Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan Cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis
kebutuhan ini memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh dengan hampir 90% dari total
berat badan. Kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal, kulit, paru-paru
dan gastrointestinal.
Sistem perkemihan merupakan sistem pengeluaran zat-zat metabolisme tubuh yang
tidak berguna lagi bagi tubuh yang harus dikeluarkan (eliminasi) dari dalam tubuh karena
dapat menjadi racun. Proses eliminasi ini dapat dibagi menjadi elimainasi urine (buang air
kecil) dan eliminasi alvi (buang air besar).
Gangguan saluran kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau Uretra. Ginjal,
Uretra, Kandung kemih adalah organ-organ yang menyusun saluran kemih. Fungsi utama
dari saluran ini adalah untuk membuang air dan sisa metabolisme dan mengeluarkannya
sebagai urin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaskud dengan anamnesa gangguan perkemihan?
2. Bagaimana pemeriksan penunjangnya?
3. Bagaimana pemeriksaan fisik pada pielonepritis, batu saluran kemih dan gagal ginjal ?
4. Bagaimana tindakan pada gangguan kebutuhan cairan?
5. Bagaimana cara melakukan evaluasi kebutuhan cairan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui maksud dari anamnesa gangguan perkemihan
2. Mengetahui pemeriksaan penunjang
3. Mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik pada pielonepritis, batu saluran kemih dan
gagal ginjal
4. Mengetahui tindakan pada gangguan kebutuhan cairan
5. Mengetahui cara melakukan evaluasi kebutuhan cairan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anamnesis Gangguan Sistem Perkemihan


Anamnesis merupakan suatu waancara kapada klien yang ditunjukkan unttuk mengetahui
secara dini penyakit yang kemungkinana diderita oleh klien. Anamnesis merupakan suatu
pengumpulan data adalaah mengumpulkan informasi yang sistematik tentang klien termasuk
kekuatan dan kelemahan klien. Data yang dikumpulkan dari klien (autoanamnesa) atau dari
orang lain (alloanamnesa), yaitu keluarga, orang terdekat dan masyarakat.

Data yang diperoleh dari proses anamnesis merupakan data subjektif. Data subjektif
menunjukan presepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan. Klien mengungkapkan
presepsi dan perasaan subjektif seperti harga diri atau nyeri. Data subjektif adalah informasi yang
diucapkan oleh klien kepada perawat selama wawancara atau pengkajian keperawatan, yaitu
komentar yang didengaar oleh perawat. Daata subjektif biasa disebut “gejala”. Data subjektif
atau gejala adalah fenomena yang dialami oleh klien dan mungkin suatu permulaan kebiasaan
dari sensasi normal klien. Contoh : saya merasa sakit dan perih ketika buang air kecil, perut saya
teasa melilit, badan saya sakit semua, dll.

Anamnesis yang sistematis mencakup : keluhan utama pasieen, riwayat penyakit saat ini
yang sedan diderita oleh pasien, seperti : keluhan sistemik yang merupakan penyulit kelainan
urologi, seperti malaise, pucat, uremia yang merupaakan gejala gagal ginjal, atau demam akibat
infeksi dan keluhan lokal, seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi seksual, atau infertilitas. Selain
itu perlu adanaya pengkajian terhadap riwayat penyaakit lain yang pernh dideritanya maaupun
pernah diderita keluarganya. Beberapa pertanyaan yang biasa diajukan kepada klien adalah :

a) Kaji kebiasaan pola BAK, output/ jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan
ada/tidaknya sedimen
b) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK , adanya dysuria, dan hematuria, serta
riwayat infeksi saluran kemih.

2
c) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan
sistem perkemihan.
B. Pemeriksaan Penunjang pada Sistem Perkemihan

a. BNO
BNO dalam bahasa Inggris disebut pula KUB (Kidney Ureter Bladder). Sebelumnya
mari kita bedakan dulu antara foto polos abdomen dan foto BNO. Foto polos abdomen tidak
dilakukan persiapan atau urus-urus. Pasien dateng ke radiologi, langsung saja difoto.
Sedangkan foto BNO, pasien diminta untuk melakukan urus-urus misalnya dengan
memakan obat pencahar, meminimalisasi bicara dan merokok, dan puasa tidak makan pada
malam sebelum foto dilakukan, agar udara usus dan fekalitnya minimal. Persamaannya,
yaitu baik foto polos maupun BNO sama-sama tidak menggunakan kontras.

 Hal yang harus kita perhatikan pada foto BNO :


1) Preperitoneal fat line, tampak atau tidak
2) Psoas line dan renal out line, tampak atau tidak
3) Distribusi udara usus, distensi usus, banyak atau sedikit
4) Tanda-tanda pneumoperitoneum, ada tidaknya semilunar sign (udara di atas hepar)
5) Bayangan opasitas : batu, massa intra abdomen, deskripsikan letak, ukuran batu,
jumlah batu, bentuk batu
6) Sistema tulang : fraktur, spondilosis, metastase

3
Contoh hasil pemeriksaan BNO

Keterangan :
 Preperitoneal fat linenya Nampak (yang membentuk pinggang).
 Psoas linenya juga nampak.
 Distribusi udara ususnya minimal.
 Tidak ada tanda-tanda pneumoperitoneum
 Tidak ada bayangan opasitas abnormal
 Sistema tulang intak

b. INTRAVENA PIELOGRAPHY (IVP)


IVP adalah pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras secara intravena untuk
melihat anatomi dan fungsi dari traktus urinarius (ginjal, ureter, vesica urinaria). Intravena di
sini berarti bahan kontras diinjeksikan melalui vena. (Boleh vena mana saja, contoh : vena
mediana cubiti atau vena renalis). Pada saat media kontras diinjeksikan melalui pembuluh
vena pada tangan pasien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan
dalam ginjal dan tractus urinary, sehingga ginjal dan tractus urinary menjadi berwarna putih.
Dengan IVP, radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy serta fungsi ginjal, ureter
dan blass. Biasanya IVP didahului dulu dengan BNO. Sebelum pasien disuntik dengan
kontras, pada malam sebelumnya pasien diminta untuk melakukan urus-urus juga sama
seperti pada BNO. Kemudian, pasien dites alergi dulu, karena kontras yang digunakan dapat
menimbulkan reaksi alergi.

 Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan IVP adalah :
1. Pemeriksaan IVP membantu mengetahui adanya kelainan pada sistem urinary,
dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien.

4
2. Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti kencing darah
(hematuri) dan sakit pada daerah punggung.
3. Mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary dari : batu ginjal,
pembesaran prostat, tumor pada ginjal, ureter dan blass.

 Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat anatomi dan fungsi dari
traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan bladder, yang meliputi
 Kelainan kongenital
 Radang atau infeksi
 Massa atau tumor
 Trauma
Diantaranya adalah :
1. Renal agenesis
2. Polyuria
3. BPH (benign prostatic hyperplasia)
4. Congenital anomali : Duplication of ureter n renal pelvis, Ectopia kidney, Horseshoe
kidney, Malroration
5. Hydroneprosis
6. Pyelonepritis
7. Renal hypertention

 Kontra indikasi
1. Alergi terhadap media kontras
2. Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
3. Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
4. Multi myeloma
5. Neonatus
6. Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
7. Pasien yang sedang dalam keadaan kolik

5
8. Hasil ureum dan creatinin tidak normal

 Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVP yakni :


1. Tidak memiliki riwayat alergi
2. Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya yakni dengan mengukur kadar
BUN atau kreatininnya. Karena kontras itu bersifat nefrotoksik dan dikeluarkan
lewat ginjal, jadi apabila ginjal rusak atau tidak berfungsi, akan sangat berbahaya
bagi pasien.
c. Persiapan Pemeriksaan
1. Persiapan Pasien
a. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan
BNO/IVPdilakukan.
b. Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang berserat.
c. Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1 gelas air
matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus puasa.
d. Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara guna
meminimalisir udara dalam usus.
e. Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan, dan
sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk mengosongkan
blass.
f. Berikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
dan penandatanganan informed consent.

2. Persiapan Media Kontras


Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana jumlahnya
disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.

d. Persiapan Alat dan Bahan


a. Peralatan Steril
1) Wings needle No. 21 G (1 buah)
2) Spuit 20 cc (2 buah)
3) Kapas alcohol atau wipes

6
4) Tourniquet
b. Peralatan Non Steril
1) Plester
2) Marker R/L dan marker waktu
3) Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
4) Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
5) Baju pasien

e. PROSEDUR PEMERIKSAAN BNO-IVP


1) Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien
2) Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc saja,
diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.
3) Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat
compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri.
4) Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi
media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting sistem, terutama
pada pasien hypertensi dan anak-anak.
5) Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan ukuran film
24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi media kontras.
6) Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x 30
mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media kontras
7) Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder terisi
penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40
8) Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya
dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada pasien yang lanjut
usia).
9) Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk melihat
kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat
menunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus pos
hematuri.

