi dengan menggunakan ultrasonografi akan sangat
membantu dalam penanganan kasus nefrolitiasis. Dapat diketahui adanya batu
radiolusen dan dilatasi sistem duktus kolektivus. Pemeriksaan USG pada kasus ini
mempunyai peranan penting, sebab dapat memastikan diagnosis di atas, dimana
terlihat adanya hidronefrosis dan tanpa hidronefrosis. Keterbatasan pemeriksaan
ini adalah kesulitan untuk menunjukkan batu ureter, dan tidak dapat membedakan
batu kalsifikasi dan batu radiolusen. 4

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah
pengetahuan mengenai nefrolitiasis sehingga dokter muda dapat mengenali
penyakit ini dan menangani sesuai dengan kompetensinya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal dan Ureter


Ureter merupakan saluran muskular dengan lumen yang sempit yang
membawa urin dari ginjal menju vesica urinaria. Bagian superior dari ureter yaitu
pelvis renalis dibentuk oleh 2-3 calyc major dan masing-masing calyc major
dibentuk oleh 2-3 calyc minor. Apex dari pyramidum renalis yaitu paila renalis
akan masuk menekuk ke dalam calyc minor.5,6
Pars abdominalis dari ureter 3 menempel peritoneum parietalis dan secara
tofografi letaknya adalah retroperitoenal. Ureter bejalan secara inferomedial
menuju anterior dari psoas major dan ujung dari processus transversus vertebrae
lumbalis dan menyilang arteri iliaca externa tepat di luar percabangan arteri iliaca
commonis. Kemudian berjalan di dinding lateral dari pelvis untuk memasuki
vesica urinaria secara oblique.5
Ureter secara normal mengalami kontriksi dengan derajat yang bervariasi
pada tiga tempat, yaitu:
1). Junctura ureteropelvicum,
2). Saat ureter melwati tepi dari aditus pelvicum, dan
3). Saat melewati dinding vesica urinaria.
Area-area yang menyempit ini merupakan lokasi yang potensial untuk terjadinya
obstruksi yang disebabkan oleh batu (kalkuli) ginjal.5,6

Gambar 1. Anatomi struktur internal dari ginjal dan perjalanan ureter.5

6
Pada saat kedua ureter memasuki vesica urinaria mereka berjarak sekitar 5
cm. Dan saat vesica urinaria terisi penuh, muara dari kedua ureter ini berjarak
sama sekitar 5 cm, tetapi saat vesica urinaria dalam keadaan kosong muara dari
kedua ureter berjarak sekitar 2,5 cm. Diameter lumen dari ureter di junctura
ureteropelvicum sekitar 2 mm, di bagian tengah sekitar 10 mm, saat menyilang
arteri iliaca externa sekitar 4 mm, dan di junctura ureterovesicalis sekitar 3-4
mm.6

Gambar 2. Diameter lumen ureter pada masing-masing lokasi penyempitan.6

Reseptor nyeri pada traktus urinarius bagian atas berperan dalam persepsi
nyeri dari kolik renalis. Reseptor ini terletak pada bagian sub mukosa dari pelvis
renalis, calyx, capsula renalis, dan ureter pars superior. Terjadinya distensi yang
akut merupakan faktor penting dalam perkembangan nyeri kolik renalis daripada
spasme, iritasi lokal, atau hiperperistaltik ureter. Rangsangan pada peripelvis
capsula renalis menyebabkan nyeri pada regio flank, sedangkan rangsangan pada
pelvis renalis dan calyx menyebabkan nyeri berupa kolik renalis. Iritasi pada
mukosa juga dapat dirasakan oleh kemoreseptor pada pelvis renalis dengan derajat
yang bervariasi, tetapi iritasi ini berperan sangat kecil dalam terjadinya nyeri kolik
renalis atau kolik ureteral.5,7
Serat-serat nyeri dari ginjal terutama saraf-saraf simpatis preganglion
mencapai medula spinalis setinggi T11-L2 melalui nervus dorsalis. Ganglion
aortorenal, celiac, dan mesenterika inferior juga terlibat. Sinyal transmisi dari

7
nyeri ginjal muncul terutama melalui traktus spinothalamikus. Pada ureter bagian
bawah, sinyal nyeri juga didistribusikan melalui saraf genitofemoral dan
ilioinguinal. Nervi erigentes, yang menginervasi ureter intramural dan kandung
kemih, bertanggung jawab atas beberapa gejala kandung kemih yang sering
menyertai kalkulus ureter intramural.7

2.2 Urolithiasis
2.2.1 Definisi
Urolitiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus urinarius.
Kalkuli yang ditemukan pada ginjal disebut nephrolitiasis dan kasus ini paling
sering ditemukan. Jika kalkuli ditemukan pada ureter dan vesica urinaria sebagian
besar berasal dari ginjal. Urolitiasis adalah penyebab umum adanya keluhan
ditemukan darah dalam urin dan nyeri di abdomen, pelvis, atau inguinal.
Urolitiasis terjadi pada 1 dari 20 orang pada suatu waktu dalam kehidupan
mereka.3

2.2.2 Epidemiologi
Urolithiasis merupakan masalah kesehatan yang umum sekarang ditemukan.
Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita urolitiasis selama
hidupnya, meskipun beberapa individu tidak menunjukkan gejala atau keluhan.
Setiap tahunnya berkisar 1 dari 1000 populasi yang dirawat di rumah sakit karena
menderita urolitiasis. Laki-laki lebih sering menderita urolitiasis dibandingkan
perempuan, dengan rasio 3:1, dan setiap tahun rasio ini semakin menurun. Dari
segi umur, yang memiliki risiko tinggi menderita urolitiasis adalah umur diantara
20 dan 40 tahun.4

2.2.3 Faktor Resiko


Risiko menderita urolitiasis meningkat akibat dari faktor-faktor apapun yang
menyebabkan terjadinya urin yang stasis yang berkaitan dengan menurun atau
tersumbatnya aliran urin. Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya angka
insiden urolitiasis meliputi:2,3,4

8
 Laki-laki: mengekskresi sedikit sitrat dan banyak kalsium
dibandingkan perempuan.
 Etnis: Etnis Amerika, Afrika atau Israel memiliki risiko tinggi
menderita urolitiasis.
 Riwayat keluarga: beberapa keluarga memiliki kecenderungan
memproduksi mukoprotein yang berlebihan pada traktus
urinariusnya, yang mana dapat meningkatkan terjadinya urolitiasis.
 Riwayat kesehatan: beberapa masalah kesehatan dapat
meningkatkan terjadinya urolitiasis meliputi penyakit di saluran
cerna, infeksi saluran kencing yang berulang dan sistinuria.
 Diet: dehidrasi atau menurunnya intake cairan meningkatkan
terjadinya urolitiasis ditambah dengan meningkatnya konsumsi
sodium, oksalat, lemak, protein, gula, karbohudrat kasar dan
vitamin C.
 Lingkungan: beberapa daerah memiliki risiko tinggi menderita
urolitiasis seperti yang beriklim tropis, pegunungan atau padang
pasir.
 Obat-obatan: bebrapa macam obat seperti ephedrin, guifenesin,
thiazid, indinavir dan allopurinol dapat menyebabkan terjadinya
urolitiasis.
2.2.4 Etiologi
Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu
seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara
normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung
terjadi pada pasien dehidrasi).
Penyebab terbentuknya batu digolongkan dalma 2 faktor:
a. Faktor endogen:
 Hyperkalsemia: Meningkatnya kalsium dalam darah
 Hyperkasiuria: Meningkatnya kalsium dalam urin

9
 Ph urin
 Kelebihan pemasukan cairan dlam tubuh yang bertolak belakang dengan
keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh
b. Faktor eksogen:
 Air minum
Kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan terjadinya
pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat ketidak seimbangan cairan
yang masuk
 Suhu
Tempar yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya pengeluaran
keringat, yang akan mempermudah pengurangan produksi urin dan
mempermudah terbentuknya batu.
 Makanan
Kurangnya mengkonsumsi protein dapat menjadi factor terbentuknya batu
 Dehidrasi
Kurangnya pemasukan cairan dalam tubuh juga ikut membantu proses
pembentukan urin.

2.2.5 Patofisiologi
Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena dasar.
Fenomena pertama adalah supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk batu,
termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau benda asing dapat bertindak
sebagai matriks kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh membentuk
struktur kristal mikroskopis. Kalkuli yang terbentuk memunculkan gejala saat
mereka membentur ureter waktu menuju vesica urinaria.7
Fenomena kedua, yang kemungkinan besar berperan dalam pembentukan
kalkuli kalsium oksalat, adalah adanya pengendapan bahan kalkuli matriks
kalsium di papilla renalis, yang biasanya merupakan plakat Randall (yang selalu
terdiri dari kalsium fosfat). Kalsium fosfat mengendap di membran dasar dari
Loop of Henle yang tipis, mengikis ke interstitium, dan kemudian terakumulasi di
ruang subepitel papilla renalis. Deposit subepitel, yang telah lama dikenal sebagai

10
plak Randall, akhirnya terkikis melalui urothelium papiler. Matriks batu, kalsium
fosfat, dan kalsium oksalat secara bertahap diendapkan pada substrat untuk
membentuk kalkulus pada traktus urinarius.8

2.2.6 Gejala dan Tanda


Gejala pasti dari urolitiasis tergantung pada lokasi dan ukuran kalkuli dalam
traktus urinarius. Jika kalkuli berukuran kecil tidak menunjukkan gejala. Namun
perlahan keluhan akan dirasakan seiring bertanbahnya ukuran kalkuli seperti:
 Nyeri atau pegal-pegal pada pinggang atau flank yang dapat menjalar ke
perut bagian depan, dan lipatan paha hingga sampai ke kemaluan.
 Hematuria:buang air kecil berdarah.
 Urin berisi pasir, berwarna putih dan berbau
 Nyeri saat buang air kecil
 Infeksi saluran kencing
 Demam.
Urolitiasis yang masih berukuran kecil umumnya tidak menunjukkan gejala
yang signifikan, namun perlahan seiring berjalannya waktu dan perkembangan di
saluran kemih akan menimbulkan gejala seperti rasa nyeri (kolik renalis) di
punggung, atau perut bagian bawah (kolik renalis).
Kolik didefinisikan sebagai nyeri tajam yang disebabkan oleh sumbatan,
spasme otot polos, atau terputarnya organ berongga. Kolik renal berarti nyeri
tajam yang disebabkan sumbatan atau spasme otot polos pada saluran ginjal atau
saluran kencing (ureter).
Nyeri klasik pada pasien dengan kolik renal akut ditandai dengan nyeri berat
dan tiba-tiba yang awalnya dirasakan pada regio flank dan menyebar ke anterior
dan inferior. Hampir 50% dari pasien merakan keluhan mual dan mutah. Kolik
ginjal biasanya nyeri berat, pasien tidak bisa istirahat (posisi irrespektif). Berbeda
dengan pasien peritonitis yang cenderung berbaring saja dan tidak mau bergerak.
Gejala lain adalah lemas, berkeringat, dan nyeri ringan saat palpasi abdominal
ginjal. Namun untuk batu staghorn walaupun besar sering tanpa gejala nyeri
karena jenis batu ini membesar mengikuti system anatomi saluran ginjal. Gejala

11
dari batu ginjal atau batu ureter dapat diprediksi dari pengetahuan tempat
terjadinya obstruksi. Nyeri yang khas dirasakan pada testis untuk pasien pria dan
labia mayora pada pasien wanita.
Lokasi dan karakteristik dari nyeri pada urolitiasis meliputi:
 Di ureteropelvic: nyeri bersifat ringan sampai berat dirasakan lokasinya
agak dalam dalam regio flank tanpa penyebaran ke regio inguinal, urgensi
(dorongan kuat untuk berkemih disertai dengan kandung kemih yang tidak
nyaman dan banyak berkemih), frekuensi (sering berkemih), disuria (nyeri
saat berkemih) dan stranguria (pengeluaran urin yang lambat dan nyeri
akibat spasme uretra dan kandung kemih).
 Di ureter: nyeri yang mendadak, berat, nyeri di regio flank dan ipsilateral
dari abdomen bagian bawah, menyebar ke testes atau vulva, mual yang
terus menerus tanpa muntah
 Di ureter bagian proksimal: nyeri menyebar ke regio flank atau area
lumbar
 Di ureter di bagian medius: nyeri menyebar ke anterior dan caudal
 Di uterer di bagian distal: menyebar ke inguinal atau testes atau labia
majora
 Waktu melewati vesica ruinaria: paling sering asimptomatis, retensio urin
posisional

2.2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Diagnosis adanya kalkuli pada traktus urinarius dimulai dari
wawancara adanya keluhan klasik berupa kolik renalis. Bagaimana onset,
kualitas dan durasi dari kolik renalis tersebut. Nyeri pada kolik renalis
ditandai nyeri akut dan berat pada regio flank yang menjalar ke anterior
dan inferior abdomen. Pasien terlihat tidak bisa diam, selalu menggeliat
berbeda dengan nyeri karena peritonitis dimana pasien selalu diam dan
berbaring. Pada saat wawancara juga ditanyakan adanya riwayat urolitiasis
sebelumnya dan juga adakah keluarga yang penderita urolitiasis.5

12
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik vital sign jangan pernah lupa dilakukan. Demam juga
bisa dijumpai saat muncul kolik renalis, jika ada infeksi pada kasus
hidronefrosis, pienefrosis atau abses perinephritik. Adanya takikardia dan
berkeringat juga bisa dijumpai. Pada kasus dimana terjadi hidronephrosis yang
disebabkan oleh obstruksi pada ureter ditemukan adanya flank ternderness.
Pemeriksaan abdomen dan genetalia biasanya meragukan (harus hati-hati). Bila
pasien merasakan nyeri didaerah terebut, tapi tanda-tanda kelainan tidak ada
dijumpai, maka kemungkinan nyeri berasal dari batu ginjal.6

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada 85% dari pasien yang mengalami kolik renalis pada pemeriksaan
urinalisisnya ditemukan adanya hematuria secara mikroskopis, kadang-kadang
kristaluria. Derajat hematuria bukan merupakan ukuran untuk memperkirakan
besar batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu. Tidak dijumpai hematuria
secara mikroskopis pada urinalisis tidaklah menyingkirkan adanya suatu batu
saluran kemih, dan lebih kurang 10% penderita batu urin dijumpai darah di
dalam urinnya.
Bakteriuria biasanya tidak dijumpai kecuali bila pasien secara bersamaan
menderita infeksi saluran kencing (ISK). Meskipun ISK bukan secara langsung
merupakan konsekuensi dari batu, tapi ISK dapat terjadi setelah instrumentasi
atau pemakaian alat seperti kateter pada bedah traktus urinarius ataupun dalam
pengobatan batu ginjal.Urinalisis harus dilakukan dalam pada semua pasien
dengan dugaan urolitiasis. Selain mikrohematuria tipikal, temuan penting yang
perlu diperhatikan adalah pH urin dan adanya kristal, yang dapat membantu
mengidentifikasi komposisi batu.
Penderita batu asam urat biasanya memiliki urin yang bersifat asam, dan
mereka yang memiliki formasi batu akibat infeksi memiliki urine alkalin.
Identifikasi bakteri penting dalam perencanaan terapi, dan kultur urin harus
dilakukan secara rutin. Pyuria terbatas adalah respon yang cukup umum

13
terhadap iritasi yang disebabkan oleh batu dan, dengan tidak adanya bakteriuria,
umumnya tidak menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang berdampingan.

d. Pemeriksaan Penunjang
Untuk diagnosa pasti adanya batu adalah dengan Intravenous Pielography
(IVP) dan foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht (BNO). Namun pada
keadaan tertentu misalnya wanita hamil, ada riwayat tak tahan dengan zat
kontras, ditentukan dengan pemeriksaan Ultrasonography (USG). Dikatakan
USG lebih sensitif untuk mendeteksi batu ureteral vesical junction dibandingkan
dengan IVP, namun juga dikatakan bahwa USG tidak dapat mendeteksi batu
ureter tengah dan distal.
Ultrasonografi abdomen terbatas digunakan dalam diagnosis dan pengelolaan
urolitiasis. Meskipun ultrasonografi sudah tersedia, dilakukan dengan cepat dan
sensitif terhadap kalkuli ginjal, hampir sulit mendeteksi adanya batu ureter
(sensitivitas: 19 persen), yang kemungkinan besar bersifat simtomatik daripada
kalkuli ginjal. Namun, jika batu ureter itu ada, divisualisasikan dengan ultrasound,
temuannya dapat diandalkan (spesifisitas: 97 persen). Pemeriksaan ultrasonografi
juga sangat sensitif terhadap hidronefrosis, yang mungkin merupakan manifestasi
obstruksi ureter, namun seringkali terbatas pada penentuan tingkat atau sifat
obstruksi.
Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk mendokumentasikan ukuran
dan lokasi kalkuli yang bersifat radiopaque. Batu yang mengandung kalsium,
seperti batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, paling mudah dideteksi dengan
radiografi. Batu yang bersifat radiopaque lemah, seperti batu asam urat murni dan
batu yang terutama terdiri dari sistin atau magnesium amonium fosfat, mungkin
sulit, jika tidak mungkin, untuk dideteksi pada radiografi film biasa.7

2.2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan urolitiasis meliputi penanganan darurat kolik renalis (ureter),
termasuk jika ada indikasi untuk intervensi pembedahan, dan terapi medis untuk
kalkulinya. Dalam keadaan darurat dimana ada kekhawatiran tentang

14
kemungkinan gagal ginjal, fokus pengobatan adalah harus memperbaiki dehidrasi,
mengobati infeksi saluran kemih, mencegah terjadinya jaringan parut,
mengidentifikasi pasien dengan ginjal fungsional soliter, dan mengurangi risiko
cedera ginjal akut akibat nefrotoksisitas kontras, terutama pada pasien. dengan
azotemia yang sudah ada sebelumnya (kreatinin > 2 mg/dL), diabetes, dehidrasi,
atau multiple myeloma. Hidrasi intravena yang adekuat sangat penting untuk
meminimalisi efek nefrotoksik dari media kontras.4
Sebagian besar pasien hidronefrosis karena urolitiasis yang berukuran kecil
dapat ditangani dengan melakukan observasi dan pemberian asetaminofen. Kasus
yang lebih serius dengan nyeri yang sulit ditangani mungkin memerlukan drainase
dengan memasang stent nefrostomi stent atau perkutan. Stent ureter interna
biasanya lebih disukai dalam situasi ini karena dapat menurunkan angka
morbiditas.4
Ukuran batu merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat memprediksi
perjalanannya dalam traktur urinarius. Batu yang berdiameter kurang dari 4 mm
memiliki kemungkinan 80% dapat melewati traktus urinarius secara spontan. Dan
menurun sebesar 20% jika batu berdiameter >8mm. Tapi perjalanan batu pada
traktus urinarius juga tergantung pada bentuk dan lokasi pasti dari batu, dan
anatomi dari traktus urinarius bagian superior. Jika terjadi obstruksi pada juncture
ureteropelvis meskipun berukuran kecil sangat sulit melwati junctura tersebut.5
Terapi medikamentosa untuk kalkulus memerlukan waktu yang panjang.
Tujuan pemberian obat adalah untuk melarutkan atau menghancurkan kalkulus
sehingga dapat melewati traktus urinarius dengan mudah. Selain itu bertujuan
untuk mencegah munculnya kembali kalkulus pada traktus urinarius. Terutama
pada pasien yang memiliki risiko tinggi seperti menderita urolitiasis sebelum
umur 30 tahun, memiliki keluarga yang sama menderita urolitiasis, dan pasien
yang menderita urolitiasis setelah pembedahan.
Batu yang berdiameter lebih besar (yaitu, ≥ 7 mm) yang tidak mungkin lewat
secara spontan memerlukan beberapa jenis prosedur pembedahan. Dalam
beberapa kasus, pasien dengan batu berukuran besar perlu menjalani rawat inap di
rumah sakit. Namun, kebanyakan pasien dengan kolik ginjal akut dapat diobati

15
secara rawat jalan. Sekitar 15-20% pasien memerlukan intervensi invasif karena
ukuran batu yang besar, penyumbatan, infeksi, atau nyeri yang sulit diatasi.
Teknik yang tersedia untuk ahli urologi saat batu tersebut gagal melewati traktus
urinarius secara spontan meliputi: 4,5
 Penempatan stent
 Nefrostomi perkutan
 Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)
 Ureteroscopi (URS)
 Nephrostolithotomi Perkutan
 Open nephrostomy
 Anatrophic nephrolithotomy

Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah mengatasi nyeri,


menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya pembentukan batu
yang berulang.

1. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy. Bekerja dengan
menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di luar tubuh untuk
menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi bagian-bagian
yang kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih 11
ESWLdianggap sebagai pengobatancukup berhasil untuk batu ginjal berukuran
menengah dan untuk batu ginjal berukuran lebih dari 20-30 mm pada pasien yang
lebih memilih ESWL, asalkan mereka menerima perawatan berpotensi lebih.

2. PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)


Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu yang berada
di saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke dalam kalises melalui
insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmen kecil.
Asosiasi Eropa Pedoman Urologi tentang urolithiasis merekomendasikan PNL
sebagai pengobatan utama untuk batu ginjal berukuran >20mm, sementara ESWL

16
lebih disukai sebagai lini kedua pengobatan, karena ESWL sering membutuhkan
beberapa perawatan, dan memiliki risiko obstruksi ureter, serta kebutuhan adanya
prosedur tambahan. Ini adalah alasan utama untuk merekomendasikan bahwa
PNL adalah lini pertama untuk mengobati pasien nefrolitiasis. 12
3. Bedah terbuka
Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PNL dan ESWL,
tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka. Pembedahan terbuka itu
antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran
ginjal.

4. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)


Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada kasus dengan batu
yang ukuranya masih kurang dari 5mm, dapat juga diberikan pada pasien yang
belum memiliki indikasi pengeluaran batu secara aktif. Terapi konservatif terdiri
dari peningkatan asupan minum dan pemberian diuretik; pemberian nifedipin atau
agen alfa-blocker, seperti tamsulosin; manajemen rasa nyeri pasien, khusunya
pada kolik, dapat dilakukan dengan pemberian simpatolitik, atau
antiprostaglandin, analgesik; pemantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama 6
minggu untuk menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis. 6

2.2.9 Prognosis
Pada umumnya, dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, nefrolitiasis
memiliki prognosis yang baik. Penatalaksaan medis harus bersamaan dengan
perubahan gaya hidup agar faktor resiko terjadinya nefrolitiasis berkurang.

17
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT

3.1 IdentitasPasien
Nama : Taminar Koto
No. RM : 78.52.49
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 31 Desember 1965
Usia : 53 tahun
Alamat : LK III Pandan Tapanuli Tengah
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 24 Juli 2019

3.2 Anamnesis
KeluhanUtama : Nyeri pinggang kiri
Telaah : Hal ini telah dialami oleh pasien sejak 3bulan sebelum masuk
rumah sakit dan memberat dalam 10 hari ini. Nyeri dirasakan mendadak dan bersifat
hilang timbul. Pasien menyangkal adanya penjalaran nyeri dan nyeri tidak dipengaruhi
oleh perubahan posisi. Pasien juga mengatakan sangat nyeri hingga pasien mual muntah
sebanyak 5 kali dalam 10 hari ini. Keluhan demam tidak dijumpai. Riwayat BAK
berdarah tidak dijumpai, riwayat BAK berpasir tidak dijumpai. Riwayat nyeri saat BAK
dijumpai sesekali, riwayat BAK terputus-putus tidak dijumpai. Riwayat darah tinggi,
sakit gula, dan sakit asam urat disangkal pasien. Riwayat terjatuh atau terbentur di daerah
pinggang tidak dijumpai. Pasien mengaku selama ini sering menahan BAK dan kurang
minum air putih. Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke RS Pandan Sibolga dengan
keluhan yang sama 3 bulan yang lalu dan didiagnosa oleh dokter dengan penyakit batu
ginjal. Pasien lalu dirujuk ke RSUP H. Adam Malik.

RPT : Tidak jelas


RPO : Tidak jelas
Riwayat keluarga : Tidak dijumpai anggota keluarga dengan keluhan serupa.

18
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status presens :
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg

HR : 92 kali/menit
RR : 22 kali/menit
Temperatur : 37,0C
VAS : 6
BB : 75 kg
Kepala
- Wajah : Dalam batas normal
- Mata : Pupil isokor, refleks cahaya +/+, konj. palp anemis
: (+/+)
- Telinga, hidung Dalam batas normal
& mulut
Thoraks
- Inspeksi : Simetris fusiformis, sela iga tampak jelas, retraksi
suprasternal dan epigastrial tidak dijumpai
- Jantung : HR: 92 x/i; reguler, desah tidak dijumpai
- Paru : RR: 22 x /i; SP: vesikuler; ST: tidak dijumpai
Abdomen
- Inspeksi : Simetris fusiformis
- Palpasi : Soepel, hepar dan lien dalam batas normal.
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Ekstremitas
- Inspeksi : Akral hangat, CRT < 2”, edema pretibial tidak
dijumpai

19
Genitalia
Status Urologi
- CVA : Nyeri ketok (+) CVA sinistra, nyeri tekan (-),
ballotement (-)
- Suprasymphisis : Skar (-), bulging (-), nyeri tekan (-)
- Genitalia Perempuan, kelainanbentuk (-), OUE letak normal

3.4 PemeriksaanPenunjang
Laboratorium
Laboratorium Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
- Hemoglobin
4,8g/dL 12 – 16 g/dL
- Eritrosit
2.01jt/µL 4.10-5.10 jt/µL
- Leukosit
8400/µL 4,000- 11,000/µL
- Hematokrit
30% 36 – 47 %
- Trombosit
327.000/µL 150,000- 450,000/µL

METABOLISME
KARBOHDRAT
< 200 mg/dL
- GlukosaDarah 161 mg/dL
(Sewaktu)
GINJAL

- BUN 102 mg/dL 10 – 20 mg/dL


- Ureum 218 mg/dL 21 – 43 mg/dL
- Kreatinin 10,90 mg/dL 0,6 – 1,1 mg/dL

ELEKTROLIT

- Natrium (Na) 125 mEq/L 135 – 155 mEq/L


- Kalium (K) 4,6 mEq/L 3,6 – 5,5 mEq/L

20
- Klorida (Cl) 97 mEq/L 96 – 106 mEq/L

URINALISIS
Urine Lengkap
- Warna Kuning keruh Kuning
- Glukosa Negatif Negatif
- Bilirubin Negatif Negatif
- Keton Negatif Negatif
- Berat Jenis 1.009 1.005-1.030
- pH 6.0 5-8
- Protein Positif 1 Negatif
- Urobilinogen Negatif Negatif
- Nitrit Negatif Negatif
- Leukosit Positif Negatif
- Darah Positif Negatif

FCM

- Eritrosit 50,0/µL < 6,4


- Leukosit 3896,5/µL < 5,8
- Epitel 136,7/µL <3,5
- Casts 1,47 /µL < 4,7
- Kristal 0,2 /µL
- Bakteri 7228,5 /µL < 23
- Path Cast 1,34 /µL < 4,7

21
Radiologis
Foto Thorax AP Erect (24/7/2019)

Kesimpulan:
TB Paru aktif dd/ pneumonia
Kardiomegali

BNO di RSU Pandan Sibolga (7/6/2019)

22
Kesimpulan:
Tampak bayangan radioopak pada paravertebrae setinggi L1/L2 berjumlah single dengan
ukuran 30 mm x 20 mm

BNO di RSUP H. Adam Malik (24/7/2019)

23
Kesimpulan
Tampak bayangan opak berdensitas kalsifikasi pada rongga pelvis sisi kanan proyeksi
ureter distal kanan dan mid abdomen setinggi vertebra L4
Sugestif batu UVJ kanan dan mid kiri
Suspek hidronefrosis bilateral
Saran: CT scan whole abdomen

24
USG Ginjal dan Buli (24/7/2019)

25
Kesan:
Ginjal kanan: ukuran membesar, kesan korteks menipis, hidronefrosis berat, shadow (-)
Ginjal kiri: ukuran membesar, kesan korteks menipis, hidronefrosis moderat, shadow (-)
Vesika urinaria : massa (-), shadow (-)

3.5 Diagnosis

- Nefrolithiasis sinistra + distal ureterolithiasis dextra


- Hidronefrosis moderate bilateral
- AKI dd CKD stage V
- Anemia ec. penyakit kronis
- Hiponatremia

3.6 Rencana

- USG
- Foto BNO
- Foto Thorax
- CT scan abdomen non-kontras
- Kultur urin
- Transfusi PRC 3 bag

26
- Hemodialisa
- Nephrostomy bilateral emergency

3.7 Tatalaksana

- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/menit


- Inj. Ceftriaxone 1 g / 12 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam

27
BAB IV

FOLLOW UP

24 Juli 2019 (Hari Rawatan 1)

S Nyeri (+) demam (-)

O Sensorium: Compos Mentis,

TD : 110/70 mmHg, HR: 90 x/i, RR: 20 x/i, T: 36,7 C, VAS: 5

Abdomen: Simetris, soepel, timpati, peristaltik (+) dalam batas normal

Status Urologi:

-Flank :

Kanan : nyeri tekan (- ) nyeri ketok (- ) ballotement (- ) bekas luka


operasi sayatan (- )

Kiri : nyeri tekan (+ ) nyeri ketok (+ ) ballotement ( -) bekas luka


operasi sayatan (- )

- Suprapubik : bulging (-) nyeri tekan (- )


- Genitalia Eksterna : Perempuan, miksi : foley catheter

A - Nefrolithiasis sinistra + distal ureterolithiasis dextra


- Hidronefrosis moderate bilateral
- CKD stage V
- Anemia ec. penyakit kronis

P - Bed rest
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
- Inj. Ceftriakson 1gr/12 jam/IV (H-1)
- Inj. Ranitidin 50mg/12 jam/IV
- Inj ketorolac 30mg/8jam/ IV
- Diet ginjal 1700 kal
Rencana:
- Nephrostomy bilateral emergency

28
25 Juli 2019 (Hari Rawatan 2)

S Nyeri (+) demam (-), dilakukan Nephrostomy bilateral emergency

O Sensorium: Compos Mentis,

TD : 130/70 mmHg, HR: 88 x/i, RR: 20 x/i, T: 35,8 C, VAS: 5

Abdomen: Simetris, soepel, timpati, peristaltik (+) dalam batas normal

Status Urologi:

-Flank :

Kanan : nyeri tekan (- ) nyeri ketok (- ) ballotement (- ) bekas luka


operasi sayatan (- )

Kiri : nyeri tekan (+ ) nyeri ketok (+ ) ballotement ( -) bekas luka


operasi sayatan (- )

- Suprapubik : bulging (-) nyeri tekan (- )


- Genitalia Eksterna : Perempuan, miksi : foley catheter

A - Nefrolithiasis sinistra + distal ureterolithiasis dextra


- Hidronefrosis moderate bilateral
- CKD stage V
- Anemia ec. penyakit kronis

P - Bed rest
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
- Inj. Ceftriakson 1gr/12 jam/IV (H-2)
- Inj. Ranitidin 50mg/12 jam/IV
- Inj ketorolac 30mg/8jam/ IV
- Diet ginjal 1700 kal
Rencana:
- Pantai produksi nephristomy
- Balance cairan

29
26 Juli 2019 (Hari Rawatan 3)

S Nyeri (+) demam (-)

Dilakukan CT-Scan abdomen

O Sensorium: Compos Mentis,

TD : 110/70 mmHg, HR: 89 x/i, RR: 18 x/i, T: 35,8 C, VAS: 5

Abdomen: Simetris, soepel, timpati, peristaltik (+) dalam batas normal

Status Urologi:

-Flank :

Kanan : nyeri tekan (- ) nyeri ketok (- ) ballotement (- ) bekas luka


operasi sayatan (- )

Kiri : nyeri tekan (+ ) nyeri ketok (+ ) ballotement ( -) bekas luka


operasi sayatan (- )

- Suprapubik : bulging (-) nyeri tekan (- )


- Genitalia Eksterna : Perempuan, miksi : foley catheter

Nephrostomy (L) 50cc/ 7 jam

Nephrostomy (R) 800 cc/ 7 jam

Input : 1800cc/12jam

Output : 850cc/12jam

IWL : 300 cc/12 jam

Balance : -150 cc/ 12 jam

A - Distal ureterolithiasis dextra


- Hidronefrosis moderate bilateral
- Nephrostomy
- CKD stage V (HD rabu- sabtu)
- Anemia ec. penyakit kronis

30
P - Bed rest
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
- Inj. Ceftriakson 1gr/12 jam/IV (H-3)
- Inj. Ranitidin 50mg/12 jam/IV
- Inj ketorolac 30mg/8jam/ IV
- Diet ginjal 1700 kal
Rencana:
- Pantau produksi nephristomy
- Balance cairan
- Susul hasil CT-Scan

31
Kesimpulan:
Hepatosplenomegali dengan kolelithiasis kecil susp. Nefritis bilateral dengan
contracted kidney kanan disertai hidronefrosis bilateral dan hidroureter kanan ec
uretrolithiasis distal kanan dan proksimal kiri.
Selang nefrostomi terpasang

27 Juli 2019 (Hari Rawatan 4)

S Nyeri (+) demam (-)

32
O Sensorium: Compos Mentis,

TD : 110/70 mmHg, HR: 89 x/i, RR: 18 x/i, T: 35,8 C, VAS: 3

Abdomen: Simetris, soepel, timpati, peristaltik (+) dalam batas normal

Status Urologi:

-Flank :

Kanan : nyeri tekan (- ) nyeri ketok (- ) ballotement (- ) bekas luka


operasi sayatan (- )

Kiri : nyeri tekan (+ ) nyeri ketok (+ ) ballotement ( -) bekas luka


operasi sayatan (- )

- Suprapubik : bulging (-) nyeri tekan (- )


- Genitalia Eksterna : Perempuan, miksi : foley catheter

Nephrostomy (L) 3000cc/ 7 jam

Nephrostomy (R) 1400 cc/ 7 jam

Input : 1200cc/12jam

Output : 1100cc/12jam

IWL : 300 cc/12 jam

Balance : -200 cc/ 12 jam

A - Distal ureterolithiasis dextra


- Hidronefrosis moderate bilateral
- Nephrostomy
- CKD stage V (HD rabu- sabtu)
- Anemia ec. penyakit kronis

P - Bed rest
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
- Inj. Ceftriakson 1gr/12 jam/IV (H-4)
- Inj. Ranitidin 50mg/12 jam/IV
- Inj ketorolac 30mg/8jam/ IV

33
- Diet ginjal 1700 kal
Rencana:
- Pantai produksi nephrostomy
- Balance cairan

BAB V

DISKUSI KASUS

Teori Kasus

 Setiap tahunnya berkisar 1 dari 1000 Ny. TK, seorang wanita berusia 53
populasi yang dirawat di rumah sakit tahun, datang dengan keluhan nyeri
karena menderita urolitiasis. Laki-laki pinggang kiri. Hal ini telah dialami oleh
pasien sejak 3 bulan sebelum masuk rumah
lebih sering menderita urolitiasis
sakit dan memberat dalam 10 hari ini.
dibandingkan perempuan, dengan rasio
Sebelumnya pasien sudah pernah berobat
3:1, dan setiap tahun rasio ini semakin ke RS Pandan Sibolga dan didiagnosa oleh
menurun. Dari segi umur, yang dokter dengan penyakit batu ginjal
memiliki risiko tinggi menderita
urolitiasis adalah umur di antara 20 dan
40 tahun
Faktor Risiko Faktor Risiko

Risiko menderita urolitiasis meningkat  Pasien mengaku selama ini


akibat dari faktor-faktor apapun yang sering menahan BAK dan
menyebabkan terjadinya urin yang stasis malas minum air putih
yang berkaitan dengan menurun atau  Tidak dijumpai anggota
tersumbatnya aliran urin. Faktor-faktor keluarga dengan keluhan yang
yang menyebabkan tingginya angka sama.
insiden urolitiasis meliputi:  Tidak terdapat riwayat infeksi
 Laki-laki: mengekskresi sedikit sitrat saluran kemih berulang
dan banyak kalsium dibandingkan  Tinggal di daerah tropis yang
perempuan berisiko tinggi mengalami

34
 Etnis: Etnis Amerika, Afrika atau Israel urolithiasis
memiliki risiko tinggi menderita  Tidak terdapat riwayat
urolitiasis. konsumsi obat-obatan
 Riwayat keluarga: kecenderungan
memproduksi mukoprotein yang
berlebihan pada traktus urinariusnya,
yang mana dapat meningkatkan
terjadinya urolitiasis.
 Riwayat kesehatan: beberapa masalah
kesehatan dapat meningkatkan
terjadinya urolitiasis meliputi penyakit
di saluran cerna, infeksi saluran
kencing yang berulang dan sistinuria.
 Diet: dehidrasi atau menurunnya intake
cairan meningkatkan terjadinya
urolitiasis ditambah dengan
meningkatnya konsumsi sodium,
oksalat, lemak, protein, gula,
karbohidrat kasar dan vitamin C.
 Lingkungan: beberapa daerah memiliki
risiko tinggi menderita urolitiasis
seperti yang beriklim tropis,
pegunungan atau padang pasir
 Obat-obatan: beberapa macam obat
seperti ephedrin, guifenesin, thiazid,
indinavir dan allopurinol dapat
menyebabkan terjadinya urolitiasis
Pemeriksaan Diagnostik Status Presens
a. Pemeriksaan Fisik Sensorium : Compos Mentis
 Demam TD : 120/80 mmHg
 Hiperhidrosis HR : 92 x/i

35
 Tachycardy RR : 22 x/i
 Flank ternderness Temp : 37,0 C
b. Pemeriksaan darah VAS : 6
 Anemia Status Urologi
 Leukositosis CVA: Nyeri ketuk (+) CVA
 Ureum dan kreatinin meningkat sinistra, nyeri tekan (+)

 Kalsium, fosfor, asam urat Suprasymphisis: Bulging (-)

meningkat Genitalia: Perempuan, kelainan

c. Pemeriksaan Urin bentuk (-), OUE letak normal

 pH lebih dari 7,6


 Sediment sel darah merah lebih Pemeriksaan Laboratorium

dari 90% Hematologi


Hemoglobin : 4,8 g/dL
 Biakan urin
Eritrosit :2,01 jt/µL
 Ekskresi kalsium fosfor, asam
Leukosit :8.400/µL
urat
Hematokrit : 30%
d. Pemeriksaan radiologis
Trombosit : 327.000/µL
BNO/KUB dan pemeriksaan rontgen
saluran kemih / IVP (Intravenous RFT
Pyelogram) untuk melihat lokasi batu BUN : 102 mg/dL
dan besar batu Ureum : 218 mg/dL
e. CT scan tanpa kontras Kreatinin : 10,90 mg/dL
Dapat memperlihatkan bagian distal Elektrolit
ureter; dapat mendeteksi batu Na: 125 mEq/L
radiolusen (seperti batu asam urat), K: 4.6 mEq/L
batu radioopak, dan batu kecil Cl: 97 mEq/L
sebesar 1-2 mm; dan dapat
mendeteksi hidronefrosis dan
kelainan ginjal dan intra-abdomen
selain batu yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala pada pasien

