SKENARIO 1
BLOK 3.2
Dosen Pengampu:
dr. Miftahurrahmah, Sp.BA
Kelompok 3 :
Khildan Muhammad Zulfi (G1A120026)
Ajeng Triana (G1A120027)
Fando (G1A120029)
Arahman (G1A120030)
Aufa Khairunnisa (G1A120031)
Irene Fairuz Sulthana (G1A120033)
Alvina Damayanti (G1A120034)
Fajar Fernanda Riyadi (G1A120035)
Angely Pitaloka Saff Putri (G1A120036)
Wisnu Wardana (G1A120037)
Seorang pria berusia 48 tahun datang ke polikinik Rumah Sakit diantar oleh keluarganya
dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 3 hari yang lalu. Keluhan mulai dirasakan pasien
selama 1 minggu terakhir dan bertambah berat. Pasien juga mengeluhkan saat berkemih hanya
sedikit-sedikit dan disertai dengan nyeri, nyeri pinggang kiri juga dirasakan hilang timbul serta
pasien merasa buang air kecil tidak puas dan urin berwarna keruh. Pasien pernah mengalami
hal yang sama 1 bulan yang lalu serta pernah kencing berpasir. Pasien memiliki riwayat
penyakit gout arthritis sejak 1 tahun terakhir tetapi tidak rutin minum obat, dan tidak ada
riwayat penyakit kronis lain. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan (+)
suprasimfisis dan regio flank serta nyeri ketok costovertebrae (+).
Anda sebagai dokter umum yang bertugas menyarankan pasien untuk dilakukan
pemeriksaan x-ray dan pemeriksaan laboratorium darah.
I. Klarifikasi istilah
1. Poliklinik
Balai pengobatan umum, fungsinya untuk merawat pasien atau rawat inap.
2. Berkemih
Proses pelepasan urin dari kandung kemih melalui uretra.
3. Gout artrithis
Peradangan pada sendi yang diakibatkan tingginya kadar asam urat.
4. Penyakit kronis
Penyakit yang terjadi persisten (terus-menerus) dan berlangsung lama.
5. Pemeriksaan fisik
Proses yang dilakukan ahli medis kepada pasien untuk menemukan tanda
klinis suatu penyakit.
6. Suprasimfisis
Daerah di atas simfisis.
7. Regio flank
Regio abdomen di antara costae dan pinggul .
8. Nyeri ketok costovertebrae
Nyeri ketok pada daerah arkus costae yang menunjukkan adanya suatu
penyakit, dilakukan pada saat pemeriksaan fisik perkusi.
9. Pemeriksaan X-ray
Teknik pencitraan medis dengan radiasi elektromagnetik untuk memotret
bagian yang diperiksa. Pemeriksaan X-ray paling sering digunakan dalam
dunia medis.
10. Pemeriksaan laboratorium darah
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui jumlah eritrosit, leukosit, dan
trombosit dalam tubuh.
II. Identifikasi Masalah
11. Bagaimana etiologi dan pathogenesis dari diagnosis sementara pasien? (LI)
1. Ginjal (Ren)
a. Terletak di dinding posterior abdomen ,dilindungi iga-iga (costae)
bagian bawah
b. Di bawah diafragma, disisi-sisi columna vertebra
c. Di belakang peritoneum (retroperitoneal) terletak setinggi vertebra
thoracalis ke 12-lumbalis ke 3 (VT 12—VL 3)
d. Ginjal kanan 12 mm lebih rendah dari kiri karena ada hepar
• Panjang 11 cm
• Lebar 6 cm
• Tebalnya 4 cm
• Berat 150 g
e. Diselimuti dan tertahan oleh massa lemak lalu diselubungi oleh fascia
renalis berupa jaringan fibroelastis
Gambar 2. Renal
(sumber: atlas anatomi manusia sobotta edisi 24)
2. Ureter
Pipa yang mengalirkan urine dari ginjal ke vesica urinaria (VU-kandung
kemih), memiliki panjang: 25-30 cm dan diameter 3 mm, terletak pada
rongga retroperitoneal berjalan ke bawah di depan M. psoas berjalan miring
(oblique) ke dinding posterior VU. Terdiri atas:
a. Pars abdominalis di posterior :di pinggir medial m. psoas major
(terpisah dari ujung proc. transversus L2-L5) ,menyilang bifurcatio
arteri iliaca communis di depan art. Sacroiliaca. Di anterior :ureter
kanan ditutupi pada bagian pangkalnya oleh duodenum bagian kedua ,
terletak lateral dari vena cava inferior serta di belakang peritoneum
posterior.
• Ureter kanan disilang oleh :
a) a.v. testicularis (a.v. ovarica)
b) a.v. colica dextra
c) a.v. ileocolica
• Ureter kiri disilang oleh :
a) a.v. testicularis (a.v. ovarica),
b) a.v. colica sinistra
c) melewati tepi pelvis
d) di belakang colon mesosigmoideum dan colon sigmoideum
Topografi
a. Anterior : symphisis pubis
b. Posterior , pada pria rectum, ujung vas deferens dan vesicula seminalis
sedangkan pada wanita, vagina dan portio supravaginalis cervix.
c. Superior , ditutupi peritoneum , gelungan intestinum tenue dan colon
sigmoideum, pada wanita, corpus uteri tersandar di bagian postero-
superiornya.
d. Lateral , m. levator ani dan m. obturator internus
3. Vesika urinaria
a. Tunika mukosa: epitel transisional dengan jaringan ikat longgar yang
membentuk lamina propria di bawahnya.
b. Tunika muskularis: berkas serat otot polos yang tersusun berlapis dan
arahnya tampak tak beraturan.
c. Tunika serosa: jaringan ikat longgar dengan peritoneum.
4. Urethra
Urethra merupakan suatu saluran fibromuscular yang membawa urine dari
vesika urinaria ke luar tubuh. Urethra terdiri dari lapisan epitel tebal yang
dilapisi epitel kolumnar berlapis pada sejumlah area dan epitel kolumnar
bertingkat di tempat lain, tetapi menjadi epitel skuamosa berlapis di ujung
distal urethra.
Fisiologi[4][5][6][7]
Ginjal berperan lebih besar dalam homeostasis dibandingkan dengan organ
lain. Organ ini mengatur komposisi elektrolit, volume, osmolaritas, dan pH
lingkungan internal serta mengeluarkan semua produk sisa metabolisme tubuh
kecuali CO2 yang dikeluarkan oleh sistem pernapasan. Ginjal melaksanakan
fungsi regulatorik ini dengan mengeluarkan bahan bahan yang tidak diperlukan
tubuh melalui urine, misalnya zat sisa metabolik dan kelebihan garam atau air
yang masuk, sekaligus menahan bahan-bahan yang bermanfaat. Ginjal dapat
mempertahankan konstituen-konstituen plasma yang mereka atur dalam
kisaran sempit yang memungkinkan hidup meskipun terdapat pemasukan dan
pengeluaran yang sangat beragam melalui jalur lain. Sebagai gambaran
besarnya tugas ginjal, sekitar seperempat darah yang dipompa ke dalam
sirkulasi sistemik mengalir ke ginjal untuk disesuaikan dan dibersihkan,
dengan hanya tiga perempat darah yang digunakan untuk memasok semua
jaringan lain.
Ginjal berperan dalam homeostasis melalui cara-cara spesifik berikut:
1. Fungsi Regulasi
a. Ginjal mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar elektrolit CES,
termasuk yang penting dalam mempertahankan eksitabilitas saraf dan
otot.
b. Ginjal membantu mempertahankan pH yang sesuai dengan membuang
kelebihan H+ (asam) atau HCO3-- (basa) di urine.
c. Organ ini membantu mempertahankan volume plasma yang sesuai, yang
penting dalam regulasi jangka-panjang tekanan darah arteri, dengan
mengontrol keseimbangan garam di tubuh. Volume CES, termasuk
volume plasma, mencerminkan jumlah garam total di CES karena Na+
dan anion penyertanya, Cl-, berperan dalam lebih dari 90% aktivitas
osmotik (menahan air) CES.
d. Ginjal mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh yang penting
dalam memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) CES. Peran ini
penting dalam mempertahankan stabilitas volume sel dengan menjaga
air agar tidak berpindah secara osmotik masuk atau keluar sel sehingga
sel tidak membengkak atau menciut.
2. Fungsi Eksresi
a. Ginjal mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme di urine. Jika
dibiarkan menumpuk, produk-produk sisa ini bersifat toksik bagi sel.
b. Ginjal juga mengeluarkan banyak senyawa asing yang masuk ke tubuh.
3. Fungsi Hormon
Ginjal menghasilkan eritropoietin, hormon yang merangsang sumsum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Efek ini berperan dalam
homeostasis dengan membantu mempertahankan kandungan optimal
oksigen darah. Lebih dari 98% oksigen di darah terikat ke hemoglobin di
dalam sel darah merah. Ginjal juga menghasilkan renin, hormon yang
memicu jalur renin-anglotensin-aldosteron untuk mengontrol reabsorpsi
Na+ di tubulus ginjal, yang penting dalam pemeliharaan jangka-panjang
volume plasma dan tekanan darah arteri.
4. Fungsi Metabolik
Ginjal membantu mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Vitamin D esensial untuk menyerap Ca2+ dari saluran cerna. Kaisium, pada
gilirannya, memiliki beragam fungsi homeostatik.
Sekresi Tubulus
Sekresi tubulus melibatkan transpor transepitel dari plasma kapiler
peritubulus ke dalam lumen tubulus. Dengan sekresi tubulus, tubulus ginjal
dapat secara selektif menambahkan bahan-bahan tertentu ke dalam cairan
tubulus. Sekresi suatu bahan mempercepat ekskresinya di urine. Sistem sekresi
terpenting adalah untuk (1) H+ (nnembantu meregulasi keseimbangan asam-
basa); (2) K+ (menjaga konsentrasi plasma pada kadar yang sesuai untuk
mempertahankan eksitabilitas membran jantung, otot, dan saraf); dan (3) ion
organik, (melaksanakan eliminasi senyawa organik asing dari tubuh dengan
lebih efisien.) H+ disekresikan di tubulus proksimal, distal, dan koligentes. K+
disekresikan hanya ditubulus distal dan koligentes di bawah kendali aldosteron.
lon organik hanya disekresikan di tubulus proksimal.
Ekskresi Urine
Dari 125 mL/mnt fltrat yang terbentuk di glomerulus, normalnya hanya 1
mUmnt yang tersisa di tubulus untuk diekskresikan di urine. Hanya zat sisa dan
kelebihan elektrolit yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang tertinggal, larut
dalam H2O dalam volume tertentu untuk dieliminasi melalui urine. Ginjal dapat
mengekskresikan urine dengan volume dan konsentrasi bervariasi untuk
menahan atau mengeluarkan H2O, masing-masing bergantung pada apakah
tubuh mengalami kekurangan atau kelebihan H2O.
Reabsorpsi bervariasi ini dimungkinkan oleh gradien osmotik vertikal di
cairan interstisium medula, yang terbentuk oleh ansa Henle panjang nefron
jukstamedula melalui multiplikasi countercurrent dan dipertahankan oleh vasa
rekta nefron-nefron ini oleh pertukaran countercurrent. Gradien osmotik
vertikal ini, yang terpajan oleh cairan tubulus hipotonik (100 mOsm/liter)
sewaktu cairan mengalir melewati bagian distal nefron, menciptakan gaya
dorong pasif untuk reabsorpsi progresif H2O dari cairan tubulus, tetapi jumlah
sebenarnya dari reabsropsi H2O bergantung pada jumlah vasopresin (hormon
antidiuretik) yang disekresikan. Vasopresin meningkatkan permeabilitas
tubulus distal dan koligentes terhadap H2O; tubulus-tubulus ini impermeabel
terhadap H2O jika tidak terdapat vasopresin. Sekresi vasopresin meningkat
sebagai respons terhadap defisit H2O, dan karenanya reabsorpsi H2O
meningkat. Sekresi vasopresin dihambat sebagai respons terhadap kelebihan
H2O sehingga reabsorpsi H2O berkurang. Dengan cara ini, penyesuaian
reabsorpsi H2O yang dikendalikan oleh vasopresin membantu tubuh
mengoreksi setiap ketidakseimbangan cairan. Setelah terbentuk, urine
terdorong oleh kontraksi peristaltik meialui ureter dari ginjal ke kandung kemih
untuk disimpan sementara.
Faktor Non-Infeksi
1. Penggunaan obat-obatan
• Obat Antidepresan : escitalopram, fluoxetine,fluvoxamine, sertaline
• Obat penenang : diazepam, alprazolam, clobazam
• Obat Diuretik : Thiazide ( indapamide, chlortalidone )
• Obat Antihistamin : tripolidine, hydroxizyne, mebhidrolyn
• Obat Bronkodilator : antikolinergik, agonis beta-2, methylxanthine
2. Kelainan anatomi uretra
Hipospadia adalah salah satu contoh kelainan yang menyebabkan letak
lubang kencing (uretra) bayi laki-laki menjadi tidak normal. Kondisi ini
merupakan kelainan bawaan sejak lahir. Pada kondisi normal, uretra terletak
tepat di ujung penis.
3. Trauma lokal
Trauma lokal ini bisa disebabkan akibat kejadian atau peristiwa yang
menyebabkan trauma pada urogenital pasien sehingga membuat pasien sulit
buang air kecil.
4. BPH, pada laki-laki yang sudah tua, peningkatan enzim 5 alfa reductase
mengkonversi testosterone menjadi dehidotestosteron-> hyperplasia->
ureter menyempit
5. Hipersensitivitas reseptor VU, volume urin sedikit sudah dapat memicu
neuron sensorik terangsang sehingga timbul respon berkemih
6. Lemahnya otot detrusor
2. Secara Mikroskopis[12]
Organik
a. Protein, jumlah normalnya 0 hingga kurang dari 150mg/hari
b. Tidak terdapat glukosa dan benda keton
c. Jumlah eritrosit 0-2/LPB
d. Jumlah leukosit 0-4/LPB
e. Jumlah sel epitel 0-5/LPB
f. Tidak terdapat bakteri dan badan lemak oval
Non organik
a. Bahan amorf
b. Kristal (kristal asam urat, calcium oksalat, triple phosphate, calcium
phosphate, cystine, leucine)
Hyperuricemia
Solubilitas Urate
Berkurang
Kristalisasi Monosodium
Urate meningkat
Kencing Berpasir
9. Apa diagnosis sementara dari pasien?
Jawab : Suspect ureterolithiasis et causa komplikasi gout arthritis
11. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan dan apa interpretasinya?
Jawab :
Pemeriksaan Fisik[17][18]
1. Keadaan Umum (Kesadaran Umum)
2. Vital Sign (Nadi, Respirasi, Temperatur, Tekanan Darah)
3. Status generalisata ( biasanya unnormalnya: pada sudut costovertebrae:
nyeri tekan, nyeri ketok, pembesaran ginjal)
Pemeriksaan penunjang[17][18]
1. Urinalisis, Pemeriksaan darah
Darah Rutin (WB EDTA) Nilai Normal
Leukosit 3,8-10,6 (10^3 )
Eritrosit 4,4-5,9 (juta/mikroliter)
Hb 13,2-17,3 (g/dl)
Ht 40-52 (%)
MCV 80-100 (femtoliter/fl)
MCH 26-34 (picogram/pg)
MCHC 32-36 (%)
Trombosit 150-440 (103/mikoliterdarah)
Diff count
Eosinofil 2-4 (%)
Basofil 0-1 (%)
Neutrofil 50-70 (%)
Limfosit 25-40 (%)
Monosit 2-8 (%)
Kimia Klinik
Ureum 10,0-50,0 mg/dl
Glukosa sewaktu <125 mg/dl
Creatinin 0,70-1,10 mg/dl
Kalium 3,5-5,0 mmol/L
Natrium 135-145 mEq/liter
Chlorida 95,0-105 mmol/L
Calsium 9,1-10,4 mg/dl
Sedimen Urin
White cell cast(leukosit) 1-5/hpf
RBC 0-3/hpf
Epitel 0-2/hpf
Bakteri <2/hpf atau 1000/ml
Kristal Negative
Patogenesis[19]
Secara umum, komplikasi yang bisa terjadi pada pasien adalah acute kidney
failure, infeksi saluran kemih, dan urosepsis.
Ketika batu sudah terbentuk di saluran sistem urinaria, maka aliran urin
sendiri akan terhambat dan memicu aliran balik ke ginjal lagi atau backflow.
Aliran balik ke ginjal ini akan menghambat glomerulus dalam proses memfilter
darah sehingga terjadilah acute kidney failure atau gagal ginjal akut sehingga
produk sampah di tubuh gagal untuk dikeluarkan. Selain itu, batu yang
menyebabkan urin tidak mengalir juga akan menjadi tempat yang baik untuk
bakteri berkembang biak sehingga bisa terjadi infeksi saluran kemih, baik itu
pielonefritis ataupun sistitis. Apabila bakteri penyebab infeksi saluran kemih
ini berhasil keluar dari lumen saluran kemih misalnya karena perforasi, maka
akan terjadi infeksi sistemik atau urosepsis yang sangat berbahaya. [26]
18. Bagaimana prevesi yang harus dilakukan pasien?
Jawab :
Pencegahan batu yang efektif tergantung pada penanganan penyebab
pembentukan batu. Umumnya, untuk mencegah episode pertama pembentukan
batu atau episode sekundernya, diperlukan manajemen diet yang tepat dan
penggunaan obat-obatan. Pencegahan utama penyakit batu melalui intervensi
diet adalah inisiatif kesehatan masyarakat berbiaya rendah dengan implikasi
sosial yang besar. Dengan demikian, manajemen nutrisi adalah strategi
pencegahan terbaik terhadap urolitiasis.
Terlepas dari etiologi yang mendasari dan pengobatan penyakit batu, pasien
harus diinstruksikan untuk meningkatkan asupan air mereka untuk
mempertahankan output urin minimal 2 liter per hari. Perubahan gaya hidup
yang sederhana dan terpenting untuk mencegah penyakit batu adalah dengan
memperbanyak minum air putih/cairan. Asupan cairan yang cukup
mengurangi saturasi urin dan mengencerkan promotor kristalisasi CaOx.
Rekomendasi diet harus disesuaikan berdasarkan kelainan metabolisme
individu. Untuk hiperoksaluria absorptif, diet rendah oksalat dan peningkatan
asupan kalsium direkomendasikan.
Asupan natrium yang tinggi meningkatkan risiko batu dengan mengurangi
reabsorpsi kalsium tubulus ginjal dan meningkatkan kalsium urin. Pembatasan
protein hewani juga dianjurkan karena protein hewani memberikan
peningkatan beban asam karena kandungan asam amino yang mengandung
sulfur yang tinggi. Dengan demikian, asupan protein yang tinggi mengurangi
pH urin dan tingkat sitrat dan meningkatkan ekskresi kalsium urin melalui
reabsorpsi tulang. Oleh karena itu, jika Anda memiliki urin yang sangat asam,
Anda mungkin perlu mengurangi makan daging, ikan, dan unggas serta
menghindari makanan yang mengandung vitamin D. Sebaliknya, peningkatan
asupan buah dan sayuran yang kaya potasium dianjurkan.
Orang yang membentuk batu kalsium dulu disuruh menghindari produk
susu dan makanan lain dengan kandungan kalsium tinggi. Namun, orang
dengan kecenderungan pembentukan batu ginjal tidak disarankan untuk
membatasi asupan kalsium kecuali telah diketahui bahwa ia memiliki
penggunaan kalsium yang berlebihan. Penurunan asupan kalsium
menyebabkan peningkatan penyerapan oksalat usus, yang dengan sendirinya
dapat menyebabkan peningkatan risiko pembentukan batu. Suplemen kalsium
dapat mengurangi penyerapan oksalat karena kalsium mengikat oksalat
makanan di lumen usus. Namun, manfaat mengonsumsi pil kalsium masih
kontroversial. Vitamin C telah terlibat dalam pembentukan batu karena in vivo
konversi asam askorbat menjadi oksalat. Oleh karena itu, pembatasan
suplementasi vitamin C direkomendasikan.
Untuk pencegahan batu kalsium oksalat, sistin, dan asam urat, urin harus
dibasakan dengan makan makanan tinggi buah dan sayuran, mengonsumsi
sitrat tambahan atau resep, atau minum air mineral alkali. Untuk pembentuk
batu asam urat, asam urat perlu dikontrol, dan untuk pembentuk batu sistin,
asupan natrium dan protein perlu dibatasi. Untuk pencegahan kalsium fosfat
dan batu struvite, urin harus diasamkan. Untuk batu struvite, pengasaman urin
adalah satu-satunya langkah yang paling penting. Pasien harus menerima
tindak lanjut yang cermat untuk memastikan bahwa infeksi telah sembuh.
Namun, modalitas pengobatan saat ini tidak efisien untuk mencegah urolitiasis,
dan penelitian lebih lanjut diperlukan.
Selain itu pencegahan pembentukan batu juga dilakukan dengan
meningkatkan asupan sitrat yang bisa didapatkan dari lemon. Karena sitrat
adalah inhibitor terbentuknya kristal, sitrat di urin berikatan dengan kalsium
sehingga mencegah ion pembentuk batu seperti oksalat ataupun fosfat
berikatan dengan kalsium.[27][28][29][30][31]
Daftar Pustaka
1. Michael McKinley, Valarie O’Loughlin.2012.Human Anatomy 3rd edition.New
York:Mc Grow Hill company. Hal. 828-834
2. Mescher, Anthony L.2011. Histologi Dasar JUNQUERA (Edisi 12). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal. 325 dan 339
3. Tim Histologi FKUI. Penuntun praktikum histologi. 2th ed. Jakarta : Dian Rakyat, 2013.
4. Guyton,A.C., Hall, J.E.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 13. Jakarta: EGC,2019.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem2 ed 8. Jakarta: EGC, 2015.
6. Guyton,A.C., Hall, J.E.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC, 2012.
7. Hall, John E. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Singapore:
Elsevier, 2016. 307 – 308
8. Guyton A, Hall JE. Guyton and Hall buku ajar fisiologi kedokteran, ed 13. Singapore:
Elsevier. 2016
9. American Family Phsician. Dysuria: Evaluation and Differential Diagnosis in Adults.
10. buku ilmu penyakit dalam ed.6 jilid.2 halaman 2128
11. Jurnal Abdurrahim Rasyid Lubis, Fiblia. Divisi Nefrologi dan Hipertensi – Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan tentang “kalik”
12. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6 Volume 2, Alih Bahasa, Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
13. Gandasoebrata. 2007. Penuntun Laboratorium. Jakarta : Dian Rakyat.
14. Ahmad F, Marco M, Adi P. Nefrolitiasis. Majority. 2016;5(2): 69—73
15. Daudon M, Frochot V. Crystalluria. Clin Chem Lab Med. 2015. DOI 10.1515/cclm-
2015-0860.
16. Fenando A, Widrich J. Gout. 2021 Aug 14. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan–. PMID: 31536213.
17. Marco Manza Adi Putra dan Ahmad Fauzi. (2016) . Nefrolitiasis. Majority Medical
Journal of Lampung University. vol. 5, no. 2.
18. Annisa. Astrid. Indana, Yosia. (2016). Urolithiasis. Laporan Kasus. SMF Ilmu Bedah
RSUD Syamsudin Sukabumi.
19. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta. Interna Publishing: 2014.
20. Dave C. 2017. Nephrolithiasis.
Medscape.https://emedicine.medscape.com/article/437096-overview. Dec 12. 2017.
Accessed Jan. 16, 2018.
21. Evan AP, Coe FL, Lingeman JE, Shao Y, Sommer AJ, Bledsoe SB, et al. Mechanism
of formation of human calcium oxalate renal stones on Randall's plaque. Anat Rec
(Hoboken). 2007 Oct. 290(10):1315-23
22. Marco Manza Adi Putra dan Ahmad Fauzi. (2016) . Nefrolitiasis. Majority Medical
Journal of Lampung University. vol. 5, no. 2.
23. Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2013.
24. Jurnal Shofa samiroh Adli, ANALISIS PREVALENSI, KARAKTERISTIK, FAKTOR
RISIKO KASUS BATU KANDUNG KEMIH DI RUMAH SAKIT PMI KOTA
BOGOR PADA TAHUN 2015 SAMPAI 2017 Fakultas kedoktera UIN Syarif
Hidayatullah jakarta 2018
25. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke VI, Jilid II, BAB NEFROUROLOGI,
Halaman 2137
26. Thakore P, Liang TH. Urolithiasis. [Updated 2021 Jun 18]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Tersedia pada :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559101/
27. Urology Care Foundation (2018). Kidney Stones
28. NHS Choices UK (2016). Health A-Z. Kidney Stones.
29. Mayo Clinic (2018). Disease & Conditions. Kidney Stones.
30. Stephens, C. Healthline (2018). Kidney Stones.
31. Tidy, C. Patient (2017). Kidney Stones.