7
f. Prosedur IVP
 Hasil pemeriksaan IVP

KRITERIA GAMBAR
1. Foto 5 menit post injeksi : Tampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri.
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang meliputi nefrogram dan sistem
pyelocalices (SPC). Nefrogram yaitu bayangan dari ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras.
Warnanya semiopaque, jadi putihnya sedang-sedang saja.

Yang kita cermati pada menit ke-5 ini yaitu:


 Letak/posisi ren. Normalnya, ren kanan lebih rendah dibanding ren kiri. Letak keduanya
yaitu setinggi V.T12 – V.L3
 Ukuran ren
 SPC. Normalnya berbentuk seperti mangkuk (cupping). Namun apabila terjadi
hidronefrosis, SPC akan berubah bentuk tergantung pada derajat hidronefrosisnya.
 Ada 4 grade hidronefrosis :
a) Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias tumpul.
b) Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening, alias mendatar.
c) Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing, alias menonjol.
d) Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias menggembung.

8
 Gambaran batu, baik batu lusen atau opaq. Apabila ada batu, khasnya yaitu ada filling
defek.
 Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-penyakit yang ada
di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis, massa/tumor renal, dll.

Gambaran IVP menit ke-5

2. Foto 15 menit post injeksi : Tampak kontras mengisi ginjal, ureter.


3. Foto 30 menit post injeksi (full blass) : Tampak blass terisi penuh oleh kontras
Pada menit ke-15 sampai 30, yang nampak yaitu SPC, kedua ureter, dan vesika urinaria. Tapi
kita fokuskan pada pencitraan ureter dan vesika urinaria. Pada ureter, yang diamati yaitu :
1) Jumlah ureter.
Terkadang, ureter bisa hanya nampak 1 aja, padahal pasien tidak merasakan keluhan
apa-apa, dan tidak ada pembesaran di proksimal. Berarti ureternya tetep normal.
2) Posisi ureter
3) Kaliber ureter : diameternya, ukurannya normal atau tidak (pembesaran).
4) Dinding ureter : Apakah dindingnya licin atau tidak, reguler atau irreguler.
5) Ada tidaknya sumbatan/obstruksi
6) Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opaque. Kemudian nyatakan bentuk, jumlah,
ukuran, dan letak batu.

Contoh penyakit pada menit ke 15-30 diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis, ureteritis,


cystitis, pembesaran prostat, massa vesikolithiasis, dll.

9
4. Foto Post Miksi : Tampak blass yang telah kosong.

Gambaran IVP menit ke-15 s/d 30

g. Ultrasonografi Ginjal
USG Ginjal adalah pemeriksaan imaging pada ginjal dengan menggunakan
Ultrasonografi untuk keperluan daignostik kelainan pada ginjal.

 Tujuan
Untuk keperluan diagnostik

 Indikasi
Indikasi pemriksaan Ultrasonografi ginjal adalah sebagai berikut.
a) Kolik renal atau ureter
b) Suspek massa pada ginjal ( ginjal besar)
c) Ginjal yang idak berfungsi pada urografi
d) Hematuria
e) Infeksi kemih yang rekuren
f) Trauma
g) Suspek penyakit yang polikistik

10
h) Pireksia dengan penyakit yang tidak diketahui atau pireksia sebagai komplikasi pasca
bedah
i) Gagal ginjal dengan penyebab yang tidak diketahui, dan
j) Skistosomiasis

 Kontaraindikasi
Tidak ada

 Persiapan
1. Persiapan pasien
Tidak ada persiapan yang diperlukan. Jika yaang diperiksa adalah kandung kemih, pasien
diajurkan untuk minum terlebih dahulu.

2. Posisi pasien
Pemeriksaan USG dimulai dengan pasien berbaring pada bagian punggungnya
(telentang)
Oleskan jeli pada abdomen kanan atas.

3. Pemilihan transduser
Untuk pasien dewasa, gunakan transduser kurviliner 3,5 Mhz. Untuk pasien anak-anak
atau dwasa dengan ukuran tubuh kurus gunakan transduser 5 Mhz.

4. Penyetelan gain yang benar


Pemeriksaan dimulai dengan meletakkan transduser pada abdomen kanan atas. Arahkan
berkas ultrasound secara menyudut jika diperlukan atur gain untukmendapatkan gambar
USG parenkim ginjal yang paling jelas.

h. Prosedur Tindakan
Teknik skening
Ginjal kanan dapat dilihat paling jelas dengan menggunakan hepar sebagai jendela
akusstik sementara pasien berbaring telentang. Skening dilakukan pada keadaan inspirasi

11
dalam yang ditahan. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan menahannya. Jangan
lupa juga untuk meminta pasien rileks dan bernapas kembali secara normal. Pemeriksaan
USG dimulai dengan skening longitudinal pada daerah abdomen kanan atas dan kemudian
diikuti dngan skening transversal, selanjutnya puta tubuh pasien dengan posisi dekubitus
lateral kiri untuk meelihat ginjal kanan dalam pandangan koronal ini.
Untuk melihat ginjal kiri, oleskan jeli pada abdomen kiri. Lakukan skening kirin
dengan urutan yang sama. Jika ginjal kiri tidak dapat dilihat (karna adanya gas yang
berlebihan dalam usus) coba berbaring dengan posisi dekubitus kanan (berbaring pada
posisi kanan). Jika ginjal belum dapat dilihat secara jelas lakukan skening lewat ruang sela
iga, mintalah pasien unuk berputar dalam posisi telungkup dalam oleskan jeli pada daerah
renal kiri dan kanan. Lakukan skening longitudinal dan transversal pada kedua daerah ginjal.

C. Pemeriksaan Fisik
 Dehidrasi
a) Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : apatis-coma
2. Tekanan darah menurun
 Nadi meningkat
 Pernafasan cepat dan dalam
 Suhu meningkat pada waktu awal
3. BB meningkat
4. Turgor menurun
5. CVP menurun
b) Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1) Urine
a. Osmolalilas kemih > 450 m osmol / kg
b. Natrium urine < 10 meg / L (penyebab di luar ginjal)
c. Natrium urine > 10 meg / L ( penyebab pada ginjal / adrenal)
d. OJ urine meningkat
e. Jumlah urine menurun (30-50 cc / jam)

12
2) Darah
a. Ht meningkat
b. Kadar protein serum meningkat
c. Na+ serum normal
d. Rasio buru / kreatin serum > 20 : 1 (N = 10 : 1)
e. Glukosa serum : normal / meningkat
f. Hb menurun

 Edema

PEMERIKSAAN FISIK EDEMA


NO. LANGKAH / KEGIATAN KASUS
MENYIAPKAN PENDERITA 1 2 3
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan
diri anda, serta tanyakan keadaannya. Klien dipersilakan
duduk.
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang
pemeriksaan fisik edema, tujuan dan manfaat untuk keadaan
klien.
3. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang
keamanan atas tindakan yang anda lakukan
4. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang
kerahasiaan yang diperlukan klien
5. Jelaskan pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya,
misalnya tentang hak untuk menolak tindakan pemeriksaan
fisik edema tanpa kehilangan hak akan pelayanan lain.
6. Mintalah kesediaan klien untuk pemeriksaan fisik edema
PERSIAPAN PASIEN 1 2 3
7. Persilakan pasien membebaskan tungkai dari pakaian/kaos kaki
8. Persilakan pasien untuk baring di tempat tidur pemeriksaan

13
9. Lakukanlah cuci tangan rutin
10. Berdirilah di sebelah kanan pasien
PEMERIKSAAN FISIK EDEMA 1 2 3
11. Inspeksi bagian tubuh yang biasanya terjadi edema yaitu
kelopak mata, keempat ekstremitas, regio lumbo sakral pada
pasien yang berbaring lama, vulva pada wanita atau skrotum
pada pria
12. Tekan secara ringan regio tibia yang edema dengan ibu jari
selama kurang lebih 10 detik
13. Pada pasien yang sudah berbaring lama, tekan secara ringan
regio sakrum yang edema dengan ibu jari selama kurang lebih
10 detik
14. Lakukan penilaian apakah terjadi edema pitting atau non-
pitting
15. Lakukan cuci tangan rutin
16. Jelaskan kepada pasien hasil pemeriksaan dan kemungkinan
penyebabnya, dan jelaskan rencana pemeriksaan selanjutnya

D. Masalah Perawatan pada Pielonepritis, Batu saluran kemih, Gagal ginjal


 Masalah Keperawatan pada Pielonepritis
Definisi
Pielonefritis adalah inflamasi pelvis dan parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Penyebabnya mungkin infeksi aktif di ginjal atau bekas dari infeksi sebelumnya. Dua jenis utama
pienolefritis adalah akut dan kronis. Mereka pada dasarnya berbeda dalam gambar klinis dan
efek jangka panjang mereka. (M.Black & Hawks, 2014, p. 292)

Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada piala (pielum) ginjal, tubulus, dan jaringan interstisil dari
salah satu atau kedua ginjal. Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks ureterovesikal,
dimana katup ureterovesikal yang tidak kompeten menyebabkan urine mengalir balik (refluks)

14
ke dalam ereter. Obstruksi saluran perkemihan meningktkan kerentanan ginjal terhadap infeksi.
Pielonefritis dapat berlangsung secara akut atau kronis. (Suharyanto & Madjid, 2013, p. 118)

Dari definisi diatas pielonefritis adalah infeksi yang disebabkan adanya bakteri yang masuk pada
ginjal melalui ureter. Pielonefritis dibagi menjadi dua adalah pielonefritis akut dan kronis.

Etiologi
Pielonefritis adalah bakteri. Bakteri bisa mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke
ginjal. Meskipun ginjal menerima 20-25% curah jantung, bakteri jarang yang mencapai ginjal
melalui darah (hematogen). Kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%. (Suharyanto &
Madjid, 2013, p. 118)

Kadang kala sebuah infeksi mungkin menjadi penyakit primer, seperti yang terjadi dengan
berkurangnya resistansi inang (misalnya kalkulus, keganasan, hidrinefrosis, atau trauma).
Kebanyakan infeksi ginjal, bagaimanapun juga, adalah perluasan dari proses infeksi yang berada
dimana saja, khususnya kandung kemih.

Bakteri menyebar ke ginjal terutama dengan ke atas dari ureter ke ginjal. Sirkulasi darah dan
limfatik juga bisa menjadi jalan bagi bakteri. Refluks ureter, yang memungkinkan urine yang
terinfeksi kembali ke ureter, dan obstruksi, yang menyebabkan urine kembali ke ureter dan
memungkinkan bakteri berkembangbiak, adalah penyebab umum infeksi saluran kemih yang
naik dari ureter ke ginjal. Escherichia coli adalah organism bakteri yang paling umum yang
menyebabkan pielonefritis.

Deteksi dini dan pengobatan yang sesuai akan infeksi saluran kemih bagian bawah sangat
mengurangi kejadian pielonefritis.

Setelah infeksi, pemeliharaan kesehatan termasuk pendidikan tentang pentingnya menyelesaikan


pengobatan antibiotic. Kultur lanjutan penting pada pielonefritis kambuh untuk memastikan
bahwa infeksi telah dimusnahkan. Tindakan pemulihan kesehatan bergantung pada luasnya
kerusakan ginjal dan penyebab penyakit. Jika obstruksi mempercepat infeksi, penyebab obstruksi
harus diobati. (M.Black & Hawks, 2014, p. 293)

15
Tanda dan gejala
Pielonefritis dapat dimanifestasikan sebagai demam tinggi sampai menggigil, nyeri daerah
costovertebral menjalar keperut, malaise. Selain tanda dan gejala tersebut, biasanya di dahului
keluhan urgency dan frekuensi, disuria, rasa nafas seperti terbakar waktu berkemih, urin tampak
kering dan berbau menyengat. (Prabowo & Pranata, 2014, p. 59)

Patofisiologi
Secara khas infeksi menyebar melalui kandung kemih kedalam ureter, kemudian ke ginjal,
seperti terjadi pada refluk vesikoureter. Refluks vesikoureter dapat juga terjadi karena
vesikoureter. Refluksvesikoureter dapat terjadi karena kelemahan konginetal pada tempat
pertemuan (junction) ureter dan kandung kemih. Bakteri yang mengalir balik kejaringan internal
bisa menimbulkan koloni infeksi dalam tempo 24 hingga 48 jam. Infeksi dapat pula terjadi
karena instrumentasi (seperti tindakan kateterisasi, sistokopi, atau bedah urologi), karena infeksi
hematogen (seperti pada septicemia atau endokarditis), atau mungkin juga karena infeksi
limfatik. Pielonefritis ini juga terjadi karena ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
(misalnya pada pasien neurogenic bladder), statis urine, atau obstruksi urine akibat tumor,
striktur, atau hipertropia prostat benigna.

Bakteri tersebut naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra.
Floramoral fekal seperti Eschericia coli, streptococcus fecalis, pseudomonas aeruginosa, dan
staphilococus aureus adalah bakteri yang paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E.
colli menyebabkan sekitar 85% infeksi. (Prabowo & Pranata, 2014, p. 59)

 Masalah Keperawatan pada Batu Saluran Kemih


1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi, sumbatan, dan abrasi saluran kemih oleh
migrasi batu ditandai dengan :
 DS : laporan adanya nyeri
 DO : ekspresi wajah meringis, menahan sakit, dan nyeri pinggang (kemang)
pada sudut kostovertebral. Nyeri kolik dari pinggang menjalar kedepan dan
kearah kemaluan disertai mual dan muntah, hematuria baik di nekroskopik

16
maupun makroskopi, dysuria karena ineksi, demam disertai mengigil, dan
retensi urine pada batu uretra atau leher buli-buli.
 Pemeriksaan Fisik : teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis / obstruktif,
nyeri tekan / ketok pada pinggang / daerah konstovertebral, dan batu uretra
anterior bisa diraba.
 Laboratorium : urinalisis (proteinuria, hematuria, leukosituria, Ca ++, PO4 dan
asam urat dalam urin)
 Pembiakan urin dapat positif (10 koloni/ml urin).
 Radiologis potopolos abdomen : IVP terdapat batu pada saluran kemih, dapat
menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu yang radiolusen (kalo perlu
+ tomografi, USG pada gagal ginjal kronis terdapat hidronfrosis, dan BSK non
opak).
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan blokade aliran urin oleh batu
ditandai dengan :
 DS : laporan adanya gangguan dalam berkemih.
 DO : sering berkemih dalam jumlah sedikit, oliguria, dan anuria.

 Masalah Keperawatan pada Gagal Ginjal


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan nilai filtrasi glomerulus
dan retensi sodium, ditandai dengan :
 DS : penambahan berat badan dalam waktu yang singkat dan asupan lebih banyak
daripada pengeluaran.
 DO : perubahan TD; perubahan tekanan arteri; peningkatan tekanan vena pusat,
edema anasarka, distensi vena jugular; perubahan pola nafas; dispnoe, bunyi
napas abnormal (reles); kongesti pulmonal; penurunan Hb; penurunan
hematrokrit; peningkatan elektrolit; perubahan gravitasi yang spesifik; bunyi
jantung S3; refleks hepatojugular (+); dan perubahan status mental.

17
 Tindakan keperawatan pada gangguan kebutuhan cairan :
a. Pemasangan Kondom Kateter

Pengertian:
Kondom kateter adalah alat drainase urine eksternal yang mudah untuk digunakan dan aman
untuk mengalirkan urine pada klien pria.
Indikasi:
Klien dengan inkontinensia urine.
Tujuan:
a) Untuk mengumpulkan urine dan mengontrol inkontinensia urine.
b) Mencegah iritasi pada kulit akibat inkontinensia urine.
c) Klien dapat melakukan aktivitas fisik tanpa harus terganggu karena inkontinensia urine

Peralatan:
a) Kondom kateter.
b) Strip elastis atau perekat.
c) Urine bag dengan selang drainase.
d) Baskom dengan air hangat dan sabun.
e) Handuk dan waslap.
f) Selimut mandi.
g) Sarung tangan.
h) Perlak pengalas.

Prosedur:
a) Jelaskan prosedur tindakan kepada klien.
b) Jaga privacy klien.
c) Cuci tangan dengan prinsip 5 langkah cuci tangan yang benar.
d) Atur posisi klien trendelenberg. Lepaskan pakaian bawah klien lalu tutup dengan selimut
mandi.
e) Pasang perlak pengalas pada bokong klien.
f) Kenakan sarung tangan.
g) Bersihkan alat genetalia dengan air dan sabun menggunakan waslap lalu keringkan.
h) Genggam penis dengan salah satu tangan kemudian penis ditegakkan.

18
i) Pasang kondom kateter pada ujung penis dan dengan perlahan pasangkan pada batang
penis.
j) Sisakan 2,5-5 cm ruang antara gland penis dan ujung kondom kateter untuk menghindari
kelebihan pemanjangan gland penis.
k) Lilitkan perekat elastis menyeluruh pada kantong kondom yang melingkar di batang
penis.
l) Hubungakan selang drainase pada ujung kondom.
m) Posisikan klien pada posisi yang nyaman.
n) Rapihkan perlak dan tempat tidur klien.
o) Lepaskan sarung tangan lalu cuci tangan.
p) Dokumentasikan prosedur ini beserta hasilnya.

b. Latihan Kembali Kandung Kemih (Bledder Training)


Pengertian:
Suatu latihan yang dilakukan dalam rangka melatih otot-otot kandung kemih.
Tujuan:
Mengembalikan pola kebiasaan berkemih.
Hal yang perlu disiapkan:
a) Tentukan pola waktu biasanya klien berkemih sendiri. Bila tidak dapat dibuat pola
berkemih, rencanakan waktu ke toilet, misalnya 1-2 jam sekali.
b) Usahakan agar intake cairan sekitar 2-3 liter/hari.
c) Posisi berkemih yang nyaman/normal.
d) Menentukan pola waktu biasanya orang berkemih.
e) Mengusahakan agar pasien mengosongkan kandung kencing sesempurna mungkin.
f) Membuat jadual agar cairan diminum.

Prosedur:
a) Sesuai dengan pola waktu berkemih yang telah ditentukan, usahakan agar klien
mempertahankannya saat klien merasa ingin berkemih baik urgen atau tidak. Kontraksi
dan relaksasi sacara teratur akan meningkatkan tonus otot bladder dan meningkatkan
kontrol volunter.

19
b) Berikan cairan sekitar 30 menit sebelum waktu BAK sesuai pola tersebut sebanyak ±
600-800 cc. Intake cairan ini untuk membantu proses produksi urin yang adekuat,
sehingga merangsang refleks miksi.
c) Lakukan program latihan untuk meningkatkan tonus otot abdomen dan pelvis melalui
latihan Kegel’s. Caranya:
 Posisi klien duduk atau berdiri dengan kaki diregangkan.
 Kontraksikan rektum, uretra, dan vagina (pada wanita) ke arah atas dalam.
Lalu tahan selama 5 detik. Kontraksi seharusnya terasa pada panggul.
 Ulangi latihan tersebut 5-6 kali pada tahap awal dengan interval waktu.
Setelah otot semakin kuat tingkatkan jumlah latihan sampai akhirnya dapat
melakukan sampai 200 kali setiap hari.
d) Cobakan klien untuk memulai dan menghentikan aliran urine.
c. Memberikan obat sesuai terapi

Pemberian terapi intravena


pemberian terapi intravena merupakan metode yang efektif untuk memenuhi cairan ekstra sel
secara langsung. Pemberian cairan ini diprogramkan oleh dokter dan tanggung jawab perawat
adalah memberikan dan mensukseskan terapi tersebut.

Tujuan terapi intravena :


1) Memenuhi kebutuhan cairan pada pasien yang tidak mampu mengkonsumsi cairan
peroral secara adekuat.
2) Memberikan masukan elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit.

Evaluasi kebutuhan cairan


- Intake dan output dalam batas keseimbangan
- Elektrolit serum dalam batas normal
- Vital sign dalam batas normal

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Anamnesis merupakan suatu waancara kapada klien yang ditunjukkan unttuk mengetahui
secara dini penyakit yang kemungkinana diderita oleh klien. Anamnesis merupakan suatu
pengumpulan data adalaah mengumpulkan informasi yang sistematik tentang klien termasuk
kekuatan dan kelemahan klien.

B. SARAN
Dengan disusunnya makalah ini dihrapkan kepada semua pembacaagar dapat mengetahui
dan memahami serta dapat memberikan kritik dan saran agar makalah ini enjadi lebih baik dari
sebelumnya. Demikian saran yang penulis sampaikan semoga dapat memberi mamfaat bagi
semua pembaca.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta, hal:51-55.
2. Zubir N. Pemeriksaan abdomen. Dalam: Acang N, Zubir N, Najirman, Yuliwansyah R,
Eds. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas, Padang. 2008
3. Farid Aziz, M ,dkk. 2008. PANDUAN PELAYANAN MEDIK : GANGGUAN
GINJAL.Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai