Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1
BLOK 3.2

Dosen Pengampu:
dr. Miftahurrahmah, Sp.BA

Kelompok 3 :
Khildan Muhammad Zulfi (G1A120026)
Ajeng Triana (G1A120027)
Fando (G1A120029)
Arahman (G1A120030)
Aufa Khairunnisa (G1A120031)
Irene Fairuz Sulthana (G1A120033)
Alvina Damayanti (G1A120034)
Fajar Fernanda Riyadi (G1A120035)
Angely Pitaloka Saff Putri (G1A120036)
Wisnu Wardana (G1A120037)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021/2022
Blok 3.2
Skenario 1

Seorang pria berusia 48 tahun datang ke polikinik Rumah Sakit diantar oleh keluarganya
dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 3 hari yang lalu. Keluhan mulai dirasakan pasien
selama 1 minggu terakhir dan bertambah berat. Pasien juga mengeluhkan saat berkemih hanya
sedikit-sedikit dan disertai dengan nyeri, nyeri pinggang kiri juga dirasakan hilang timbul serta
pasien merasa buang air kecil tidak puas dan urin berwarna keruh. Pasien pernah mengalami
hal yang sama 1 bulan yang lalu serta pernah kencing berpasir. Pasien memiliki riwayat
penyakit gout arthritis sejak 1 tahun terakhir tetapi tidak rutin minum obat, dan tidak ada
riwayat penyakit kronis lain. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan (+)
suprasimfisis dan regio flank serta nyeri ketok costovertebrae (+).

Anda sebagai dokter umum yang bertugas menyarankan pasien untuk dilakukan
pemeriksaan x-ray dan pemeriksaan laboratorium darah.
I. Klarifikasi istilah
1. Poliklinik
Balai pengobatan umum, fungsinya untuk merawat pasien atau rawat inap.
2. Berkemih
Proses pelepasan urin dari kandung kemih melalui uretra.
3. Gout artrithis
Peradangan pada sendi yang diakibatkan tingginya kadar asam urat.
4. Penyakit kronis
Penyakit yang terjadi persisten (terus-menerus) dan berlangsung lama.
5. Pemeriksaan fisik
Proses yang dilakukan ahli medis kepada pasien untuk menemukan tanda
klinis suatu penyakit.
6. Suprasimfisis
Daerah di atas simfisis.
7. Regio flank
Regio abdomen di antara costae dan pinggul .
8. Nyeri ketok costovertebrae
Nyeri ketok pada daerah arkus costae yang menunjukkan adanya suatu
penyakit, dilakukan pada saat pemeriksaan fisik perkusi.
9. Pemeriksaan X-ray
Teknik pencitraan medis dengan radiasi elektromagnetik untuk memotret
bagian yang diperiksa. Pemeriksaan X-ray paling sering digunakan dalam
dunia medis.
10. Pemeriksaan laboratorium darah
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui jumlah eritrosit, leukosit, dan
trombosit dalam tubuh.
II. Identifikasi Masalah

1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi system urinari!


2. Bagaimana mekanisme dan fisiologi berkemih?
3. Apa saja faktor yang menyebabkan kesulitan berkemih?
4. Mengapa pasien mengalami nyeri di pinggang?
5. Apa ciri-ciri urin normal?
6. Mengapa urin pasien berwarna keruh?
7. Mengapa kencing pasien berpasir?
8. Apa hubungan gout arthritis dengan keadaan pasien saat ini?
9. Apa diagnosis sementara dari pasien?
10. Apa diagnosis banding dari pasien?
11. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan dan apa interpretasinya?
12. Bagaimana etiologi dan pathogenesis dari diagnosis sementara pasien?
13. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis sementara pasien?
14. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis sementara pasien?
15. Bagaimana prognosis dari diagnosis sementara pasien?
16. Bagaimana tatalaksana untuk diagnosis sementara pasien?
17. Apa saja komplikasi dari penyakit pasien?
18. Bagaimana prevensi yang harus dilakukan pasien?

III. Brainstorming/Curah Pendapat


1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi system urinari!
Jawab :
a. Anatomi
• Renal (dextra & sinistra) terdiri dari korteks, medula dan pelvis,
• ureter (dextra & sinistra),
• vesica urinaria, dan
• uretra.
b. Histologi
• Tunika mukosa : epitel transisional dengan jaringan ikat longgar
dibawahnya.
• Tunika muskularis : terdiri dari tunika muskularis circular dan tunika
muscularis longitudinal.
• Tunika adventitia : jaringan ikat longgar dengan peritoneum
c. Fisiologi
• Renal : Filtrasi, rearbsorpsi dan augmentasi
• Ureter : gerakan peristaltic yang mendorong urine masuk ke vesika
urinaria
• Vesika urinaria : Tempat penyimpanan sementara urine (150-400 ml)
• Urethra : Tempat pengeluaran urine

2. Bagaimana mekanisme dan fisiologi berkemih?


Jawab :
Proses berkemih merupakan siklus pengisian dan pengosongan kandung
kemih. Terdiri dari dua langkah utama:
a. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah
kedua.
b. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya
menimbulkan kesadaran dan keinginan untuk berkemih.

3. Apa saja faktor yang menyebabkan kesulitan berkemih? (LI)

4. Mengapa pasien mengalami nyeri di pinggang?


Jawab :
Pada keadaan pasien sekarang, kemungkinan nyeri pinggang diakibatkan
penyakit gout arthritis yang pernah dialaminya, yaitu terjadi penumpukan asam
urat pada sendi dan juga dicurigai adanya pembentukan batu ginjal. Nyeri
akibat batu saluran kemih dapat terjadi melalui 2 mekanisme:
a. Dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor nyeri
b. Iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang akan disertai
edem dan pelepasan dari mediator nyeri.
5. Apa ciri-ciri urin normal?
Jawab :
pH 6, berwarna kuning jernih hingga kuning, berbau amonia, tidak
mengandung protein dan glukosa.

6. Mengapa urin pasien berwarna keruh?


Jawab :
Urin berwarna keruh karena adanya penyakit atau keadaan tertentu misalnya
batu ginjal, infeksi saluran kemih, dan dehidrasi.

7. Mengapa kencing pasien berpasir?


Jawab :
Kristaluria adalah ekskresi dari kristal dalam urin yang merupakan tanda
adanya supersaturasi dari urin dan dapat ditemukan pada keadaan urin yang
fisiologis dan juga patologis. Ukuran kristal kurang dari 5 mm dapat keluar
dengan sendirinya tetapi ukuran kristal yang lebih dari 5 mm akan
terpresipitasi, menyumbat serta menyebabkan terbentuknya kalkulus.

8. Apa hubungan gout arthritis dengan keadaan pasien saat ini?


Jawab :
Banyaknya MSU (monosodium urat) pada jaringan pasien sehingga
menyebabkan pembengkakan /inflamasi. Komplikasi bisa terjadi batu ginjal
karena apabila kristal lebih besar dapat menyumbat saluran kemih.

9. Apa diagnosis sementara dari pasien?


Jawab :
Suspect urolithiasis et causa komplikasi gout arthritis

10. Apa diagnosis banding dari pasien?


Jawab :
Uretrolithiasis, tumor ginjal, BPH, nefrolithiasis, infeksi saluran kemih
11. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan dan apa interpretasinya?
Jawab :
Pemeriksaan yang dilakukan ada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
a. Pemeriksaaan fisik: keadaan umum, pemeriksaan tanda vital, dan status
generalisata.
b. Pemeriksan penunjang: urinalisis, pemeriksaan darah, dan foto rontgen
abdomen.

11. Bagaimana etiologi dan pathogenesis dari diagnosis sementara pasien? (LI)

13. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis sementara pasien? (LI)

14. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis sementara pasien? (LI)

15. Bagaimana prognosis dari diagnosis sementara pasien? (LI)

16. Bagaimana tatalaksana untuk diagnosis sementara pasien? (LI)

17. Apa saja komplikasi dari penyakit pasien? (LI)

18. Bagaimana prevensi yang harus dilakukan oleh pasien? (LI)


IV. Analisis Masalah
1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi system urinari!
Jawab :
Anatomi[1]
Sistem urinarius, merupakan salah satu sistem ekskretorius tubuh yang
berperan penting dalam memelihara homeostasis air dan konsentrasi elektrolit
tubuh. Struktur sistema urinaria adalah:

a. 2 ginjal (ren) → menghasilkan urine


b. 2 ureter→membawa urine dari ginjal ke vesica urinaria (kandung kemih)
c. 1 vesica urinaria (VU) →urine dikumpulkan
d. 1 urethra → urine dikeluarkan dari VU

Gambar 1. Traktus Sistem Urinarius


(sumber: atlas anatomi manusia sobotta, edisi 24)

1. Ginjal (Ren)
a. Terletak di dinding posterior abdomen ,dilindungi iga-iga (costae)
bagian bawah
b. Di bawah diafragma, disisi-sisi columna vertebra
c. Di belakang peritoneum (retroperitoneal) terletak setinggi vertebra
thoracalis ke 12-lumbalis ke 3 (VT 12—VL 3)
d. Ginjal kanan 12 mm lebih rendah dari kiri karena ada hepar
• Panjang 11 cm
• Lebar 6 cm
• Tebalnya 4 cm
• Berat 150 g
e. Diselimuti dan tertahan oleh massa lemak lalu diselubungi oleh fascia
renalis berupa jaringan fibroelastis

Gambar 2. Renal
(sumber: atlas anatomi manusia sobotta edisi 24)

f. Organ-organ disekitar ginjal:


• Ginjal kanan
Superior : glandula adrenal (supra renalis)
Anterior : lobus kanan hepar, duodenum dan colon pada flexura
hepatica
Posterior : diafragma, otot-otot dinding posterior abdomen
• Ginjal kiri
Superior : glandula adrenal (supra renalis)
Anterior : limpa (lien), lambung (gaster), pancreas, jejenum dan
colon pada flexura lienalis
Posterior : diafragma, otot-otot dinding posterior abdomen
g. Lapisan pembungkus ginjal
• Fascia (fascia renalis)
• Jaringan lemak perirenal
• Kapsula yang sebenarnya capsula fibrosa yang mudah dikuliti pada
ginjal normal tetapi melekat kuat pada suatu organ yang mengalami
inflamasi

2. Ureter
Pipa yang mengalirkan urine dari ginjal ke vesica urinaria (VU-kandung
kemih), memiliki panjang: 25-30 cm dan diameter 3 mm, terletak pada
rongga retroperitoneal berjalan ke bawah di depan M. psoas berjalan miring
(oblique) ke dinding posterior VU. Terdiri atas:
a. Pars abdominalis di posterior :di pinggir medial m. psoas major
(terpisah dari ujung proc. transversus L2-L5) ,menyilang bifurcatio
arteri iliaca communis di depan art. Sacroiliaca. Di anterior :ureter
kanan ditutupi pada bagian pangkalnya oleh duodenum bagian kedua ,
terletak lateral dari vena cava inferior serta di belakang peritoneum
posterior.
• Ureter kanan disilang oleh :
a) a.v. testicularis (a.v. ovarica)
b) a.v. colica dextra
c) a.v. ileocolica
• Ureter kiri disilang oleh :
a) a.v. testicularis (a.v. ovarica),
b) a.v. colica sinistra
c) melewati tepi pelvis
d) di belakang colon mesosigmoideum dan colon sigmoideum

b. Pars pelvica , di dinding lateral pelvis , di depan a. iliaca interna persis


di depan spina ischiadica , berjalan ke depan dan medial untuk
memasuki vesica urinaria.

c. Pars intravesicalis, berjalan oblik sepanjang dinding vesica urinaria


kira-kira ¾ inci (2 cm) memiliki lapisan otot vesicae yang sama dengan
sfingter atau katup pada bagian akhir ureter.
3. Vesika Urinaria
Letak: antero-inferior pelvis minor pada saat kosong, tepat di belakang os
pubis, terdapat pada rongga retroperitoneal

Three-sided pyramid shape


a. Apex : anterior→lig. umbilicale medianum
b. Basis : postero-inferior
2 sides inferolateral, 1 side superior.

Topografi
a. Anterior : symphisis pubis
b. Posterior , pada pria rectum, ujung vas deferens dan vesicula seminalis
sedangkan pada wanita, vagina dan portio supravaginalis cervix.
c. Superior , ditutupi peritoneum , gelungan intestinum tenue dan colon
sigmoideum, pada wanita, corpus uteri tersandar di bagian postero-
superiornya.
d. Lateral , m. levator ani dan m. obturator internus

Gambar 3. Vesica Urinaria


(sumber: atlas anatomi manusia sobotta, edisi 24)
4. Uretra
Uretra merupakan saluran dari collum Vesika Urinaria menuju orificium
urethra externum. Panjang uretra pada pria : 19-20 cm; sedangkan pada
wanita : 4 cm
Sphincter urethra externa
a. di diafragma urogenital → otot-otot dasar panggul
b. pada wanita: dekat orificium urethra externum
c. pada pria: di urethra membranosa

Uretra Pria, terdiri atas 3 pars yaitu;


a. Pars prostatica, melewati prostat ±3 cm (1 ¼ inci), dinding posterior
• peninggian longitudinal—crista urethralis, tiap sisi terdapat celah
sempit—sinus prostaticus yang terdiri dari 15-20 muara kelenjar
prostat
• pertengahan crista urethralis ada tonjolan—colliculus seminalis
(verumontanum)→membuka ke arah utriculus prostaticus.
• orificium dari utriculus prostaticus terdapat pembukaan ductus
ejaculatorius
b. Pars Membranasea, panjang 2 cm (¾ inci), menembus sphincter
externa urethra dan membrana fascia perinealis yang menutupi bagian
superficial sphincter.
c. Pars Spongiosa, panjang 15 cm (6 inci), dalam corpus spongiosum
penis, berjalan ke atas dan ke depan menuju bawah symphisis pubis,
lalu menekuk ke bawah dan ke depa .
Gambar 4. Urethra Pria
(sumber: atlas anatomi manusia sobotta edisi 24)

Uretra Wanita, panjang 4 cm (1,5 inci), 2,5 cm di belakang clitoris, sphincter


urethrae dekat di depan vagina. Uretra wanita merupakan struktur yang lemah.
Pengaturan vesica urinaria sangat tergantung pada sphincter interna.

Gambar 5. urethra Wanita

(sumber: atlas anatomi manusia sobotta edisi 24)


Histologi[2][3]
1. Ginjal
Setiap ginjal memiliki sisi medial cekung, yaitu hilus tempat masuknya
saraf, keluarnya ureter serta masuk dan keluarnya pembuluh darah dan
pembuluh limfe, serta memiliki permukaan lateral yang cembung,
keduanya dilapisi oleh suatu simpai fibrosa tipis. Ujung atas ureter yang
disebut pelvis renalis, terbagi menjadi dua atau tiga calix major. Cabang
yang lebih kecil yang muncul dari calix major yaitu calix minor. Area yang
mengelilingi calix, disebut sinus renalis, biasanya mengandung sejumlah
jaringan adiposa.
Ginjal memiliki korteks di luar dan medulla di dalam. Setiap ginjal terdiri
atas 1-1,4 juta unit fungsional disebut nefron. Di dalam jaringan korteks
ginjal terdapat:
a. Korpus malpighi: terdiri atas 2 macam bangunan, yaitu kapsul Bowman
dan glomerulus.
b. Glomerulus: bangunan khas berbentuk bundar yang tersusun atas vasa
aferen.
c. Tubulus kontortus proksimal: tersusun atas sel selapis kuboid dengan
batas sel yang sukar dilihat, inti sel bundar dan terletak berjauhan satu
sama lain, serta memiliki paras sikat.
d. Tubulus kontortus distal: tersusun atas selapis sel kuboid dengan batas
antar sel yang jelas, jarak inti sel satu dan lainnya berdekatan, serta
tidak memiliki paras sikat.
e. Arteri & vena interlobular: sering terletak berdampingan, dan dapat
terpotong memanjang atau melintang.
f. Kolumna renalis bertini: jaringan korteks ginjal yang menjorok ke
medulla dan membentuk kolom yang mengisi celah antara medulla dan
piramid.
g. Medulla ginjal: daerah berbentuk pyramid dan mempunyai prosesus
Ferreini yang terdiri atas ansa henle pars desenden, ansa henle segmen
tipis, ansa henle pas asenden, dan ductus koligentes.
2. Ureter
a. Tunika mukosa: epitel transisional dengan jaringan ikat longgar yang
membentuk lamina propria di bawahnya.
b. Tunika muskularis: lapis otot longitudinal (dalam), lapis otot sirkular
(tengah), lapis otot longitudinal (luar).
c. Tunika serosa: jaringan ikat longgar.

