Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN TUTORIAL

SAKIT PERUT MENDADAK


UROGENITALIA

KELOMPOK 8
1. MUHAMMAD FAUZAN IFTIHAR ( K1A1 15 008 )
2. GISCHA ISNANDA RATU ( K1A1 16 130 )
3. ZAINUL MUHLISIN ( K1A1 16 025 )
4. LUTHFI ASYIFA HARSA ( K1A1 16 026 )
5. MUHAMMAD AKBAR SYUKUR AFA ( K1A1 16 027 )
6. AHMAD RUWAIM FATWA (K1A1 16 065 )
7. NATASYA KARTIKA MAHARANI ( K1A1 16 067 )
8. FAUZIAH SALIM ( K1A1 16 068 )
9. MUHAMMAD SYARIF HIDAYAT R ( K1A1 16 108 )
10. ANGGUN.C ( K1A1 16 109 )
11. FARADILA ILMI AULIA ( K1A1 16 110 )

NAMA PEMBIMBING : dr. SITTI FATIMAH SIAMPA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dipandang dari sudut fisiologis, system urogenital dapat dibagi dalam 2 unsur
yang sangat berbeda sifatnya : system urinarius dan system genitalia. Akan tetapi
dipandang dari sudut embriologi dan anatomi, kedua system ini saling bertautan.
Keduanya berasal dari rigi mesoderm yang sama disepanjang dinding belakang
rongga perut, dan saluran pembuangan kedua system ini pada mulanya bermuara
kerongga yang sama, yaitu kloaka.
Pada perkemmbangan selanjutnya, tumpang tindih kedua system ini terutama
nyata sekali pada pria. Duktus ekstretorius primitive mula-mula berfungsi sebagai
duktus urinarius, tetapi kemudian berubah menjadi duktus genitalis utama. Selain
itu, pada orang dewasa, alat kemih maupun kelamin ini menyalurkan air kemih
dan semen melalui sebuah saluran yang sama, uretra penis.

B. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
tentang penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala sakit perut mendadak,
penyebab dan patomekanisme, gambaran klinik, cara diagnosis, penanganan dan
pencegahan penyakit-penyakit yang menyebabkan sakit perut mendadak
.
C. Tujuan Istruksional Khusus (TIK)
Setelah pembelajaran dengan modul ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menguraikan struktur anatomi, histologi dan histologi dari sistem
uropoetika
2. Menyebutkan fungsi masing-masing bagian dari nefron, fungsi sel-sel JGA
dalam renin angiotensin system
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi GFR, prinsip hukum
starling pada filtrasi ginjal, proses reabsorbsi dan sekresi ginjal.
4. Menjelaskan perubahan biokimia urine dan kompensasi ginjal daam
keseimbangan asam basa
5. Menjelaskan penyakit-penyakit yang dapat memberikan gejala sakit perut
mendadak
6. Menjelaskan patomekanisme timbulnya gejala sakit perut mendadak
7. Menjelaskan cara anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan untuk mendiagnosis banding beberapa
penyakit yang mempunyai gejala sakit perut mendadak.
8. Mampu melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana untuk
pemeriksaan penyakit-penyakit sistem urogenitalia, terutama yang
memberikan gejala sakit perlu mendadak
9. Mampu menganalisa hasil laboratorium dan pemeriksaan radiologik (BNO
dan IVP) pada penderita penyakit sistem urogenitalia, terutama yang
memberikan gejala sakit perut mendadak
10. Menjelaskan penatalaksanaan penderita-penderita sistem urogenitalia,
terutama yang memberikan gejala sakit perut mendadak
11. Menjelaskan asuhan nutrisi yang sesuai untuk penyakit-penyakit sistem
Urogenitalia, terutama yang memberikan gejala sakit perut mendadak
12. Menjelaskan epidemiologi dan tindakan-tindakan pencegahan penyakit-
penyakit sistem urogenitalia terutama yang memberi gejala sakit perut
mendadak.

D. Kasus
Seorang ibu, 35 tahun, datang ke RS dengan keluhan sakit di daerah perut
kanan dan menjalar sampai ke bawah 5 jam yang lalu. Sakitnya bersifat datang-
datang. Penderita merasa mual tapi tidak sampai muntah, tidak ada demam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kata Kunci
1. Wanita 35 tahun
2. Keluhan sakit di perut kanan
3. Menjalar sampai ke bawah 5 jam yang lalu
4. Sakitnya bersifat datang-datang
5. Merasa mual
6. Tidak muntah
7. Tidak demam
B. Pertanyaan
1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi sistem urinarius !
2. Jelaskan pembagian regio abdomen !
3. Jelaskan klasifikasi nyeri abdomen !
4. Jelaskan patomekanisme tiap gejala !
5. Sebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan sakit perut mendadak!
6. Jelaskan penatalaksanaan untuk penyakit-penyakit yang menyebabkan sakit
perut mendadak !
7. Jelaskan pencegahan untuk penyakit-penyakit yang menyebabkan sakit
perut mendadak !
8. Bagaimana langkah-langkah diagnosis ?
9. Jelaskan DD dan DS !
C. Jawaban Pertanyaan
1. Anatomi, histologi, dan fisiologi sistem urinarius :
a. Anatomi
i. Ren
Struktur ren terdiri atas cortex renalis dan medulla renalis, yang
masing-masing berbeda dalam warna dan bentuk. Cortex renalis
berwarna pucat, mempunyai permukaan yang kasar. Medulla renalis
terdiri atas pyramidales renale (= pyramis renalis Malpighii ),
berjumlah antara 12 – 20 buah, berwarna agak gelap. Basis dari
bangunan piramid ini, disebut basis pyramidis berada pada cortex, dan
apexnya yang dinamakan papilla renalis, terletak menghadap ke arah
medial, bermuara pada calyx minor.

Diantara satu piramid dengan piramid lainnya terdapat jaringan


cortex yang berbentuk colum, disebut columna renalis Bertini. Pada
basis dari setiap piramid terdapat deretan jaringan medulla yang
meluas ke arah cortex, disebut medullary rays. Setiap piramid
bersama-sama dengan columna renalis Bertini yang berada di
sampingnya membentuk lobus renalis, berjumlah antara 5 – 14 buah.

Pada setiap papilla renalis bermuara 10 – 40 buah ductus yang


mengalirkan urine ke calyx minor. Daerah tersebut berlubang-lubang
dan dinamakan area cribrosa.

Hilum renale meluas membentuk sinus renalis, dan didalam sinus


renalis terdapat pelvis renalis, yang merupakan pembesaran dari ureter
ke arah cranialis (Gk. Pyelos). Pelvis renalis terbagi menjadi 2 – 3
calices renalis majores, dan setiap calyx major terbagi menjadi 7 – 14
buah calices renalis minores.

Ren terletak di bagian posterior cavum abdominis, retroperitoneal,


di sebelah kiri dan kanan columna vertebralis, setinggi vertebra
lumbalis 1 – 4 pada posisi berdiri. Kedudukan ini bisa berubah
mengikuti perubahan posisi tubuh. Ren dexter terletak lebih rendah
dari yang sinister disebabkan karena hepar berada di sebelah cranial
dari ren. Pada wanita kedudukan ren kira-kira setengah vertebra lebih
rendah daripada pria.

Axis transversal dan ren terletak latero dorsal, dan axis longitudinal
terletak latero-caudal, sehingga extremitas superior renalis letaknya
lebih dekat pada linea mediana daripada extremitas inferior renalis.
Extremitass inferior renalis pada umumnya dapat dipalpasi.
Ren sinister dan ren dexter berdampingan dengan organ-organ yang
berada di sekitarnya, baik pada facies anterior maupun pada facies
posteriornya.

Facies posterior renalis berbentuk kurang cembung bila


dibandingkan dengan facies anteriornya, dan berhadapan dengan
organ-organ bersangkutan. Ren sinister di bagian cranio-lateral
terdapat, dari lateral ke medial, costa XI, costa XII. Processus
transversus vertebra lumbalis I. Di bagian caudal, dari medial lateral,
terdapt m.transversus abdominis, m.quadratus lumborum, m.psoas
major dan processus transversus vertebrae lumbalis sinister.

Ren dexter di bagian cranial terdpat diaphragma thoracis, costa XII


dan processus transversus vertebrae lumbalis I, dan di bagian caudal
dari lateral ke medial terdapat m.transversus abdominis, m.quadratus
lumborum, m.psoas major dan processus transversus vertebrae
lumbalis

Diantara facies posterior ren dan otot dinding dorsal abdomen


terdapat nervus subcostalis, nervus iliohypogastricus dan nervus
ilioinguinalis.

Facies anterior renalis berbentuk cembung, dan pada kedua


extremitas superiornya terdapat glandula suprarenalis.

Ren sinister di bagian tengah terdapat corpus pancreatis dan caudal


pancreatis, di sebelah cranialnya terdapat paries posterior ventriculi,
yang menyebabkan terbentuknya impressio lienalis. Di sebelah caudal,
dari medial ke lateral terdapat duodenum dan flexura colica sinistra.
Ren dexter, pada 2/3 bagian cranial berhadapan dengan facies
posterior lobus hepatis dexter, di sebelah caudalnya terdapat flexura
colica dextra. Di sebelah medial dari area hepatica terdapat duodenum,
membentuk area duodenalis renalis.
Fascia renalis yang berada pada facies ventralis (= lamina ventralis
) meluas melewati linea mediana, sedangkan bagian yang berada pada
facies posterior renalis (= lamina posterior ) menyatu dengan jaringan
ikat pada facies anterior columna vertebralis. Facies renalis juga
membungkus glandula suprarenalis, dan di bagian caudal dari ren
kedua lapisan fascia tadi saling mendekati, tidak melekat erat.

Ren difiksasi pad tempatnya oleh fascia renalis, corpus adiposum


pararenale dan vasa renalis.

Vascularisasi

 Arteri Renalis

Dipercabangkan oleh aorta abdominalis di sebelah caudal dari


pangkal arteria mesenterica superior, berada setinggi discus
intervertebrale antara vertebra lumbalis I dan II.

Ada beberapa anomali yang sering diketemukan, yakni :

 Horseshoe kidney yang terbentuk oleh karena extremitas inferior


dari kedua ren tumbuh bersatu ;
 Congenital policystic kidney, terbentuk karena ductus secretorius
berkembang tidak normal ;
 Pelvic kidney, ren tidak mengalami ascensus dan tetap tertinggal
didalam cavitas pelvis .
 Multiple renal artery, pada satu ren terdapat dua buah arteria
renalis, masing-masing menuju ke extremitas superior dan
extremitas inferior.
ii. Ureter
Ureter adalah suatu saluran yng dibentuk oleh jaringan otot polos
dengan ukuran 25 – 30 cm, menghubungkan ren dengan vesica
urinaria. Terletak retroperitoneal, sebagian berada di dalam cavum
abdominis, disebut pars abdominalis, dan sebagian lagi berada di
dalam cavitas pelvis, disebut pars pelvica. Kedua bagian ini kurang
lebih sama panjang. Merupakan kelanjutan dari pelvis renalis,
meninggalkan ren melalui hilum renale, berada di sebelah dorsal vasa
renalis, berjalan descendens pada permukaan m.psoas major.

Ureter dexter berada di sebelah dorsal dupdenum pars descendens


dan menyilang radix mesenterii di bagian dorsal.

Ureter menyilang arteria iliaca communis atau pangkal arteria


iliaca externa, berjalan di sebelah ventro-caudal arteria iliaca interna,
lalu menyilang arteria umbilicalis serta vasa obturatoria dan nervus
obturatorius di sbelah medialnya. Selanjutnya berjalan sepanjang
dinding lateral pelvis, lalu membelok ke medial menuju ke dinding
dorsal vesica urinaria.

Ureter pars pelvica masculina berada di sebelah lateral ductus


deferens. Ketika sampai di vesica urinaria, ureter terletak di sebelah
ventral ujung cranial vesicula seminalis, di sebelah ventral dari ductus
deferens.

Pada wanita ureter pars pelvica berada pad tepi posterior ovarium,
lalu berjalan di dalam ligamentum sacro-uterinum, selanjutnya berada
di dalam ligamentum cervicale laterale, di sebelah caudal pars inferior
ligamentum latum (= broad ligament ). Dekat pada cervix uteri ureter
membelok ke medial, berada di dalam ligamentum vesicale laterale,
berjalan di sebelah ventral ligamentum vaginale laterale menuju ke
vesica urinaria. Ureter sinister terletak lebih dekat pada vagina
daripada ureter dexter.

Kedua ureter bermuara kedalam vesica urinaria dengan jarak 5 cm


satu sama lian. Berjalan oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding
vesica urinaria sebelum bermuara kedalam vesica urinaria. Muara
tersebut berbentuk lubang yang pipih, disebut ostium ureteris, yang
pada vesica urinaria yang kosong berjarak 2,5 cm satu sama lain,
sedangkan vesica urinaria yang terisi penuh jarak antara kedua muara
tersebut adalah 5 cm.

Ureter menyempit di tiga tempat, masing-masing pada tempat


peralihan pelvis renalis menjadi ureter, ketika menyilang arteria iliaca
communis dan ketika bermuara kedalam vesica urinaria.

Vascularisasi

Arteri yang memberi suplai darah kepada ureter sangat bervariasi,


dan bersumber pada arteria renalis, aorta abdominalis, arteria ovarica
(arteria testicularis), arteria iliaca interna, arteria uterina dan arteria
vesicalis. Arteri-arteri tersebut membentuk anastomose. Yang selalu
ada adalah percabangan-percabangan dari arteria vesicalis inferior,
yang selain memberi vascularisasi kepada ureter pars inferior, juga
kepada trigonum vesicae Lieutaudi. Pembuluh vena berjalan bersama-
sama dengan arteri.

iii. Vesica Urinaria

Vesica urinaria adalah sebuah kantong yang dibentuk oleh jaringan


ikat dan otot polos, berfungsi sebagai tempat penyimpanan urine.
Apabila terisi sampai 200 – 300 cm maka timbul keinginan untuk
melakukan miksi. Miksi adalah suatu proses yang dapat dikendalikan,
kecuali pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu reflex.

Bentuk, ukuran, lokalisasi dan hubungan dengan organ-organ di


sekitarnya sangat bervariasi, ditentukan oleh usia, volume dan jenis
kelamin. Dalam keadaan kosong bentuk vesica urinaria agak bulat.
Terletak di dalam pelvis. Pada wanita letaknya lebih rendah daripada
pria. Dalam keadaan terisi penuh vesica urinaria dapat mencapai
umbilicus.

Perubahan bentuk mengikuti tahapan pengisian, mula-mula


diameter transversal yang bertambah, lalu dikuti peningkatan diameter
longitudinal. Dalam kondisi terisi penuh, maka kedua ukuran tadi
adalah sama.

Dalam keadaan kosong vesica urinaria mempunyai empat buah


dinding, yaitu facies superior, fascies infero-lateralis (dua buah) dan
facies posterior.
Facies superior berbentuk segitiga dengan sisi basis menghadap ke
arah posterior. Facies superior dan facies infero-lateralis bertemu di
bagian ventral membentuk apex vesicae. Antara apex vesicae dan
umbilicus terdapat ligamentum umbilicale medium, yang merupakan
sisa dari urachus.

Facies infero-lateral satu sama lian bertemu di bagian anterior


membentuk sisi anterior yang bulat, dan di bagian inferior membentuk
collum vesicae. Collum vesicae dapat bergerak dengan bebas dan
difiksasi oleh diphragma urogenitale.

Facies posterior membentuk fundus vesicae (= basis vesicae).


Sudut inferior dari fundus berada pada collum vesicae.

Bagian yang berada di antara apex vesicae, di bagian ventral, dan


fundus vesicae di bagian dorsal, disebut corpus vesicae.

Facies superior dan bagian superior dari basis vesicae ditutupi oleh
peritoneum, yang membentuk reflexi (lipatan, lengkungan) dari
dinding lateral dan dari dinding ventral abdomen, di dekat tepi
cranialis symphysis osseum pubis. Dalam keadaan vesica urinaria
terisi penuh maka peritoneum ditekan ke arah cranial sehingga reflexi
tadi turut terangkat ke cranialis. Di sisi lateral vesica urinaria reflexi
peritoneum membentuk fossa para vesicalis.

Di sebelah dorsal vesica urinaria peritoneum membentuk reflexi ke


arah uterus pada wanita dan rectum pada pria.
Vascularisasi dan Aliran Limphe

Arteria vesicalis superior dan arteria vesicalis inferior


dipercabangkan oleh arteria iliaca interna. Aliran darah venous dari
daerah muara ureter dan dari collum vesicae bergabung dengan
pembuluh vena dari prostat dan urethra, dan bersama-sama bermuara
kedalam vena iliaca interna.

Pembuluh-pembuluh lymphe terdapat di seluruh permukaan vesica


urinaria membawa lymphe menuju ke ll.nn.iliaci externi
danll.nn.aoritici laterales.

iv. Urethra

Merupakan suatu saluran fibromuscular yang dilalui oleh urine


keluar dari vesica urinaria. Saluran ini menutup apabila kosong. Pada
pria urethra dilalui juga oleh semen (spermatozoa). Ada beberapa
perbedaan antara urethra feminina dan urethra masculina.

Urethra Veminina

Panjang 4 cm, terletak di bagian anterior vagina. Muaranya disebut


ostium urethrae externum, berada didalam vestibulum vaginae, di
ventralis dari ostium vaginae, di antara kedua ujung anterior labia
minora. Berjalan melalui diaphragma pelvis dan diaphragma
urogenitale. Pada dinding dorsal terdapat suatu lipatan yang menonjol,
membentuk crista urethralis. Urethra difiksasi pada os pubis oleh
serabut-serabut ligamentum pubovesicale.

Vascularisasi dan Aliran Limphe

Pars cranialis mendapat suplai darah dari arteria vesicalis inferior.


Pars medialis mendapat suplai darah dari cabang-cabang arteria
vesicalis inferior dan arteria uterina. Sedangkan pars caudalis
mendapat vascularisasi dari cabang-cabang arteria pudenda interna.
Aliran darah venous dibawa menuju ke plexus venosus vesicalis
dan vena pudenda interna.

Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan mengikuti arteria pudenda


menuju ke lymphonodi iliaci interni.

Urethra Masculina

Dimulai pada collum vesicae, mempunyai ukuran panjang 20 cm,


berjalan menembusi glandula prostat, diaphragma pelvis, diaphragma
urogenitale dan penis ( radix penis, corpus penis dan glans penis ).
Dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. pars prostatica
2. pars membranacea
3. pars spongiosa

Vascularisasi
Urethra pars prostatica mendapat suplai darah terutama dari arteria
vesicalis inferior dan arteria rectalis media. Urethra pars membranacea
diberi suplai darah oleh arteria bulbi penis. Urethra pars spongiosa
mendapat suplai darah dari arteria urethralis dan cabang-cabang arteria
dorsalis penis dan arteria profunda penis. Aliran darah venous menuju
ke plexus venosus prostaticus dan ke vena pudenda interna. Aliran
lymphe dari urethra pars prostatica dan pars membranacea dibawa
oleh pembuluh-pembuluh lymphe yang berjalan mengikuti vasa
pudenda interna menuju ke lymphonodi iliaci interni (sebagian besar)
dan ke lymphonodi iliaci externi (sebagian kecil). Aliran lymphe dari
urethra pars spongiosa, sebagian besar dibawa menuju ke
lymphonodus inguinalis profundus, dan sebagian kecil menuju ke
lymphonodus iliacus externus.

Urethra feminina pars cranialis mendapatkan vascularisasi dari


arteria vesicalis inferior. Pars medialis mendapatkannya dari arteria
vesicalis inferior dan cabng-cabang dari arteria uterina, sedangkan
pars caudalis disuplai oleh arteria pudenda interna. Pembuluh darah
vena membawa aliran darah venous menuju ke plexus venosus
vesicalis dan vena pudenda interna. (Iqbal,2016)

b. Histologi

i. Ginjal

Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai


jaringan lemak dan simpai jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas
bagian korteks dan medula yang satu sama lain tidak dibatasi oleh
jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks
dan ada bagian korteks yang masuk ke medula. Bangunan-bangunan
yang terdapat pada korteks dan medula ginjal adalah

a. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu

 Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan


berbentuk cangkir) dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
 Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan
tubulus kontortus distal.
b. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan
bagian sistim tubulus yaitu pars descendens dan descendens ansa
Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus ekskretorius (duktus
koligens) dan duktus papilaris Bellini

i.i Korpus Malpighi

Korphus malphigi dibagi 2 bangunan yaitu kapsul Bowman dan


glomerulus. Kapsul Bowman sebenarnya merupakan pelebaran
ujung proksimal saluran keluar ginjal (nefron) yang dibatasi epitel.
Bagian ini diinvaginasi oleh jumbai kapiler (glomerulus) sampai
mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda.
Dinding sebelah luar disebut lapis parietal (pars parietal) sedangkan
dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis) yang melekat
erat pada jumbai glomerulus (Gb-4 dan 5). Ruang diantara ke dua
lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari
ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke dalam tubulus
kontortus proksimal.

Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar


dengan warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya
tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan gulungan pembuluh
kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis
kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan
menampung cairan ultra filtrasi dan meneruskannya ke tubulus
kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal
kapsul Bowman.

Kapsul Bowman lapis parietal (Gb-5) pada satu kutub bertautan


dengan tubulus kontortus proksimal yang membentuk kutub
tubular, sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan dengan
arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini disebut
kutub vaskular. Arteriol yang masuk disebut vasa aferen yang
kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang
bergelung-gelung membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi
oleh sel-sel khusus yang disebut sel podosit yang merupakan
simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit ini dapat dilihat dengan
mikroskop

i.ii. Apartus juksta-Glomerular

Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus


berubah sifatnya menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang
dan di dalam sitoplasmanya terdapat granula yang mengandung
ensim renin, suatu ensim yang diperlukan dalam mengontrol
tekanan darah. Sel-sel ini dikenal sebagai sel yuksta glomerular.
Renin akan mengubah angiotensinogen (suatu peptida yang
dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin
I ini akan diubah menjadi angiotensin II oleh ensim angiotensin
converting enzyme (ACE) (dihasilkan oleh paru). Angiotensin II
akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak ginjal) untuk
melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan meningkatkan
reabsorpsi natrium dan klorida termasuk juga air di tubulus ginjal
terutama di tubulus kontortus distal dan mengakibatkan
bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga dapat bekerja
langsung pada sel-sel tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsopsi
natrium, klorida dan air. Di samping itu angiotensin II juga bersifat
vasokonstriktor yaitu menyebabkan kontriksinya dinding pembuluh
darah.

i.iv Tubulus Ginjal (Nefron)

Tubulus Kontortus Proksimal (Gb-8)

Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan


berakhir sebagai saluran yang lurus di medula ginjal (pars
desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel
kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar,
biru dan biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain.
Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel yang
menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush border).
Tubulus ini terletak di korteks ginjal.

Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat


glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via transport dan
pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein seperti
bikarbonat, akan diresorpsi.

Ansa Henle (Gb-9)

Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars
asendens), bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars
asendens). Segmen tebal turun mempunyai gambaran mirip dengan
tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik
mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis
ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler darah,
tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng,
sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat.
Selain itu lumennya tampak kosong. Ansa henle terletak di medula
ginjal. Fungsi ansa henle adalah untuk memekatkan atau
mengencerkan urin.

Tubulus kontortus distal (Gb-8)

Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya


disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih
jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel bundar dan
bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel
bewarna basofil (kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap
lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian ini terletak di korteks
ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin.

Duktus koligentes (Gb-9)

Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran


mirip tubulus kontortus distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih
jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Duktus koligen tidak
termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke tengah
beberapa duktus koligen akan bersatu membentuk duktus yang
lebih besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini (Gb-10)
disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil
sangat besar, banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti
sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi duktus koligen adalah
menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit
absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).
Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga
bagian korteks yang menjorok masuk ke dalam medula membentuk
kolom mengisi celah di antara piramid ginjal yang disebut (Gb-11)
sebagai kolumna renalis Bertini. Sebaliknya ada juga jaringan
medula yang menjorok masuk ke dalam daerah korteks membentuk
berkas-berkas yang disebut prosessus Ferreini.

ii. Ureter

Secara histologik ureter terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan


adventisia. Lapisan mukosa terdiri atas epitel transisional yang
disokong oleh lamina propria. Epitel transisional ini terdiri atas 4-5
lapis sel. Sel permukaan bervariasi dalam hal bentuk mulai dari
kuboid (bila kandung kemih kosong atau tidak teregang) sampai
gepeng (bila kandung kemih dalam keadaan penuh/teregang). Sel-sel
permukaan ini mempunyai batas konveks (cekung) pada lumen dan
dapat berinti dua. Sel-sel permukaan ini dikenal sebagai sel payung.
Lamina propria terdiri atas jaringan fibrosa yang relatif padat dengan
banyak serat elastin. Lumen pada potongan melintang tampak
berbentuk bintang yang disebabkan adanya lipatan mukosa yang
memanjang. Lipatan ini terjadi akibat longgarnya lapis luar lamina
propria, adanya jaringan elastin dan muskularis. Lipatan ini akan
menghilang bila ureter diregangkan.

iii.Kandung kemih

Kandung kemih terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan


serosa/adventisia. Mukosanya dilapisi oleh epitel transisional yang
lebih tebal dibandingkan ureter (terdiri atas 6-8 lapis sel) dengan
jaringan ikat longgar yang membentuk lamina propria dibawahnya.
Tunika muskularisnya terdiri atas berkas-berkas serat otot polos yang
tersusun berlapis-lapis yang arahnya tampak tak membentuk aturan
tertentu. Di antara berkas-berkas ini terdapat jaringan ikat longgar.
Tunika adventisianya terdiri atas jaringan fibroelastik.
Fungsi kandung kemih adalah menampung urin yang akan
dikeluarkan kedunia luar melalui uretra.

iv. Uretra

Panjang uretra pria (Gb-16) antara 15-20 cm dan untuk keperluan


deskriptif terbagi atas 3 bagian yaitu:

 Pars Prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara uretra pada
kandung kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat.
Pada bagian ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan
saluran keluar kelenjar prostat.

 Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat


di antara otot rangka pelvis menembus membran perineal dan
berakhir pada bulbus korpus kavernosus uretra.

 Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang menembus


korpus kavernosum dan bermuara pada glands penis.
(Ahmad,2001)

b. Fisiologi

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang


peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra
lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang
besar.

Fungsi ginjal:

i. memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau


racun,
ii. mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
iii.mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh, dan
iv. mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak

Fascia Renalis terdiri dari:

i. fascia (fascia renalis),


ii. Jaringan lemak peri renal, dan
iii.kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat
dengan erat pada permukaan luar ginjal.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula


fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat
gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih
terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang
disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang
terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu


masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis
renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-
masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.

Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal.
Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus
distal dan tubulus urinarius

Ureter terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari


ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5
cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi
terletak pada rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari:


i. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
ii. Lapisan tengah lapisan otot polos.
iii.Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang


masuk mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.

Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk


seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam
rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis
seperti balon karet.

Dinding kandung kemih terdiri dari:

i. Lapisan sebelah luar (peritoneum).


ii. Tunika muskularis (lapisan berotot).
iii.Tunika submukosa.
iv. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

Urethra erupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria


yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.

Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:

i. Urethra pars Prostatica


ii. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
iii.Urethra pars spongiosa.

Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm


(Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris
dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.

Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:


i. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra
menjaga agar urethra tetap tertutup.
ii. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan
saraf.
iii.Lapisan mukosa.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Glomerulus

i. Rangsangan simpatis

Rangsangan simpatis ringan sampai moderat akan menyebabkan


kontriksi arteriol afferent sehingga menyebabkan laju filtrasi glomerulus
menurun

ii. Tekanan arteri

 Peningkatan tekanan arteri sehingga menyebabkan tekanan dalam


nefron meningkat dan laju filtrasi glomerulus meningkat
 Autoregulasi: bila tekanan arteri meningkat sehingga terjadi kontriksi
arteriol afferent sehingga mencegah kenaikan tekanan glomerulus.
(Scanlon,2006)

2. Pembagian regio abdomen :

Anatomi Abdomen

Dinding abdomen terdiri dari pada kulit, fascia superfiscialis, lemak, otot
– otot, fascia transversalis dan parietal peritoneum (Shaikh, 2014). Selain
itu, posisi abdomen ada diantara
Toraks dan pelvis (Moore, 2014).
Pada abdomen, terdapat empat kuadran yang dibahagi dari bagian
midline dan bagian transumbilical (Pansky, 2013)
a. Bagian kanan atas : Hepar dan kantong empedu
b. Bagian kiri atas : Gastric dan limfa
c. Bagian kanan bawah : Cecum, ascending colon dan usus kecil
d. Bagian kiri bawah : Descending colon, sigmoid colon, dan usus kecil

Menurut Singh(2014), bagian-bagian abdomen terbagi kepada:


a. hypocondriaca dextra
b. Epigastrica
c. Hypocondriaca sinistra
d. leteralis dextra
e. umbilicalis
f. leteralis sinistra
g. inguinalis dextra
h. pubica
i. ingunalis sinistra

Menurut singh (2014), tempat organ abdomen adalah pada:


a. Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung
empedu, sebagian duodenum fleksura hepatic kolon, sebagian ginjal
kanan dan kelenjar suprarenal kanan.
b. Epigastrica meliputi organ: pylorus gaster, duodenum, pankers dan
sebagian hepar.
c. Hypochondria sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal
pancreas, fleksura lienalis kolon, gabian proksimal ginjal kiri dan
kelenjar superarenal kiri.
d. Leteralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kanan, sebagian duodenum danjejenum.
e. Umbilicalis meliputi organ : Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejunum dan ileum
f. Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kiri, sebagian jejunum dan ileum.
g. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apediks, bagian distal ileum
dan urete kanan.
h. Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinary dan uterus(pada
kehamilan).
i. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan
ovarium kiri.

3. Klasifikasi nyeri abdoman :


a) Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari
suatu daerah. Misalnya, diafragma yang berasal dari regio leher C3 – C5
pindah ke bawah pada masa embrional sehingga rangsangan pada
diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan dirasakan di bahu.
Demikian juga pada kolesistitis akut, nyeri dirasakan di daerah ujung
belikat. Abses dibawah diafragma ata rangsangan karena radang atau
trauma pada permukaan atau limpa atau hati juga dapat mengakibatkan
nyeri di bahu. Kolik ureter atau kolik pyelum ginjal, biasanya dirasakan
sampai ke alat kelamin luar seperti labium mayus atau pada testis pada
pria. (Sherwood,2016)
b) Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan
terus-menerus karena berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang.
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler secara
refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari
gerakan atau tekanan setempat.(Sherwood,2016)
c) Nyeri kolik
Nyeri kolik merupakan nyeri yang hilang timbul  yang menunjukkan
suatu obstruksi organ berongga (lumen), organ yang berdinding otot
(usus, empedu, duktus biliaris, ureter) Kolik merupakan nyeri viseral
akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya disebabkan oleh
hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu
empedu, peningkatan tekanan intraluminar). Nyeri ini timbul karena
hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi ini
berjeda, kolik dirasakan hilang timbul. Fase awal gangguan perdarahan
dinding usus juga berupa kolik. Serangan kolik biasanya disertai perasaan
mual, bahkan sampai muntah. Dalam serangan, penderita sangat gelisah,
kadang sampai berguling-guling di tempat tidur atau di jalan. Yang khas
ialah trias kolik yang terdiri atas serangan nyeri yang kumat-kumatan
disertai mual dan muntah dan gerak paksa. (Sherwood,2016)
d) Nyeri iskemik 
Nyeri perut dapat juga berupa nyeri iskemik yang sangat hebat,
menetap, dan tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan
yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi
umum, seperti takikardia, keadaan umum yang memburuk, dan syok
karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.(Sherwood,2016)
e) Nyeri pindah
Kadang nyeri berubah sesuai perkembangan patologi. Misalnya pada
tahap awal appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan
peritoneum, nyeri viseral dirasakan sekitar pusat disertai rasa mual
karena appendiks termasuk usus tengah. Setelah radang terjadi di seluruh
dinding termasuk peritoneum viseral, terjadi nyeri akibat rangsangan
peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada saat ini, nyeri dirasakan
tepat pada letak peritoneum yang meradang, yaitu diperut kanan bawah.
Jika appendiks kemudian mengalami nekrosis dan gangren, nyeri berubah
lagi menjadi nyeri iskemik yang hebat, menetap dan tidak menyurut,
kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan toksis. Pada perporasi
tukak peptik duodenum, isi duodenum yang terdiri atas cairan asam
garam dan empedu masuk rongga abdomen yang sangat merangsang
peritoneum setempat. Pasien merasakan sangat nyeri di tempat
rangsangan itu, yaitu diperut bagian atas. Setelah beberapa waktu, isi
cairan lambung mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral
kolon asendens sampai ke tempat kedua, yaitu rongga perut kanan
bawah, sekitar sekum. Nyeri itu kurang tajam dan kurang hebat
dibandingkan nyeri pertama karena terjadi pengenceran. Pasien sering
mengeluh bahwa nyeri yang mulai di ulu hati pindah ke kanan bawah.
Proses ini berbeda sekali dengan proses nyeri pada appendisitis akut.
Akan tetapi kedua keadaan ini, appendisitis akut maupun perporasi
lambung atau duodenum, akan mengakibatkan peritonitis purulenta
umum jika tidak segera ditanggulangi dengan tindakan bedah
Nyeri disertai rasa panas biasanya mengindikasikan karena pengaruh
asam dan berhubungan dengan lambung, duodenum atau bagian 
esofagus bawah
Nyeri tajam konstan dangkal karena iritasi peritoneal adalah khas
ulkus perforasi atau usus buntu yang pecah, kista ovarium, atau
kehamilan ektopik.
Rasa sakit, mencengkeram pemasangan obstruksi usus kecil (dan
kadang-kadang pankreatitis awal) biasanya terputus-putus, tidak jelas,
mendalam, dan puncaknya pada awalnya, tetapi segera menjadi lebih
tajam, tak henti-hentinya, dan lebih baik lokal. Tidak seperti sakit
menggelisahkan tapi lumayan berhubungan dengan obstruksi usus, nyeri
yang disebabkan oleh lesi occluding saluran yang lebih kecil (saluran
empedu, tabung rahim, dan ureter) cepat menjadi gangguan yang tidak
tertahankan.
Kolik jika ada interval bebas nyeri yang mencerminkan kontraksi
intermiten otot polos, seperti pada kolik uretra. Dalam arti sempit, yang
kolik istilah “empedu” adalah keliru karena sakit empedu tidak
mengampuni. Alasannya adalah bahwa kantong empedu dan saluran
empedu, kontras dengan ureter dan usus, tidak memiliki gerakan
peristaltik. Kolik biasanya segera diatasi dengan analgesik. nyeri iskemik
karena usus terjepit atau trombosis mesenterika hanya sedikit diredakan
bahkan oleh narkotika.
Nyeri disebabkan oleh peritonitis lokal, terutama bila mempengaruhi
organ-organ perut bagian atas, cenderung diperburuk oleh gerakan atau
bernapas dalam-dalam. (Sherwood,2016)
f) Nyeri viseral
i. Nyeri viseral padat : timbul bila ada peradangan atau peregangan pada
membran serosa. Nyeri konstan yang di perberat pada gerakan
ii. Nyeri viseral berongga :karena peregangan visera karena obstruksi
.intermiten, periodik ketika gelombang kontraksi meningkatkan
tekanan inra lumen (Sherwood,2016)
g) Nyeri peritonium
Rongga peritonium berisi cairan atau pus. Bersifat konstan dan tumpul
memberat bil ada pergerakan atau palapasi pada permukaan serosa yang
meradang (Sherwood,2016)
h) Nyeri kolik
Adanya obstruksi (batu, tumor,bekuan, darah ,dll) ketika ada kontraksi
peristaltic dari saluran tersebut (ureter , saluran empedu, dll) karena
saluran terhambat disebabkan spasme otot – otot polos sehingga sensasi
nyeri dirasakan hilang timbul (Sherwood,2016)

4. Patomekanisme tiap gejala :


a. Nyeri pada perut kanan yang menjalar ke bawah :
Nyeri yang biasa dirasakan pada pasien dengan batu ureter mengalami
gejala klinis seperti contohnya nyeri pada perut bagian kanan bawah yang
dirasakan menjalar yang bersifat kolik. (Liesle, 2010)

Nyeri kolik merupakan nyeri yang hilang timbul  yang menunjukkan


suatu obstruksi organ berongga (lumen) dan organ yang berdinding otot
(usus, empedu, duktus biliaris, ureter). Kolik merupakan nyeri viseral
akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya disebabkan oleh
hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu
empedu, peningkatan tekanan intraluminar). Nyeri ini timbul karena
hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi ini
berjeda, kolik dirasakan hilang timbul. Fase awal gangguan perdarahan
dinding usus juga berupa kolik. Serangan kolik biasanya disertai perasaan
mual, bahkan sampai muntah. Dalam serangan, penderita sangat gelisah,
kadang sampai berguling-guling di tempat tidur atau di jalan. Yang khas
ialah trias kolik yang terdiri atas serangan nyeri disertai mual dan muntah
dan gerak paksa.  (Liesle, 2010)

Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi
kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong
atau mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu
dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan
irama peristaltik ureter. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot
detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya ureter berjalan
secara oblique sepanjang beberapa sentimenter menembus kandung
kemih yang disebut dengan ureter intramural kemudian berlanjut pada
ureter submukosa. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung
kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran
balik urine dari kandung kemih saat terjadi tekanan di kandung kemih.
Setiap gelombang peristaltik yang terjadi sepanjang ureter akan
meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus
kandung kemih membuka dan memberi kesempatan kandung urine
mengalir ke dalam kandung kemih. (Sylvia,2005)

Tidak jarang nyeri kolik disertai dengan gangguan pada saluran


perncernaan, berupa mual dan muntah. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik yang meningkat. Hal ini akan menyebabkan tekanan
intraluminal meningkat sehingga terjadi peregangan terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri. (Liesle,2010)

Lokasi dan penjalaran sakit tergantung letak sumbatan (obstruksi) :

 Sumbatan pada ureter proksimal sering menyebabkan “cresendolike”


di daerah pinggang,menjalar ke arah lateral perut, lipat (pangkal)
paha, testis (pria) dan labia (wanita)

 Sumbatan pada pertengahan ureter sering menyebabkan sakit yang


menjalar ke daerah tungkai sebelah lateral dan perut

 Sumbatan pada ureter distal (uretero vesical junction) menyebabkan


keluhan-keluhan iritasi kandung kemih
Pada ureter, nyeri lokal yang dialami berhubungan dengan
distribusi dari nervus ilioinguinal dan cabang nervus genitofemoral.
Umumnya urolitiasis ditandai dengan nyeri yang beronset akut akibat
obstruksi akut pula dan distensi traktus urinarius bagian atas. (Leslie,
2010)

b. Nyeri perut bersifat mendadak / hilang timbul :

Terjadinya obstruksi di ureter atau tersumbatnya ureter yang


umumnya disebabkan batu yang berasal dari ginjal dan turun ke ureter.
Batu yang turun ke pertengahan ureter pada umumnya menyebabkan
penjalaran nyeri ke pinggang sebelah lateral dan seluruh perut. Jika batu
turun mendekati buli-buli biasanya disertai dengan keluhan lain berupa
nyeri kencing dan urgensi. Nyeri pada kasus ini adalah nyeri kolik ureter.
Faktor munculnya nyeri tersebut berdasarkan frekuensi kerja dari ureter
dan sifat batu sumbatannya. Apabila batu sumbatan berukuran kecil
(<0,3mm) maka akan keluar secara spontan melalui urin, dan akan
meningkatkan pristaltik karena ureter berusaha untuk mengeluarkan batu
tadi. Namun jika batu tersebut menetap maka akan bersinggungan dengan
mukosa ureter, yang menimbulkan sensasi nyeri. Nyeri tersebut terjadi
mendadak karena kegiatan pristaltik ureter terjadi secara periodik.
(Sylvia, 2005)
c. Patomekanisme mual :

Mual dan muntah merupakan gejala dan tanda yang sering menyertai
1
gangguan gastrointenstinal, dengan penyakit-penyakit lain. Mual
merupakan gejala awal dari muntah. Mual adalah pengenalan secara
sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah medula yang secara erat
berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah, dan mual
dapat disebabkan oleh:

i. impuls iritatif yang datang dari traktus gastro intestinal.


ii. Impuls yang berhubungan dengan motion sickness
iii. Impuls dari korteks serebri untuk mencetuskan muntah.

Dengan beberapa penyebab mual diatas yang dapat dapat


dikategorikan sesuai skenario adalah pada impuls yang berhubungan
dengan motion sickness. Karena terjadi rasa nyeri, terjadi pengaktifan
dari saraf autonom simpatis (fungsinya memacu dan mempercepat kerja
organ-organ tubuh) yang kemudian berpangkal pada medulla spinalis
yang selanjutnya diteruskan ke medulla oblongata kemudian ke sistem
saraf pusat yaitu hipotalamus untuk merangsang terjadinya rasa mual.
(Sylvia, 2005)

5. Penyakit-penyakit yang menyebabkan sakit perut mendadak :


a. Nefrolithiasis
b. Ureterolithiasis
c. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
d. Apendisitis

6. Penatalaksanaan untuk penyakit-penyakit yang menyebabkan sakit


perut mendadak :
Nyeri pada perut dapat terjadi pada beberapa penyakit tertentu misal batu
pada saluran kemih atau infeksi saluran kemih,
Batu yang menimbulkan masalah apada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan peyulit yang lebih parah. Indikasi
melakukan tidakan pada saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan
obstruksi, atau infeksi. (Basuki B. Purnomo)
Urolithiasis
Batu saluran kemih sering terbentuk dalam urin yang bersifat asam terdiri
dari kalsium oksalat, krista asam urat, atau statin. Dapat ditangani dengan
pemberian diuretic tiazid untuk mengurangi sekresi kalsium dan sangat
efektif untuk mencegah rekurensi. (Basuki B. Purnomo)
Terapi ditunjukan untuk batu yang ukuranya kurang dari 5 mm, Karen
diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang bertujuan untuk
mengurangi nyeri, melancarakn aliran urine dengan dengan pemberian
deuretikum, minum banyak 2,5 – 3 liter/24 jam supaya dapat mendorong
batu keluar dari saluran kemih, Alfa bloker atau Calsium Canal Bloker
diberikan untuk vasodilatasi, antibiotic untuk berantas infeksi, batu biasanya
turun sampai kebuli buli dan keluar waktu kencing berbentuk lonong dan
licin. (Basuki B. Purnomo)
Indikasi dilakukan opersai jika pada pengobatan konservatif tidak
berhasil, batu bertambah besar lebih dari 5 mm. batu bergerigi, sakit terus
menerus, perdarahan berulang ulang, infeksi berulang hydrouretero nefrosis,
pyonefrosis dan memberikan tanda obstuksi. (Basuki B. Purnomo)
a. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy. Bekerja
dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di luar tubuh
untuk menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi
bagian-bagian yang kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran
kemih. ESWL dianggap sebagai pengobatan cukup berhasil untuk batu
ginjal berukuran menengah dan untuk batu ginjal berukuran lebih dari
20-30 mm pada pasien yang lebih memilih ESWL, asalkan mereka
menerima perawatan berpotensi lebih. (Basuki B. Purnomo)
b. PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)
Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu
yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke
dalam kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. Asosiasi Eropa
Pedoman Urologi tentang urolithiasis merekomendasikan PNL sebagai
pengobatan utama untuk batu ginjal berukuran >20mm, sementara ESWL
lebih disukai sebagai lini kedua pengobatan, karena ESWL sering
membutuhkan beberapa perawatan, dan memiliki risiko obstruksi ureter,
serta kebutuhan adanya prosedur tambahan. Ini adalah alasan utama
untuk merekomendasikan bahwa PNL adalah baris pertama untuk
mengobati pasien nefrolitias. (Basuki B. Purnomo)

c. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)


Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada kasus
dengan batu yang ukuranya masih kurang dari 5mm, dapat juga diberikan
pada pasien yang belum memiliki indikasi pengeluaran batu secara aktif.
Terapi konservatif terdiri dari peningkatan asupan minum dan pemberian
diuretik; pemberian nifedipin atau agen alfa-blocker, seperti tamsulosin;
manajemen rasa nyeri pasien, khusunya pada kolik, dapat dilakukan
dengan pemberian simpatolitik, atau antiprostaglandin, analgesik;
pemantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama 6 minggu untuk
menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis. (Basuki B. Purnomo)
Infeksi
Terapi antibiotic sebaiknya di dasarkan pada pemeriksaan laboraturium
meliput kultur/biakan bakteri, resistensi/sensitifitas. Sementara dibarikan
antibiotic broadspectru, jika hasil tges laboraturium hasil kultur sesuai
dengan terapi, maka terapi diteruskan , jika hasi yang didapatkan bakteri
tertentu, pilih antibiotic yang sesuai dengan hasil laboraturium. (dr Jason
sriwijaya Sp.Fk)
Pielonefritis yang disebabkan E koli, kuman gram negative lainnya,
streptococcus diberikan nitrofurantion, ampisilin trimetropin. (dr Jason
sriwijaya Sp.Fk)
Untuk rpasien rawat; gentamisin atau amiloglikosin lainya, sefalosporin
generasi III, Aztreanam. (dr Jason sriwijaya Sp.Fk)
Untuk pasien berobat jalan: kortrimoksazol oral, florokuinolon,
amoksisilin- asam kluvalanat. (dr Jason sriwijaya Sp.Fk)

7. Pencegahan untuk penyakit-penyakit yang menyebabkan sakit perut


mendadak

Tindakan selanjutnya yang tidak kala penting setelah batu dikeluarkan


dari saluran kemih adalah pencegahan atau menghindari terjadinya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun
atau kurang lebih 50% tahun dalam 10 tahun (Purnomo, 2012). Pencegahan
dilakukan berdasarkan kandungan dan unsur yang menyusun batu saluran
kemih dimana hasil ini didapat dari analisis batu (Lotan, et al., 2013).
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet
makanan, cairan dan aktivitas serta perawatan pasca operasi untuk
mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi. Beberapa tindakan gaya
hidup yang dapat dimodifikasi dalam upaya pencegahan kekambuhan
urolithiasis adalah:
a. Cairan

Strategi pengobatan yang umum digunakan pada urolithiasis yang


bukan disebabkan karena infeksi bakteri adalah dengan meningkatkan
konsumsi air. Peningkatan konsumsi air setiap hari dapat mengencerkan
urin dan membuat konsentrasi pembentuk urolithiasis berkurang. Selain
itu, saat mengkonsumsi makanan yang cenderung kering hendaknya
mengkonsumsi air yang banyak. Konsumsi air sebanyak-banyaknya
dalam satu hari minimal 8 gelas atau setara dengan 2-3 liter per hari
(Lotan, et al., 2013) Anggraini (2015) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa pencegahan lain dapat dilakukan dengan mengkonsumsi air jeruk
nipis atau jeruk lemon yang berfungsi sebagai penghambat pembentukan
batu ginjal jenis kalsium dengan mekanisme utamanya yaitu menghambat
pembentukan batu kalsium melalui reaksi pemutusan ikatan antara
kalsium oksalat maupun kalsium posfat oleh sitrat, sehingga pada akhir
reaksi akan terbentuk senyawa garam yang larut air, endapan kalsium
tidak terbentuk dan tidak tidak terbentuk batu saluran kemih jenis batu
kalsium. Penelitian ini didukung oleh Colella, et al., (2005) dan Purnomo,
(2012) yang menyatakan bahwa asupan jeruk nipis yang rendah dapat
menyebabkan hipositraturia dimana kemungkinan dapat meningkatkan
resiko terbentuknya batu.

b. Makanan

i. Konsumsi makanan seperti ikan dan kurangi konsumsi oksalat (seperti


daging) untuk menurunkan oksalat dalam urin dan resiko
pembentukan batu oksalat (Maalouf, et al., 2010).
ii. Mengurangi diet protein hewani dan purin lainnya untuk menurunkan
kadar asam urat dalam urin dan resiko pembentukan batu asam urat
(Maalouf, et al., 2010).
iii. Mengurangi makanan yang mengandung tinggi kadar garam karena
dapat meningkatkan rasa haus, selain itu garam akan mengambil
banyak air dari dalam tubuh sehingga tubuh akan mengalami dehidrasi
tanpa disadari. Disarankan jika terlalu banyak mengkonsumsi garam
hendaknya anda imbangi dengan mengkonsumsi banyak air yang
berfungsi untuk melarutkan garam yang ada di dalam tubuh (Maalouf,
et al., 2010).
iv. Meningkatkan diet kalsium untuk mengikat oksalat di usus dan
dengan demikian akan menurunkan kadar oksalat dalam urin .

c. Aktivitas

Aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya


urolithiasis. Tingginya aktivitas yang dilakukan dengan diimbangi asupan
cairan yang seimbang maka ada kemungkinan akan memperkecil resiko
terjadinya pembentukan batu, latihan fisik seperti treadmill atau aerobic
ini dapat dilakukan selama 1 jam/ hari selama 5 hari atau anda dapat
melakukan olahraga lari selama 20 meter/ menit selama 5 hari
(Shamsuddeen, et al., 2013). Aktivitas fisik dapat menyebabkan
kehilangan banyak cairan sehingga memungkinkan untuk berada dalam
kondisi dehidrasi tanpa disadari maka dari itu disarankan untuk
mempertahankan hidrasi (cairan) dalam tubuh sebanyak-banyaknya
selama melakukan aktivitas, khususnya aktivitas berat seperti latihan fisik
(treadmill) untuk mengganti ciaran tubuh yang hilang saat melakukan
aktivitas (Colella, et al., 2005; Purnomo, 2012).

d. Dukungan sosial

Rahman, et al., (2013) dalam penelitiannya tentang hubungan antara


adekuasi hemodialisa terhadap kualitas hidup pasien menyatakan bahwa
dukungan sosial merupakan salah satu indikator yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Dukungan sosial dapat
diberikan dari keluarga dan lingkungan sekitar dapat meningkatkan
keoptimisan pada diri sendiri untuk sembuh dari penyakit dan memiliki
kehidupan yang lebih baik. Dukungan yang dapat diberikan berupa
memberikan dukungan kepada orang lain untuk beradaptasi dengan
kondisinya saat ini (Guundgard, 2006).

8. Langkah-langkah diagnosis
a. Anamnesis

Komunikasi yang dilakukan antara dokter dan pasien untuk


mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita dan informasi
yang berkaitan. Beberapa pertanyaan yang dapat di tanyakan
( Unhas,2018)

1) Nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan


(Umur merupakan salah satu faktor epidemiologis intrinsik
terjadinya batu saluran kemih, sering pada usia 30-50 tahun)
(Jenis kelamin merupakan salah satu faktor epidemiologis intrinsik
terjadinya batu saluran kemih, lebih banyak pada laki- laki
dibandingkan perempuan)
( Pekerjaan merupakan salah satu faktor epidemiologis ekstrinsik
terjadinya batu sauran kemih, sering pada orang yang pekerjaanya
duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life)
2) Menanyakan keluhan utama
Bila keluhan utamanya nyeru perut bagian kanan dapat kita tanyakan :
 Sejak kapan nyerinya dirasakan
 Nyerinya dibagian kanan atas atau bawah
 Bagaimana sifat nyerinya
 Apakah nyerinya menjalar atau menetap
 Apakah saat berkemih ada batu atau tidak
 Bagaimana jumlah urinnya
 Apakah kecing berpasir
 Apakah kencingnya berwana merah (hematuria)
3) Menanyakan gejala tambahan yang berhubungan
Tanyakan :
 Apakah ada perasaan mual hingga muntah
 Apakah ada nyeri pinggang
 Apakah ada nyeri saat berkemih
 Apakah ada demam sebelumnya
 Apakah ada penurunan nafsu makan
 Apakah ada nyeri tekan pada perut bagian kanan
4) Melakukan anamnesis yang berkaitan dengan sistem
5) Menggali riwayat penyakit dahulu yang berkaitan dengan penyakit
sekarang
6) Menanyakan kebiasaan : makan jengkol, pete, jeroan, menggunakan
obat non-steroid, antibiotik, anti inflamasi atasi jamur dan juga diet
(Diet banyak purin,oksalat,dan kalsium memperudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih)
7) Menanyakan riwayat keluarga
(Karena herediter(keturunan) diduga dapat diturunkan dari orang tua)
8) Menggali riwayat pengobatan sebelumnya
9) Melakukan cek silang
10) Membuat diangnosis sementara
b. Pemeriksaan Fisis
1) Inspeksi
 Apakah terdapat oedem dan hiperemis pada bagian abdomen
 Apakah terlihat luka atau luka lecet atau tergores kemungkinan
trauma yang bisa akibatkan ruptur ginjal
 Apakah terlihat pembesaran ginjal ataupun tumor pada regio costo
vertebra (RCV) atau abdomen bagian lateral yang ikut bergerak
dengan pernapasan. Pada orang dewasa pembesaran ginjal biasanya
: kista ginjal, hydronephrosis, grawitz tumor
Pada anak-anal pembesaran ginjal biasanya : kista ginjal, Wilm’s
tumor, neuroblastoma
2) Palpasi
 Dilakukan di regio costo vertebra
 Biasanya ginjal normal tidak teraba
 Apakah ginjal teraba (dalam keadaan patologis), biasanya pada
kista, tumor , dan hydronephrosis
 Apakah terdapat nyeri tekan
 Bagaimana konsistensi ginjal yang teraba, bila kenyal (Hypertrophy
compensatoir, bila keras (tumor), bila soft (hydronephrosis, kista
ginjal)
3) Perkusi
 Dilakukan didaerah costo-verterbra (lateral dinding perut) biasa
pada kasus trauma ginjal dan organ lain di retro peritoneal yang
alami perdarahan
 Apakah terdapat perluasan dan progresifitas daerah pekak dinding
lateral abdomen, bila makin luas kearah antero-medial berarti
perdarahan aktif masih ada.
 Perdarahan retro peritoneal daerah pekak pada perkusi tetap dan
tidak berobah dengan perubahan posisi penderita.
 Perdarahan intra peritoneal daerah pekak akan berpindah sesuai
dengan posisi

4) Auskultasi
 Dilakukan bila dicurigai ada stenosis atau aneurisma A.Renalis
atau pembuluh darah lain hingga akan terdengar suara bising (bruit
sistolik)
c. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Purnomo,2016),pemeriksaan penunjang yang di perlukan yaitu:
1) Pemeriksaan Sedimen urin, dapat menunjukkan adanya leukosituria,
hematuria dan kristal pembentuk batu
2) Pemeriksaan kultur urin, mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan
kuman pemecah urea
3) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mencari kemungkinan terjadinya
penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani
pemeriksaan foto IVU
4) Pemeriksaan kadar elektrolit, sebagai faktor penyebab timbulnya batu
saluran kemih (antara lain kadar : kalsium, oksalat, fosfat maupun
asam urat dalam darah maupun urin)
5) Pemeriksaan Imaging :
 Foto Polos Abdomen
Ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak disaluran
kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan
paling sering dijumpai diantara

JENIS BATU RADIO-OPASITAS


Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/ Sistin Non Opak

batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio-
lusen).

 Pielografi Intra Vena (IVU)


Ini bertujuan untuk menilai keadaa anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu IVU dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun
batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen .
Jika IVU belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih
akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya
adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
 Ultrasonogragi (USG)
Dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
IVU, yaitu pada keadaan: alergi kontras, faal ginjal menurun, dan
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya
batu diginjal atau dibuli- buli (yang ditunjukkan sebagai echoic
shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan ginjal.
9. DD dan DS :

Tanda dan Nefrolithiasis ISK Uretrolithiasis


gejala
Wanita + + +

Usia 35 thn + + +

Nyeri perut + + +
kanan
Mual + + +

Menjalar + + +
hingga ke
bawah
Nyeri hilang + +/- -
timbul

a. Nefrolitiasis
1) Definisi
Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan suatu keadaan dimana
terdapat satu atau lebih batu didalam pelvis atau kaliks dari ginjal.
Secara garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan
keturunan, sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim,
kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin, pekerjaan, dan
sebagainya (Purnomo, Basuki B, 2016)

2) Epidemiologi
Hampir semua kepustakaan yang membahas batu saluran kemih
menunjukkan bahwa penderita batu saluran kemih paling banyak
diderita oleh pria dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 3
sampai 4 : 1, dan komposisi batu terbanyak adalah batu kalsium
oksalat, pada usia rata-rata 40 sampai 60 tahun, yang pada penelitian
ini juga ditemukan sama.
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebesar 7% pada perempuan
dewasa dan 13% pada laki-laki dewasa. Empat dari lima pasien adalah
laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga sampai ke
empat.
Di Indonesia sendiri, penyakit ginjal yang paling sering ditemui
adalah gagal ginjal dan nefrolitiasis. Prevalensi tertinggi penyakit
nefrolitiasis yaitu di daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh
(0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah , dan Sulawesi Tengah masing-
masing (0,8%). (Fauzi,Ahmad dan Marco Manza Adi Putra, 2016)

3) Faktor Risiko
Faktor risiko nefrolitiasis (batu ginjal) umumnya biasanya karena
adanya riwayat batu di usia muda, riwayat batu pada keluarga, ada
penyakit asam urat, kondisi medis lokal dan sistemik, predisposisi
genetik, dan komposisi urin itu sendiri. Komposisi urin menentukan
pembentukan batu berdasarkan tiga faktor, berlebihnya komponen
pembentukan batu, jumlah komponen penghambat pembentukan batu
(seperti sitrat, glikosaminoglikan) atau pemicu (seperti natrium, urat).
Anatomis traktus anatomis juga turut menentukan kecendrungan
pembentukan batu. (Purnomo, Basuki B, 2016)

4) Klasifikasi
Nefrolitiasis berdasarkan komposisinya terbagi menjadi batu
kalsium, batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xanthine, batu
triamteren, dan batu silikat.
Terdapat beberapa jenis variasi dari batu ginjal, yaitu:
a) Batu Kalsium
Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal. Kandungan
batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau
campuran dari kedua unsur tersebut. Faktor-faktor terbentuknya
batu kalsium adalah:
- Hiperkalsiuri
Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal, dan
hiperkasiuri resorptif. Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena
adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus,
hiperkalsiuri renal terjadi akibat adanya gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium melalu tubulus ginjal dan hiperkalsiuri
resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium
tulang.
- Hiperoksaluri
Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram perhari.
- Hiperurikosuria
Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850mg/24 jam.
- Hipositraturia
Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium dengan
oksalat atau fosfat sedikit.
- Hipomagnesuria
Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya batu
kalsium kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab tersering
hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus yang diikuti
dengan gangguan malabsorbsi.
b) Batu Struvit
Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
c) Batu Asam Urat
Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi anti kanker, dan
yang banyak menggunakan obat urikosurik seperti sulfinpirazon,
thiazid, dan salisilat.
d) Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthine, batu triamteran, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. (Ratu, G, A. Badji, Hardjoeno. 2016)

5) Etiologi
Penyebab pasti yang membentuk batu saluran kemih belum
diketahui, oleh karena banyak faktor yang dilibatkannya. Diduga dua
proses yang terlibat dalam batu saluran kemih yakni supersaturasi dan
nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu
terdapat dalam jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume urin dan
kimia urin yang menekan pembentukan batu menurun. Pada proses
nukleasi, natrium hydrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit
membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian merekat (adhesi) di
inti untuk membentuk campuran batu. Proses ini di namakan nukleasi
heterogen. Analisis batu yang memadai akan membantu memahami
mekanisme patogenesis batu saluran kemih dan merupakan tahap awal
dalam penilaian dan awal terapi pada penderita batu saluran kemih
(Ratu, G, A. Badji, Hardjoeno,2016)

6) Patomekanisme
Pembentukan batu pada ginjal umumnya membutuhkan keadaan
supersaturasi. Namun pada urin normal, ditemukan adanya zat
inhibitor pembentuk batu. Pada kondisi-kondisi tertentu, terdapat zat
reaktan yang dapat menginduksi pembentukan batu. Adanya hambatan
aliran urin, kelainan bawaan pada pelvikalises, hiperplasia prostat
benigna, striktura, dan buli bulineurogenik diduga ikut berperan dalam
proses pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal
tersebut akan tetap berada pada posisi metastable (tetap terlarut)dalam
urin jika tidak ada keadaan-keadaan yang menyebabkan presipitasi
kristal. Apabila kristal mengalami presipitasi membentuk inti batu,
yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan
yang lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Kristal akan
mengendap pada epitel saluran kemih dan membentuk batu yang cukup
besar untuk menyumbat saluran kemih sehingga nantinya dapat
menimbulkan gejala klinis (Purnomo, Basuki B, 2016)

7) Gejala Klinis
Penderita nefrolitiasis sering mendapatkan keluhan rasa nyeri pada
pinggang ke arah bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik atau non
kolik. Nyeri dapat menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan muntah
sering hadir, namun demam jarang djumpai pada penderita. Dapat juga
muncul adanya bruto atau mikrohematuria.Pada pemeriksaan fisis
mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah costovertebra, teraba
ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal
ginjal, dan retensi urin (Purnomo, Basuki B, 2016)

8) Diagnosis
Selain dari keluhan khas atau gejala klinis yang didapatkan pada
penderita nefrolitiasis, ada beberapa hal yang harus dievaluasi untuk
menegakkan diagnosis, yaitu:
a) Evaluasi skrining yang terdiri dari sejarah rinci medis dan
makanan, kimia darah, dan urin pada pasien.Pemeriksaan sedimen
urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan dijumpai
berbagai kristal pembentuk batu. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan
untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan
untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVU/IVP.
Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor
penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara lain kadar: kalsium,
oksalat, fosfat maupun urat didalam darah maupun didalam urin).
b) Foto Rontgen Abdomen yang digunakan untuk melihat adanya
kemungkinan batu radio-opak.
c) Pielografi Intra Vena (IVP) yang bertujuan melihat keadaan
anatomi dan fungsi ginjal. Pemeriksaan ini dapat terlihat batu yang
bersifat radiolusen.
d) Ultrasonografi (USG) dapat melihat semua jenis batu.
e) CT Urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk melihat
adanya batu di traktus urinarius.

9) Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah
mengatasi nyeri, menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah
terjadinya pembentukan batu yang berulang.
a) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy.
Bekerja dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di
luar tubuh untuk menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan
dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL dianggap sebagai
pengobatan cukup berhasil untuk batu ginjal berukuran menengah
dan untuk batu ginjal berukuran lebih dari 20-30 mm pada pasien
yang lebih memilih ESWL, asalkan mereka menerima perawatan
berpotensi lebih
b) PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)
Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan
batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat
endoskopi ke dalam kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmen kecil. Asosiasi Eropa Pedoman Urologi tentang
urolithiasis merekomendasikan PNL sebagai pengobatan utama
untuk batu ginjal berukuran >20mm, sementara ESWL lebih
disukai sebagai lini kedua pengobatan, karena ESWL sering
membutuhkan beberapa perawatan, dan memiliki risiko obstruksi
ureter, serta kebutuhan adanya prosedur tambahan. Ini adalah
alasan utama untuk merekomendasikan bahwa PNL adalah baris
pertama untuk mengobati pasien nefrolitias.
c) Bedah terbuka
Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PNL
dan ESWL, tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain pielo litotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal.
d) Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)
Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada
kasus dengan batu yang ukuranya masih kurang dari 5mm, dapat
juga diberikan pada pasien yang belum memiliki indikasi
pengeluaran batu secara aktif. Terapi konservatif terdiri dari
peningkatan asupan minum dan pemberian diuretik; pemberian
nifedipin atau agen alfa-blocker, seperti tamsulosin; manajemen
rasa nyeri pasien, khusunya pada kolik, dapat dilakukan dengan
pemberian simpatolitik, atau antiprostaglandin, analgesik;
pemantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama 6 minggu untuk
menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis (Purnomo, Basuki B,
2016)

10) Komplikasi
Komplikasi pada nefrolitiasis bedakan menjadi komplikasi akut
dan komplikasi jangka panjang.
a) Komplikasi Akut
Kematian, kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfusi dan
tambahan invensi sekunder yang tidak direncanakan.
b) Komplikasi Jangka Panjang
Striktura, obstruksi, hidronefrotis, berlanjut dangan atau tanpa
pionefrosis, dan berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang
terkena. (Fauzi, Ahmad dan Marco Manza Adi Putra,2016)

b. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

1) Definisi

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan adanya infeksi (ada


perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di
parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah
bakteriuria yang bermakna. ( Infeksi saluran kemih.In:Sudoyo A,
Setiyohadi B,Alwi I,Simadibrata M,Setiati S,editors.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam.5th ed.jakarta;Pusat informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2009).

Bakteriuria yang bermakna adalah bila ditemukan pada biakan urin


pertumbuhan bakteri sejumlah > 100.000 per ml urin segar (yang
diperoleh dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa
kontaminasi). Faktor resiko: kerusakan atau kelainan anatomi saluran
kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan parut, pemasangan
kateter urin yang lama,endapan obat intratubular,refluks,instrumentasi
saluran kemih, konstriksi arteri-vena,hipertensi,analgetik,ginjal
polikistik, kehamilan,DM, atau pengaruh obat - obat
estrogen. ( Infeksi saluran kemih.In:Sudoyo A, Setiyohadi B,Alwi
I,Simadibrata M,Setiati S,editors.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.5th
ed.jakarta;Pusat informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.2009).

2) Pendekatan Diagnosis

i. Anamnesis

ISK bawah: frekuensi, disuria terminal, polakisuria,nyeri


suprapubik. 
ISK Atas: nyeri pinggang,demam,menggigil,mual dan muntah,
hematuria. 
Anamnesis adanya faktor resiko. 

ii. Pemeriksaan Fisis


Febris,nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra 

iii. Pemeriksaan Penunjang

 DPL,tes resistensi kuman,tes fungsi ginjal, gula darah


 Kultur urin (+): bakteriuria > 100.000/ml urin
 Foto BNO-IVP bila perlu
 USG ginjal bila perlu

iv. Diagnosis Banding

 Keganasan kandung kemih


 Nonbacterial cystitis
 Interstitial cystitis
 Pelvic inflammatory disease
 Pyelonephritis akut
 Urethritis
 Vaginitis

3) Penatalaksanaan

 Nonfarmakologis

Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik. Menjaga higiene


genitalia eksterna.

 Farmakologis
Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada. Bila hasil tes
resistensi kuman sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan.
( Infeksi saluran kemih.In:Sudoyo A, Setiyohadi B,Alwi
I,Simadibrata M,Setiati S,editors.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.5th ed.jakarta;Pusat informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.2009).

4) Komplikasi

Batu saluran kemih,obstruksi saluran kemih,sepsis,infeksi kuman


yang multiresisten,gangguan fungsi ginjal. ( Infeksi saluran
kemih.In:Sudoyo A, Setiyohadi B,Alwi I,Simadibrata M,Setiati
S,editors.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.5th ed.jakarta;Pusat
informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2009).

5) Prognosis
Infeksi saluran kemih tanpa kelainan anatomis mempunyai
prognosis yang lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut
yang adekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi
berulang. ( Infeksi saluran kemih.In:Sudoyo A, Setiyohadi B,Alwi
I,Simadibrata M,Setiati S,editors.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.5th
ed.jakarta;Pusat informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.2009).

c. Urolithiasis

1) Definisi
Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih
individu terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin .
Pembentukan batu dapat terjadi ketika tingginya konsentrasi kristal
urin yang membentuk batu seperti zat kalsium, oksalat, asam urat
dan/atau zat yang menghambat pembentukan batu (sitrat) yang
rendah . Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada saluran
kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan
senyawa tertentu

2) Etiologi
Penyebab terjadinya urolithiasis secara teoritis dapat terjadi atau
terbentuk diseluruh salurah kemih terutama pada tempat-tempat
yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urin) antara lain
yaitu sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan
pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi
intravesiko kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH),
striktur dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu (Andi eka pranata, Eko
Prabowo, 2014)
3) Manifestasi Klinis

Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada


letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih .
Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien
urolithiasis:

a. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu
nyeri kolik dan non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya
stagnansi batu pada saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan
iritabilitas pada jaringan sekitar .Nyeri kolik juga karena adanya
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada
saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan pada
terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri (Purnomo, 2012).
b. Gangguan miksi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine
flow) mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk
miksi secara spontan. Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran
kemih terjadi di ginjal sehingga urin yang masuk ke vesika urinaria
mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien uretrolithiasis,
obstruksi urin terjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan
untuk mengeluarkan urin ada namun hambatan pada saluran
menyebabkan urin stagnansi . Batu dengan ukuran kecil
mungkin dapat keluar secara spontan setelah melalui hambatan
pada perbatasan uretero- pelvik, saat ureter menyilang vasa
iliaka dan saat ureter masuk ke dalambuli-buli (Purnomo,2012).
c. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter)
sering mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin
yang keluar. Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang
disebabkan oleh batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur
dengan darah (hematuria) . Hematuria tidak selalu terjadi pada
pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi pada saluran kemih
utamanya ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria yang
masive, hal ini dikarenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan
memiliki sensitivitas yang tinggi dan didukung jika karakteristik
batu yang tajam pada sisinya.

d. Mual dan muntah

Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi


ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat
hebat sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan
memacu sekresi HCl pada lambung . Selain itu, hal ini juga
dapat disebabkan karena adanya stimulasi dari celiac plexus,
namun gejala gastrointestinal biasanya tidak ada .

3) Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urin dan
menyebabkan obstruksi, salah satunya adalah statis urin dan
menurunnya volume urin akibat dehidrasi serta ketidakadekuatan
intake cairan, hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya
urolithiasis. Rendahnya aliran urin adalah gejala abnormal yang
umum terjadi. selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya
urolithiasis seperti komposisi batu yang beragam menjadi faktor
utama bekal identifikasi penyebab urolithiasis.

4) Pemeriksaan Diagnostik
Purnomo, (2012) diagnosis urolithiasis dapat ditegakkan melalui
beberapa pemeriksaan seperti:
a) Kimiawi darah dan pemeriksaan urin 24 jam untuk mengukur
kadar kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, pH dan volume total
.
b) Analisis kimia dilakukan untuk menentukan komposisi batu.
c) Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi adanya bakteri
dalam urin (bacteriuria)
d) Foto polos abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu-batu
jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan
paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu
asam urat bersifat non opak (radio-lusen) (Purnomo, 2012).
e) Intra Vena Pielografi (IVP)

IVP merupakan prosedur standar dalam menggambarkan


adanya batu pada saluran kemih. Pyelogram intravena yang
disuntikkan dapat memberikan informasi tentang baru (ukuran,
lokasi dan kepadatan batu), dan lingkungannya (anatomi dan
derajat obstruksi) serta dapat melihat fungsi dan anomali Selain itu
IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun non-opak
yang tidak dapat dilihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum
dapat menjelaskan keadaan saluran kemih akibat adanya
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah
pemeriksaan pielografi retrograd (Purnomo, 2012).

f) Ultrasonografi (USG)
USG sangat terbatas dalam mendiagnosa adanya batu dan
merupakan manajemen pada kasus urolithiasis. Meskipun
demikian USG merupakan jenis pemeriksaan yang siap sedia,
pengerjaannya cepat dan sensitif terhadap renal calculi atau batu
pada ginjal, namun tidak dapat melihat batu di ureteral. USG
dikerjakan bila pasien tidak memungkinkan menjalani
pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan seperti alergi
terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, pada pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai
adanya batu di ginjal atau buli-buli, hidronefrosis, pionefrosis,
atau pengerutan ginjal (Purnomo, 2012).

5. Penatalaksanaan
Tujuan dalam panatalaksanaan medis pada urolithiasis adalah
untuk menyingkirkan batu, menentukan jenis batu, mencegah
penghancuran nefron, mengontrol infeksi, dan mengatasi obstruksi
yang mungkin terjadi.
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran
kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan
penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/ terapi
pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan
obstruksi dan infeksi. Beberapa tindakan untuk mengatasi penyakit
urolithiasis adalah dengan melakukan observasi konservatif (batu
ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa intervensi),
agen disolusi (larutan atau bahan untuk memecahkan batu),
mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), terapi invasif
minimal: ureterorenoscopy (URS), Percutaneous Nephrolithotomy,
Cystolithotripsi/ ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi,
nefrektomi, pyelolithotomi, uretrolithotomi, sistolithotomi (Purnomo,
2012
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ginjal adalah organ multifungsional yang mengatur hemostasis tubuh,
asam an elektrolit lain di dalam lingkungan cairan internal fungsi ginjal
berperan penting dalam mempertahankan homesostasis dengan mengeliminasi
komponen yang tidak lagi diperlukan dalam tubuh hasil dari metabolisme
namun kerusakan dalam unit fungsional dan ketidakseimbangan dalam
komponen intake. Ketidakseimbangan ini yang kemudian menimbulkan
keadaan patologis salah satunya dengan terbentuknya endapan berstruktur
kalsium yang akan menimbulkan obstruksi pada bagian fungsional ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Basri, Muh Iqbal, dkk. 2016. Buku Ajar Biomedik 2. Makassar: Departemen
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Basuki B.Purnomo. 2016. Dasar- Dasar Urologi. Edisi 3. Malang .Sagung Seto
Fauzi, Ahmad dan Marco Manza Adi Putra. 2016. ‘Nefrolitiasis’. Majority.
Vol.5(2):69-72
Infection of the urinary tract.Dalam:Wein et al.Campbell-Walsh urology.9th
Edition.Saunders.
Jusuf, Ahmad Aulia. 2001. Diktat Kuliah Histologi. Jakarta: Bagian Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta : EGC
Leslie, SW. 2010. Nephrolithiasis, Acute  Renal Colic. in E-Medicine.
Purnomo, Basuki B. 2016. Dasar-Dasar Urologi Edisi 3. Jakarta: Saguung
Penuntun pembelajaran pegangan mahasiswa sistem urigenitalia. 2018. Kendari.
FK UNHAS (Sumber nomor 1 dan 2)
Price, Sylvia A.2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC

Ratu, G, A. Badji, Hardjoeno. 2016. ‘Profil Analisis Batu Saluran Kemih di


Laboratorium Patologi Klinik’. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory. Vol.12(3):114;116

Scanlon,Valerie C dan Sanders Tina.,2006.,BUKU AJAR ANATOMI &


FISIOLOGI.,Jakarta :EGC.

Seto Sudoyo A, Setiyohadi B,Alwi I,Simadibrata M,Setiati S,editors.Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam.5th .jakarta;Pusat informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FK UI.2009.

Anda mungkin juga menyukai