Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya, semua makhluk hidup harus memenuhi kebutuhan energinya
dengan cara mengkonsumsi makanan. Makanan tersebut kemudian diuraikan dalam
sistem pencernaan menjadi sumber energi, sebagai komponen penyusun sel dan
jaringan tubuh, dan nutrisi yang membantu fungsi fisiologis tubuh. Pencernaan
makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran
yang lebih kecil dan halus, serta memecah molekul makanan yang kompleks menjadi
molekul yang sederhana dengan menggunakan enzim dan organ-organ pencernaan.
Enzim ini dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan jenisnya tergantung dari
bahan makanan yang akan dicerna oleh tubuh. Luasnya daerah permukaan saluran
cerna dan fungsi digestifnya menunjukan betapa pentingnya makna pertukaran antara
organisme manusia dengan lingkungannya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan
mengganggu keutuhan fungsi traktus gastrointestinal. ( Dona L.Wong, 2008 )
Obstruksi intestinal merupakan salah satu bentuk kelainan pada traktus
digestivus dan menjadi kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai,
merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson,
2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 orang menderita ileus
setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Sedangkan di Indonesia berdasarkan data Depkes RI
tahun 2004 tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif yang dirawat inap
dan 7.024 pasien rawat jalan.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007). Obstruksi pada usus dapat disebabkan oleh faktor mekanik dan
fungsional. Faktor mekanik diantaranya intususepsi, tumor dan neoplasma, stenosis,
striktur, perlekatan (adhesi), hernia dan abses. Sedangkan faktor fungsional
disebabkan oleh muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus
(Brunner and Suddarth, 2002). Terdapat 4 gejala utama (cardinal sign) pada ileus
obstruktif, yaitu nyeri abdomen, muntah, distensi dan kegagalan buang air besar atau
gas (konstipasi). Dampak ileus obstruktif terhadap kebutuhan dasar manusia
diantaranya kebutuhan oxigenasi, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan nutrisi, kebutuhan eliminasi dan kebutuhan istirahat dan tidur.
Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi akibat ileus obstruksi, yaitu syok
hipovolemik, perporasi, peritonitis, sepsis dan kematian. (Brunner and Suddarth,
2002)
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai
angka kematian 5%. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah
lanjut usia. Sedangkan obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai
angka kematian sekitar 8%, jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam
sesudah timbulnya gejala, dan 25% jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada
obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30%. Perforasi
sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan.
(Brunner and Suddarth, 2002)
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk menggambarkan
asuhan keperawatan pada Nn.Y dengan ileus obstrukstif yang dirawat di Ruang Nusa
Indah RSUD Majalengka.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan karya tulis ilmiah ini adalah asuhan keperawatan
pada Nn.Y dengan ileus obstruktif yang dirawat di Ruang Nusa Indah RSUD
Majalengka, yang meliputi Pengkajian, analiasa data, diagnosa keperawatan,
perencanaan tindakan keperawatan, implementasi, evaluasi dan catatan
perkembangan.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai asuhan keperawatan pada
pasien dengan ileus obstrutif di Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus penulisan karya tulis ini adalah untuk mendapatkan
gambaran nyata tentang :
a. Pengkajian data yang menunjang masalah keperawatan pada Nn.Y dengan
ileus obstruktif di Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
b. Penyusunan diagnosa keperawatan pada Nn.Y dengan ileus obstruktif di
Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
c. Penyusunan rencana tindakan keperawatan pada Nn.Y dengan ileus
obstruktif di Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
d. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada Nn.Y dengan ileus obstruktif di
Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
e. Pelaksanaan evaluasi keperawatan pada Nn.Y dengan ileus obstruktif di
Ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.

D. Metode Penulisan
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode deskriftif, yaitu suatu
metode yang bersifat mengumpulkan data, menganalisa dan menarik kesimpulan dari
kasus yang diamati dengan apa adanya. Data-data yang diperlukan diperoleh dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang meliputi :
1. Studi kepustakaan yaitu usaha memperoleh data secara teori yang berhubungan
dengan konsep penyakit dan asuhan keperawatan ileus obstruktif.
2. Studi kasus secara langsung pada pasien serta berpartisipasi aktif dalam
memberikan asuhan keperawatan.
3. Wawancara dengan klien dan keluarga, petugas kesehatan yang mengetahui
tentang keadaan pasien dan memvalidasi melalui stasus.
4. Pemeriksaan fisik langsung pada pasien.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal
(Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang
menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau
fungsional. (Tucker, 1998)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran
pencernaan.

2. Anatomi dan Fisiologi


1) Anatomi sistem pencernaan
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian
:
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir
dan pipi.
2) Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang
bersambung dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak
dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang
punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam
abdomen ke lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang
paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung, yaitu :
1) Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri
osteum kardium biasanya berisi gas.
2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah notura minor.
3) Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk
spinkter pilorus.
4) Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi
samapi pilorus.
5) Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke
pilorus anterior.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi
hasil pencernaan makanan.
Usus halus terdiri dari :
1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu
kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada
bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut
papila vateri.
2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f. Usus besar/interdinum mayor
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 8 bagian:

1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang
± 28 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S"
ujung bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan

2) Fisiologi sistem pencernaan


Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan absorpsi
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung
oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas
yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu
dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas (Price & Wilson,
1994).
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan,
yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan
hormon (Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan
sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke
ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai
kontinu isi lambung (Price & Wilson, 1994).
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino)
melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel
tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai
zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian
kurang dimengerti (Price & Wilson, 1994).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah
mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian
kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa
feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Preice & Wilson,
1994). Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai
pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu
menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah terjadinya dehidrasi.
(Schwartz, 2000)
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon
kanan dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang
paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun
oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa
merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali
sehari, terjadi dengan defekasi. (Schwartz, 2000)

Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak
tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)

3. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan
pada usus, diantaranya :
a. Intususepsi
b. Tumor dan neoplasma
c. Stenosis
d. Striktur
e. Perlekatan (adhesi)
f. Hernia
g. Abses
2) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. (Brunner and Suddarth, 2002)

4. Tanda dan Gejala


Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :
1) Nyeri abdomen
2) Muntah
3) Distensi
4) Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002) :
1) Lokasi obstruksi
2) Lamanya obstruksi
3) Penyebabnya
4) Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap
setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus
diperiksa. (Winslet, 2002)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus
melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai
20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus
demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan
yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus.
Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga
gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini
nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan
abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan
tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai. (Sabiston, 1995)
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001).
Muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus,
maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau
kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut
(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa
keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga
suatu gambaran khas ileus obstruktif.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda
(Winslet, 2002) :
1) Mulainya terjadi iskemia
2) Perforasi usus
3) Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen
yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi.
Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi. (Winslet, 2002)

5. Fatofisiologi

Perlengketan, intususepsi, volvulus, hernia dan tumor


Refluks inhibisi spingter Akumulasi gas dan cairan dalam lumen Klien rawat inap
Terganggu bagian proksimal letak obstruksi

Spingter ani eksterna Distensi abdomen Reaksi hospitalisasi


Tidak relaksasi

Refluks lama dalam Tekanan intra lumen meningkat CEMAS


Kolon dan rektum

Konstipasi Iskemia dinding usus

Metabolisme anaerob glukosa


Kontraksi anuler
pylorus Merangsang pengeluaran mediator kimia
(histamin. Bradikinin dan prostaglandin)

Ekspalasi isi lambung Merangsang reseptor nyeri Proliferasi bakteri yang


ke usofagus Berlangsung cepat

NYERI Pelepasan bakteri dan


Gerakan isi lambung Toksin dari usus yang
inpark
Ke mulut Merangsang syaraf otonom
Aktifasi norepineprin
Bakteri melespaskan
Mual/muntah Syaraf simpatis terangsang mengaktifkan endotoksin dan merangsang
RAS mengaktifkan kerja organ tubuh tubuh melepaskan zat
Pyrogen oleh leukosit
REM menurun
Intake kurang
Klien terjaga Impuls disampaikan ke
hipotalamus
bagian termogulator melalui
ductus toracicus
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN
GANGGUAN POLA TIDUR HIPERTERMI

Kontraksi otot-otot abdomen ke diafragma

Kehilangan H2O dan elektrolit


Relaksasi otot-otot diafragma terganggu

Volume ECF menurun Ekspansi paru menurun

RESIKO KURANG VOLUME CAIRAN POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF


6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak
rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak
dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya sebagai diagnostik
tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c. CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti
adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT–Scan
harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras yang
ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya
herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
2) Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa

mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis

atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 )

7. Komplikasi

20
1) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra
abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001)

8. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan
gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti
ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda
vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan
lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi : Jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan
lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat
diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan
pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang
“melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal,
Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma
colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007)

B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


1. Kebutuhan oxygenasi
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya distensi abdomen akibat adanya
akumulasi cairan dan gas dalam lumen usus. Hal ini mengakibatkan terjadinya kontraksi
otot-otot diafragma dan relaksasi otot-otot diafragma terganggu menyebabkan ekspansi
paru menurun sehingga respirasi tidak efektif.
2. Kebutuhan cairan dan elektrolit
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya penimbunan cairan intra lumen akibat
peningkatan ekskresi cairan kedalam lumen usus. Hal ini merupakan penyebab
kehilangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya penurunan ekstra
celluler fluid (ECF) sehingga terjadi hipovolemik.
3. Kebutuhan rasa nyaman
Nyeri abdomen terjadi akibat adanya distensi abdomen dan akibat kontraksi
peristaltik kuat dinding usus melawan obstruksi. Jika obstruksi berlanjut dan terjadi
iskemia/inflamasi/perporasi dapat terjadi pireksia.
4. Kebutuhan nutrisi
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap proses digesti,
ingesti dan absorbsi nutrient.
5. Kebutuhan eliminasi
Obstuksi usus mengakibatkan motilitas usus menurun, menyebabkan refluk
inhibisi spingter tergangga mengakibatkan terjadinya kegagalan buang air besar (BAB).

6. Kebutuhan istirahat dan tidur


Karena pada penderita ileus obstruktif akibat dari distensi abdomen dan adanya
nyeri yang intermiten maka istirahat klien kurang atau terganggu.
7. Kebutuhan Rasa Aman
Rasa aman akan terganggu karena keterbatasan kognitif mengenai penyakit dan
berhubungan dengan prosedur tindakan sehingga timbul cemas.

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
dan gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya
terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen tegang dan kaku.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10.
T: Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan
klien.
c. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
2. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
3. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
4. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok
hipovolemik
5. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak ada,
ketidakmampuan defekasi dan flatus.
6. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
7. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
8. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
9. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus
obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan cairan
dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil :
 Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD : 110/70 -120/80 mmHg)
 Intake dan output cairan seimbang
 Turgor kulit elastic
 Mukosa lembab
 Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl:
94-111 mmol/L).
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital 2. Perubahan yang drastis pada tanda-
tanda vital merupakan indikasi
kekurangan cairan.
3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda- 3. kekurangan cairan dan elektrolit
tanda syok dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan syok.
4. Menilai fungsi usus
4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2
jam
5. Monitor intake dan output secara ketat 5. Menilai keseimbangan cairan
6. Pantau hasil laboratorium serum
elektrolit, hematokrit 6. Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan 7. Meningkatkan pengetahuan pasien
keluarga tentang tindakan yang dan keluarga serta kerjasama antara
dilakukan: pemasangan NGT dan perawat-pasien-keluarga.
puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk 8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi
teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual yang 1. Mempengaruhi pilihan intervensi.
mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna makanan, mis : status puasa,
mual, ileus paralitik setelah selang
dilepas.
2. Auskultasi bising usus; palpasi
abdomen; catat pasase flatus. 2. Menentukan kembalinya peristaltik
3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet ( biasanya dalam 2-4 hari ).
dari pasien. Anjurkan pilihan makanan 3. Meningkatkan kerjasama pasien
tinggi protein dan vitamin C. dengan aturan diet. Protein/vitamin
C adalah kontributor utuma untuk
pemeliharaan jaringan dan
perbaikan. Malnutrisi adalah fator
dalam menurunkan pertahanan
terhadap infeksi.
4. Observasi terhadap terjadinya diare; 4. Sindrom malabsorbsi dapat terjadi
makanan bau busuk dan berminyak. setelah pembedahan usus halus,
memerlukan evaluasi lanjut dan
perubahan diet, mis: diet rendah
serat.
5. Kolaborasi dalam pemberian obat- 5. Mencegah muntah. Menetralkan
obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: atau menurunkan pembentukan
proklorperazin (Compazine). Antasida asam untuk mencegah erosi mukosa
dan inhibitor histamin, mis: simetidin dan kemungkinan ulserasi.
(tagamet).

3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola nafas menjadi
efektif
Kriteria hasil :
 Pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 18-20x/menit
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, N,S 1. Perubahan pada pola nafas akibat
adanya distensi abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan hasil
TTV.
2. Adanya distensi pada abdomen
2. Kaji status pernafasan: pola, frekuensi,
dapat menyebabkan perubahan pola
kedalaman
nafas.
3. Berkurangnya/hilangnya bising
3. Kaji bising usus pasien usus menyebabkan terjadi distensi
abdomen sehingga mempengaruhi
pola nafas.
4. Mengurangi penekanan pada paru
4. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 akibat distensi abdomen.
derajat 5. Perubahan pola nafas akibat adanya
5. Observasi adanya tanda-tanda hipoksia distensi abdomen dapat
jaringan perifer: cianosis menyebabkan oksigenasi perifer
terganggu yang dimanifestasikan
dengan adanya cianosis.
6. Mendeteksi adanya asidosis
respiratorik.
6. Monitor hasil AGD
7. Meningkatkan pengetahuan dan
kerjasama dengan keluarga pasien.
7. Berikan penjelasan kepada keluarga
pasien tentang penyebab terjadinya
distensi abdomen yang dialami oleh
pasien 8. Memenuhi kebutuhan oksigenasi
8. Laksanakan program medic pemberian pasien
terapi oksigen

4. Gangguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.


Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola eliminasi
kembali normal.
Kriteria hasil :
 Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal :
5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan 1. Mengetahui ada atau tidaknya
konsistensi feces kelainan yang terjadi pada eliminasi
fekal.
2. Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.
3. Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan
perbaikan fungsi usus.
4. Gangguan motilitas usus dapat
4. Kaji adanya distensi abdomen
menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga terjadi
distensi abdomen.
5. Meningkatkan pengetahuan pasien
5. Berikan penjelasan kepada pasien dan dan keluarga serta untuk
keluarga penyebab terjadinya gangguan meningkatkan kerjasana antara
dalam BAB perawat-pasien dan keluarga.
6. Membantu dalam pemenuhan
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi kebutuhan eliminasi
pencahar (Laxatif)

5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam rasa nyeri teratasi
atau terkontrol
Kriteria hasil :
 Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada
tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan rileks.

Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif 1. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
akibat adanya distensi abdomen
dapat menyebabkan peningkatan
hasil TTV.
2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan
dirasakan pasien dan menentukan
skala nyeri yang dirasakan pesien
tindakan selanjutnya guna
sehubungan dengan adanya distensi
mengatasi nyeri.
abdomen
3. Posisi yang nyaman dapat
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi
mengurangi rasa nyeri yang
fowler
dirasakan pasien
4. Relaksasi dapat mengurangi rasa
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi nyeri
tarik nafas dalam saat merasa nyeri 5. Mengurangi nyeri yang dirasakan
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan pasien.
tehnik pengalihan saat merasa nyeri
hebat.
6. Analgetik dapat mengurangi rasa
6. Kolaborasi dengan medic untuk terapi
nyeri
analgetik
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan :
 Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
 Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi adanya peningkatan 1. Rasa cemas yang dirasakan pasien
kecemasan: wajah tegang, gelisah dapat terlihat dalam ekspresi wajah
dan tingkah laku.
2. Kaji adanya rasa cemas yang dirasakan 2. Mengetahui tingkat kecemasan
pasien pasien.
3. Berikan penjelasan kepada pasien dan 3. Dengan mengetahui tindakan yang
keluarga tentang tindakan yang akan akan dilakukan akan mengurangi
dilakukan sehubungan dengan keadaan tingkat kecemasan pasien dan
penyakit pasien meningkatkan kerjasama
4. Berikan kesempatan pada pasien untuk 4. Dengan mengungkapkan
mengungkapkan rasa takut atau kecemasan akan mengurangi rasa
kecemasan yang dirasakan takut/cemas pasien
5. Pertahankan lingkungan yang tenang dan 5. Lingkungan yang tenang dan
tanpa stres. nyaman dapat mengurangi stress
pasien berhadapan dengan
penyakitnya
6. Support system dapat mengurani
6. Dorong dukungan keluarga dan orang
rasa cemas dan menguatkan pasien
terdekat untuk memberikan support
dalam memerima keadaan sakitnya.
kepada pasien
BAB III
TINJAUAN KASUS

Laporan kasus dengan illeus obstruktif

Narasi Kasus

Nn. Y dirawat di RSUD Majalengka dengan keluhan mendadak nyeri perut, tidak
bisa buang air besar dan flatus. Pada saat dikaji klien masih mengalami nyeri perut,
nyeri berat dengan skala 7 (1-10), nyeri melilit dari perut sekitar pusar (supra
umbilikus) menyebar ke bagian atas, disertai dengan muntah 2 kali, tidak bisa buang
air besar (BAB) dan flatus, nyeri timbul setiap 3-5 menit, nyeri bertambah jika tidur
terlentang atau dalam posisi miring, dan nyeri berkurang dalam posisi setengah duduk
(semi fowler).
Kakek dari ibu menderita penyakit hipertensi, tidak ada anggota yang menderita
penyakit keturunan (herediter) lainya, dan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit/kelainan bawaan lahir (congenital).
Di rumah klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 04.30 dan jarang tidur siang.
Sudah 3 hari di RS Klien tidak bisa BAB dan flatus, BAK melalui catheter, warna urin
kekuningan, jumlah ± 900 cc/24 jam. Di rumah sakit klien menggunakan obat untuk
merangsang BAB/pencahar (dulcolax supp, per rectal).

NO KEBUTUHAN SEBELUM SAKIT


1 NUTRISI
a. BB/TB 43 kg/158 cm
b. Diet Nasi, lauk pauk,
c. Frekuensi sayur
d. Porsi makan 3 kali/hari
e. Makanan yang 1 piring
menimbulkan alergi tidak ada
f. Makanan yang disukai Mie instan & baso
2 CAIRAN
a. Intake
 Oral
Jenis Air putih
Jumlah ±1500-2000cc/hari
 Intra vena
Jenis -
jumlah -
b. Out put
 Urine ± 1200 cc/hari
 Keringat, dll ± 800 cc/hari
 Cairan NGT -

Pemeriksaan fisik: Penampilan : Klien tampak meringis kesakitan


Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda Vital
Suhu : 36,7 o C
Nadi : 84 x/menit
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Respirasi : 24 x/menit
A. PENGKAJIAN

Waktu : 28/12/2023
Tempat : Ruang Nusa Indah

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Y
Umur : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Alamat : Desa Silihwangi palangkaraya
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 26/12/2023
Cara Masuk Rumah Sakit : Masuk melalui UGD
Diagnosa Medis : Illeus Obstruktif Partial
Alasan dirawat : Perut nyeri, kembung, muntah , tidak
bisa buang air besar dan flatus
Keluhan Utama : Nyeri perut
Upaya yang telah dilakukan : Langsung di bawa ke UGD Rumah
Sakit Umum Daerah Doris silvanus
Terapi/Operasi yang pernah dilakukan : IVFD RL 15 tetes/menit
Cefatoxim 2 x 1 gr, per IV
Ranitidin 2 x 1 ampul, per IV
Metronidazol 3 x 500 mg, per IV
Ketorolac 2 x 1 ampul, per IV
Dulcolak supp 0-0-1, per rectal

2. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)


1) Riwayat Penyakit Sekarang
Nn. Y dirawat di RSUD Doris silvanus sejak 2 hari yang lalu, klien langsung
dibawa ke UGD RSUD Doris silvanus dengan keluhan mendadak nyeri perut,
tidak bisa buang air besar dan flatus. Pada saat dikaji klien masih mengalami
nyeri perut, nyeri berat dengan skala 7 (1-10), nyeri melilit dari perut sekitar pusar
(supra umbilikus) menyebar ke bagian atas, disertai dengan muntah 2 kali, tidak
bisa buang air besar (BAB) dan flatus, nyeri timbul setiap 3-5 menit, nyeri
bertambah jika tidur terlentang atau dalam posisi miring, dan nyeri berkurang
dalam posisi setengah duduk (semi fowler).
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat operasi dan sakit pada saluran pencernaan sebelumnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Kakek dari ibu menderita penyakit hipertensi, tidak ada anggota yang
menderita penyakit keturunan (herediter) lainya, dan tidak ada anggota keluarga
yang mempunyai penyakit/kelainan bawaan lahir (congenital).

Gambar 3.1 Genogram

Keterangan :
: Laki-laki : Perempuan
: Klien : Meninggal

: Tinggal satu rumah

4) Keadaan Kesehatan Lingkungan


Menurut klien, merasa nyaman dengan lingkungan fisik maupun sosialnya.
Klien tinggal di pedesaan. Rumah klien bersifat permanen dengan lantai keramik.
Luas rumah kurang lebih 90 m2 yang terdiri dari 3 kamar tidur, ruang tamu, ruang
keluarga, dapur dan kamar mandi. Ventilasi dan pencahayaan rumah melalui
jendela kaca yang bisa dibuka tutup. Sumber air minum dari sumur pompa, sarana
pembuangan air limbah menggunakan septik tank.
5) Riwayat Kesehatan Lainya
Tidak ada riwayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif.
3. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan Umum :
Penampilan : Klien tampak meringis kesakitan
Kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4V5M6)
2) Tanda-tanda Vital :
Suhu : 36,7 o C
Nadi : 84 x/menit
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Respirasi : 24 x/menit
3) Pengkajian
a. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pengindaran
a Penglihatan
Konjungtiva kedua mata ananemis, sklera kedua mata anikterik,
reflex cahaya (+), reflex kornea (+), ptosis (-), distribusi kedua alis
merata, tajam penglihatan normal (klien dapat membaca huruf pada
koran pada jarak baca sekitar 30 cm) , strabismus (-), lapang pandang
pada kedua mata masih dalam batas normal, tidak ada massa, tidak ada
nyeri tekan pada kedua mata.
b Penciuman
Fungsi penciuman baik ditandai dengan klien dapat membedakan
bau kopi dan kayu putih.
c Pendengaran
Tidak ada lesi pada kedua telinga, tidak ada serumen, fungsi
pendengaran pada kedua telinga baik ditandai dengan klien dapat
menjawab seluruh pertanyaan tanpa harus diulang, tidak ada nyri tragus,
tidak ada nyeri tekan pada kedua tulang mastoid, tidak ada massa pada
kedua telinga.
d Pengecapan/Perasa
Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa manis,
asam, asin dan pahit.
e Peraba
Klien dapat merasakan sentuhan ketika tangannya dipegang, klien
dapat merasakan sensasi nyeri ketika dicubit.
2. Sistem Pernafasan
Mukosa hidung merah muda, lubang hidung simetris, tidak ada lesi
pada hidung, polip (-), keadaan hidung bersih, sianosis (-), tidak ada nyeri
tekan pada area sinus, tidak ada lesi pada daerah leher dan dada, tidak ada
massa pada daerah leher, bentuk dada simetris, tidak ada nyeri tekan pada
daerah leher dan dada, pergerakan dada simetris, tidak tampak pernapasan
cuping hidung dan retraksi interkosta, tidak ada kesulitan saat bernafas atau
berbicara. Pola nafas reguler dengan bunyi nafas vesikuler.
3. Sistem Pencernaan
Keadaan bibir simetris, mukosa bibir lembab, stomatitis (-), tidak ada
gigi yang tanggal maupun berlubang, lidah berwarna merah muda,
terpasang NGT, cairan NGT hijau ± 400 cc, tidak ada pembesaran hepar,
tidak ada parut, nyeri tekan (+) pada area supra umbilikus, bising usus 3
x / menit, perut kembung (distensi), tidak bisa BAB dan flatus, muntah 2
kali.

Gambar 3.2 Distensi Abdomen pada Illeus Obstruktif

4. Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada peningkatan vena jugularis, Capillary Refill Time (CRT)
kembali kurang dari 2 detik, bunyi perkusi dullness pada daerah ICS 2
lineasternal dekstra dan sinistra, terdengar jelas bunyi jantung S1 pada ICS
4 lineasternal sinistra dan bunyi jantung S2 pada ICS 6 midklavikula sinistra
tanpa ada bunyi tambahan, irama jantung reguler.
5. Sistem Urinaria
Tidak ada keluhan nyeri atau sulit BAK, tidak terdapat distensi pada
kandung kemih, tidak ada nyeri tekan pada daerah supra pubis, terpasang
cateter.
6. Sistem Endokrin
Pada saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran kelenjar thyroid,
tremor (-), tidak ada kretinisme, tidak ada gigantisme.

7. Sistem Muskuloskeletal
a) Ekstremitas Atas
Kedua tangan dapat digerakkan, reflek bisep dan trisep positif pada
kedua tangan. ROM (range of motion) pada kedua tangan maksimal,
tidak ada atrofi otot kedua tangan, terpasang infuse pada tangan kiri.
b) Ekstremitas Bawah
Kedua kaki dapat digerakkan, tidak ada lesi, reflek patella positif,
reflek babinski negative, tidak ada varises, tidak ada edema.
Kekuatan otot :
5 5
5 5
Keterangan :
Skala 0 : Paralisis berat
Skala 1 : Tidak ada gerakkan, teraba / terlihat adanya kontraksi
otot sedikit
Skala 2 : Gerakan otot penuh menentang gravitasi
Skala 3 : Rentang gerak lengkap / normal menentang gravitasi
Skala 4 : (jari pergelangan tangan dan kaki, siku dan lutut, bahu
dan panggul) gerakan otot penuh sedikit tekanan
Skala 5 : (jari, pergelangan tangan dan kaki, siku dan lutut, bahu
dan panggul) gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan
penahanan penuh
8. Sistem Reproduksi
Pertumbuhan payudara (+), tidak ada lesi, tidak ada benjolan pada
payudara. Klien mengalami haid pertama pada usia 12 tahun (kelas 6 SD),
siklus haid 28 hari, kadang-kadang nyeri haid (dismenorhoe).
9. Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, keadaan kulit kepala bersih, rambut ikal
tumbuh merata, turgor kulit baik, tidak ada lesi, kuku pendek dan bersih.
10. Sistem Persyarafan
Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu baik.
a) Nervus I (Olfaktorius)
Fungsi penciuman hidung baik, terbukti klien dapat membedakan
bau kopi dan kayu putih.

b) Nerfus II (Optikus)
Fungsi penglihatan baik, klien dapat membaca koran pada jarak
sekitar 30 cm.
c) Nerfus III (Oculomotorius)
Reflek pupil mengecil sama besar pada saat terkena cahaya, klien
dapat menggerakkan bola matanya ke atas.
d) Nerfus IV (Tochlearis)
Klien dapat menggerakkan bola matanya kesegala arah.
e) Nerfus V (Trigeminus)
Klien dapat merasakan sensasi nyeri dan sentuhan, gerakan
mengunyah baik.
f) Nerfus VI (Abdusen)
Klien dapat menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri.
g) Nerfus VII (Facialis)
Klien dapat menutup kedua mata, menggerakkan alis dan dahi,
klien dapat tersenyum, ada rangsangan nyeri saat dicubit.
h) Nerfus VIII (Aksutikus)
Fungsi pendengaran baik, klien dapat menjawab pertanyaan
perawat tanpa diulang.
i) Nerfus IX (Glosofaringeal)
Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa manis,
asin dan pahit.
j) Nerfus X (Vagus)
Reflek menelan baik.
k) Nerfus XI (Asesorius)
Leher dapat digerakkan kesegala arah, klien dapat menggerakkan
bahunya.
l) Nerfus XII (Hipoglosus)
Klien dapat menggerakkan dan menjulurkan lidahnya.
b. Pola Aktifitas Sehari-hari
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Klien berpandangan bahwa sehat itu sangat berharga karena saat
sakit ia tidak dapat melakukan aktivitas dengan bebas. Klien berusaha
untuk selalu berperilaku hidup sehat seperti cuci tangan sebelum makan
dan gosok gigi sebelum tidur dan sesudah makan, mengkonsumsi makanan
bergizi serta tidak menyalahgunakan obat-obatan.

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme


Tabel 3.1 Pola Nutrisi dan Metabolisme

NO KEBUTUHAN SEBELUM SAKIT SETELAH SAKIT


1 NUTRISI
g. BB/TB 43 kg/158 cm 43 kg/158cm
h. Diet Nasi, lauk pauk, Puasa
i. Frekuensi sayur -
j. Porsi makan 3 kali/hari -
k. Makanan yang 1 piring -
menimbulkan alergi tidak ada
l. Makanan yang disukai Mie instan & baso -

2 CAIRAN
c. Intake
 Oral
Jenis Air putih Puasa
Jumlah ±1500-2000cc/hari -
 Intra vena
Jenis - Asering
jumlah - 2000 cc/hari
d. Out put
 Urine ± 1200 cc/hari ± 900 cc/hari

 Keringat, dll ± 800 cc/hari -

 Cairan NGT - ± 400cc/hari

3. Pola Eliminasi
Sudah 3 hari di RS Klien tidak bisa BAB dan flatus, BAK melalui
catheter, warna urin kekuningan, jumlah ± 900 cc/24 jam. Di rumah sakit
klien menggunakan obat untuk merangsang BAB/pencahar (dulcolax
supp, per rectal).
4. Pola Aktifitas dan Latihan
Di RS sehari-hari hanya berbaring di tempat tidur, klien mengatakan
badanya terasa lemas, klien tampak lemah. Di rumah klien sekolah dari
jam 6.00 sampai dengan jam 14.00 dan langsung pulang ke rumah.
Penggunaan alat bantu (-), kesulitan gerak (-).
Di rumah klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 04.30 dan jarang
tidur siang. Di RS klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 05.00.
Gangguan tidur (-).
Di rumah klien berolah raga setiap hari minggu dengan lari pagi
bersama teman-temannya. Apabila mempunyai waktu luang, klien sering
bepergian dengan teman-temannya. Klien merasa lebih santai ketika
menggunakan waktu luangnya.
5. Pola Kognitif dan Perseptual
Klien dapat melihat dengan baik, klien mampu melihat dengan jelas
tulisan dari jarak kurang lebih 30 cm. Indra perasa klien juga berfungsi
baik, klien dapat mengecap rasa manis, asam, asin, dan pahit.
Klien mengetahui penyakitnya dengan bertanya kepada dokter dan
perawat, klien dapat mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya adalah
akibat adanya sumbatan pada ususnya, klien berharap proses
penyembuhan penyakitnya jangan sampai melalui tindakan pembedahan.
6. Persepsi dan Konsep Diri
Klien merasakan sakitnya sebagai sebuah stressor dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang harus dijalani. Secara lengkap
konsep diri klien dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Body image / gambaran diri
Klien mengatakan menerima dengan keadaan tubuhnya
meskipun belum bisa buang air besar.
b) Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang ke rumah,
berkumpul dengan keluarganya dan kembali sekolah.
c) Harga diri
Sejak klien dirawat di Rumah Sakit, semua kebutuhan klien
banyak dibantu oleh keluarganya serta perawat sehingga klien
merasa sangat diperhatikan.
d) Identitas diri
Klien mampu menyebutkan nama, umur, alamat dan lain-lain
pada saat dilakukan pengkajian.
e) Peran diri
Klien adalah seorang siswa SMP dan merasa dengan kondisi
sakitnya klien tidak dapat menjalankan perannya
7. Pola Hubungan dan Peran
Klien adalah anak pertama dari dua bersaudara. Orang tuanya telah
berpisah, klien tinggal bersama ibunya. Klien merasa lebih dekat dengan
neneknya. Selama dirawat klien merasa bosan karena tidak dapat bertemu dengan
teman-temannya.
Klien lebih sering ditemani neneknya dan menurut neneknya klien tampak
senang sekali ketika teman-teman sekolahnya datang menjenguk. Klien juga
kooperatif terhadap dokter dan perawat.
8. Pola Reproduksi Seksual
Klien merasa sebagai seorang perempuan dan telah mengalami haid
pertama pada usia 12 tahun dengan siklus haid 28 hari, klien merasa
tertarik pada lawan jenis dan sudah mempunyai teman dekat seorang lelaki
teman sekolahnya.
9. Pola Penanggulangan Stress
Klien selalu menganggap masalah sebagai suatu cobaan hidup yang
harus dijalaninya, klien berpandangan bahwa setiap masalah pasti ada
jalan keluarnya. Walaupun kadang menangis ketika menghadapi beban stress
yang berat. Klien juga sering meminta bantuan dari teman dekatnya atau orang
tuanya terutama neneknya.
10. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Di lingkungan tempat tinggalnya terdapat kepercayaan masyarakat
yang berpandangan bahwa ketika sakit tidak boleh keramas, memotong
rambut dan kuku (pamali), dan apabila ada luka tidak boleh mengkonsumsi
makanan yang anyir-anyir.
11. Personal Higiene
Di Rumah Sakit klien mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari,
keramas belum pernah tetapi rambut klien tampak bersih, gunting kuku
juga belum pernah karena kukunya masih pendek. Semua aktivitas
personal hygiene dilakukan dengan bantuan keluarga.
12. Ketergantungan
Klien tidak mempunyai riwayat ketergantungan terhadap obat-obat
tertentu, termasuk alkohol, dan zat adiktif lainya.
c. Aspek Psikologis
Klien selalu menanyakan tentang kondisi penyakitnya, berapa lama
penyakitnya akan sembuh sehingga klien bisa beraktivitas seperti biasanya,
klien juga selalu menanyakan tindakan yang dilakukan. Ekspresi wajah klien
tampak lesu.
d. Aspek Sosial/Interaksi
Hubungan klien dengan anggota keluarga, saudara dan dengan
lingkungan tempat tinggal klien baik. Klien juga kooperatif terhadap dokter
dan perawat.
e. Aspek Spiritual
Klien beragama islam dan meyakini bahwa sakitnya merupakan cobaan
dari Allah SWT, sehingga klien merasa yakin bahwa dirinya akan sembuh.
Dalam kesehariannya di rumah, klien selalu melakukan shalat 5 waktu, namun
selama klien dirawat di rumah sakit, klien merasa ada hambatan untuk
menunaikan kewajiban sholatnya, namun klien selalu berdoa agar cepat diberi
kesembuhan.

4. DIAGNOSTIC TEST
A. Laboratorium

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

JENIS ANALISA
Tanggal HASIL NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN
27/12/2023 HB 12,4 12-18 Normal

Leukosit 7800 4000-10.000 Normal

LED 40 0-20 Tinggi

SGOT 20 s/d 29 Normal

SGPT 18 s/d 29 Normal

Natrium 137 135-145 Normal

Kalium 4,2 3,5-5,5 Normal

B. Radiologi :

Gambar 3.3 Foto Polos Abdomen Tanggal 27/12/2023

Kesan : Terdapat distribusi gas pada lambung, usus halus, colon sigmoid dan
rectum.
C. TERAPI :

Tabel 3.3 Terapi yang diberikan di Ruang Nusa Indah

No. Nama Obat Dosis Jam Cara Pemberiaan Sediaan


1 IVFD : Asering 30 tts/menit Intravena Flabot
2 Cefotaksim 2 x 1 gr 12 - 24 Intravena Flakon
3 Ranitidin 2x1 12 - 24 Intravena Ampul
4 Ketorolac 2x1 12 - 24 Intravena Ampul
5 Alinamin F 2x1 12 - 24 Intravena Ampul
6 Metronidazol 3 x 500 mg 12-20-04 Intravena Botol
7 Dulcolac supp 2x1 12 - 24 Per rectal Tablet supp

5. ANALISA DAN SINTESA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH

 Data subjektif Obstruksi usus Nyeri abdomen


 Klien mengeluh Peristaltik usus menurun
nyeri pada bagian
abdomen Akumulasi cairan dan gas
 Data objektif
 Klien tampak Distensi abdomen
kesakitan
 Ekspresi wajah Rangsangan nyeri ditangkap
meringis oleh reseptor nyeri
 Skala nyeri 7 (1-10)
 Distensi abdomen Rangsangan nyeri sampai ke
 Peristaltik usus 3 serabut syaraf nyeri

kali/menit
Sampai ke dorsal horn
prostaglandin

Melalui traktus
spinotalamikus antero
lateralis

Thalamus

Cortex cerebri
Nyeri abdomen
dipersepsikan

DATA ETIOLOGI MASALAH

 Data subjektif Obstruksi usus Gangguan pola eliminasi


 Klien mengatakan Peristaltik usus menurun
Konstipasi
sudah 3 hari tidak
Refluk inhibisi spingter
bisa BAB dan terganggu
flatus
Spingter ani ekterna
 Data objektif tidak relaksasi
 Distensi abdomen
Refluk lama dalam colon
 Peristaltik usus 3 dan rektum
kali/menit
Konstipasi
 Data subjektif Obstruksi usus Resiko kekurangan
 Klien mengeluh volume cairan dan
Peristaltik usus menurun elektrolit
badan lemas dan
muntah 2 kali
Peningkatan ekskresi cairan
 Data objektif
kedalam lumen usus
 Klien tampak
lemah Penimbunan cairan intra
 Distensi abdomen lumen
 Cairan NGT hijau
jumlah ± 400 cc
Kehilangan H2O dan
elektrolit

Volume ECF menurun

Resiko hipovolemik

DATA ETIOLOGI MASALAH


 Data subjektif Obstruksi usus Resiko perubahan nutrisi
 Klien mengeluh Peristaltik usus menurun
kurang dari kebutuhan
badan lemes, kilen tubuh
puasa Akumulasi cairan dan gas
 Data objektif
 Klien tampak lemah Distensi abdomen
 Bising usus
3x/menit Gangguan absorbsi nutrisi
 Distensi abdomen

Resiko perubahan nutisi


kurang dari kebutuhan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS


1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen
2. Ganguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absobsi nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction; (diunduh tanggal 26 Desember 2012).


Tersedia dari: http://www.Merck.com.

2. Author. Ileus Obstruksi; (diunduh tanggal 26 Desember 2012). Tersedia dari:


http://www.Files-of-DrsMed.tk.

3. Alief. M, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI; 2020.

4. Black & Hawk. Medical Surgical Nursing Clinical Managemen for Positive Outcomes.
Fifth Edition, Vol 1. St. Louis Missouri: Mosby; 2005.

5. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta: EGC; 2002.

6. Donna Ignatavician. Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri: Elsevier
Sounders; 2006.

7. Lewis Heitkemper Diksen. Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri:
Mosby Elsevier; 2007.

8. Price &Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume1.


Jakarta: EGC; 2007.

9. Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.

10. Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosa
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC; 2005.

11. Doengoes, Marylin E & Moorhouse. Rencana Askep : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

Anda mungkin juga menyukai