3. Vesika urinaria
a. Tunika mukosa: epitel transisional dengan jaringan ikat longgar yang
membentuk lamina propria di bawahnya.
b. Tunika muskularis: berkas serat otot polos yang tersusun berlapis dan
arahnya tampak tak beraturan.
c. Tunika serosa: jaringan ikat longgar dengan peritoneum.

4. Urethra
Urethra merupakan suatu saluran fibromuscular yang membawa urine dari
vesika urinaria ke luar tubuh. Urethra terdiri dari lapisan epitel tebal yang
dilapisi epitel kolumnar berlapis pada sejumlah area dan epitel kolumnar
bertingkat di tempat lain, tetapi menjadi epitel skuamosa berlapis di ujung
distal urethra.

Fisiologi[4][5][6][7]
Ginjal berperan lebih besar dalam homeostasis dibandingkan dengan organ
lain. Organ ini mengatur komposisi elektrolit, volume, osmolaritas, dan pH
lingkungan internal serta mengeluarkan semua produk sisa metabolisme tubuh
kecuali CO2 yang dikeluarkan oleh sistem pernapasan. Ginjal melaksanakan
fungsi regulatorik ini dengan mengeluarkan bahan bahan yang tidak diperlukan
tubuh melalui urine, misalnya zat sisa metabolik dan kelebihan garam atau air
yang masuk, sekaligus menahan bahan-bahan yang bermanfaat. Ginjal dapat
mempertahankan konstituen-konstituen plasma yang mereka atur dalam
kisaran sempit yang memungkinkan hidup meskipun terdapat pemasukan dan
pengeluaran yang sangat beragam melalui jalur lain. Sebagai gambaran
besarnya tugas ginjal, sekitar seperempat darah yang dipompa ke dalam
sirkulasi sistemik mengalir ke ginjal untuk disesuaikan dan dibersihkan,
dengan hanya tiga perempat darah yang digunakan untuk memasok semua
jaringan lain.
Ginjal berperan dalam homeostasis melalui cara-cara spesifik berikut:
1. Fungsi Regulasi
a. Ginjal mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar elektrolit CES,
termasuk yang penting dalam mempertahankan eksitabilitas saraf dan
otot.
b. Ginjal membantu mempertahankan pH yang sesuai dengan membuang
kelebihan H+ (asam) atau HCO3-- (basa) di urine.
c. Organ ini membantu mempertahankan volume plasma yang sesuai, yang
penting dalam regulasi jangka-panjang tekanan darah arteri, dengan
mengontrol keseimbangan garam di tubuh. Volume CES, termasuk
volume plasma, mencerminkan jumlah garam total di CES karena Na+
dan anion penyertanya, Cl-, berperan dalam lebih dari 90% aktivitas
osmotik (menahan air) CES.
d. Ginjal mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh yang penting
dalam memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) CES. Peran ini
penting dalam mempertahankan stabilitas volume sel dengan menjaga
air agar tidak berpindah secara osmotik masuk atau keluar sel sehingga
sel tidak membengkak atau menciut.

2. Fungsi Eksresi
a. Ginjal mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme di urine. Jika
dibiarkan menumpuk, produk-produk sisa ini bersifat toksik bagi sel.
b. Ginjal juga mengeluarkan banyak senyawa asing yang masuk ke tubuh.

3. Fungsi Hormon
Ginjal menghasilkan eritropoietin, hormon yang merangsang sumsum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Efek ini berperan dalam
homeostasis dengan membantu mempertahankan kandungan optimal
oksigen darah. Lebih dari 98% oksigen di darah terikat ke hemoglobin di
dalam sel darah merah. Ginjal juga menghasilkan renin, hormon yang
memicu jalur renin-anglotensin-aldosteron untuk mengontrol reabsorpsi
Na+ di tubulus ginjal, yang penting dalam pemeliharaan jangka-panjang
volume plasma dan tekanan darah arteri.

4. Fungsi Metabolik
Ginjal membantu mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Vitamin D esensial untuk menyerap Ca2+ dari saluran cerna. Kaisium, pada
gilirannya, memiliki beragam fungsi homeostatik.

Disamping itu, ginjal juga melakukan beberapa proses untuk menghasilkan


urin, di antaranya :
Filtrasi Glomerulus
1. Filtrat glomerulus diproduksi ketika sebagian plasma mengalir melalui
glomerulus secara pasif menembus membran glomerulus ke dalam lumen
kapsula Bowman.Filtrasi disebabkan oleh tekanan darah kapiler glomerulus
yang tinggi.
2. Dari seluruh curah jantung, 25% disalurkan ke ginjal untuk diproses oleh
mekanisme regulatorik dan ekskretorik ginjal. Dari plasma yang mengalir
ke ginjal, normalnya 20% difiltrasi melalui glomerulus, menghasilkan laju
filtrasi glomerulus (LFG) rerata 125 mL/ mnt. Mekanisme miogenik dan
umpan balik tubulogiomerulus, dipicu oleh aparatus jukstaglomerulus,
melakukan autoregulasi aliran darah glomerulus dan LFG.
3. LFG dapat diubah-ubah dengan mengubah tekanan darah kapiler
glomerulus.Ketika tekanan darah turun terlalu rendah, vasokonstriksi
arteriol aferen yang diinduksi oleh saraf simpatis mengurangi tekanan darah
glomerulus dan LFG. Ketika tekanan darah terialu tinggi, aktivitas simpatis
yang berkurang menyebabkan vasodilatasi arteriol aferen sehingga
menyebabkan peningkatan LFG. Jika LFG berubah, jumlah cairan yang
keluar di urine juga berubah, sehingga volume plasma dapat disesuaikan
untuk membantu memulihkan tekanan darah ke normal dalam jangka-
panjang.
4. Filtrat glomerulus bersifat bebas dari protein dan komponen sel, termasuk
eritrosit.Sedangkan sebagian besar garam dan molekul organik
konsentrasinya hampir sama dengan konsentrasi plasma.
Reabsorpsi Tubulus
1. Setelah filtrat terbentuk, tubulus menangani setiap bahan secara tersendiri
sehingga meskipun konsentrasi semua konstituen di filtrat glomerulus awal
identik dengan konsentrasinya di plasma (kecuali protein plasma),
konsentrasi berbagai konstituen mengalami perubahan bervariasi sewaktu
cairan filtrat mengalir melalui sistem tubulus.
2. Kapasitas reabsorpsi tubulus sangatlah besar. Lebih dari 99% plasma yang
terfiltrasi dikembalikan ke darah melalui reabsorpsi. Secara rerata, 124 mL
dari 125 mL yang terfiltrasi per menit direabsorpsi.
3. Reabsorpsi tubulus melibatkan transpor transepitel dari lumen tubulus ke
dalam plasma kapiler peritubulus.
4. Proses penting yang berkaitan dengan sebagian besar proses reabsorpsi
adalah reabsorpsi aktif Na+ yang dijalankan oleh suatu pembawa Na+-K+
ATPase dependen-energi di membran basolateral sel tubulus. Transpor Na+
keluar sei ke ruang lateral antara sel-sel oleh pembawa ini menyebabkan
reabsorpsi neto Na+ dari lumen tubulus ke plasma kapiler peritubulus.
5. Sebagian besar reabsorpsi Na+ berlangsung di awal nefron secara konstan
dan tidak diatur, tetapi di tubulus distal dan koligentes, reabsorpsi sebagian
kecil Na+ yang terfiltrasi berlangsung bervariasi dan berada di bawah
kontrol, bergantung terutama pada sistem renin-angiotensin-aldosteron.
6. Na+ dan anion penyertanya, Cl-, adalah ion aktif osmotik utama di CES,
volume CES ditentukan oleh jumlah total Na+ di tubuh. Volume plasma,
yang mencerminkan volume CES total, penting dalam penentuan jangka-
panjang tekanan darah arteri. lika jumlah Na+, volume CES, volume plasma,
dan tekanan darah arteri di bawah normal, aparatus jukstaglomerulus ginjal
akan mengeluarkan renin, suatu hormon yang menyebabkan peningkatan
sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron meningkatkan
reabsorpsi Na+ dari bagian distat tubulus sehingga mengoreksi penurunan
Na+, volume CES, dan tekanan darah.
7. Reabsorpsi natrium dihambat oleh peptida natriuretik, ANP dan BNP, suatu
hormon yang masing-masing dikeluarkan oleh atrium dan ventrikel jantung
sebagai respons terhadap ekspansi volume CES dan peningkatan tekanan
darah yang ditimbulkannya. Selain menyebabkan reabsorpsi Na+, energi
yang digunakan untuk memasok pembawa Na+ -K+ ATPase akhirnya
berperan dalam reabsorpsi molekul nutrien organik (glukosa atau asam
amino) dari tubulus proksimal melalui mekanisme transpor aktif sekunder.
8. Elektrolit lain yang secara aktif direabsorpsi oleh tubulus, misainya P043-
dan Ca2+, memiliki sistem pembawa independen masing-masing di tubulus
proksimal.
9. Karena karier elektrolit dan nutrien dapat jenuh, masing-masing
memperlihatkan kapasitas transpor maksimal, atau Tm. Jika beban filtrasi
bahan yang aktif direabsorpsi melebihiTm, reabsorpsi berlangsung dengan
laju maksimal yang konstan sementara kelebihan jumlah yang difiltrasi akan
diekskresikan di urine. Reabsorpsi aktif Na+ juga mendorong reabsorpsi
pasif H2O (melalui osmosis), dan urea (menuruni gradien konsentrasi urea
yang tercipta akibat reabsorpsi osmotis ekstensif H2O). Enam puluh lima
persen H2O yang difiltrasi direabsorpsi dari tubulus proksimal tanpa diatur,
didorong oleh reabsorpsi aktif Na+. Reabsorpsi H2O meningkatkan
konsentrasi bahan-bahan lain yang tertinggal di cairan tubulus, yang
sebagian besar adalah produk sisa yang terfiltrasi. Molekulmolekul urea
yang kecil adalah satu-satunya produk sisa yang dapat secara pasif
menembus membran tubulus. Karena itu, urea adalah satu-satunya bahan
sisa yang secara parsial direabsorpsi (50%) karena mengalami pemekatan.
10. Produk-produk sisa lainnya, yang tidak direabsorpsi, tetap berada di urine
dengan konsentrasi tinggi.

Sekresi Tubulus
Sekresi tubulus melibatkan transpor transepitel dari plasma kapiler
peritubulus ke dalam lumen tubulus. Dengan sekresi tubulus, tubulus ginjal
dapat secara selektif menambahkan bahan-bahan tertentu ke dalam cairan
tubulus. Sekresi suatu bahan mempercepat ekskresinya di urine. Sistem sekresi
terpenting adalah untuk (1) H+ (nnembantu meregulasi keseimbangan asam-
basa); (2) K+ (menjaga konsentrasi plasma pada kadar yang sesuai untuk
mempertahankan eksitabilitas membran jantung, otot, dan saraf); dan (3) ion
organik, (melaksanakan eliminasi senyawa organik asing dari tubuh dengan
lebih efisien.) H+ disekresikan di tubulus proksimal, distal, dan koligentes. K+
disekresikan hanya ditubulus distal dan koligentes di bawah kendali aldosteron.
lon organik hanya disekresikan di tubulus proksimal.
Ekskresi Urine
Dari 125 mL/mnt fltrat yang terbentuk di glomerulus, normalnya hanya 1
mUmnt yang tersisa di tubulus untuk diekskresikan di urine. Hanya zat sisa dan
kelebihan elektrolit yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang tertinggal, larut
dalam H2O dalam volume tertentu untuk dieliminasi melalui urine. Ginjal dapat
mengekskresikan urine dengan volume dan konsentrasi bervariasi untuk
menahan atau mengeluarkan H2O, masing-masing bergantung pada apakah
tubuh mengalami kekurangan atau kelebihan H2O.
Reabsorpsi bervariasi ini dimungkinkan oleh gradien osmotik vertikal di
cairan interstisium medula, yang terbentuk oleh ansa Henle panjang nefron
jukstamedula melalui multiplikasi countercurrent dan dipertahankan oleh vasa
rekta nefron-nefron ini oleh pertukaran countercurrent. Gradien osmotik
vertikal ini, yang terpajan oleh cairan tubulus hipotonik (100 mOsm/liter)
sewaktu cairan mengalir melewati bagian distal nefron, menciptakan gaya
dorong pasif untuk reabsorpsi progresif H2O dari cairan tubulus, tetapi jumlah
sebenarnya dari reabsropsi H2O bergantung pada jumlah vasopresin (hormon
antidiuretik) yang disekresikan. Vasopresin meningkatkan permeabilitas
tubulus distal dan koligentes terhadap H2O; tubulus-tubulus ini impermeabel
terhadap H2O jika tidak terdapat vasopresin. Sekresi vasopresin meningkat
sebagai respons terhadap defisit H2O, dan karenanya reabsorpsi H2O
meningkat. Sekresi vasopresin dihambat sebagai respons terhadap kelebihan
H2O sehingga reabsorpsi H2O berkurang. Dengan cara ini, penyesuaian
reabsorpsi H2O yang dikendalikan oleh vasopresin membantu tubuh
mengoreksi setiap ketidakseimbangan cairan. Setelah terbentuk, urine
terdorong oleh kontraksi peristaltik meialui ureter dari ginjal ke kandung kemih
untuk disimpan sementara.

2. Bagaimana mekanisme dan fisiologi berkemih?


Jawab :
a. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang. Dalam keadaan normal, seseorang akan
merasa ingin berkemih pada saat kandung kemih berisi sekitar 400 ml (350-
500 ml). Urin yang memasuki kandung kemih akan meningkatkan tekanan
intravesika sampai secara bertahap. Pada kandung kemih ketegangan akan
meningkat seiring dgn meningkatnya volume urin dlm organ tersebut. Jari-
jaripun bertambah. Akibatnya akan terjadi refleks kontraksi dinding
kandung kemih oleh otot detrusor. Peningkatan tekanan intravesica
meningkat secara bertahap. Pada saat yang sama terjadi relaksasi sfingter
internus, diikuti oleh relaksasi sfingter eksternus, dan akhirnya terjadi
pengosongan kandung kemih. [8]

Gambar 7. Tekanan intravesica


Gambar 8. Fisiologi proses miksi
(sumber: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall, 2013)

b. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih)


Reflek berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhya
bersifat autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang di otak.
Refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari (1)
peningkatan tekanan yang cepat dan progresif, (2) periode tekanan
yang dipertahankan dan (3) kembalinya tekanan ke tonus basal
kandung kemih
Kontraksi miksi dihasilkan dari refleks regang yang terbangkit oleh
reseptor sensorik regang di dalam kandung kemih terutama daerah
urethra posterior. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih
dikirimkan ke segmen sakralis medula spinalis melalui nervus pelvikus
dan kemudian dikembalikan secara refleks ke kandung kemih melalui
serat parasimpatif menggunakan persarafan yang sama. Bila kandung
kemih hanya terisi sebagian, kontraksi ini akan berelaksasi secara
spontan. Otot detrusor akan berhenti berkontraksi dan tekanan turun ke
nilai dasar. Bila refleks berkemih ini gagal, setidak-tidaknya akan
menimbulkan kesadaran atau keinginan untuk berkemih. [8]
Fasilitasi dan Inhibisi Miksi oleh Otak
Otot kandung kemih akan meregang dan mengirimkan sinyal melalui
medula spinalis. Sinyal ini diteruskan sampai pusat berkemih pada lobus
frontalis pada daerah yang disebut dengan area detrusor piramidalis.
Otak dapat mencegah berkemih, bahkan ketika refleks berkemih
muncul, yaitu dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada
sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapat waktu yang baik
untuk berkemih. Jika sudah tiba saat berkemih, pusat cortical dapat
merangsang pusat miksi sacral untuk membantu mencetuskan refleks
berkemih dan dalam waktu yang bersamaan menghambat sfingter
eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi.
Biasanya seluruh urine akan dikeluarkan dan hanya akan menyisakan 5—
10 ml urine dalam kandung kemih. [8]

Gambar 9. Fasilitas dan inhibisi miksi oleh otak


3. Apa saja faktor yang menyebabkan kesulitan berkemih?
Jawab :
Faktor yang menyebabkan kesulitan berkemih dibagi menjadi 2 yaitu factor
infeksi dan faktor non infeksi.[9]
Faktor Infeksi:
1. Sistitis
sistitis adalah penyakit kronis yang menyebabkan peradangan, nyeri, dan
tekanan di kandung kemih. Kendati dikenal sebagai sindrom nyeri kandung
kemih, rasa sakit dapat menjalar hingga panggul, ginjal, dan area sekitarnya.
Sistitis merupakan salah satu penyakit kandung kemih dapat mengganggu
fungsi organ tersebut dalam menyimpan dan mengeluarkan urine (air
kencing). Pasien akan lebih sering merasa ingin buang air kecil, tapi volume
air kencing yang keluar hanya sedikit atau bisa disebut juga disuria.
2. Uretritis
Uretritis adalah peradangan atau pembengkakan yang terjadi pada uretra,
yaitu saluran yang membawa urine dari kandung kemih ke luar tubuh.
Kondisi ini menyebabkan dorongan untuk buang air kecil semakin
meningkat dan penderita akan merasa nyeri ketika buang air kecil. Namun
akibat pembengkakan dari uretra tersebut urine menjadi sulit dikeluarkan
3. Infeksi menular seksual
Infeksi menular seksual atau penyakit menular seksual adalah infeksi yang
menular melalui hubungan intim. Penyakit ini dapat ditandai dengan ruam
atau lepuhan dan rasa nyeri di area kelamin. IMS hanya sebagian kecil faktor
dari penyebab disuria karena gejala utama yang ditimbulkan dari IMS ini
adalah infeksi yang terjadi pada alat kelamin pasien.
4. Vaginitis
Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang ditandai dengan rasa gatal di
vagina dan keputihan. Keputihan yang dialami penderita vaginitis ini berbau
tidak sedap. Akibat dari peradangan ini pasien sering mengeluhkan nyeri
dan susah saat ingin membuang air kecil.

Faktor Non-Infeksi
1. Penggunaan obat-obatan
• Obat Antidepresan : escitalopram, fluoxetine,fluvoxamine, sertaline
• Obat penenang : diazepam, alprazolam, clobazam
• Obat Diuretik : Thiazide ( indapamide, chlortalidone )
• Obat Antihistamin : tripolidine, hydroxizyne, mebhidrolyn
• Obat Bronkodilator : antikolinergik, agonis beta-2, methylxanthine
2. Kelainan anatomi uretra
Hipospadia adalah salah satu contoh kelainan yang menyebabkan letak
lubang kencing (uretra) bayi laki-laki menjadi tidak normal. Kondisi ini
merupakan kelainan bawaan sejak lahir. Pada kondisi normal, uretra terletak
tepat di ujung penis.
3. Trauma lokal
Trauma lokal ini bisa disebabkan akibat kejadian atau peristiwa yang
menyebabkan trauma pada urogenital pasien sehingga membuat pasien sulit
buang air kecil.
4. BPH, pada laki-laki yang sudah tua, peningkatan enzim 5 alfa reductase
mengkonversi testosterone menjadi dehidotestosteron-> hyperplasia->
ureter menyempit
5. Hipersensitivitas reseptor VU, volume urin sedikit sudah dapat memicu
neuron sensorik terangsang sehingga timbul respon berkemih
6. Lemahnya otot detrusor

4. Mengapa pasien mengalami nyeri di pinggang?


Jawab :
Nyeri pinggang adalah suatu kondisi berupa nyeri di daerah lumbosakral
yang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Secara umum, faktor penyebab
nyeri pinggang adalah karena kelainan kongenital, tumor, trauma, toksisitas,
kelainan metabolik misalnya osteoporosis, artritis, infeksi, serta psikologis.
Keluhan nyeri pinggang, berasal dari berbagai komponen pada tulang belakang
yang mengandung saraf sensoris, termasuk ligament, jaringan, perios vertebra,
anulus fibrosus, fascia dan otot paravertebra, termasuk pembuluh darah dan
saraf.
Terbatasnya elastisitas otot, gerakan sendi, atau terbatasnya fungsi tendon
dan pemendekan fascia menyebabkan ketidak-mampuan fungsi pinggang,
sehingga menyebabkan keluhan nyeri pinggang.
Melihat dari keadaan pasien, kemungkinan nyeri pinggang diakibatkan
penyakit gout arthritis yang pernah dialaminya, dan juga dicurigai adanya
pembentukan batu asam urat. Penderita batu sering mendapatkan keluhan rasa
nyeri pada pinggang ke arah bawah dan depan.
Penyakit gout (arthritis gout) adalah penyakit sendi yang disebabkan oleh
tingginya asam urat di dalam darah, dan jika melebihi batas normal
menyebabkan penumpukan asam urat di dalam persendian dan organ tubuh
lainnya.
Tingginya kadar asam urat terkandung dalam darah dapat membentuk batu
ginjal. Batu ginjal terbentuk dari beberapa zat yang disaring dalam ginjal. Bila
zat tersebut mengendap dan tidak bisa keluar bersama urine maka membentuk
batu ginjal. Batu yang tersangkut akan mengakibatkan pelebaran sehingga
menyebabkan rasa nyeri yang hebat.
Nyeri akibat batu saluran kemih dapat terjadi melalui 2 mekanisme:
1. Dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor nyeri
2. Iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang akan disertai
edem dan pelepasan dari mediator nyeri.
Mekanisme nyeri yang berasal dari ginjal terdiri dari dua tipe yaitu kolik
renal dan non kolik renal. Kolik renal terjadi karena peningkatan tekanan
dinding dan peregangan dari sistem genitourinary. Non kolik renal disebabkan
oleh distensi dari kapsul renal. Peningkatan tekanan pelvis renal oleh karena
obstruksi berupa batu akan menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin
yang secara langsung menyebabkan spasme otot ureter. kontraksi otot polos
ureter ini akan menyebabkan gangguan peristaltik dan pembentukan laktat
secara lokal. Akumulasi dari laktat ini akan menyebabkan iritasi serabut syaraf
pada dinding ureter. Serabut syaraf ini akan mengirimkan sinyal ke dorsal root
ganglia dari spinal cord dan akan di interpretasikan sebagai nyeri pada korteks
serebri.
Reseptor nyeri pada traktus urinari bagian atas berperan dalam persepsi
nyeri dari kolik renalis. Reseptor ini terletak pada bagian sub mukosa dari
pelvis renalis, calyx, capsula renalis, dan ureter pars superior. Terjadinya
distensi yang akut merupakan faktor penting dalam perkembangan nyeri kolik
renalis daripada spasme, iritasi lokal, atau hiperperistaltik ureter. Rangsangan
pada peri pelvis capsula renalis menyebabkan nyeri pada regio flank,
sedangkan rangsangan pada pelvis renalis dan calyx menyebabkan nyeri
berupa kolik renalis.
Iritasi pada mukosa juga dapat ditangkap oleh kemoreseptor pada pelvis
renalis dengan derajat yang bervariasi, tetapi iritasi ini berperan sangat kecil
dalam terjadinya nyeri kolik renalis atau kolik ureter. Serat-serat nyeri dari
ginjal terutama saraf-saraf simpatis preganglion mencapai medula spinalis
setinggi T11-L2 melalui nervus dorsalis. Sinyal transmisi dari nyeri ginjal
muncul terutama melalui traktus spinothalamikus.
Pada ureter bagian bawah, sinyal nyeri juga didistribusikan melalui saraf
genito-femoral dan ilio-inguinal. sedangkan Nervus erigentes, menginervasi
ureter intramural dan kandung kemih. [10][11]

Gambar 10. Mekanisme nyeri

5. Apa ciri-ciri urin normal?


Jawab :
1. Secara Makroskopis[12]
a. Volume
Satu hingga dua liter dalam 24 jam tetapi sangat bervariasi.
b. Warna
Warna kuning atau kuning sawo tetapi bervariasi sesuai dengan
konsentrasi urine dan diet. Warna disebabkan oleh urochrome (pigmen
dihasilkan dari pemecahan empedu) dan urobilin (dari kerusakan
hemoglobin). Warna urin pekat lebih gelap warnanya. Diet (warna
merah urin dari bit), obat-obatan, dan tertentu penyakit mempengaruhi
warna. Beberapa perubahan warna dan penyebabnya:
• Kuning coklat : bilirubinuria
• Merah : Hematuria, porphyria, dan zat pewarna makanan
• Coklat hitam : hemoglobinuria, myoglobinuria, dan alkaptonuria
• Hijau : kuman pseudomonas aeruginosa
• Putih keruh seperti susu : chyluria dan pyuria berat
c. Kekeruhan
jernih bila baru saja dikeluarkan, tetapi menjadi keruh saat di biarkan
d. Bau
Urin berbau pekat tetapi mirip seperti amonia jika dibiarkan. Beberapa
orang mewarisi kemampuan untuk thylmercaptan dari asparagus
dalam makanan memberi urin bau khas. Urine penderita diabetes
memiliki bau buah karena keberadaan badan keton.
e. pH
berkisar antara 5 dan 6,5; rata-rata 6,0; bervariasi sesuai dengan diet.
Diet tinggi protein meningkat keasaman, diet vegetarian meningkatkan
kebasaan.
f. Berat jenis (densitas)
Berat jenis/densitas adalah perbandingan berat bahan tertentu terhadap
berat air dengan volume yang sama. Pada urin, 1,001-1,035. Semakin
tinggi konsentrasizat terlarut, semakin tinggi berat jenis

2. Secara Mikroskopis[12]
Organik
a. Protein, jumlah normalnya 0 hingga kurang dari 150mg/hari
b. Tidak terdapat glukosa dan benda keton
c. Jumlah eritrosit 0-2/LPB
d. Jumlah leukosit 0-4/LPB
e. Jumlah sel epitel 0-5/LPB
f. Tidak terdapat bakteri dan badan lemak oval
Non organik
a. Bahan amorf
b. Kristal (kristal asam urat, calcium oksalat, triple phosphate, calcium
phosphate, cystine, leucine)

6. Mengapa urin pasien berwarna keruh?


Jawab :
Kekeruhan pada urin dapat disebabkan karena adanya penyakit tertentu
misalnya batu pada saluran kemih, infeksi saluran kemih, dan dehidrasi. Urin
menjadi keruh karena dalam urin terdapat fosfat amorf dan karbonat dalam
jumlah besar, eritrosit, leukosit, sel-sel epitel, chyclus, lemak, dan benda-benda
koloid yang seharusnya tidak ada dalam urin tetapi karenaa suatu penyakit zat-
zat tersebut ada di dalam urin sehingga menyebabkan urin berwarna keruh.[13]

7. Mengapa kencing pasien berpasir?


Jawab :
Kristaluria adalah ekskresi dari kristal dalam urin yang merupakan tanda
adanya supersaturasi dari urin dan dapat ditemukan pada keadaan urin yang
fisiologis dan juga patologis. Kristaluria tergantung pada saturasi dari garam,
inhibitor dan promotor terjadinya kristal serta morfologi dari kristal.
Promotor adalah zat yang diekskresikan oleh ginjal. konsentrasi berlebihan
yang dihasilkan urin dan mengarah pada pembentukan kristal. Promotor utama
kristalisasi adalah ion kalsium, oksalat, urat dan fosfat.
Inhibitor adalah semua zat yang ada dalam urin baik yang disaring oleh
glomerulus maupun yang diproduksi secara lokal oleh sel tubulus yang mampu
bersaing dengan promotor sehingga mampu menghindari atau mencegah
pembentukan, pertumbuhan, agregasi dan/atau adhesi crystal pada tubular
epithelium. Inhibitor: mikromolekul spt magnesium, citrate and pyrophosphate
dan Makromolekul seperti osteopontin, bikunin, matriks protein GLA
(Gamma-Linolenic Acid), protein Tamm-Horsfall atau fragmen 1 urin of
protrombin
Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam
jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang
menginhibisi pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, natrium
hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium
dan oksalat kemudian merekat (adhesi) di inti untuk membentuk campuran
batu.
Ukuran kristal kurang dari 5 mm dapat keluar dengan sendirinya tetapi
ukuran kristal yang lebih dari 5 mm akan terpresipitasi, menyumbat serta
menyebabkan terbentuknya formasi kalkulus. Hal ini kemudian menimbulkan
stasis sehingga menyebabkan gangguan pada saluran kemih. Pertumbuhan
kristal yang diikuti dengan agregasi dan retensi dari kristal dapat menyebabkan
terjadinya pembentukan batu pada ginjal.
Keadaan patologis yang berhubungan dengan kristaluria adalah urolitiasis,
asam urat dan nefropati.[14][15]

8. Apa hubungan gout arthritis dengan keadaan pasien saat ini?


Jawab :
Ketika seseorang mengalami Gout, Hyperuricemia (Asam Urat Tinggi)
merupakan faktor kunci terhadap perkembangan penyakit ini. Hyperuricemia
dapat meningkatkan nukleasi kristal Monosodium Urate dan pertumbuhannya
dengan mengurangi solubilitas (Kemampuan suatu zat kimia tertentu untuk
larut dalam suatu pelarut) untuk Urate. Asam Urat pada darah sendiri terbentuk
dari pemecahan purin yang diekskresi melalui Ginjal.
Pembentukan kristal ini yang dapat mengakibatkan keadaan klinis yang dapat
kita lihat pada skenario, yang mana urin pasien seakan-akan berpasir. Jika
keadaan ini tetap berlanjut ditambah dengan pengendapan kristal-kristal
tersebut pada saluran kencing, Urolithiasis dapat terjadi. Di mana urin
tersumbat pada saluran kencing disebabkan oleh batu. [16]

Hyperuricemia

Solubilitas Urate
Berkurang

Kristalisasi Monosodium
Urate meningkat

Kristal terbentuk setelah


diekskresi dari Ginjal

Kencing Berpasir
9. Apa diagnosis sementara dari pasien?
Jawab : Suspect ureterolithiasis et causa komplikasi gout arthritis

10. Apa diagnosis banding dari pasien?


Jawab :
a. Urinary Track Infection (UTI) / Infeksi Saluran Kemih (ISK)
b. Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

11. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan dan apa interpretasinya?
Jawab :
Pemeriksaan Fisik[17][18]
1. Keadaan Umum (Kesadaran Umum)
2. Vital Sign (Nadi, Respirasi, Temperatur, Tekanan Darah)
3. Status generalisata ( biasanya unnormalnya: pada sudut costovertebrae:
nyeri tekan, nyeri ketok, pembesaran ginjal)

Pemeriksaan penunjang[17][18]
1. Urinalisis, Pemeriksaan darah
Darah Rutin (WB EDTA) Nilai Normal
Leukosit 3,8-10,6 (10^3 )
Eritrosit 4,4-5,9 (juta/mikroliter)
Hb 13,2-17,3 (g/dl)
Ht 40-52 (%)
MCV 80-100 (femtoliter/fl)
MCH 26-34 (picogram/pg)
MCHC 32-36 (%)
Trombosit 150-440 (103/mikoliterdarah)
Diff count
Eosinofil 2-4 (%)
Basofil 0-1 (%)
Neutrofil 50-70 (%)
Limfosit 25-40 (%)
Monosit 2-8 (%)
Kimia Klinik
Ureum 10,0-50,0 mg/dl
Glukosa sewaktu <125 mg/dl
Creatinin 0,70-1,10 mg/dl
Kalium 3,5-5,0 mmol/L
Natrium 135-145 mEq/liter
Chlorida 95,0-105 mmol/L
Calsium 9,1-10,4 mg/dl
Sedimen Urin
White cell cast(leukosit) 1-5/hpf
RBC 0-3/hpf
Epitel 0-2/hpf
Bakteri <2/hpf atau 1000/ml
Kristal Negative

2. Foto Rontgen Abdomen (BNO) yang digunakan untuk melihat adanya


kemungkinan batu radio-opak(putih).
3. Pielografi Intra Vena yang bertujuan melihat keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Pemeriksaan ini dapat terlihat batu yang bersifat radiolusen(hitam).
4. Ultrasonografi (USG) dapat melihat semua jenis batu, melihat ukuran
organ apakah normal atau tidak, apakah ada peebaran atau tidak.
5. urinarius.
Interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang

No Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi


PEMERIKSAAN DARAH RUTIN
1. Hb: 13 g / dL 13,2 – 17,3 g / dL Hb rendah karena <13,2 g/dL
2. Leukosit: 12.000 / mm3 3.800 – 10.600 / mm3 Leukositosis, karena leukosit
> 10.600 / mm3
PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL
3. Ureum : 30 mg/dL 10,0-50,0 mg/dl Normal
4. Creatinin : 1,5 mg/dL 0,70-1,10 mg/dl Jumlah creatinine tinggi
menunjukkan adanya
penurunan fungsi ginjal
URINALISIS
5. Leukosit : 15 sel/LPB 0-4 sel/ LPB Leukosituria menunjukkan
adanya infeksi
6. Eritrosit/ RBC (Red Blood 0-2 sel/LPB Hematuria, karena terdapat
Cell) : 10 sel/LPB eritrosit dalam urin
USG
7. Hidronefrosis sedang Tidak ada pembengkakan Hidronefrosis adalah
ginjal kiri pembengkakan ginjal akibat
penumpukan urine, di mana
urine tidak bisa mengalir dari
ginjal ke kandung kemih. Bisa
disebabkan karena ada
sumbatan pada ureter kiri.
PEMERIKSAAN BNO-IVP
8. Tampak bayangan radio Tidak ada bayangan radio Adanya bayangan radio opak
opak ukuran 5x7 mm opak menunjukkan adanya batu,
setinggi vertebrae lumbal letaknya setinggi vertebrae
IV sinistra lumbal IV sinistra
menunjukkan batu tersebut
berada di ureter

12. Bagaimana etiologi dan pathogenesis dari diagnosis sementara pasien?


Jawab :
Etiologi[19]
Urolithiasis sendiri disebabkan oleh terdapatnya batu di saluran sistem
urinarius. Sekitar 80% dari batu tersebut merupakan batu kalsium, kebanyakan
terdiri dari kalsium oksalat, dan yang lebih jarang adalah kalsium fosfat. Jenis
batu lainnya termasuk yang bisa saja terjadi adalam batu berjenis asam urat
(9%), batu struvite (10%), dan batu sistin (1%).
Faktor resiko terbentuknya batu tersebut diantaranya dikarenakan oleh:
a. Hiperkalsiuria (tingginya kadar kalsium di dalam urin). Hal ini bisa
menjadi penyebab terbentuknya batu ginjal karena berdasarkan persentase,
batu berjenis kalsium adalah batu yang paling sering terjadi.
b. Hiperoksaluria (tingginya kadar oksalat di dalam urin). Karena di urin,
oksalat yang bermuatan negatif akan cenderung berikatan dengan kalsium
yang bermuatan positif sehingga terjadilah kristalisasi.
c. Hiperurikosuria (tingginya kadar asam urat di dalam urin). Tingginya kadar
asam urat di urin bisa memicu kalsium untuk berikatan dengan ion
bermuatan negatif lainnya seperti dengan oksalat ataupun dengan fosfat.
d. Hiporsitraturia. Rendahnya kadar sitrat di urin bisa menyebabkan
terbentuknya batu karena sitrat sendiri bertindak sebagai inhibitor dari
kristalisasi zat terlarut di urin.
e. Rendahnya masukan air bisa menyebabkan terjadinya batu ginjal karena
ginjal akan merespon dengan meningkatkan reabsorbsi air sehingga
kandungan air di urin menurun dan menyebabkan zat terlarut di urin
semakin pekat.
pasien tersebut mengidap penyakit gout arthritis dimana pada penyakit ini,
kadar asam urat tubuh meningkat, sehingga faktor resiko terbentuknya batu
ginjal pada pasien adalah cenderung karena hiperurikosuria.

Patogenesis[19]

Gambar 10. Patogenesis urolithiasis


Kunci utama dalam terbentuknya batu di saluran kemih adalah apabila
terjadinya supersaturasi pada urin. Supersaturasi pada urin maksudnya adalah
kondisi dimana tingginya kadar bahan terlarut sehingga urin tidak bisa
melarutkan lagi bahan terlarut tersebut. Keadaan supersaturasi ini disebabkan
karena terganggunya keseimbangan antara zat pemicu pembentuk batu dan zat
inhibitor pembentuk batu, dalan hal ini zat pembentuk batu pada urin
meningkat sedangkan zat inhibitor pembentuk batunya menurun.

Gambar 11. Penyebab batu saluran kemih

Pada pasien sendiri, karena memiliki riwayat penyakit gout arthritis


sehingga otomatis kadar asam urat di tubuhnya meningkat, maka dapat
disimpulkan, pada urin pasien terjadi peningkatan dari zat pembentuk kristal,
yaitu dari si asam urat yang kemudian akan membuat urin tersupersaturasi
sehingga akan terbentuk kristal kristal yang lama kelamaan beragregasi
menjadi batu yang dapat menyumbat saluran dari sistem urinaria.

13. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis sementara pasien?


Jawab :
Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena
dasar. Fenomena pertama adalah supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk
batu, termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau benda asing dapat
bertindak sebagai matriks kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh
membentuk struktur kristal mikroskopis. Kalkuli yang terbentuk memunculkan
gejala saat mereka membentur ureter waktu menuju vesica urinaria.
Fenomena kedua, yang kemungkinan besar berperan dalam pembentukan
kalkuli kalsium oksalat, adalah adanya pengendapan bahan kalkuli matriks
kalsium di papilla renalis, yang biasanya merupakan plakat Randall (yang
selalu terdiri dari kalsium fosfat). Kalsium fosfat mengendap di membran dasar
dari Loop of Henle yang tipis, mengikis ke interstitium, dan kemudian
terakumulasi di ruang subepitel papilla renalis. Deposit subepitel, yang telah
lama dikenal sebagai plak Randall, akhirnya terkikis melalui urothelium
papiler. Matriks batu, kalsium fosfat, dan kalsium oksalat secara bertahap
diendapkan pada substrat untuk membentuk kalkulus pada traktus
urinarius.[20][21]

14. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis sementara pasien?


Jawab :
Prevalensi penyakit batu saluran kemih diperkirakan sebesar 7% pada
perempuan dewasa dan 13% pada laki-laki dewasa. Empat dari lima pasien
adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga sampai ke empat.
Di Indonesia sendiri, prevalensi tertinggi penyakit batu saluran kemih yaitu
di daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa
Tengah , dan Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%).[22][23]

15. Bagaimana prognosis dari diagnosis sementara pasien?


Jawab :
Prognosis dari penyakit ini tergantung pada modalitas tindakan, di mana
sekitar 80-85% batu dapat keluar secara spontan. Prognosis juga tergantung
dengan tindakan bedah dan pemulihan pasca operasi. Jika pasien sudah sembuh
dari Batu Ginjal, ada kemungkinan batu ginjal tersebut terbentuk kembali. Ada
kemungkinan dapat bersifat herediter sehingga keturunan dari pasien tersebut
dapat mengalami batu ginjal seperti yang dialami olehnya
Angka kekambuhan batu saluran kemih dalam satu tahun 15-17%, 4-5
tahun 50%, 10 tahun 75% dan 95-100% dalam 20-25 tahun. Tingkat risiko
kekambuhan batu saluran kemih adalah bergantung pada jenis batu yang
terbentuk, dan ini akan menentukan penatalaksanaan pasien agar tingkat
kekambuhan menjadi kecil peluangnya untuk kambuh kembali.
Memperhatikan pola diet dan memprbaiki pola hidup setelah pengobatan dapat
menjadi faktor keberlangsungan prognosis yang baik dari penyakit ini.[24]

16. Bagaimana tatalaksana untuk diagnosis sementara pasien?


Jawab :
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis memerlukan rawat inap untuk
memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48
jam.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum
diketahui MO sebagai penyebabnya:
• Analgetik = ketorolak, morfin, morfin sulfat, dan meperidin
• Antiemetik = metoklopramid
• Antidiuretik = desmoprosin
Medical Explusive Therapy ( MET ) diberikan apabila ukuran batu dengan
besar 3-10mm
• Alfa blocker
• Channel blocker
• Kortikosteroid
Pembedahan dilakukan dengan Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
(ESWL ) merupakan prosedur tindakan untuk memecahkan batu di saluran
kemih yang dilakukan dari luar tubuh dengan bantuan gelombang radiasi.[25]
Restriksi Ca jumlah sedang (800 mg/hari) ditambah kombinasi dg tiazid
dan potasium sitrat: mencegah rekurensi batu ginjal dan meningkatkan densitas
tulang.
Terapi medika mentosa dengan pemberian obat anti hiperurisemia
(alopurinol) menghambat konversi purin menjadi asam urat dgn menghambat
enzim xantin oksidase.
17. Apa saja komplikasi dari penyakit pasien?
Jawab :

Gambar 12. Patogenesis batu kalsium oksalat

Secara umum, komplikasi yang bisa terjadi pada pasien adalah acute kidney
failure, infeksi saluran kemih, dan urosepsis.
Ketika batu sudah terbentuk di saluran sistem urinaria, maka aliran urin
sendiri akan terhambat dan memicu aliran balik ke ginjal lagi atau backflow.
Aliran balik ke ginjal ini akan menghambat glomerulus dalam proses memfilter
darah sehingga terjadilah acute kidney failure atau gagal ginjal akut sehingga
produk sampah di tubuh gagal untuk dikeluarkan. Selain itu, batu yang
menyebabkan urin tidak mengalir juga akan menjadi tempat yang baik untuk
bakteri berkembang biak sehingga bisa terjadi infeksi saluran kemih, baik itu
pielonefritis ataupun sistitis. Apabila bakteri penyebab infeksi saluran kemih
ini berhasil keluar dari lumen saluran kemih misalnya karena perforasi, maka
akan terjadi infeksi sistemik atau urosepsis yang sangat berbahaya. [26]
18. Bagaimana prevesi yang harus dilakukan pasien?
Jawab :
Pencegahan batu yang efektif tergantung pada penanganan penyebab
pembentukan batu. Umumnya, untuk mencegah episode pertama pembentukan
batu atau episode sekundernya, diperlukan manajemen diet yang tepat dan
penggunaan obat-obatan. Pencegahan utama penyakit batu melalui intervensi
diet adalah inisiatif kesehatan masyarakat berbiaya rendah dengan implikasi
sosial yang besar. Dengan demikian, manajemen nutrisi adalah strategi
pencegahan terbaik terhadap urolitiasis.
Terlepas dari etiologi yang mendasari dan pengobatan penyakit batu, pasien
harus diinstruksikan untuk meningkatkan asupan air mereka untuk
mempertahankan output urin minimal 2 liter per hari. Perubahan gaya hidup
yang sederhana dan terpenting untuk mencegah penyakit batu adalah dengan
memperbanyak minum air putih/cairan. Asupan cairan yang cukup
mengurangi saturasi urin dan mengencerkan promotor kristalisasi CaOx.
Rekomendasi diet harus disesuaikan berdasarkan kelainan metabolisme
individu. Untuk hiperoksaluria absorptif, diet rendah oksalat dan peningkatan
asupan kalsium direkomendasikan.
Asupan natrium yang tinggi meningkatkan risiko batu dengan mengurangi
reabsorpsi kalsium tubulus ginjal dan meningkatkan kalsium urin. Pembatasan
protein hewani juga dianjurkan karena protein hewani memberikan
peningkatan beban asam karena kandungan asam amino yang mengandung
sulfur yang tinggi. Dengan demikian, asupan protein yang tinggi mengurangi
pH urin dan tingkat sitrat dan meningkatkan ekskresi kalsium urin melalui
reabsorpsi tulang. Oleh karena itu, jika Anda memiliki urin yang sangat asam,
Anda mungkin perlu mengurangi makan daging, ikan, dan unggas serta
menghindari makanan yang mengandung vitamin D. Sebaliknya, peningkatan
asupan buah dan sayuran yang kaya potasium dianjurkan.
Orang yang membentuk batu kalsium dulu disuruh menghindari produk
susu dan makanan lain dengan kandungan kalsium tinggi. Namun, orang
dengan kecenderungan pembentukan batu ginjal tidak disarankan untuk
membatasi asupan kalsium kecuali telah diketahui bahwa ia memiliki
penggunaan kalsium yang berlebihan. Penurunan asupan kalsium
menyebabkan peningkatan penyerapan oksalat usus, yang dengan sendirinya
dapat menyebabkan peningkatan risiko pembentukan batu. Suplemen kalsium
dapat mengurangi penyerapan oksalat karena kalsium mengikat oksalat
makanan di lumen usus. Namun, manfaat mengonsumsi pil kalsium masih
kontroversial. Vitamin C telah terlibat dalam pembentukan batu karena in vivo
konversi asam askorbat menjadi oksalat. Oleh karena itu, pembatasan
suplementasi vitamin C direkomendasikan.
Untuk pencegahan batu kalsium oksalat, sistin, dan asam urat, urin harus
dibasakan dengan makan makanan tinggi buah dan sayuran, mengonsumsi
sitrat tambahan atau resep, atau minum air mineral alkali. Untuk pembentuk
batu asam urat, asam urat perlu dikontrol, dan untuk pembentuk batu sistin,
asupan natrium dan protein perlu dibatasi. Untuk pencegahan kalsium fosfat
dan batu struvite, urin harus diasamkan. Untuk batu struvite, pengasaman urin
adalah satu-satunya langkah yang paling penting. Pasien harus menerima
tindak lanjut yang cermat untuk memastikan bahwa infeksi telah sembuh.
Namun, modalitas pengobatan saat ini tidak efisien untuk mencegah urolitiasis,
dan penelitian lebih lanjut diperlukan.
Selain itu pencegahan pembentukan batu juga dilakukan dengan
meningkatkan asupan sitrat yang bisa didapatkan dari lemon. Karena sitrat
adalah inhibitor terbentuknya kristal, sitrat di urin berikatan dengan kalsium
sehingga mencegah ion pembentuk batu seperti oksalat ataupun fosfat
berikatan dengan kalsium.[27][28][29][30][31]
Daftar Pustaka
1. Michael McKinley, Valarie O’Loughlin.2012.Human Anatomy 3rd edition.New
York:Mc Grow Hill company. Hal. 828-834
2. Mescher, Anthony L.2011. Histologi Dasar JUNQUERA (Edisi 12). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal. 325 dan 339
3. Tim Histologi FKUI. Penuntun praktikum histologi. 2th ed. Jakarta : Dian Rakyat, 2013.
4. Guyton,A.C., Hall, J.E.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 13. Jakarta: EGC,2019.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem2 ed 8. Jakarta: EGC, 2015.
6. Guyton,A.C., Hall, J.E.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC, 2012.
7. Hall, John E. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Singapore:
Elsevier, 2016. 307 – 308
8. Guyton A, Hall JE. Guyton and Hall buku ajar fisiologi kedokteran, ed 13. Singapore:
Elsevier. 2016
9. American Family Phsician. Dysuria: Evaluation and Differential Diagnosis in Adults.
10. buku ilmu penyakit dalam ed.6 jilid.2 halaman 2128
11. Jurnal Abdurrahim Rasyid Lubis, Fiblia. Divisi Nefrologi dan Hipertensi – Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan tentang “kalik”
12. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6 Volume 2, Alih Bahasa, Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
13. Gandasoebrata. 2007. Penuntun Laboratorium. Jakarta : Dian Rakyat.
14. Ahmad F, Marco M, Adi P. Nefrolitiasis. Majority. 2016;5(2): 69—73
15. Daudon M, Frochot V. Crystalluria. Clin Chem Lab Med. 2015. DOI 10.1515/cclm-
2015-0860.
16. Fenando A, Widrich J. Gout. 2021 Aug 14. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan–. PMID: 31536213.
17. Marco Manza Adi Putra dan Ahmad Fauzi. (2016) . Nefrolitiasis. Majority Medical
Journal of Lampung University. vol. 5, no. 2.
18. Annisa. Astrid. Indana, Yosia. (2016). Urolithiasis. Laporan Kasus. SMF Ilmu Bedah
RSUD Syamsudin Sukabumi.
19. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta. Interna Publishing: 2014.
20. Dave C. 2017. Nephrolithiasis.
Medscape.https://emedicine.medscape.com/article/437096-overview. Dec 12. 2017.
Accessed Jan. 16, 2018.
21. Evan AP, Coe FL, Lingeman JE, Shao Y, Sommer AJ, Bledsoe SB, et al. Mechanism
of formation of human calcium oxalate renal stones on Randall's plaque. Anat Rec
(Hoboken). 2007 Oct. 290(10):1315-23
22. Marco Manza Adi Putra dan Ahmad Fauzi. (2016) . Nefrolitiasis. Majority Medical
Journal of Lampung University. vol. 5, no. 2.
23. Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2013.
24. Jurnal Shofa samiroh Adli, ANALISIS PREVALENSI, KARAKTERISTIK, FAKTOR
RISIKO KASUS BATU KANDUNG KEMIH DI RUMAH SAKIT PMI KOTA
BOGOR PADA TAHUN 2015 SAMPAI 2017 Fakultas kedoktera UIN Syarif
Hidayatullah jakarta 2018
25. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke VI, Jilid II, BAB NEFROUROLOGI,
Halaman 2137
26. Thakore P, Liang TH. Urolithiasis. [Updated 2021 Jun 18]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Tersedia pada :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559101/
27. Urology Care Foundation (2018). Kidney Stones
28. NHS Choices UK (2016). Health A-Z. Kidney Stones.
29. Mayo Clinic (2018). Disease & Conditions. Kidney Stones.
30. Stephens, C. Healthline (2018). Kidney Stones.
31. Tidy, C. Patient (2017). Kidney Stones.

Anda mungkin juga menyukai