Anda di halaman 1dari 54

SKENARIO 4

Nyeri Perut Kanan


Kelompok A13
Ketua: La Rizky Santun Putri (1102019110)
Sekretaris: M. Yudiant R. D (1102019115)
Anggota: Lulu Fakhiroh (1102019112)
M. Afla Alghani (1102019116)
Khairunnisa Karimah (1102019106)
Kretiyasa Prabaswara (1102019109)
M. Iqbal Abdurrahman (1102019113)
M. Usama Royhul Azhar (1102019114)
SKENARIO
NYERI PERUT KANAN

Seorang perempuan,usia 47 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut
kanannya sejak 5 hari. Keluhan nyeri perut kanannya hilang timbul kadang-kadang disertai
dengan nyeri hebat, nyeri dirasakan sampai ke pinggang kanannya dan tidak disertai demam. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan: Keadaan umum tampak sakit sedang, tanda-tanda vital dalam batas
normal. Abdomen didapatkan nyeri tekan perut kanan dan nyeri ketok costovertebra kanan. Pada
pemeriksaan Laboratorium: darah rutin : Lekosit : 10.500/mm3 , Urinalisa : lekosit 3-5/LPB,
eritrosit : 10-15/LPB. Hasil pemeriksaan USG Abdomen: Hidronefrosis grade 2 dan pelebaran di
ureter proximal dextra
KATA SULIT
1. Hidronefrosis : Pembengkakan ginjal akibat penumpukan urin dimana urin tidak
dapat mengalir dari ginjal ke kandung kemih

2. Nyeri ketok costa vertebral : Rasa nyeri pada sudut yang terbentuk dikedua sisi
punggung manusia

3. Urinalisa : identifikasi urin secara makroskopik mikroskopik dan analisis kimia


PERTANYAAN
1. Mengapa pasien mengalami nyeri pada perut bagian kanan ?

2. Apa yang menyebabkan pasien mengidap hidronefrosis?

3. Apa saja factor resiko dari scenario di atas ?

4. Apa yang dimaksud dengan hidronefrosis grade 2 ?

5. Apa diagnosis sementara pada scenario diatas ?

6. Apa komplikasi jika tidak ditangani dengan baik?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?

8. Apa saja derajat dari hidronefrosis?

9. Bagaimana tatalaksana yang dapat dilakukan pada scenario di atas ?

10. Mengapa ureter dapat mengalami pelebaran dan apa saja penyebab ureter dapat melebar?
JAWABAN
1. Ada penumpukan cairan ginjal bagian dextra yang memuat ginjal semakin membesar dan terasa sakit

2. Dibagi menjadi dua, yaitu obstruksi intrinsik seperti batu ginjal, keganasan, ureteropelvic junction stenosis, striktur
ureter dari peradangan sebelumnya, kista ginjal, katup uretra posterior, hiperplasia prostat jinak, dan kandung kemih
neurogenik. Serta obstruksi ekstrinsik seperti kehamilan, kista peripelvis, ureter retrocaval, keganasan, trauma, fibrosis
retroperitoneal, dan abses prostat, dll.

3. Jenis kelamin, umur, riwayat keluarga, kebiasaan diet dan obesitas , factor lingkungan, pekerjaan, asupan cairan dan
komorbid

4. Derajat 2 = dilatasi pelvis renalis dan caliks mayor, kaliks membentuk mendatar

5. Urolitiasis karena berdasarkan keluhan yang dialami pasien seperti nyeri pada bagian perut hingga pinggang serta
adanya gambaran hidronefrosis grade 2 pada pencitraan USG abdomen
JAWABAN
6. Cedera pada ureter , perdarahan , infeksi yang menyebar keseluruh tubuh melalui darah dan kerusakan ginjal permanen

7. Fotorontgen abdomen dengan dua proyeksi, pemeriksaan pielogravi intavena, ct urografi tanpa kontras, usg, pemeriksaan lab,
analisis biokimia batu

8. Derajat 1 = dilattasi atau pelebaran pelvis renalis tanpa dilatasi calix, calix tumpul

Derajat 2 = dilatasi pelvis renalis dan caliks mayor, kaliks membentuk mendatar

Derajat 3 = dilatasi pelvis renali dan caliks mayor serta minor tanpa adanya penipisan korteks, kaliks menonjol

Derajat 4 = dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor serta minor , adanya penipisan korteks

9. Hidronefrosis dengan melakukan pemasangan kateter dan diuretic hidroklortiazid Batu dengan alupurinol, kalsium sitrat. Non
Medikamentosa : pembedahan dan litotripsi, PCNL ( per cutaneous nefro litotripsi)

10. Kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi oleh batu pada sepanjang saluran ureter. Adapun untuk penyebabnya bisa
disebabkan oleh fisiologis seperti wanita hamil (efek progesteron dan kompresi mekanis ureter dipinggiran panggul). Patologis seperti
pada keganasan ginekologi (kehamilan ektopik, dsb), penyakit prostat, urolithiasis.
HIPOTESIS
Urolithiasis disebabkan oleh adanya obstruksi batu pada sepanjang saluran ureter. Dengan factor resiko
antara lain : Jenis kelamin, umur, riwayat keluarga, kebiasaan diet dan obesitas , factor lingkungan,
pekerjaan, asupan cairan dan komorbid. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu fotorontgen abdomen
dengan dua proyeksi, pemeriksaan pielogravi intavena, ct urografi tanpa kontras, usg, pemeriksaan lab,
analisis biokimia batu. Tatalaksana yang dapat di lakukan berupa pemasangan kateter dan diuretic
hidroklortiazid alupurinol (jika ada batu) , kalsium sitrat Non Medikamentosa : pembedahan dan
litotripsi, PCNL ( per cutaneous nefro litotripsi)
SASARAN BELAJAR
1. MM anatomi ureter
1.1 makro
1.2 mikro
1.3 vaskularisasi dan persyarafan
2. MM urolithiasis
2.1 definisi
2.2 epidemiologi
2.3 etiologi
2.4 klasifikasi
2.5 faktor resiko
2.6 patofisologi
2.7 manifestasi klinik
2.8 diagnosis dan diagnosis banding
2.9 tatalaksana
2.10 pencegahan
2.11 komplikasi
2.12 prognosis
1
MM ANATOMI
URETER
1.1
Makro
Ureter adalah saluran tractus urinarius yang mengalirkan urin dari
ginjal ke vesica urinaria

bagian bagian ureter

● pars abdominalis
● pars pelvica

Ureter berasal dari pelvis renalis yang keluar dari bagian hilum renalis
dan menerima saluran dari calyx major. Panjangnya 25-30 cm. Ureter
merupakan lanjutan dari pelvis renalis, menuju distal dan akan
bermuara di vesical urinaria.
1.2
Mikro
Lumen ureter terdiri dari 3 lapisan :

1. Mukosa

Lapisan mukosa ureter terdiri dari epitel transisional dan lamina propria.

Epitel transisional memiliki beberapa lapisan sel, lapisan terluar adalah sel kuboid besar. Sel di tengah berbentuk polihedral, sementara sel
basal berbentuk kuboid atau kolumnar.

Lamina propria mengandung jaringan ikat fibroelastik, yang lebih padat dengan lebih banyak fibroblast dibawah epitel dan lebih longgar
dekat otot dapat ditemukan Jaringan limfe difus dan nodulus limfatik kecil.

2. Muskularis

Lapisan muskularis terdiri dari 2 lapisan otot yaitu lapisan otot polos longitudinal (dalam) dan lapisan otot polos sirkular (di tengah).

3. Adventitia

Lapisan ini menyatu dengan jaringan ikat fibroelastik dan jaringan adiposa, yang mengandung banyak arteriol dan venula serta saraf kecil.
1.3
Vakularisasi dan
Persyarafan
Vaskularisasinya diperdarahi oleh 2
sumber, yaitu arteri renalis dan cabang
dari abdominal aorta, yaitu arteri
testicular/ ovarian, arteri iliaka komunis,
arteri iliaka interna. Untuk bagian terminal
dari ureter akan diperdarahi oleh arteri
uterin untuk wanita dan arteri vesial
inferior pada pria. Untuk drainase vena,
jalurnya sesuai dengan arterinya.
}
2
MM Urolithiasis
2.1
Definisi
Menurut Gaol dan Mochtar (2014), Batu saluran kemih (urolitiasis)
adalah adanya batu di dalam saluran kemih, mulai dari ginjal hingga
uretra. Komposisi batu yang terbentuk dapat terdiri atas salah satu atau
campuran dari asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat, sistin, struvit,
atau xantin.
2.2
Epidemiologi
Di Indonesia, masalah batu saluran kemih masih menduduki kasus tersering di antara seluruh kasus urologi. Belum
terdapat data angka prevalensi batu saluran kemih nasional di Indonesia. Di beberapa negara di dunia berkisar antara 1-
20%. Laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak insiden terjadi pada usia 40-50 tahun .
2.3
Etiologi
1) Teori Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu yang membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri
dari senyawa jenuh yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi sehingga pada urin dengan kepekatan tinggi lebih
beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah sekali untuk terjadi kristalisasi.
2) Teori Matriks
Batu Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan partikel pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin
seringkali terbentuk matriks yang merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin, globulin dan mukoprotein)
dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
3) Teori Inhibisi
Inhibisi yang Berkurang Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) yang secara
alamiah terdapat dalam sistem urinaria dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah
terbentuknya endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat
dan peptida. Penurunan senyawa penghambat tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat
terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor). Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu,
seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin.
2.4
Klasifikasi
2.5
Faktor Resiko
1) Jenis Kelamin

Pasien dengan urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70-81% dibandingkan dengan perempuan 47-60%, salah
satu penyebabnya adalah adanya peningkatan kadar hormon testosteron dan penurunan kadar hormon estrogen pada
laki-laki dalam pembentukan batu (Vijaya, et al., 2013). Selain itu, perempuan memiliki faktor inhibitor seperti sitrat
secara alami dan pengeluaran kalsium dibandingkan laki-laki (NIH 1998-2005 dalam Colella, et al., 2005; Heller, et
al., 2002).

2) Umur

Urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua, namun bila dibandingkan dengan usia anak-anak,
maka usia tua lebih sering terjadi (Portis & Sundaram, 2001). Rata-rata pasien urolithiasis berumur 19-45 tahun
(Colella, et al., 2005; Fwu, et al., 2013; Wumaner, et al., 2014).

3) Riwayat Keluarga

Pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan urolithiasis ada kemungkinan membantu dalam proses pembentukan
batu saluran kemih pada pasien (25%) hal ini mungkin disebabkan karena adanya peningkatan produksi jumlah
mucoprotein pada ginjal atau kandung kemih yang dapat membentuk kristal dan membentuk menjadi batu atau
calculi (Colella, et al., 2005).
4) Kebiasaan diet dan obesitas

Intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang dapat ditemukan pada teh, kopi instan, minuman soft drink,
kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam dapat menjadi penyebab terjadinya batu
(Brunner & Suddart, 2015). Selain itu, lemak, protein, gula, karbohidrat yang tidak bersih, ascorbic acid (vitamin C)
juga dapat memacu pembentukan batu (Colella, et al., 2005; Purnomo, 2012). Peningkatan ukuran atau bentuk
tubuh berhubungan dengan resiko urolithiasis, hal ini berhubungan dengan metabolisme tubuh yang tidak sempurna
(Li, et al., 2009) dan tingginya Body Mass Index (BMI) dan resisten terhadap insulin yang dapat dilihat dengan
adanya peningkatan berat badan dimana ini berhubungan dengan penurunan pH urin (Obligado & Goldfarb, 2008).

5) Faktor lingkungan

Faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti letak geografis dan iklim. Beberapa daerah menunjukkan
angka kejadian urolithiasis lebih tinggi daripada daerah lain (Purnomo, 2012). Urolithiasis juga lebih banyak terjadi
pada daerah yang bersuhu tinggi dan area yang gersang/ kering dibandingkan dengan tempat/ daerah yang beriklim
sedang (Portis & Sundaram, 2001). Iklim tropis, tempat tinggal yang berdekatan dengan pantai, pegunungan, dapat
menjadi faktor resiko tejadinya urolithiasis (Colella, et al., 2005).
6) Pekerjaan

Pekerjaan yang menuntut untuk bekerja di lingkungan yang bersuhu tinggi serta intake cairan yang dibatasi atau
terbatas dapat memacu kehilangan banyak cairan dan merupakan resiko terbesar dalam proses pembentukan batu
karena adanya penurunan jumlah volume urin (Colella, et al., 2005). Aktivitas fisik dapat mempengaruhi terjadinya
urolithiasis, hal ini ditunjukkan dengan aktivitas fisik yang teratur bisa mengurangi resiko terjadinya batu asam urat,
sedangkan aktivitas fisik kurang dari 150 menit per minggu menunjukkan tingginya kejadian renal calculi seperti
kalsium oksalat dan asam urat (Shamsuddeen, et al., 2013).

7) Cairan

Asupan cairan dikatakan kurang apabila < 1 liter/ hari, kurangnya intake cairan inilah yang menjadi penyebab utama
terjadinya urolithiasis khususnya nefrolithiasis karena hal ini dapat menyebabkan berkurangnya aliran urin/ volume
urin (Domingos & Serra, 2011). Kemungkinan lain yang menjadi penyebab kurangnya volume urin adalah diare
kronik yang mengakibatkan kehilangan banyak cairan dari saluran gastrointestinal dan kehilangan cairan yang berasal
dari keringat berlebih atau evaporasi dari paru-paru atau jaringan terbuka. (Colella, et al., 2005).
8) Co-Morbiditi

Hipertensi berhubungan dengan adanya hipositraturia dan hiperoksalauria (Kim, et al., 2011). Hal ini dikuatkan oleh
Shamsuddeen, et al., (2013) yang menyatakan bahwa kalsium oksalat (34,8%), asam urat (25%) dan magnesium
(42,9%) pada pasien hipertensi dapat menjadi penyebab terjadinya urolithiasis dan pada umumnya diderita pada
perempuan (69%). Prevalensi pasien diabetes mellitus yang mengalami urolithiasis meningkat dari tahun 1995 sebesar
4,5% menjadi 8,2% pada tahun 2010 (Antonelli, et al, 2014). Urolithiasis yang dikarenakan diabetes mellitus terjadi
karena adanya resiko peningkatan asam urat dan kalsium oksalat yang membentuk batu melalui berbagai mekanisme
patofisiologi (Wong, 2015). Selain itu, diabetes mellitus juga dapat meningkatkan kadar fosfat (25%) dan magnesium
(28,6%) yang menjadi alasan utama terjadinya renal calculi atau urolithiasis pada pasien diabetes mellitus
(Shamsuddeen, et al., 2013).
2.6
Patofisiologi
Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena dasar.

1. Supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk batu, termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau
benda asing dapat bertindak sebagai matriks kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh membentuk
struktur kristal mikroskopis. Kalkuli yang terbentuk memunculkan gejala saat mereka membentur ureter
waktu menuju vesica urinaria.

2. Adanya pengendapan bahan kalkuli matriks kalsium di papilla renalis, yang biasanya merupakan plakat
Randall (yang selalu terdiri dari kalsium fosfat). Kalsium fosfat mengendap di membran dasar dari Loop of
Henle yang tipis, mengikis ke interstitium, dan kemudian terakumulasi di ruang subepitel papilla renalis.
Deposit subepitel, yang telah lama dikenal sebagai plak Randall, akhirnya terkikis melalui urothelium
papiler. Matriks batu, kalsium fosfat, dan kalsium oksalat secara bertahap diendapkan pada substrat untuk
membentuk kalkulus pada traktus urinarius.
2.7
Manifestasi Klinik
manifestasi klinis dari penyakit batu ginjal yang timbul berhubungan dengan ukuran batu, lokasi
batu, obstruksi aliran urin, pergerakan batu, dan infeksi (O'Callaghan, 2009 ).

Penyakit batu ginjal bisa


Tanda dan gejalanya seperti : dibedakan dalam lokasi, yaitu :
1. Batu yang terjebak pada ureter
A. Gejala gastrointestinal : mual, muntah,
a. Gelombang nyeri luar biasa,
diare dan nyeri hebat. akut dan kolik menyebar ke paha
dan genetalia kolik ureteral
B. Gejala iritasi : dysuria, urgensi, dan
b. Merasa ingin berkemih
frekuensi keluar sedikit dan darah
2. Batu yang terjebak pada
C. Hematuria
kandung kemih
D. Rasa panas dan terbakar di pinggang a. Gejala iritasi
b. Infeksi traktus urinarius
E. Distensi pelvis ginjal
c. Hematuria
F. Peningkatan suhu (demam) d. Retensi urined
e. Obstruksi
2.8
Diagnosis dan Diagnosis
Banding
· Keluhan

Bervariasi, mulai dari tanpa keluhan, sakit pinggang ringan hingga berat (kolik), disuria, hematuria, retensi urine, dan
anuria. Keluhan tersebut dapat disertai dengan penyulit seperti demam dan tanda gagal ginjal.

· Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit batu saluran kemih seperti obesitas, hiperparatiroid primer,
malabsorbsi gastrointestinal, penyakit usus atau pankreas.

· Riwayat pola makan

sebagai predisposisi batu pada pasien, antara lain asupan kalsium, cairan yang sedikit, garam yang tinggi, buah dan sayur
kurang, serta makanan tinggi purin yang berlebihan, jenis minuman yang dikonsumsi, jumlah dan jenis protein yang
dikonsumsi.

· Riwayat pengobatan dan suplemen seperti probenesid, inhibitor protease, inhibitor lipase, kemoterapi, vitamin C, vitamin
D, kalsium, dan inhibitor karbonik anhidrase. Apabila pasien mengalami demam atau ginjal tunggal dan diagnosisnya
diragukan, maka perlu segera dilakukan pencitraan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum : Hipertensi, demam, anemia, syok

Pemeriksaan fisik urologi

1. Sudut kostovertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok, dan pembesaran ginjal


2. Supra simfisis : Nyeri tekan, teraba batu, buli kesan penuh
3. Genitalia eksterna : Teraba batu di uretra
4. Colok dubur : Teraba batu di buli-buli (palpasi bimanual)
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah dan urinalisa. Pemeriksaan darah berupa
hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, dan hitung jenis darah, apabila pasien akan direncanakan untuk diintervensi,
maka perlu dilakukan pemeriksaan darah berupa, ureum, kreatinin, uji koagulasi (activated partial thromboplastin
time/aPTT, international normalised ratio/INR), natrium, dan kalium. Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
kalsium dan atau C-reactive protein (CRP).

Pemeriksaan urine rutin digunakan untuk melihat eritrosuria, leukosuria, bakteriuria, nitrit, pH urine, dan atau kultur
urine.

Analisis komposisi batu sebaiknya dilakukan apabila didapatkan sampel batu pada pasien BSK. Pemeriksaan analisis
batu yang dianjurkan menggunakan sinar X terdifraksi atau spektroskopi inframerah.

Pemeriksaan lainnya yaitu kadar hormon PTH dan kadar vitamin D, bila dicurigai hiperparatiroid primer.
Pencitraan

Diagnosis klinis sebaiknya dilakukan dengan pencitraan yang tepat untuk membedakan yang dicurigai batu ginjal atau
batu ureter. Evaluasi pada pasien termasuk anamnesis dan riwayat medis lengkap serta pemeriksaan fisik. Pasien dengan
batu ureter biasanya mengeluh adanya nyeri, muntah, kadang demam, namun dapat pula tidak memiliki gejala. 3
Pencitraan rutin antara lain, foto polos abdomen (kidney-ureter-bladder/KUB radiography). Pemeriksaan foto polos
dapat membedakan batu radiolusen dan radioopak serta berguna untuk membandingkan saat follow-up.

USG merupakan pencitraan yang awal dilakukan dengan alasan aman, mudah diulang, dan terjangkau. USG juga dapat
mengidentifikasi batu yang berada di kaliks, pelvis, dan UPJ. USG memiliki sensitivitas 45% dan spesifisitas 94% untuk
batu ureter serta sensitivitas 45% dan spesifisitas 88% untuk batu ginjal. Pemeriksaan CT- Scan non kontras sebaiknya
digunakan mengikuti pemeriksaan USG pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut karena lebih akurat
dibandingkan IVP.
CT-Scan non kontras menjadi standar diagnostik pada nyeri pinggang akut. CT-Scan non kontras dapat menentukan
ukuran dan densitas batu. CT-Scan dapat mendeteksi batu asam urat dan xantin. 7,8 Pemeriksaan CT-Scan non kontras
pada pasien dengan IMT <30, dapat menggunakan dosis rendah dengan sensitivitas 86% pada batu ureter <3 mm dan
100% pada >3 mm.9 Pada studi meta-analisis menunjukkan bahwa dosis rendah CT-Scan dapat mendiagnosis BSK
dengan sensitivitas 96,6% (95%CI 95,0-97,8) dan spesifisitas 94,9% (95%CI 92,0-97,0). 10Pemeriksaan urografi intravena
(IVP) dapat dipakai sebagai pemeriksaan diagnostik apabila CT-Scan non kontras tidak memungkinkan.

Pada wanita hamil, paparan radiasi dapat menyebabkan efek teratogenik dan karsinogenesis. USG menjadi modalitas
pencitraan utama pada pasien hamil dengan kecurigaan adanya kolik renal. Namun, perubahan fisiologis pada wa- nita
hamil dapat menyerupai gejala obstruksi ureter. MRI dapat digunakan sebagai modalitas lini kedua untuk menilai adanya
obstruksi saluran kemih dan dapat melihat batu sebagai ‘filling defect’. MRI 1,5 T merupakan pemeriksaan yang
direkomendasikan pada wanita hamil. Penggunaan gadolinium tidak rutin digunakan pada wanita hamil karena memiliki
efek toksik pada janin. Untuk deteksi BSK selama kehamilan, penggunaan CT-Scan dosis rendah memiliki nilai prediksi
positif 95,8% dibandingkan MRI (80%) dan USG (77%). Penggunaan CT-Scan direkomendasikan pada wanita hamil
sebagai pilihan modalitas terakhir.
Pemeriksaan dengan kontras dapat dilakukan bila direncanakan penatalaksanaan BSK yang memerlukan anatomi dan
fungsi ginjal. CT-Scan non kontras juga memberikan informasi cepat secara 3D termasuk ukuran dan densitas batu, jarak
antara kulit dan batu, serta anatomi sekitarnya, namun dengan konsekuensi adanya paparan radiasi. Pemeriksaan dengan
zat kontras tidak anjurkan pada pasien dengan alergi kontras dan penurunan fungsi ginjal, konsumsi metformin, dan
mielomatosis.
Diagnosis Banding

-batu ginjal

> Pielonefritis akut

> Adenocarcinoma ginjal

> Tumor sel transisional siustem pelvokalises

> TBC ginjal

> nekrosis papiler

> Infark ginjal


- Batu ureter

> Tumor primer ureter

> Sumbatan bekuan darah dari ginjal

> Pielonefritis akut

-Batu buli

>Hipertroti prostat

> Striktur uretra

> Tumor vesica bertangkai

-Pada anak

> Phimosis atau paraphimosis

> Striktur uretra congenital

> Katup urethra porterior bertangkai


2.9
Tatalaksana
Tujuan dalam panatalaksanaan medis pada urolithiasis adalah untuk menyingkirkan batu, menentukan jenis batu, mencegah
penghancuran nefron, mengontrol infeksi, dan mengatasi obstruksi yang mungkin terjadi (Brunner & Suddart, 2015;
Rahardjo & Hamid, 2004). Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar
tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/ terapi pada batu saluran kemih adalah
jika batu telah menimbulkan obstruksi dan infeksi. Beberapa tindakan untuk mengatasi penyakit urolithiasis adalah dengan
melakukan observasi konservatif (batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa intervensi), agen disolusi
(larutan atau bahan untuk memecahkan batu), mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal: ureterorenoscopy (URS), Percutaneous
Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/ ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi, nefrektomi, pyelolithotomi,
uretrolithotomi, sistolithotomi (Brunner & Suddart, 2015; Gamal, et al., 2010; Purnomo, 2012; Rahardjo & Hamid, 2004).
2.10
Pencegahan
Cara mencegah batu ginjal yaitu dengan menjalankan gaya hidup yang sehat. Di antaranya adalah:

● Banyak minum air putih, yaitu sekitar 2-3 liter setiap hari. Hal ini dapat mencegah penderita dari dehidrasi dan
mencegah produk limbah tubuh terlalu pekat yang berisiko membentuk batu ginjal. Dalam kondisi cuaca panas,
disarankan minum lebih banyak lagi.
● Tidak berlebihan dalam mengonsumsi makanan sarat kalsium. Konsumsi suplemen kalsium juga sebaiknya
dikonsultasikan lebih dahulu pada dokter.
● Mengurangi konsumsi daging, unggas, atau ikan untuk mencegah batu jenis asam urat.
2.11
Komplikasi
Batu mungkin dapat memenuhi seluruh pelvis renalis sehingga dapat menyebabkan obstruksi total pada ginjal, pasien
yang berada pada tahap ini dapat mengalami retensi urin sehingga pada fase lanjut ini dapat menyebabkan hidronefrosis
dan akhirnya jika terus berlanjut maka dapat menyebabkan gagal ginjal yang akan menunjukkan gejala-gejala gagal
ginjal seperti sesak, hipertensi, dan anemia (Colella, et al., 2005; Purnomo, 2012). Selain itu stagnansi batu pada saluran
kemih juga dapat menyebabkan infeksi ginjal yang akan berlanjut menjadi urosepsis dan merupakan kedaruratan
urologi, keseimbangan asam basa, bahkan mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh
(Colella, et al., 2005; Portis & Sundaram, 2001; Prabowo & Pranata, 2014).
2.12
Prognosis
Menurut Gaol dan Mochtar (2014), penanganan batu saluran kemih
dilakukan dengan pengenalan sedini mungkin. Tatalaksana awal yang
dilakukan adalah evaluasi faktor risiko batu saluran kemih. Terapi
diberikan untuk mengatasi keluhan dan mencegah serta mengobati
gangguan akibat batu saluran kemih. Pengambilan batu dapat dilakukan
dengan pembedahan/ litotripsi dan yang terpenting adalah pengenalan
faktor risiko sehingga diharapkan dapat memberikan hasil pengobatan
dan memberikan pencegahan timbulnya batu saluran kemin yang lebih
baik.
Daftar Pustaka
Dave C. 2017. Nephrolithiasis. Medscape. https://emedicine.medscape.com/article/437096-overview. Dec 12. 2017.
Accessed Jan. 16, 2018.

Evan AP, Coe FL, Lingeman JE, Shao Y, Sommer AJ, Bledsoe SB, et al. Mechanism of formation of human calcium
oxalate renal stones on Randall's plaque. Anat Rec (Hoboken). 2007 Oct. 290(10):1315-23

Gaol, Hasiana Lumban. Mochtar, Chaidir Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Batu Saluran Kemih. Edisi 4. Jakarta:
Media Aesculapius

Atlas Histologi d iFiore

Anda mungkin juga menyukai