Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

GAMBARAN RADIOLOGIS
ILEUS PARALITIK

Oleh:
M. Surya
NIM I4061222063

Pembimbing:
dr. Rahmawan Budiaji, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK STASE RADIOLOGI


RUMAH SAKIT TINGKAT II KARTIKA HUSADA
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ileus paralitik atau ileus adinamis adalah suatu kondisi di mana ada
kelumpuhan motorik fungsional saluran pencernaan sekunder untuk kegagalan
neuromuskuler yang melibatkan pleksus myenteric (Auerbach) dan submukosa
(Meissner).1 Ileus paralitik adalah suatu keadaan patofisiologik dimana terdapat
hambatan motilitas pada traktus gastrointestinal dan tidak terdapat obstruksi
mekanik intestinal, yang merupakan suatu akibat dari gangguan motilitas dan
secara spesifik dapat diterangkan sebagai adinamik ileus.2 Selain itu Ileus paralitik
diartikan juga sebagai obstruksi usus akibat kelumpuhan seluruh atau sebagian
otot-otot usus yang menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya peristaltik dan
menyebabkan aktivitas motorik usus menjadi terganggu. Pada kondisi ini,
biasanya tidak terkait dengan penyebab mekanis.1,3 Ileus paralitik harus tetap
dianggap serius. Karena jika berkepanjangan dan tidak diobati, maka akan dapat
mengakibatkan kematian dengan cara yang sama seperti pada obstruksi mekanis
akut.1

Secara global, angka kejadian ileus paralitik paling sering terjadi pada
pasien yang telah menjalankan operasi dengan persentase 50% pada pasien yang
menjalani operasi besar di bagian abdomen. Sedangkan di Indonesia tercatat
terdapat 7.059 kasus pada pasien ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan. Pada pasien dengan perawatan intensif,
motilitas usus memiliki korelasi yang kuat dengan derajat penyakit dan
peningkatan mortalitas pada pasien ileus paralitik. Sehingga adanya ileus paralitik
pada pasien di ruang rawat intensif diduga menyebabkan peningkatan risiko
mortalitas.4,5

Pada kasus ileus paralitik, usus akan gagal mengirimkan gelombang


peristaltik dan mengakibatkan obstruksi fungsional sehingga memungkinkan
cairan dan gas berkumpul di usus. Dalam kasus ini, organ yang paling terpengaruh
adalah usus kecil, tetapi usus besar dan perut juga bisa terlibat. Stasis yang
1
2

dihasilkan menyebabkan akumulasi cairan dan gas di dalam usus dengan distensi,
muntah, penurunan suara usus, dan sembelit absolut. Ileus paralitik adalah kondisi
neurogenik, di mana gelombang lambat listrik normal hadir di otot polos, tetapi
tidak menggairahkan potensi aksi apa pun. Mekanisme ini dianggap stimulasi
adrenergik, mungkin melibatkan pelepasan dopamin, tetapi blokade adrenoseptor
atau penghambatan dopamin belum terbukti efektif secara terapeutik.1,6

Manajemen ileus paralitik tergantung pada pengetahuan tentang penyebab


yang paling mungkin dan peluang resolusi yang dirasakan tanpa operasi. Ileus
pasca operasi adalah faktor tunggal terbesar yang mempengaruhi lama tinggal di
rumah sakit setelah reseksi usus, dan memiliki implikasi besar bagi pasien dan
pemanfaatan sumber daya. Diagnosis dini dan manajemen yang benar sangat
penting dalam mengurangi komplikasi.1

Radiologi merupakan ilmu kedokteran yang mempelajari tentang suatu


proses pembuatan gambar atau pencitraan dari organ tubuh manusia dengan
menggunakan radiasi sinarx sebagai sumber pencatat gambar. Ilmu radiologi
memiliki peranan yang sangat penting dalam bidang kedokteran dan bidang
pelayanan kesehatan.7 Pada penampilan radiologis ileus paralitik adalah
diagnostik. Sinar-X polos perut dalam postur tegak menunjukkan loop usus
melebar dengan beberapa tingkat cairan, menunjukkan distensi dengan cairan dan
udara di semua usus kecil dan seringkali banyak atau semua usus besar.
Pemindaian computed tomography (CT) perut dan panggul digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis ileus pasca operasi dalam kasus ketika sinar-X tidak
didiagnosis. Temuan pada diagnostik CT scan termasuk beberapa tingkat cairan
udara di seluruh perut, diafragma tinggi, dilatasi usus besar dan kecil, dan tidak
ada bukti obstruksi mekanis. Pemindaian computed tomography dengan i.v.
contrast dan oral water soluble contrast juga dapat membedakan ileus pasca
operasi awal dari obstruksi mekanis.1,8,9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Abdomen

Perut berfungsi sebagai rongga untuk menampung organ vital seperti organ
pencernaan, saluran kemih, endokrin, eksokrin, peredaran darah, dan bagian dari
sistem reproduksi. Dinding anterior perut memiliki sembilan lapisan. Dari terluar
ke terdalam, mereka adalah kulit, jaringan subkutan, fasia superfisial, obliques
eksternal, obliques internal, transversus abdominis, fasia transversalis, adiposa
preperitoneal dan jaringan areolar, dan peritoneum.10,11

Peritoneum adalah satu membran kontinu; namun, itu diklasifikasikan


sebagai visceral (melapisi organ) atau parietal (melapisi dinding rongga). Sebuah
rongga peritoneum dibentuk dan diisi dengan cairan ekstraseluler yang digunakan
untuk melumasi permukaan untuk mengurangi gesekan. Peritoneum terdiri dari
lapisan sel epitel skuamosa sederhana.10,11

Jaringan subkutan dinding perut anterior di bawah umbilikus juga terpisah


menjadi dua lapisan yang berbeda: lapisan lemak superfisial yang dikenal sebagai
fasia Camper, dan lapisan membran yang lebih dalam yang dikenal sebagai fasia
Scarpa. Lapisan membranosa ini berlanjut dengan Colles fascia di dalam regio
perineum secara inferior.10,11

Rongga perut sejati terdiri dari lambung, duodenum (bagian pertama),


jejunum, ileum, hati, kandung empedu, ekor pankreas, limpa, dan usus besar
melintang. Dinding posterior rongga perut dikenal sebagai retroperitoneum.
Struktur retroperitoneal termasuk kelenjar suprarenal, aorta dan vena cava
inferior, duodenum (bagian 2 sampai 4), pankreas (kepala dan tubuh), ureter, usus
besar (turun dan naik), ginjal, esofagus (toraks), dan rektum.10,11

3
4

Gambar 2.1. Anatomi Tractus Urinarius10

Keterangan : 1. Ginjal Kiri


2. Muskulus psoas mayorkiri
3. Ureterkiri
4. Vesikaurinaria
5. Ureterovesicaljunction
6. Pelvicbrim
7. Ureteropelvicjunction

2.2 Sistem Pencernaan


2.2.1 Anatomi
Sistem pencernaan merupakan suatu sistem kontinu organ-organ yang
seperti saluran pipa berurutan berada dalam suatu rentetan yang melewatkan lobus
makanan. Pada awal sistem saluran ini berupa mulut hingga ke lambung,
penghancuran dan pelumatan makan an berada di garis terdepan. Kemudian
disusul oleh usus halus hingga colon sebagai ruas terpanjang dalam sistem ini.
Pada penggalan akhir, terdapat rectum dan juga canalis analis yang berfungsi
sebagai penyimpanan sementara dan untuk melakukan defekasi atau eksresi feses
secara sadar.12
5

Gambar 2.2 Sistem Pencernaan12


Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan
dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses
pencernaan (penguyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat
cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. Susunan saluran
pencernaan terdiri dari: (Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis
Kompetensi untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.)

2.1.2.1 Oris (mulut)

a. Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian yaitu :

1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang antara gusi, gigi,
bibir, dan pipi.

2) Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis, di sebelah
belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir mulut ditutupi,
6

epitelium yang berlapis-lapis, dibawahnya terletak kelenjarkelenjar halus


yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga
memuat banyak ujung akhir syaraf sensoris. Di sebelah luar mulur ditutupi
oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot
orbikularis oris menutupi bibir, levator anguli oris mengangkat dan
depressor anguli oris menekan ujung mulut.

b. Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu :

1) Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum


dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang terdiri dari 2
tulang palatum.

2) Palatummole (palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan


lipatan menggantung yang bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan
selaput lender. Gerakannya dikendalikan oleh mukosa yang mengandung
papila, otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator. Didalam
rongga mulut terdapat geligi kelenjar ludah dan lidah.

c. Geligi ada dua macam yaitu :

1) Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan, lengkap
pada umur 2½ tahun jumlahnya adalah 20 buah tersebut juga gigi susu,
terdiri dari: 8 buah gigi seri (dens insivusi), 4 buah gigi taring (dens
karinus) dan 8 buah gigi geraham (molare).

2) Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6- 12 tahun, jumlahnya


32 buah terdiri dari: 8 buah gigi seri (dens insisivus) 4 buah gigi taring
(dens karinus) 18 buah gigi geraham (molare, dan 12 buah gigi geraham
peremolare). Fungsi gigi terdiri dari: gigi seri untuk memotong makanan,
gigi taring gunanya untuk memutuskan makanan yang keras dan liat, dan
gigi geraham gunanya untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong-
potong.

d. Lidah
7

Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,
kerja otot ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas tiga
bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan
apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang tedapat
terdapat epiglotis, yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu
kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan nafas.

Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai


alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan. Kelenjar ludah
merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang bernama duktus
wartoni dan duktus stensoni. Kelenjar ludah ini ada yakni yaitu:

1) Kelenjar ludah yang bawah rahang (kelenjar submaksilaris), yang


terdapat di bawah tulang rahang atas pada bagian tengah.

2) Kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat di


sebelah depan di bawah lidah.

2.1.2.2 Faring (tekak)

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan


kerongkongan (esofagus). Didalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limpe yang banyak mengandung
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.

2.1.2.3 Esofagus (kerongkongan)

Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak lambung,


panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah
lambung. Lapisan dari dalam ke luar: lapisan selaput lendir (mukosa),
lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot
memanjang longitudinal. Esofagus terletak di belakang trakea dan didepan
tilang punggung, setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke
dalam abdomen menyambung dengan lambung.

2.1.2.4 Ventrikulus (lambung)


8

Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat


mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri
dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui
orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan
limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.

Bagian lambung terdiri dari:

a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak disebelah kiri


osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.

b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian


bawah kurvatura minor

c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot


yang tebal membentuk sfingter pilorus.

d. Kurvatura minor, tedapat di sebelah kanan lambung, terbentang dari


osteum kardiak sampai ke pilorus.

e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor, terbentang dari


sisi kiri osteum kardiak melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai
ke pylorus inferior. Ligamentum gastrolienalis terbentang dari bagian atas
kurvatura mayor sampai ke limpa.

f. Osteum kardiak, merupakan tempat esofagus bagian abdomen masuk ke


lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.

Fungsi lambung meliputi:

Menampung makanan, menghancurkan dan mengahaluskan makanan oleh


peristaltik lambung dan getah lambung. Getah cerna lambung dihasilkan:
Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
pepton). Agar garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan sebagai
antiseptic dan disenfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen
sehingga menjadi pepsin. Renin fungsinya, sebagai ragi yang membekukan
9

susu dan membentuk kasein dari karsinogen (karsinogen dan protein susu).
Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak
yang merangsang sekresi getah lambung.

2.1.2.5 Usus Halus

Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada pada sekum
panjangnya 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses
pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus
halus (lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M.
Sirkuler), lapisan otot memanjang (M. Longitudinal), lapisan serosa
(sebelah luar) dan usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu:

a. Duodenum

Duodenum disebut juga usus 1 jari, panjangnya ±25 cm, berbentuk


sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas.
Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang berbukit
disebut papila vateri. Pada bagian papila vateri ini bermuara saluran
empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus
wirsung/duktus pankreatikus). Emepedu dibuat di hati untuk
dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus yang fungsinya
mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga
menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi di
sakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam
amino atau albumin dan polipeptida. Dinding duodenum mempunyai
lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut
kelenjarkelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah
intestinum.

b. Jejenum dan ileum

Jejenum dan ilium mempunyai panjang sekitar 6 meter.Dua perlima


bagian atas adalah (jejenum) dengan panjang ±23 meter dan ilium
10

panjang 4-5 m. Lekukan jejenum dan ilium melekat pada dinding


abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang
berbentuk kipas kenal sebagai mesenterium. Akar mesentrium
memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena
mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan
peritonium yang membentuk mesentrium. Sambungan antara jejenum
dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama
orifisium ileosekalis. Fungsi usus adalah menerima zat-zat makanan
yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan
saluran-saluran limfe, menyerap protein dalam bentuk asam amino,
karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

2.1.2.6 Intestinum mayor (usus besar)

Usus besar adalah intestinum mayor panjangnya ±1 1/2


m, lebarnya adalah
5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar: selaput lendir,
lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus
besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli,
tempat feses. Usus besar terbagi dari beberapa bagian yaitu:

a. Sekum

Di bawah sekum mendapat apendiks vermiformis yang berbentuk


seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak
mempunyai mesentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen
pada orang yang masih hidup.

b. Kolon asendens

Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur


ke atas dari ileum di bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri,
lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon
tranversum.
11

c. Kolon transversum

Panjangnya ±38 cm, membujur dari ujung kolon asendens sampai ke


kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat
fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.

d. Kolon desendens

Panjangnya ±25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur


dari atas ke bawah dan fleksura lenalis sampai ke depan ileum kiri,
bersambung dengan kolon sigmoid.

e. Kolon sigmoid

Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak


miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai hurup
S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

2.1.2.7 Rektum

Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum


mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan
os koksigis.

2.1.2.8 Anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum


dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya
diperkuat oleh 3 sfingter.

a. Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.

b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.

2.2.2 Radioanatomi Abdomen

Pada foto polos abdomen, dilakukan penilaian terhadap komponen


komponen pada hasil foto, seperti :21
12

a. Preperitoneal fat line


b. Psoas line
c. Pola/distribusi udara dalam saluran cerna
d. Ada/tidaknya distensi usus oleh udara atau cairan
e. Dinding usus
f. Gambaran batu
g. Skeletal

Gambar 2.5 Radioanatomi Abdomen21

Penilaian komponen udara normal pada saluran pencernaan dapat dilihat


pada organ-organ seperti :21

a. Lambung : Terlihat adanya udara

b. Usus halus : terlihat 2-3 loop usus tanpa distensi dengan diameter <2,5 cm

c. Rektum dan Sigmoid : Terlihat adanya udara


13

Gambar 2.6 Pola normal udara pada abdomen21

Penilaian cairan normal pada abdomen dapat dinilai pada organ-organ,


seperti :21

a. Lambung : Terlihat adanya cairan, kecuali proyeksi supine

b. Usus halus : 2-3 fluid level

c. Usus besar : 2-5 fluid level

Gambar 2.7 Normal fluid level21

Pada organ usus halus dan usus besar, dilakukan penilaian terhadap dinding
usus, yaitu :21
14

a. Usus halus : Terletak di central, valvulae berbentuk plika sirkularis, diameter


<3cm

b. Usus besar : Terletak di perifer, haustra berbentuk plika semilunaris, diameter


kolon <6cm dan caecum <9cm

Gambar 2.8 Letak usus halus dan usus besar21

2.3 Ileus Paralitik


2.3.1 Definisi
Ileus paralitik atau ileus adinamis adalah suatu kondisi di mana ada
kelumpuhan motorik fungsional saluran pencernaan sekunder untuk kegagalan
neuromuskuler yang melibatkan pleksus myenteric (Auerbach) dan submukosa
(Meissner).1 Ileus paralitik adalah suatu keadaan patofisiologik dimana terdapat
hambatan motilitas pada traktus gastrointestinal dan tidak terdapat obstruksi
mekanik intestinal, yang merupakan suatu akibat dari gangguan motilitas dan
secara spesifik dapat diterangkan sebagai adinamik ileus.2
15

Selain itu Ileus paralitik diartikan juga sebagai obstruksi usus akibat
kelumpuhan seluruh atau sebagian otot-otot usus yang menyebabkan
berkurangnya atau tidak adanya peristaltik dan menyebabkan aktivitas motorik
usus menjadi terganggu. Pada kondisi ini, biasanya tidak terkait dengan penyebab
mekanis.1,3 Ileus paralitik harus tetap dianggap serius. Karena jika berkepanjangan
dan tidak diobati, maka akan dapat mengakibatkan kematian dengan cara yang
sama seperti pada obstruksi mekanis akut.1

2.3.2 Etiologi

Penyebab terjadinya ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan, tetapi


lebi sering terjadi pada pasien pasca operasi baik berupa operasi intra peritoneal,
maupun retroperitoneal ataupun operasi selain di abdomen. Ileus paralitik
diketahui tidak pernah terjadi secara primer, atau biasanya penyakit ini yerjadi
akibat dari efek yang ditimbulkan oleh penyakit primer. Oleh karena itu, mencari
gangguan yang menjadi penyebab dari penyakit ini adalah hal yang penting untuk
mencapai keberhasilan dalam tata laksana.13

Penyebab lain dari ileus paralitik antara lain sepsis, obat-obatan (seperti
opioid, anti depresan, antasida), metabolik (hipokalemi, hipomagnesemia,
hiponatremia, anemia dan hipoosmolalitas), infark miokard, pneumonia,
komplikasi diabetes, trauma (misal fraktur spinal), kolik bilier, kolik renal, trauma
kepala atau prosedur-prosedur bedah saraf, inflamasi intraabdominal dan
peritonitis dan hematoma retroperitoneal. Penyebab yang paling sering dari ileus
paralitik adalah gangguan metabolik dan gangguan elektrolit.13

Kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan yang rendah serat merupakan


salah satu penyebab terjadinya ileus paralitik. Hal ini terjadi dari dari kebiasaan
buruk tersebut akan muncul permasalahan pada kurangnya kemampuan
membentuk massa feses yang menyambung pada rangsangan peristaltic usus,
kemudian saat kemampuan peristaltik usus menurun maka akan terjadi konstipasi
yang mengarah pada feses yang mengeras dan dapat menyumbatlumen usus
sehingga menyebabkan terjadinya paralitik.14
16

2.3.3 Epidemiologi

Insiden ileus sangat bervariasi, seringkali bergantung pada jenis


pembedahan, jumlah manipulasi usus, dan komorbiditas pra operasi. Operasi perut
bagian bawah, terutama dengan sayatan terbuka yang besar dan peningkatan
manipulasi usus, dikaitkan dengan risiko ileus yang lebih tinggi. Sebaliknya,
operasi laparoskopi dengan manipulasi usus minimal, seperti kolesistektomi,
memberikan risiko yang lebih rendah. Literatur menunjukkan sekitar 10-20%
kemungkinan terjadinya ileus tergantung pada prosedurnya.15

Menurut prawira et all 2022, kejadian ileus paralitik pasca operasi


ditemukan sebesar 9.1% hingga 10.4%.2 Ileus paralitik patologis pasca
operasi dikatakan terkait dengan lokasi tindakan yakni reseksi rektal
(30.9%), juga berhubungan dengan tindakan yang melibatkan kolon dan atau
rektum (14.2%) dan tindakan kolektomi segmental (6.6%).4 diketahui juga
laki – laki memiliki risiko kejadian ileus pasca operasi yang lebih
tinggi.16

2.3.4 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda ileus adalah pada penghentian aktivitas motorik apa pun.


Biasanya tidak ada nyeri perut, pasti tidak ada kolik, tapi mungkin ada nyeri tekan
akibat distensi. Mungkin ada takipnea karena diafragma terdorong ke atas dan
takikardia akibat hipovolemia. Bising usus tidak ada, flatus tidak keluar, dan
akibatnya terjadi stasis lambung yang dapat menyebabkan cegukan, rasa tidak
nyaman, dan muntah tanpa usaha, kecuali aspirasi lambung telah dilakukan. Perut
buncit dan timpani. Abdomen biasanya tidak bersuara saat auskultasi atau
terdengar bunyi “gemerincing” yang pelan akibat distensi usus saat abdomen
digerakkan.1

Ileus paralitik menyebabkan gejala yang dapat membuat Pasien merasa


sangat tidak nyaman dengan keadaan perut mereka. Gejala yang berhubungan
dengan ileus paralitik termasuk sakit perut ringan sampai sedang, nafsu makan
kehilangan, perut penuh, distensi perut, kesulitan buang air besar, kesulitan
17

bernapas, mual dan muntah. Terdapat juga kemungkinan tanda-tanda ileus


paralitik misalnya sensasi terbakar dapat ditemukan jika Peradangan
menyebabkan ileus. Pemeriksaan fisik ileus paralitik Pasien menunjukkan
penurunan suara usus dengan perut seperti membuncit. Gejala gastrointestinal ini
adalah gejala utama yang terjadi pada pasien ileus paralitik.17

Diagnosis ileus paralitik dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria


berikut berupa rasa seperti kepenuhan perut dengan dorongan untuk buang gas,
diikuti dengan penurunan suara usus, mual, muntah, disertai dengan sembelit atau
diare, demam, penurunan kesadaran selama sakit parah, syok, penyakit yang
mendasarinya, termasuk diabetes mellitus, trauma, riwayat operasi, penggunaan
narkoba diduga menyebabkan ileus paralitik, peradangan tanda, infeksi dan
gangguan elektrolit, menurun suara usus disertai dengan perut buncit,
Pemeriksaan radiologi menunjukkan perut distensi, yang digambarkan terjadi di
usus besar.17

2.3.5 Pemeriksaaan penunjang

2.3.5.1 Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium meliputi tes darah lengkap untuk mengukur


hemoglobin, leukosit, atau tingkat penghitungan diferensial darah untuk
menentukan infeksi atau peradangan sebagai dasar terjadinya ileus paralitik. Bisa
juga dilengkapi dengan serum pemeriksaan elektrolit, terutama K, Ca dan Mg Ion.
Ini juga perlu dilengkapi dengan pemeriksaan fungsi ginjal.17

2.3.5.2 Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai


adanya ileus paralitik yaitu :

a. Foto Polos Abdomen

pada pemeriksaan foto polos abdomen, terdapat beberapa macam posisi


pemeriksaan yaitu :21
18

1. 1 Posisi : AP (supine).

2. 2 Posisi : AP (supine) + LLD (lateral left decubitus) / AP (supine) + erect/semi


erect.

3. 3 Posisi : AP (supine) + LLD (lateral left decubitus) + erect/semi erect.

Gambar 2.9 Proyeksi foto AP (Supine)21

Gambar 2.10 Proyeksi foto lateral left decubitus21


19

Gambar 2.11 Proyeksi foto erect21

Indikasi dilakukannya proyeksi AP (supine) adalah untuk memperlihatkan


ada atau tidaknya penebalan atau distensi pada kolon yang disebabkan karena
massa atau udara. Pada proyeksi LLD, dapat dilakukan dengan indikasi untuk
melihat air fluid level atau udara bebas yang mungkin terjadi akibat perforasi
kolon. Sedangkan, pada proyeksi erect/semi erect dapat dilakukan untuk
memperlihatkan udara bebas agar naik dibawah diafragma.21

Pada ileus paralitik meliputi torak pencitraan untuk menentukan sumber


infeksi. Pencitraan dengan foto polos perut juga diperlukan tanpa kontras dalam 3
posisi: tegak, terlentang, dan miring. Ileus paralitik umumnya memiliki pelebaran
usus dan gas akumulasi di lambung, usus dan usus besar.17. Pada pseudo-
obstruksi, gangguan motilitas umumnya mengenai seluruh saluran cerna,
meskipun distensi kolonlah yang paling menonjol. Dilatasi usus besar dengan
tanda gangguan sistemik (“dilatasi toksik”) menjadi kurang umum karena
serangan akut kolitis ulserativa diketahui dan diobati dengan tepat. Gambaran
radiologis ileus paralitik bersifat diagnostik. Foto rontgen polos abdomen dalam
posisi tegak menunjukkan lengkung usus yang melebar dengan banyak cairan,
20

menunjukkan distensi dengan cairan dan udara di seluruh usus halus dan
seringkali di sebagian besar atau seluruh usus besar.1

Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis,


membedakan ileus paralitik dengan ileus obstruksi, dan untuk memahami
penyebabnya. Sebagai awal, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen polos
dengan posisi supine dan tegak. Untuk membedakan ileus paralitik dan ileus
obstruksi, perlu diperhatikan derajat distensi abdomen, volume cairan dan gas
intraluminal. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan
usus besar oleh karena terdapat kelainan pada akumulasi gas dan cairan, namun
akumulasi gas dan cairan pada ileus paralitik tidak sebanyak pada obstruksi
intestinal. Selain itu gas lebih banyak terdapat di kolon loop dari distensi usus
ringan dan dapat terlihat di sebelah atas atau berdekatan dengan lokasi proses
inflamatorik misalnya pada pankreatitis. Loop ini disebut juga sentinel loops. Air
fluid level berupa suatu gambaran line up (segaris) .18,

Gambar 2.3 Foto polos abdomen ileus paralitik19

b. CT Scan
21

Pemindaian computed tomography (CT) perut dan panggul digunakan


untuk mengkonfirmasi diagnosis ileus pasca operasi dalam kasus ketika sinar-X
tidak diagnostik. Temuan pada CT scan diagnostik POI termasuk beberapa air-
fluid level di seluruh perut, peningkatan diafragma, dilatasi usus besar dan kecil,
dan tidak ada bukti obstruksi mekanik. Pemindaian tomografi terkomputasi
dengan i.v. kontras dan kontras larut air oral juga dapat membedakan ileus pasca
operasi awal dari obstruksi mekanik.1

Gambar 2.4 CT-scan pada ileus paralitik pada seorang anak

c. Ultrasonografi dan MRI

Pemeriksaan radiologi sebaliknya juga diperlukan untuk menemukan posisi


atau menentukan penyebabnya dari penyakit ini. Kontras biasanya berkurang
segera di ileus paralitik, tetapi penghambatan kontras dapat terjadi pada kasus
obstruksi. Secara umum, USG atau tes lain seperti MRI hanya diperlukan jika
penyebab ileus paralitik tidak teridentifikasi. Jika pankreatitis, kolesistitis, atau
abses hati dicurigai, ultrasonografi perut bagian atas mungkin bisa digunakan.17
(Wintery, E. M., Syam, A. F., Simadibrata, M., & Manan, C. (2003). Management of
paralytic ileus. Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive
Endoscopy, 4, 80-88.)

2.3.5.2 Elektrokardiografi
22

Tes penting lainnya adalah elektrokardiografi (EKG), karena dapat


mendeteksi hipokalemia pada ileus paralitik, gelombang U menonjol dan
pemanjangan interval QT. Pemeriksaan dengan CT-Scan terutama diperlukan
untuk membedakan ileus dengan penyebab lain dari nyeri abdomen akut non-
traumatik. 17

2.3.6 Tatalaksana

Secara umum penatalaksanaan ileus paralitik dapat dibagi menjadi dua yaitu
terapi suportif dan terapi berdasarkan etiologi. Terapi suportif terdiri dari empat
tahapan yaitu memperbaiki keadaan umum pasien melalui tirah baring,
mempersiapkan pasien untuk cepat melakukan pemasangan infus, diikuti dengan
pemberian kristaloid seperti RL atau NaCl 0,9%. Pemasangan NGT dilakukan
untuk mengurangi nyeri, mual dan muntah pada pasien. Selain itu, pasien
diberikan nutrisi parenteral. Kemudian dapat dilakukan pemasangan kateter untuk
pemantauan urin 24 jam, diikuti dengan pemantauan tanda vital seperti tekanan
darah, nadi, suhu, dan laju pernafasan. Setelah itu, dokter melakukan laboratorium
pemeriksaan dan monitor EKG. Elektrolit protokol koreksi dilakukan jika ada
ketidakseimbangan elektrolit. Selain itu, pasien diberikan nutrisi parenteral total
sejak pasien puasa. Namun, total pemberian nutrisi parenteral tidak boleh
menyebabkan kelebihan beban pada usus yang buncit. Pasien disiapkan puasa
sampai bising usus terdengar dan pasien dapat mengeluarkan gas secara spontan.
Jika pasien dapat mengeluarkan gas dan bising usus positif, diet diberikan melalui
makan tabung. Terapi lain seperti obat prokinetik atau vitamin B12 belum
menunjukkan bukti signifikan perbaikan ileus.17

Terapi etiologi diperlukan sebagai tambahan terapi suportif, misalnya


protokol koreksi kalium untuk pasien dengan ketidakseimbangan elektrolit seperti
hipokalemia, atau antibiotik untuk pasien dengan ileus paralitik akibat sepsis. Ada
juga perawatan bedah jika hanya dismotilitas usus terjadi pada segmen tertentu
yang dapat direseksi. Namun, reseksi usus hanya dapat dilakukan jika usus yang
mengalami dismotilitas memiliki panjang yang kurang dari 1,2 meter.
23

Pembedahan tidak dapat dilakukan jika panjangnya lebih dari 1,2 meter karena
akan mengarah adhesi dan komplikasi lain akibat operasi.17

Transplantasi usus kecil adalah terapi lain yang dapat diterapkan pada
pasien yang menjalani proses reseksi sebelumnya, pasien membutuhkan nutrisi
parenteral jangka panjang, pasien sepsis dan pasien dengan sindrom usus pendek,
suatu kondisi yang menyebabkan usus menjadi lebih pendek karena direseksi
usus, volvulus, gastroschisis dan necrotizing enterokolitis. Tingkat keberhasilan
terapi ini cukup tinggi, sekitar 80% dalam 3 tahun terakhir, berkat kebaikan
persiapan, imunosupresif yang efektif administrasi seperti tacrolimus dan
mikofenolat, dan area transplantasi pendek.17

2.3.7 Komplikasi

Ileus paralitik dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk


kekurangan gizi, pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus dan pneumatosis
cystoids intestinalis atau akumulasi gas di usus yang dapat menyebabkan
pneumoperitoneum. Selain itu, ileus paralitik adalah juga mampu menyebabkan
sepsis karena translokasi bakteri usus ke aliran darah.17

2.3.8 Prognosis

Prognosis untuk pasien dengan ileus paralitik adalah umumnya baik,


meskipun kadang-kadang sulit untuk menetapkan etiologinya. Panjang dari durasi
rawat inap pada pasien dengan lumpuh ileus bervariasi dengan penyebabnya. Jika
pasien mengalami sepsis tanda-tanda, dia akan dirawat di rumah sakit sekitar 1-3
minggu. Salah satu penyebab ileus paralitik adalah keadaan pasca operasi yang
melibatkan usus, inflamasi proses atau infeksi, gangguan elektrolit, gangguan
hormonal atau konsumsi obat-obatan tertentu mampu menghambat motilitas usus
seperti narkotika. Manajemen ileus paralitik dapat dibagi menjadi dua: terapi
suportif dan terapi etiologi.17
24

BAB III

PENYAJIAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Tanggal : 6 Maret 2023


No Reg/RM : 2276**
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin/Umur :L/ 66 Tahun
Status Pasien/ Ruang : BPJS/IGD
Pemeriksaan : Abdomen 3 posisi
Klinis : Ascites, Susp Peritonitis
25

3.2 Hasil Pemeriksaaan Radiologi


26
27

3.3 Interpretasi Foto


Foto abdomen 3 posisi:
Tidak tampak bayangan konkremen opak sepanjang traktus urinarius
Distribusi udara di usus berlebihan
Tampak distensi usus oleh udara dengan airfluid level
Skeletal tidak tampak kelainan
Concl:
Ileus paralitik
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada tangal 6 Maret 2023 datang seorang pasien ke instalasi radiologi RS.
Kartika Husada dengan inisial pasien yaitu Tn. A (66 Tahun) untuk melakukan
pemeriksaan Rontgen Abdomen 3 posisi dengan diagnosis klinis Ascites dan Susp
Peritonitis. Pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi, didapatkan hasil yaitu
tidak tampak bayangan konkremen opak sepanjang traktus urinarius, terdapat
distribusi udara di usus berlebihan, tampak distensi usus oleh udara dengan
airfluid level, skeletal tidak tampak kelainan. Sehingga dapat disimpulkan Tn. A
mengalami Ileus Paralitik.

Ileus paralitik merupakan terjadinya penumpukkan udara di usus yang dapat


terjadi karena disebabkan karena adanya gangguan peristaltik di saerah tersebut.
Hal ini dapat terjadi karena terjadi kelumpuhan secara menyeluruh atau sebagian
otot-otot usus.1,3 Ileus paralitik atau ileus adinamis adalah suatu kondisi di mana
ada kelumpuhan motorik fungsional saluran pencernaan sekunder untuk
kegagalan neuromuskuler yang melibatkan pleksus myenteric (Auerbach) dan
submukosa (Meissner).1

Ileus paralitik menyebabkan gejala yang dapat membuat Pasien merasa


sangat tidak nyaman dengan keadaan perut mereka. Gejala yang berhubungan
dengan ileus paralitik termasuk sakit perut ringan sampai sedang, nafsu makan
kehilangan, perut penuh, distensi perut, kesulitan buang air besar, kesulitan
bernapas, mual dan muntah. Terdapat juga kemungkinan tanda-tanda ileus
paralitik misalnya sensasi terbakar dapat ditemukan jika Peradangan
menyebabkan ileus.1

Pencitraan dengan foto polos perut juga diperlukan tanpa kontras dalam 3
posisi: tegak, terlentang, dan miring. Ileus paralitik umumnya memiliki pelebaran
usus dan gas akumulasi di lambung, usus dan usus besar.17. Pada pseudo-
obstruksi, gangguan motilitas umumnya mengenai seluruh saluran cerna,
meskipun distensi kolonlah yang paling menonjol. Dilatasi usus besar dengan
28
29

tanda gangguan sistemik (“dilatasi toksik”) menjadi kurang umum karena


serangan akut kolitis ulserativa diketahui dan diobati dengan tepat. Gambaran
radiologis ileus paralitik bersifat diagnostik. Foto rontgen polos abdomen dalam
posisi tegak menunjukkan lengkung usus yang melebar dengan banyak cairan,
menunjukkan distensi dengan cairan dan udara di seluruh usus halus dan
seringkali di sebagian besar atau seluruh usus besar.1

Pada kasus ini juga dilakukan foto abdomen 3 posisi, indikasi dilakukannya
foto abdomen 3 posisi pada pasien ini adalah untuk melihat penyebab dari
Ascites, Susp Peritonitis yang dialami pasien. Posisi foto abdomen memiliki
indikasi tersendiri disetiap posisi/proyeksi nya, seperti foto supine adalah untuk
melihat ada atau tidaknya penebalan atau distensi pada kolon yang disebabkan
massa atau udara. Pada foto posisi LLD dilakukan apabila ada indikasi air fluid
level atau udara bebas yang mungkin terjadi akibat perforasi kolon. Sedangkan,
pada posisi erect/semi erect dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya udara
bebas agar naik dibawah diafragma.21

Gambar 4.1 Posisi Supine Rontgen Abdomen


30

Gambar 4.2 Posisi ½ duduk Rontgen Abdomen

Gambar 4.3 Posisi LLD Rontgen Abdomen


Pada pemeriksaan rontgen perut 3 posisi dalam menentukan apa yang
dialami oleh Tn. A, diketahui pada posisi supine terlihat adanya distensi usus yang
diakibatkan adanya udara pada usus Tn. A yang berlebihan. Pada posisi ½ duduk,
terlihat terdapat udara yang berada di bawah diagfragma kiri. Pada posisi LLD,
didapati air fluid level yang paling terlihat seperti yang sudah di lingkari yaitu
31

berada di ascending colon. Air fluid level dan distensi usus merupakan salah satu
ciri dari ileus paralitik. 18,21
Penyebab terjadinya ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan, tetapi
lebi sering terjadi pada pasien pasca operasi baik berupa operasi intra peritoneal,
maupun retroperitoneal ataupun operasi selain di abdomen. Ileus paralitik
diketahui tidak pernah terjadi secara primer, atau biasanya penyakit ini yerjadi
akibat dari efek yang ditimbulkan oleh penyakit primer. Oleh karena itu, mencari
gangguan yang menjadi penyebab dari penyakit ini adalah hal yang penting untuk
mencapai keberhasilan dalam tata laksana.13 Secara global, angka kejadian ileus
paralitik paling sering terjadi pada pasien yang telah menjalankan operasi dengan
persentase 50% pada pasien yang menjalani operasi besar di bagian abdomen. 4,5
Secara umum penatalaksanaan ileus paralitik dapat dibagi menjadi dua yaitu
terapi suportif dan terapi berdasarkan etiologi.17
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada pemeriksaan radiologi foto polos abdomen 3 posisi Tn. A (66 tahun)
dengan diagnosis klinis ascites dan susp peritoritis, didapatkan hasil berupa
ditemukannya distribusi udara bebas di usus yang berlebihan dan tampak adanya
distensi usus oleh udara dengan air fluid level yang menunjukkan gambaran
Ileus paralitik.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Weledji EP. Perspectives on paralytic ileus. Acute Med Surg. 2020 Oct
4;7(1):e573. doi: 10.1002/ams2.573. PMID: 33024568; PMCID:
PMC7533151.
2. Megan Griffiths. (2020). Crash Course Gastrointestinal System,
Hepatobiliary and Pancreas. 4th edn. Elsevier
3. Summers RW. Approach to the patient with ileus and obstruction. In:
Yamada T, Owyang C, Powell DW. Textbook of Gastroenterology vol I
4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003. Pg: 829-
842
4. Venara A, Neunlist M, Slim K, Barbieux J, Colas P, Hamy A, et al.
Postoperative ileus: Pathophysiology, incidence and prevention. J Visc
Surg . 2016; https://www.grace-asso.fr/wp-content/uploads/grace
pdf/Sources/Publications/ileus_review.pdf
5. Madl C, Druml W. Systemic consequences of ileus. Bailliere’s Best Pract
Res Clin Gastroenterol. 2003;17(3):445–56.
6. Ather R, O'Grady G, Bissett IP, Dinning PG. Postoperative ileus:
mechanisms and future directions for research. Clin. Exp. Pharmacol.
Physiol. 2014; 41(05): 358–70
7. Rahmawati, H, dan B. Hartono. Kepaniteraan di Instalasi Radiologi
Rumah Sakit. Muhammadiyah Public Health Journal. 2021; 1(2):139-53
8. Harnsberger CR, Markel JA, Avavi K. Postoperative ileus. Clin. Colon
Rectal Surg. 2019; 32(3): 166–70.
9. Stakenborg N, Gomez‐Pinilla J, Boeckastaas GE. Postoperative ileus:
Pathophysiology. Current therapeutic approaches. Hands Exp.
Pharmacol. 2017; 239: 39–57.
10. Wade CI, Streitz MJ. Anatomy, Abdomen and Pelvis: Abdomen. [Updated
2022 Jul 25]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553104/
11. Selçuk İ, Ersak B, Tatar İ, Güngör T, Huri E. Basic clinical retroperitoneal
anatomy for pelvic surgeons. Turk J Obstet Gynecol. 2018 Dec;15(4):259-
269.
12. Schunke, M., Schulte, E., & Schumacher, U. (2013). Atlas Anatomi
Manusia Prometheus: Kepala, Leher, & Neuroanatomi (3 ed.). EGC.

33
34

13. Summers RW. Approach to the patient with ileus and obstruction. In:
Yamada T, Owyang C, Powell DW. Textbook of Gastroenterology vol I
4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003. Pg: 829-
842
14. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
15. Beach EC, De Jesus O. Ileus. [Updated 2023 Feb 12]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558937/
16. Prawira, M. D., Sueta, M. A. D., & Golden, N. (2022). Faktor risiko
kejadian ileus paralitik patologis pasca laparotomi dengan reseksi dan
anastomosis pada traktus gastrointestinal. Intisari Sains Medis, 13(3), 635-
639.
17. Pridanta, I. P. S., Kholili, U., Nusi, I. A., Setiawan, P. B., Purbayu, H.,
Sugihartono, T., ... & Miftahussurur, M. (2017). Recent Pathophysiology
and Therapy for Paralytic Ileus. 477-481 ISBN: 978-989-758-340-7
18. Djumhana A. Ileus paralitik. : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. I.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006
19. Behm B, Stollman N. Postoperative Ileus: Etiologies and Interventions.
Clinical gastroenterology and hepatology 2003;1:71-80. Available at:
http://www.usagiedu.com/articles/ileus/ileus.pdf Gambar.5 CT-scan pada
ileus paralitik pada seorang anak. Tampak distensi usus halus dan rectum
20. James B, Kelly B. The abdominal radiograph. Ulster Med J. 2013
Sep;82(3):179-87. PMID: 24505155; PMCID: PMC3913410.
21. Bontrager,K. Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy.
Missouri: Mosby,Inc. 2018.

Anda mungkin juga menyukai