Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA

Disusun dalam rangka memenuhi tugas

Stase Keperawatan Medical Bedah

Oleh :

Harto Waluyo

NIM.202104180

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI
2022

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada pasien dengan Hernia di ruang OK Rumah Sakit Graha
Medika Banyuwangi yang Dilakukan Oleh :

Nama : Harto Waluyo

NIM : 202104180

Prodi : Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners Departemen
Keperawatan Medical Bedah, yang dilaksanakan pada tanggal 2 Agustus 2022 – 5 Agustus
2022, yang telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Banyuwangi, 5 Agustus 2022

Mengetahui,

Pembimbing klinik Pembimbing Institusi

(Hera Yunianto, S.Kep.) (Ns. Sholihin, S.Kep., M.Kep.)

Kepala Ruangan

(Ricco Hermansyah S. Kep, Ners)


LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),


kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Gambar 2.1
Anatomi Sistem Pencernaan Manusia
Sumber : (adam.com)
Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan
yaitu:
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk
system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh
selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang
bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis.
2. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian
depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama
koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian
yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi
dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut
orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior
disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan
faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi
tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian
tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri
dari otot halus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-
sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida
(HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi
sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan
suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.
Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi
dengan cara membunuh berbagai bakteri.
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari
lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang
dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian
usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari
bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk
ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna
oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung
untuk berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus
dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus
kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
c. Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon
asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare.
7. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang
lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja
masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.
Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di
mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan
anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih
muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh
otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar)
yang merupakan fungsi utama anus.

B. DEFINISI
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan (Nurarif, 2015).
Hernia inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk
ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin
inguinalis. Materi yang masuk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa juga suatu
jaringan lemak/omentum (Muttaqin, 2013).
Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan mukulo-aponevrotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong dan isi
hernia. Berdasarkan terjadinya hernia dibagi atas hernia bawaan atau congenital dan
hernia dapatan atau akuisita.

C. ETIOLOGI
Hernia dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Congenital
Lemahnya dinding akibat defek kongenital yang tidak diketahui, resiko lebih besar
jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
2. Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun wanita.
Pada anak-anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya procesus
vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa
khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan
penyangga usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan 
tekanan dalam rongga perut.
3. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki-laki biasanya adalah jenis hernia Inguinal.
Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah selangkangan, hal ini
disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi. Penyebab lain kaum adam
lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada
buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi  buruh yang sebagian besar pekerjaannya 
mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam
rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut
4. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi
tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran
prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain.
Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat
menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah.
5. Obesitas
Berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh, termasuk
di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan tekanan
tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya penonjolan organ melalui dinding organ
yang lemah.
6. Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan
lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia.
7. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan
terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang berat
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-otot
abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi
atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.
8. Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada bayi
yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna, sehingga
memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui kanalis
inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar kemungkinan ia
akan mengalaminya lagi. (Tanto, 2014).
D. KLASIFIKASI
1. Hernia Menurut Letaknya:
a. Hernia hiatal
Kondisi dimana kerongkongan (pipa tenggorok turun, melewati diafragma
melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol ke dada/
thoraks).
b. Hernia Epigastrik
Hernia epigastrik terjadi diantara pusar dan bagian tulang rusuk di garisan
tengah perut. Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang
yang berisi usus. Terbentuk dibagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini
sering menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat di dorong kembali ke dalam perut
ketika pertama kali ditemukan.
c. Hernia umbilikal berkembang didalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang
disebabkan bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum
kelahiran, tidak menutup sepenuhnya. Jika kecil (kurang dari satu centimeter)
hernia jenis ini biasanya menutup secara bertahap sebelum usia 2 tahun.
d. Hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai
tonjolan diselangkangan atau skrotum. Orang awam biasanya menyebutnya
“turun bero” atau hernia. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Hernia tipe ini
lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
e. Hernia femoralis muncul sebagai tonjolan dipangkal paha. Tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
f. Hernia insisional dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini
muncul sebagai tonjolan disekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar
tidak menutup sepenuhnya.
g. Hernia nukleus pulposi (HNP) adalah hernia yang melibatkan cakram tulang
belakang. Diantara setiap tulang belakang ada diskus invertebralis yang
menyerang goncangan cakram dan meningkatkan elastisitas dan mobilitas
tulang belakang. Karena aktivitas dan usia, terjadi herniasi diskus invertebralis
yang menyebabkan saraf terjepit (sciatica). HNP umumnya terjadi di punggung
bawah pada tiga vertebra lumbar bawah.

2. Hernia Berdasarkan Terjadinya:


a. Hernia bawaan atau kongenital
Petogenesa pada jenis hernia inguinalis lateralis (indirek): kanalis inguinalis
adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi
desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik
peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang
disebut dengan vaginalisperitonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya
prosessini telah mengalami obliterasi sehingga isis rongga perut tidak dapat
melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, kanalis ini tidak menutup.
Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih
sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka.
Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2
bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan
timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut
telah menutup. Namun karena merupakan lokus minoris resistensi, maka pada
keadaan yang menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita.
b. Hernia dapatan atau akuisita, adalah hernia yang timbul karena berbagai faktor
pemicu
3. Hernia Menurut Sifatnya:
a. Hernia reponibel/ reducible, yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus
keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
b. Hernia ireponibel, yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan
kedalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantung pada
peritonium kantong hernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus =
perlekatan karena fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda
sumbatan usus.
c. Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio = terperangkap, carcer =
penjara), yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia inkarserata
berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam rongga perut
disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis
“hernia inkarserata” lebih di maksudkan untuk hernia ireponibel dengan
gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasidisebut sebagai “hernia
strangulata”. Hernia strangulata mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen
didalamnya karena tidak mendapat darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit.
Hernia jenis ini merupakan keadaan gawat darurat karena perlunya mendapat
pertolongan segera. (Muttaqin, 2013).

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Berupa benjolan keluar masuk/ keras dan yang tersering tampak benjolan di lipat
paha.
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan mual.
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
4. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan bertambah hebat
disertai kulit diatasnya menjadi merah dan panas.
5. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing (dis-uria) disertai hematuria (kencing darah)
disamping benjolan dibawah sela paha.
6. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit didaerah perut disertai sesak
napas.
7. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
(Nurarif, 2015).
F. PATOFISIOLOGI
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan
seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar
atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus ke daerah otot
abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis
atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau
terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal,
kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu saja melakukan pekerjaan yang
berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan
yang mengakibatkan kerusakan yang sangat parah. Sehingga akhirnya menyebabkan
kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan (Muttaqin,
2015).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus
(ileus).
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidakseimbangan
elektrolit.
3. Kultur jaringan untuk mendeteksi adanya adenitis tuberkulis.
4. CT Scan untuk mendeteksi adanya hernia ekstrakolon.
5. USG untuk menilai massa hernia inguinal. (Tanto, 2014).
H. PENATALAKSANAAN
Penanganan hernia ada dua macam:
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Bukan merupakan tindakan definitive sehingga dapat kambuh kembali. Terdiri
atas:
a. Reposisi, adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke dalam cavum
peritonii atau abdomen. Reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi dilakukan
pada pasien dengan hernia reponibilis dengan cara memakai dua tangan.
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata kecuali pada anak-
anak.
b. Suntikan, dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin di
daerah sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia keluar dari cavum
peritonii.
c. Sabuk hernia, diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak
dilakukan operasi.
2. Operatif
Operasi merupakan tindakan paling baik yang dapat dilakukan pada:
a. Hernia Reponibilis
b. Hernia Irreponibilis
c. Hernia Strangulata
d. Hernia Incarserata
Operasi hernia dilakukan dalam 3 tahap:
a. Herniotomi: Membuka dan memotong kantong hernia serta engembalikan isi
hernia ke cavum abdominalis.
b. Hernioraphy: Mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada
conjoint lenton (penebalan antara tepi bebas m.obliquus intraabdominalis dan
m.transversus abdominalis yang berinsersio di tuberculum pubicum).
c. Hernioplasty: Menjahitkan conjoint lenton pada ligamentum inguinale agar
LMR hilang/ tertutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena tertutup otot.
Hernioplasty pada hernia inguinalis lateralis ada bermacam-macam manurut
kebutuhannya (ferguson, bassini, halstedt, hernioplasty, pada hernia inguinalis
media dan hernia femoralis dikerjakan dengan cara MC. Vay).
Operasi hernia pada anak dilakukan tanpa hernioplasty, dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Anak berumur kurang dari 1 tahun: menggunakan teknik Michele Benc.
b. Anak berumur lebih dari 1 tahun: menggunakan teknik POTT. (Dermawan,
2010).

Penatalaksanaan Operasi

1) Fase Pre Operatif


Fase pre operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi

bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas

keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian

dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan

menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan serta pembedahan

(Hipkabi, 2014). Asuhan keperawatan pre operatif pada prakteknya akan

dilakukan secara berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pre operatif di

bagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari (one day care), atau di unit

gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh perawat

kamar bedah (Muttaqin, 2010).

2) Fase Intra Operatif

Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan berakhir

saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan atau ruang perawatan intensif

(Hipkabi, 2014). Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup

pemasangan infus, pemberian medikasiintravena, melakukan pemantauan

kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga

keselamatan pasien. Dalam hal ini sebagai contoh memberikan dukungan

psikologis selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau

membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan

prinsip-prinsip kesimetrisan tubuh (Smeltzer, 2010).

3) Fase Post Operatif

Fase post operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan

(recovery room) atau ruang intensive dan berakhir berakhir dengan evaluasi

tindak lanjut pada tatanan rawat inap, klinik, maupun di rumah.lingkup

aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode


ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anastesi dan memantau

fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian

berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,

perawatan tindak lanjut, serta rujukan untuk penyembuhan, rehabilitasi, dan

pemulangan (Hipkabi, 2014).

a. Sedangkan penatalaksanaan Keperawatan yaitu :

1) Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara

perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.

2) Jika suatu operasi daya pulih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat

dan setelah 5 menit di evaluasi kembali.

3) Celana penyangga

4) Istirahat baring

5) Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya asetaminofen,

antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah

sembelit.

6) Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan

dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan

mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman

beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala.


Faktor
I. pencetus:
PATHWAY aktivitas berat, bayi prematur,
kelemahan dinding abdomen, intra abdominal Hernia Inguinalis
tinggi, adanya tekanan

Kantung hernia memasuki


celah inguinal

Pre Operasi Intra Op Post Op

Terjadi Menekan saraf Efek anastesi Luka Insisi Efek anastesi


Terpajan lingkungan
nekrosis sel nyeri habis
dingin
RESIKO JATUH RESIKO INFEKSI
RESIKO Noci reseptor Kehilangan panas tubuh Luka insisi
INFEKSI
Respon nyeri Hipotermi Mengenai saraf
Usus tidak Kurang Ancaman kegagalan operasi Efek anastesi nyeri
dapat menyerap informasi
NYERI AKUT
sari-sari ANSIETAS RESIKO Luka Insisi Noci reseptor
makanan ANSIETAS
JATUH
RESIKO INFEKSI Respon nyeri
DEFISIT Resiko terputusnya pembuluh
NUTRISI darah vena/ arteri
NYERI AKUT

RESIKO
HIPOVOLEMIA
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian perioperatif terdiri dari 3 bagian pengkajian yaitu :
1. Pengkajian Pre Operasi
a. Identitas pasien
Jenis kelamin: Jenis klamin pria mempunyai resiko 3 kali lipat untuk teerkena
hernia inguinalis dibandingkan dengan wanita.
Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama: keluhan utama yang paling sering muncul pada pasien adanya
benjolan pada lipatan paha bagian atas.
2) Riwayat Penyakit sekarang: Berkaitan dengan perjalanan penyakit pasien yang
sekarang.
3) Riwayat penyakit dahulu: Penderia hernia inguinalis sebelumnya kemungkinan
pernah menderita.
4) Riwayat penyakit keluarga: Orang dengan riwayat keluarga hernia mempunyai
resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan ada tidaknya benjolan, awasi
tanda infeksi (merah,bengkak,panas,nyeri, berubah bentuk)
2) Palpasi: Turgor kulit elastis, palpasi daerah benjolan biasanya terdapat nyeri
3) Auskultasi: Bising usus jumlahnya melebihi batas normal >12 karena ada mual
danpasien tidak nafsu makan, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung sonor.
4) Perkusi: Kembung pada daerah perut, terjadi distensi abdomen.
2. Pengkajian intra Operasi
a. Pernapasan (B1: Breath)
Pada pembiusan dengan general anestesi, pernapasan pasien dengan pentilator dan
pemberian oksigen. Pada pembiusan dengan SAB, pasien bisa napas sepontan.
b. Cardiovaskuler (B2 : Blood)
Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi bisa terjadi karena proses pembedahan
(nyeri), resiko terjadi perdarahan. Observasi vital sign setiap 15 menit.
c. Persarafan (B3 : Brain)
Pasien dalam keadaan tidak sadar jika dilakukan general anestesi, sadar jika
pembiusan dengan SAB. Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama
cenderung meninggi.
d. Per kemihan - eliminasi (B4 : Bladder)
Urine normal lewat kateter.
e. Pencernaan - Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
BAB normal
f. Tulang-otot-integumen (B6 : Bone)
Pada saat intra operatif kekuatan tulang, otot dan integumen 0 (nol), tidak jarang
pasien dapt menggerakkan anggota tubuh pada saat intra operasi karena efek dari
obat anestesi berkurang.
3. Pengkajian pasca operasi
a. Pernapasan (B1: Breath)
Pernapasan perlahan sepontan, terjadi penyumbatan jalan nafas dngan secret atau
lendir
b. Cardiovaskuler (B2 : Blood)
Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi bisa terjadi karena proses pembedahan
(nyeri). Observasi vital sign setiap 15 menit di ruang pemulihan.
c. Persarafan (B3 : Brain)
Pada pasca operasi pasien perlahan disadarkan oleh petugas anestesi hingga sadar
penuh. Pada mulanya timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung
meninggi.
d. Per kemihan - eliminasi (B4 : Bladder)
Buang air kecil tidak ada masalah.
e. Pencernaan - Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Biasanya terjadi mual, muntah.
g. Tulang-otot-integumen (B6 : Bone)
Kekuatan otot perlahan akan kembali normal
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada keperawatan pre operatif, intra operatif, post
operatif :
1. Diagnosa keperawatan pre operatif
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan transfer pasien dari gendongan petugas
kamar operasi ke meja operasi.
b. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi dan kebutuhan
pengobatan.
2. Diagnosa keperawatan Intra operatif
a. Resiko hipovolemia berhubungan dengan pendarahan.
b. Resiko cedera (ketinggalan instrument, kassa dan injury kulit) berhubungan dengan
tindakan operasi, pemasangan arde yang tidak kuat.
3. Diagnose keperawatan post operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi pasca operasi & trauma jaringan.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter dan trauma jaringan.
c. Hipotermi berhubungan dengan pasca anastesi, terpajan lingkungan yang dingin,
dan penggunaan pakaian yang tidak mencukupi.
C. INTERVENSI

DIAGNOSA
INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN PRE OP
Resiko tinggi cedera 1. Bantu pasien untuk berpindah ke brancard 1. Membantu pasien untuk berpindah ke brancard Tidak terjadi injuri pada
pasien
berhubungan dengan transfer 2. Angkat pasien secara bersama-sama 2. Mengangkat pasien sesuai prosedur dan
pasien dari gendongan petugas 3. Pindahkan pasien dari brancard ke meja bersama-sama
kamar operasi ke meja operasi operasi secara hati-hati 3. Memindahkan pasien dari brancard ke meja
operasi dengan adanya pemandu
Ansietas berhubungan dengan 1. Kaji tanda-tanda ansietas 1. Mengobservasi tanda dan gejala ansietas verbal Ansietas menurun
kurangnya informasi tentang 2. Berikan informasi kepada pasien tentang dan nonverbal ditandai dengan adanya
kondisi dan kebutuhan penyakit, tujuan operasi, metode 2. Menjelaskan konsep penyakit dan pentingnya saling pengertian tentang
pengobatan pembedahan operasi untuk dilakukan prosedur pembedahan dan
3. Ajarkan pasien teknik distraksi relaksasi 3. Mengajarkan teknik napas dalam penanganannya,
berpartisipasi dalam
progam pengobatan
DIAGNOSA
INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN INTRA OP
Resiko hipovolemia berhubungan 1. Monitor tanda vital, evaluasi nadi, pengisian 1. Mengobservasi tanda-tanda vital dan mengkaji Terjadi keseimbangan
dengan pendarahan kapiler, turgor kulit dan membran mukosa adanya tanda-tanda hipovolemia cairan, adekuat yang
2. Berikan cairan IV 2. Mempertahankan cairan IV dibuktikan dengan tanda
3. Kolaborasi pemberian tranfusi darah 3. Menyiapkan kantung darah, bila perlu vital stabil, nadi perifer
4. Kolaborasi dengan anastesi: awasi 4. Kolaborasi dengan anastesi: awasi pemasukan normal, turgor kulit baik
pemasukan dan pengeluaran dan pengeluaran cairan selama operasi dan membran mukosa
lembab

Resiko cedera (ketinggalan 1. Pertahankan keadaan asepsis selama 1. Mempertahankan tindakan steril selama operasi Cedera tidak terjadi
instrument, kassa dan injury pembedahan 2. Memberikan posisi yang sesuai dengan rasa
kulit) berhubungan dengan 2. Atur posisi yang sesuai untuk pasien nyaman pasien
tindakan operasi, pemasangan 3. Bantu penutupan luka operasi 3. Membantu pembalutan luka
arde yang tidak kuat 4. Monitor terjadinya hipotermi 4. Mengobservasi adanya hipotermi
5. Siapkan kamar bedah yang sesuai dengan 5. Mempersiapkan ruang operasi yang sesuai
operasi pasien hernia inguinalis lateral 6. Mempersiapkan instrument yang akan
6. Siapkan sarana pendukung pembedahan digunakan
7. Siapkan meja dan asesori pelengkap sesuai 7. Mempersiapkan meja dan asesori pelengkap
dengan jenis pembedahan sesuai dengan jenis pembedahan
8. Bantu ahli bedah pada saat dimulainya 8. Membantu jalan prosesnya operasi memastikan
inisisi instrument lengkap
9. Hitung jumlah instrument dan kassa
DIAGNOSA
INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN POST OP
Nyeri akut berhubungan dengan 1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak 1. Mengkaji nyeri secara nonverbal Keluhan nyeri menurun,
luka insisi pasca operasi dan nyamanan 2. Berkomunikasi kepada pasien dengan teknik klien mampu mengontrol
trauma jaringan 2. Gunakan teknik komunikasi teraputik terapeutik nyeri
3. Berikan posisi nyaman 3. Membantu pasien memilih posisi nyaman
4. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam 4. Mengajarkan teknik napas dalam
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
pemberian analgesic analgesik

Resiko infeksi berhubungan 1. Observasi dan drainage luka 1. Mengobservasi alat drain Pasien mencapai waktu
dengan prosedur invasif, kateter 2. Pantau suhu dan frekuensi nadi, perubahan 2. Mengobservasi tanda-tanda infeksi penyembuhan dan tidak
dan trauma jaringan jenis/ peningkatan area kemerahan dan nyeri 3. Mengkaji kembali identitas pasien dan hasil mengalami infeksi
tekan disekitar tempat operasi pemeriksaan
3. Kaji ulang identitas dan pemeriksaan 4. Mengkaji adanya penurunan kesadaran
diagnostik 5. Memastikan luka tertutup dengan baik
4. Periksa adanya perubahan dalam status 6. Memastikan alat operasi dalam keadaan steril
mental dan sensori 7. Melakukan kolaborasi dengan dokter anastesi
5. Lakukan penutupan luka pembedahan tentang kondisi pasien
6. Jaga kesterilan alat yang digunakan untuk
operasi
7. Kolaborasi dengan anasthesi : Awasi tanda
vital
Hipotermi berhubungan dengan 1. Kaji dan monitor tanda-tanda vital klien 1. Mengkaji adanya tanda-tanda hipotermi Tidak menunjukkan
pasca anastesi, terpajan 2. Berikan pakaian atau selimut yang hangat, 2. Memfasilitasi pasien dengan selimut atau gangguan termoregulasi,
lingkungan yang dingin, dan tebal pakaian yang hangat klien tidak menggigil.
penggunaan pakaian yang tidak 3. Selimuti bagian tubuh yang terbuka (ujung 3. Menyelimuti pasien di area yang terbuka
mencukupi. peripheral) 4. Turunkan suhu ruangan bila perlu
4. Bila perlu turunkan suhu ruangan 5. Kolaborasi dengan tim medis untuk hipotermia
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk berat
hipotermia berat
D.  IMPLEMENTASI KPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2012). Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan, serta
menilai data yang baru. Proses Implementasi mencakup:
1. Mengkaji kembali pasien
2. Menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan
3. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
4. Melakukan supervise terhadap asuhan yang didelegasikan
5. Mendokumentasikan tindakan keperawatan.  
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang
ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri
dilanjutkan, atau diubah (Kozier, 2012). Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP
yang operasional dengan pengertian:
S (subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan
diberikan.
O (objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
A (analisis) adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi
sebagian, atau tidak teratasi.
P (planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa. (Kozier, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Chris, Tanto. 2014. Hernia Anak, Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media
Aesculopius.
Dermawan. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Gosyen Publishing
Kozier, B. et al, 2012. Fundamentals of Nursing: Conceps, Proces, and Practice (7thod).
Upper sad les piver. Pearson Education, Inc
Muttaqin. 2015. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: SalembaMedika
Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta: MediAction
Potter & Perry. 2012. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia. Edisi Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia. Edisi Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2019. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Edisi Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai