Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PEMERIKSAAN KEDOKTERAN NUKLIR

SISTEM GASTROINTESTINAL DAN HEPATOBILIARI

Mata Kuliah Kedokteran Nuklir


Dosen Pengampu :
Asumsie Tarigan,S.Si,M.Si

Disusun Oleh :
M. Fachri Azhari (P23130117035)
Rahadian Ahmad Maulana (P23130117039)
Rezky Tia Adhawyah (P23130117046)
Syafti Hanifa (P23130117054)

D-IV TRO 2B

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tuntas.

Dengan dibuatnya makalah ini, mahasiswa diharapakan mampu mencapai


tujuan yang di inginkan. Diantaranya mahasiswa mampu mengenal bentuk
pemeriksaan dalam kedokteran nuklir dan mampu menerapkan materi yang telah
dipelajari sebelumnya dan dapat diterapkan, serta dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dalam dunia kerja.

Makalah ini dapat selesai karena adanya dukungan dari teman-teman dan
partisipasi dari orang terdekat dan berbagai pihak sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat memberi manfaat khususnya


bagi saya selaku mahasiswa dan umumnya bagi kita semua.

Jakarta, 7 Mei 2019

Penulis

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem Gastrointestinal (GI) dan hepatobilier adalah sistem organ yang
membentang dari mulut hingga anus dan bertanggung jawab untuk
mengkonsumsi dan mencerna bahan makanan, menyerap nutrisi dan
membuang sisa pencernaan.
Saat ini Ultrasonografi (USG), computed tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI) memiliki peranan besar dalam evaluasi sistem
Gastro Instentinal dan secara dramatis telah meningkatkan evaluasi penyakit
yang berhubungan dengan sistem Gastro Instentinal, terlebih dalam beberapa
tahun terakhir terjadi percepatan perkembangan dari modalitas ini seperti CT
multislice dengan resolusi tinggi dan kontras untuk MRI.
Namun demikian, masih banyak indikasi pemeriksaan yang dapat
dilakukan dengan menggunakan prosedur kedokteran nuklir untuk evaluasi
sistem Gastro Instentinal dan hepatobilier. Beberapa prosedur pemeriksaan
kedokteran nuklir yang dapat digunakan diantaranya Liver imaging,
Pemeriksaan pada kasus hepatic cirrhosis, Pemeriksaan Gastro Instentinal
dengan kasus Gastro Intestinal Bleeding dan juga Gastro Esophageal Reflux.
Meskipun saat ini pemeriksaan dengan menggunakan USG, CT dan MRI
telah banyak dilakukan pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier, namun
demikian masih ada sejumlah pertanyaan yang belum dapat terjawab dimana
kedokteran nuklir dapat memberikan jawaban yang dapat diandalkan.

1.2 Latar Belakang


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka secara garis besar
terdapat tiga rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja organ yang termasuk sistem Gastrointestinal?
2. Apa saja kasus yang sering terjadi pada pemeriksaan Gastrointestinal?
3. Bagaimana teknik pemeriksaan kedokteran nuklir pada sistem
Gastrointestinal?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Dilihat dari rumusan masalah penulisan makalah ini, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami apa saja organ yang termasuk sistem Gastrointestinal.
2. Memahami lebih detail bagaimana teknik pemeriksaan kedokteran nuklir
pada sistem Gastrointestinal.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Sebagai penunjang dalam penyelesaian tugas Kedokteran Nuklir.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswa teknik radiografi
lainnya.
3. Mengetahui berbagai macam pemeriksaan kedokteran nuklir pada saluran
Gastrointestinal.
4. Mengetahui dan memahami teknik pemeriksaan kedokteran nuklir pada
saluran Gastrointestinal.
5. Mengetahui kriteria gambaran hasil dari pemeriksaan kedokteran nuklir
sistem Gastrointestinal.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier

Gambar 2.1
Sistem Gastrointestinal

 Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air, merupakan bagian awal dari sistem pencernaan, dimana didalam
rongga mulut terdapat:
1. Geligi; memiliki fungsi untuk memotong makanan, memutuskan
makanan dan mengunyah makanan.
2. Lidah; memiliki fungsi untuk mengaduk makanan, membentuk
suara, sebagai alat pengecap, menelan dan merasakan makanan.
3. Kelenjar ludah; memiliki fungsi menghasilkan air liur yang
mengandung enzim, air dan lendir yang sangat berperan dalam
memudahkan proses pencernaan makanan, menelan makanan dan
melindungi selaput mulut.

 Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
esofagus, didalam lengkung faring terdapat tonsil, bagian depan terdapat
koana, bagian atas terdapat nasofaring dan bagian media disebut
orofaring.

3
 Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan dengan lambung,
panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai lambung. Dari dalam ke
luar terdiri atas lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa,
lapisan otot melingkar sirkuler dan lapisan otot memanjang longitudinal.

 Lambung
Merupakan bagian dari sistem GI yang dapat mengembang
terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus
uteri yang berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,
terletak dibawah diapragma, didepan pankreas dan limpa serta
menempel disebelah kiri fundus uteri. Lambung memiliki fungsi
menampung makanan, menghancurkan, menghaluskan makanan dan
menghasilkan enzim pencernaan

 Pankreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari
duodenum samapai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90gr. Terbentang
pada vertebralumbalis I dan II di belakang lambung. Pankreas memiliki
fungsi eksokrin, endokrin, sekresi eksternal dan sekresi internal.

 Kantung Empedu
Sebuah kantung yang merupakan membran berotot, letaknya dalam
sebuah lobus di sebelah permukaan bawah hati sampai pinggir
depannya, panjangnya 812 cm berisi 60 cm³. Fungsi kantung empedu
sebagai persediaan getah empedu dan membuat getah empedu menjadi
kental.

 Hati
Merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak dalam rongga
perut sebelah kanan, tepatnya dibawah difragma. Berdasarkan fungsinya,
hati juga termasuk sebagai alat sekresi. Hal ini dikarenakan hati
membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa yang
bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea dan asam urat dengan
memanfaatkan nitrogen dari asam amino.

4
 Usus Halus
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu, dengan bagian-
bagian usus halus berupa usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejenum) dan usus penyerapan (illeum).

 Usus Besar
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara
usus buntu dan rektum. Dengan fungsi menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri koli dan tempat sementara feses.

 Usus Buntu
Usus buntu dalam bahasa latin disebut appendiks vermiformis yang
memiliki fungsi sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan
dalam sekresi immunoglobulin.

 Umbai Cacing
Umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu, terbentuk
dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing
berukuran 10 cm tetapi bisa bervariasi 2 – 20 cm.

 Rektum
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses
dimana mengembangnya dinding rektum terjadi karena penumpukan
material didalam rektum yang akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.

 Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar. Terletak di dasar pelvis bagian posterior dari
peritoneum dan dindingnya diperkuat oleh 3 otot sfingter yaitu; sfingter
ani internus, sfingter levator ani dan sfingter ani eksternus.

5
Pencitraan Kedokteran Nuklir pada Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier

 Pemeriksaan Hati Normal (Liver Imaging)

Dalam pemeriksaan hati normal tidak diperlukan persiapan khusus,


tetapi pasien harus diedukasi terlebih dahulu untuk prosedur pemeriksaan
yang akan dilakukan, 99mTc-sulfur koloid terdistribusi secara homogen
pada seluruh organ yang terdiri dari lobus kanan yang besar dan lobus kiri
yang kecil.

Pemeriksaan hati normal juga terdapat dua metode yaitu dengan


Planar Imaging dan SPECT Imaging, tetapi pada umumnya planar imaging
yang lebih sering digunakan. Evaluasi dari pemeriksaan hati dan limpa
harus mencakup; ukuran, bentuk, posisi, keseragaman aktivitas dalam
organ, adanya defek dan distribusi relatif koloid antara hati, limpa dan
sumsum tulang.

 Pemeriksaan Pada Kasus Sirosis Hati

Pada pemeriksaan ini banyak radiofarmaka yang dapat digunakan,


tetapi pada umumnya menggunakan 99mTc-koloid. Sirosis hati sendiri
terjadi karena infeksi hepatitis B dan C menahun, penyakit hati karena
konsumsi alkohol yang berlebihan, dan autoimun. Sirosis juga lebih sering
terjadi pada orang dengan kelebihan berat badan (obesitas) dan
perlemakan hati atau menumpuknya lemak di organ hati. Bila tidak
diobati, sirosis hati dapat berujung pada komplikasi, berkembang menjadi
kanker hati, hingga kematian.
Pada pasien dengan penyakit sirosis hati yang terdapat citra dengan
pola berbintik-bintik atau dengan defek yang dominan besar, terutama
pada mereka yang telah menunjukkan gejala dekompesasi klinis yang
tidak dapat dijelaskan secara tiba-tiba, suatu hepatoma harus
dipertimbangkan pada pasien ini. Adanya pergeseran distribusi
penangkapan 99mTc-koloid pada limpa dan sumsum tulang merupakan
citra menonjol lainnya dari sirosis hati. Pada stadium lanjut penyakit

6
sirosis hati sering terlihat citra limpa yang membesar, dimana hal tersebut
dapat terjadi karena adanya hipertensi portal.

 Pemeriksaan Pendarahan Saluran Pencernaan (Gastrointesinal


Bleeding)
Penyebab utama dari pendarahan saluran cerna bagian bawah pada
orang dewasa adalah penyakit divertikular, angiodysplasia, neoplasma,
dan penyakit inflamasi usus. Dengan pencitraan menggunakan tehnik
kedokteran nuklir laju pendarahan di bawah 0,2 ml/menit masih dapat
dideteksi dengan sensitivitas yang baik.

Radiofarmaka yang biasa digunakan adalah 99mTc-red blood cell


(RBC), terutama dalam kasus pendarahan intermiten atau lambat dengan
tingkat sensitivitas lebih dari 90% untuk pendarahan yang akif, dosis
99mTc-RBC sekitar 15-20 mCi disuntikkan secara intravena melalui vena
mediana cubiti. Karena 99mTc-RBC tetap berada di rongga intravaskular,
maka pencitraan dapat dilakukan dalam periode 24 jam. Lokasi 99mTc-
RBC dari suatu pendarahan akan terlihat sebagai lesi dengan aktivitas
penangkapan radioaktivitas yang meningkat dan posisi atau bentuk akan
berubah seiring dengan berjalannya waktu. Jika penangkapan
radioaktivitas tetap berada di lokasi yang sama seiring berjalannya waktu,
maka kelainan vaskular bersifat statis dan dapat diduga sebagai aneurisma
atau angiodysplasia.

Hasil dikatakan positif bila pada pemeriksaan terlihat daerah


dengan fokal aktivitas penangkapan radioaktivitas yang meningkat pada
daerah sekitar rongga perut atau panggul disertai adanya pergerakan ke
arah distal usus. Setelah pendarahan teridentifikasi, hasil pencitraan
sebaiknya diurutkan untuk membantu dalam menentukan lokasi asal dari
pendarahan.
.

7
Gambar 2.5
GI bleeding scintigraphy

 Reflux Gastroesophageal
Pada pasien dengan adanya gejala sakit maag atau regurgitasi,
pemeriksaan sidik refluks gastroesophageal akan memberikan hasil
yang sensitif dan sangat berguna dalam menentukan dan mengukur
adanya refluks. Radiofarmaka yang digunakan adalah 99mTc-sulfur
koloid yang diberikan secara oral dengan dosis 300 μCi (11.1 MBq)
dalam 150 ml jus jeruk dengan kombinasi 150 ml asam klorida
normal 0,1. Sebelumnya pasien harus puasa semalaman atau
minimal 2 jam setelah makan makanan cair. Pasien dalam posisi
duduk kemudian minum sebanyak 150 ml dan dilakukan
pengambilan citra secara serial 30 detik selama 60 menit.
Batas refluks gastroesophageal pada orang normal sekitar 3%
dengan tingkat sensitivitas sekitar 90%. Pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk diagnosis awal dan evaluasi hasil terapi.

8
Gambar 2.7
Gastro Esophageal Reflux (GER)

9
BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan
Pemeriksaan pada kasus kasus di Gastrointestinal dalam kedokteran
nuklir memiliki banyak sekali prosedur yang berbeda di tiap
pemeriksaannya, dan juga radiofarmaka yang digunakan. Hasil pemeriksaan
tidak dapat memberikan hasil citra anatomi yang baik, tetapi pemeriksaan
kedokteran nuklir pada sistem Gastrointestinal dapat memberikan hasil citra
fungsional yang non invasif dan kuantifikasi dari fungsi pencernaan.

 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah
di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia. http://www.anneahira.com/fisiologi-


sistem-pencernaan-manusia.htm
2. Clinical Nuclear Medicine second edition by Martin Dunitz (second edition)
3. Diagnostic Imaging Nuclear Medicine by Morton and Clark
4. Principles and Practice of Nuclear Medicine by Paul J. Early and D. Bruce
Sdee

11

Anda mungkin juga menyukai