36
f. USG abdomen
USG memiliki kelebihan karena tidak
Kuning keruh
menggunakan radiasi, tetapi teknik
-
ini kurang sensitif dalam mendeteksi
-
batu dan hanya bisa memperlihatkan -
ginjal dan ureter proksimal. Batu 1,009
dengan diameter lebih kecil dari 3 6,0
+1
mm juga sering terlewatkan dengan
-
ultrasonografi.
-
+
+

50,0
3896,5
136,7
1,47
0,2
1,34

Pemeriksaan Radiologi :
Foto thorax:
Kardiomegali
BNO :
Tampak bayangan radioopak pada
paravertebrae setinggi L1/L2 berjumlah
single dengan ukuran 30 mm x 20 mm
USG :
Hidronefrosis bilateral
CT scan:
Hidronefrosis bilateral dan
hidroureter kanan ec uretrolithiasis
distal kanan dan proksimal kiri.

37
Penatalaksanaan Tatalaksana

Fokus pengobatan adalah harus Tirah baring

memperbaiki dehidrasi, mengobati infeksi - IVFD NaCl 0,9% 10


saluran kemih, mencegah terjadinya gtt/menit
jaringan parut, mengidentifikasi pasien
dengan ginjal fungsional soliter, dan - Inj. Ceftriaxone 1 g /

mengurangi risiko cedera ginjal akut akibat 12 jam

nefrotoksisitas kontras, terutama pada - Inj. Ranitidine 50 mg /


pasien. 12 jam

Terapi medikamentosa untuk kalkulus - Inj. Ketorolac 30 mg/


memerlukan waktu yang panjang. Tujuan 8 jam
pemberian obat adalah untuk melarutkan
atau menghancurkan kalkulus sehingga
dapat melewati traktus urinarius dengan
mudah. Selain itu bertujuan untuk
mencegah munculnya kembali kalkulus
pada traktus urinarius.

Batu yang berdiameter lebih besar (yaitu, ≥


7 mm) yang tidak mungkin lewat secara
spontan memerlukan beberapa jenis
prosedur pembedahan.

Teknik yang tersedia untuk ahli urologi


saat batu tersebut gagal melewati traktus
urinarius secara spontan meliputi:

 Penempatan stent
 Nefrostomi perkutan
 Extracorporeal shockwave
lithotripsy (ESWL)

38
 Ureteroscopi (URS)
 Nephrostolithotomi Perkutan
 Open nephrostomy
 Anatrophic nephrolithotomy

39
BAB VI
KESIMPULAN

Ny T.K, usia 53 tahun dating ke RSUP HAM dengan keluhan nyeri pinggang kiri
yang dialami sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit dan didiagnosis dengan
nefrolithiasis sinistra, distal ureterolithiasis dextra, hidronefrosis moderate bilateral,
AKI dd CKD stage V, dan anemia ec penyakit kronis serta ditatalaksana dengan IVFD
Nacl 0,9%, Inj. Ceftriaxone 1 g / 12 jam, Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam, dan Inj.
Ketorolac 30 mg/ 8 jam.

40
DAPUS

1. Vijaya, T., Kumar, M.S., Ramarao, N.V., Babu, A.N., & Ramarao N. (2013).
Urolithiasis and Its Causes-Short Review. The Journal of Phytopharmacology;
2(3) : 1-6
2. Smeltzer, S.C., & Bare, G. (2008). Brunner & Suddarth : Textbook of Medical
Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins..
3. America Urologic Association (AUA). (2007). Urologic Disease in America.
diakses 12 Februari 2016 dari www.kidney.niddk.gov
4. Billica, W. (2004). Urolithiasis. Diakses 11 Februari 2016. Dari
http://www.5ncc.com/Assets/Summary/TP0970.html
5. Ratu, G., Badji, A., & Hardjoeno. (2006). Profil analisis batu saluran kemih di
laboratorium patologi klinik. Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory. 12(3):114-117.
6. Eric, N. (2005). Obesity, Weight Gain and the Risk of Kidney Stone, JAMA,
293(4):455-462
7. Rully, M.A. (2010). Batu Staghorn pada Wanita: Faktor Resiko dan Tata
Laksananya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa kedokteran Indonesia. Vol. 1 No. 1. 52-
58.
8. Rully, M.A. (2010). Batu Staghorn pada Wanita: Faktor Resiko dan Tata
Laksananya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa kedokteran Indonesia. Vol. 1 No. 1. 52-
58.
9. Brunner & Suddart. (2015). Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
10. Anisa M, Yogesh S, Deepashri R. Salivary gland lithotripsy: a non-invasive
alternative. Department of Oral & Maxillofacial Surgery,Modern Dental&

41
researh Centre [internet].2009[diakses tanggal 28 Oktober 2015]. Tersedia
dari: http://www.pjsr.org/Jan09_pdf/Dr.%20Anisha%20Maria%20-%2010.pdf
11. Mohammed H, ahmed R. El-Nahas, Nasr El-Tabey.Percutaneus
nephrolitothomi vs extracorporeal shockwave lithrotripsy for treating a 20-20
mm single renal pelvic qstone. Arab journal of Urology[internet]. 2015
[diakses tanggal 28 Oktober 2015]; 13(3):212-216. Tersedia
dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4563020/
12. Hasiana L, Chaidir A. Batu saluran kemih. Dalam: Chris T, Frans L, Sonia H,
Eka A, Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat jilid I.Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.hlm. 277-280.

42

Anda mungkin juga menyukai