Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS OBSTRUKTIF

DI RUANG OK IGD RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

Disusun oleh :

APRILIA DEWI NURLITASARI

17160007

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2017
LEMBAR PENGESAHAN

ILEUS OPSTRUKTIF

DI RUANG OK IGD RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

Di Susun Oleh :
Aprilia Dewi Nurlitasari
17160007

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(…………………………) (………………………)
LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS OBSTRUKTIF

A. Definisi
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus terdiri dari akut dan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya
mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat.
Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total
usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Ada dua
tipe obstruksi, yaitu:
1. Mekanis (Ileus Obstruktif) Suatu penyebab fisik menyumbat
usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik.Ileus obstruktif ini dapat
akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang
melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma
stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan
abses. (Kowalak, 2012)

Ileus Obstruksi merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis


yang sering dijumpai, merupakan 60--70% dari seluruh kasus akut
abdomen yang bukan appendicitis akut. Penyebab yang paling sering dari
obstruksi ileus adalah adhesi/streng, sedangkan diketahui bahwa operasi
abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan
yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan
abdominalis. Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki
tentang obstruksi ileus, ialah :
a. Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.
b. Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil;
tetapi untuk mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam
rongga abdomen tetap merupakan halyang sulit.
c. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai
gambaran klinik khas yang dapat mendukungnya. (Muttaqin, 2011).
Jadi ileus obstruktif merupakan suatu kerusakan usus akibat dari
penghambatan mortalitas usus yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
banyak penyebab.
2. Neurogenik/Fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami
paralisis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot,
gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis
seperti penyakit parkinson.

B. Etiologi
Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen,
tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko
terjadinya ileus, diantaranya sebagai berikut :
1. Sepsis
2. Obat-obatan (misalnya : opioid, antasid, coumarin, amitriptyline,
chlorpromazine)
3. Gangguan elektrolit dan metabolic (misalnya hipokalemia,
hipomagnese-mia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas)
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Trauma (misalnya : patah tulang iga, cedera spina)
7. Bilier dan ginjal kolik
8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf
9. Inflamasi intra abdomen dan peritonitis
10. Hematoma retroperitoneal
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada :
1) proses intra abdominal seperti pembedahan perut dan saluran cerna
atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis, perdarahan);
2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang
memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes
ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,
hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia)
3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya
pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung
(24-48 jam) dan kolon (48-72 jam). Ileus terjadi karena hipomotilitas
dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus mekanik. Diduga,
otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus.
Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi
gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi
adalah keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang,
ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut.
Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah
motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih
dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus
paralitik pascaoperasi. Sering,ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan
retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus
tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus
dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi
kolon ileus terbuka. Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat
mendalam. Pasien dengan ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan
akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus juga meningkatkan
katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus
meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat
inap di rumah sakit. Penyakit/keadaan yang menimbulkan ileus
paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang tercantum dibawah ini:
1. Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan
ureter, iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.
2. Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama
hipokalemia), uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE,
sklerosis multiple.
3. Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin,
antihistamin.
4. Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi
sistemik berat lainnya.
5. Iskemia usus.
C. Anatomi fisiologi organ terkait
Anatomi :
1. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian
yaitu:
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara
gusi, bibir dan pipi.
b. Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris
disebelah belakang bersambung dengan faring.
c. Faring.
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas
tulang belakang
2. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak
dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan
tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk
kedalam abdomen ke lambung.
3. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang
paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung
antara lain:
a. Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak
disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan
pada bagian bawah notura minor.
c. Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal
membentuk spinkter pilorus.
d. Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri
dari osteum kordi samapi pilorus.
4. Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari
sisi kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan
sampai ke pilorus anterior.
Fungsi lambung :
 Menampung makanan.
 Getah cerna lambung yang dihasilkan pepsin, asam garam,
renin dan lipak.
5. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan
obstruksi hasil pencernaan makanan.
a. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu
kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas.
Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang
nambulir disebut papila vateri.
b. Yeyunum dan ileum
Panjangnya sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah
yeyunum dengan ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4-5
meter. Lekukan yeyunum dan ileum melekat pada dinding
abdomen fasterior dengan perantara lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas disebut mesentrium.
6. Mukosa usus halus
Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan
makro villi memudahkan penernaan dan absorpasi
Fungsi usus halus:
 Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk
diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
 Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
 Karbohirat diserap dalam bentuk monosakarida didalam
usus halus.
7. Usus besar/interdinum mayor
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari
makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri
atas 7 bagian:
1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum
sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan
panjang ± 28 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke
bawah dengan panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf
“S” ujung bawah `berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus.
8) Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rektum dengan dunia luar.
Fisiologi :
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan
dan absorbsi bahan – bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral.
Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja
ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk.
Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim –
enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat
dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan
memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim. Sekresi
empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang
lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim
dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim –
enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat –
zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus
akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong
isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang
sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan
limfe untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit
dan vitamin juga diabsorbsi.
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan
absorbsi bahan–bahan makanan dapat berlangsung secara
maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari :
1. Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan
segmentasi yang mencampur makanan dengan enzim – enzim
pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi
2. Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang
mendorong makanan ke arah usus besar.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos
usus halus yang terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot
longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama
berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan
adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh
makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal.
Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 – 4
cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi
mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai
kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi,
makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini
berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa
usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya
gelombang lambat yang merupakan basic electric rhytm (BER)
dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi
berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar
7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus
mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan
0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih
cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat
lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3
sampai 5 cm
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi
terutama diatur oleh adanya gelombang lambat yang
menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel –
sel pace maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana
aktifitas dari sel–sel ini dipengaruhi oleh sistem saraf dan
hormonal.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan.
Hal ini sebagian besar disebabkan oleh masuknya makanan ke
duodenum sehingga menimbulkan refleks peristaltik yang akan
menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin,
CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan
usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat
pergerakan usus halus.
Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang –
kadang terhambat selama beberapa jam sampai seseorang
makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal meningkatkan
aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati katup
ileocaecal menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk
beberapa lama pada daerah ileum oleh adanya sfingter
ileocaecal berfungsi agar makanan dapat diabsorbsi pada
daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah
makanan kembali dari caecum masuk ke ileum.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan
balik. Bila tekanan di dalam caecum meningkat sehingga terjadi
dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat dan
gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga
memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan
pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan
mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis
sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.
D. Consep map

Non mekanik (manispulasi organ


Mekanis(neoplasma, hernia,
abdomen, peritonotis, sepsis) benda asing, perlengketan

Akumulasi gas dan cairan


dalam humerelus
Nyrti kram, kolik

Gas obtruksi H2o dan Obtruksi Distensi dd usus Pentilasi paru


elektrolit pada lumen komplet terganggu akibat
usus tekanan dari digfarma
Gelombang Tekanan
Kehilangan H2o & Kesulitan
peristaltik berbalik intralumen
natrium bernafas
arah, isi usus meningkat
Iskemik
Syok hipopolemik terdorong kemulut dinding usus
Muntah-
penurun curah Nyeri akut Pola nafas
muntah
jantung, penun nekrosisi tidak efektif
perkusi jaringan, Kekurangan
nutrisi dari perporasi
ruptur
kebutuhan tubuh
E. Resikodan gejala
Tanda Peritonistis Pelepasan bakteri &toksin dari
Menurut
infeksi Mansjoer (2001), usus yang yaitu:
manifestasi dari Ileus Obstruksi
septikimia nekrotik kedalam
peritonium dan sirkulasi system
1. Muntah fekal operasi
2. Dehidrasi : haus terus-menerus, malaise
3. Konstipasi (sulit BAB)
4. Distensi abdomen
5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus

F. Pemeriksaan penunjang

Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan


elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah intubasi dan kompresi,
memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, sertra menghilangkan obstruksi
untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1) Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik
bermanfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus. Apabila usus
tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan
tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena
diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit
( natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan terhadap
obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling
umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan
pembedahannya adalah herniotomi.
2) Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat
dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi,
pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan
pada pasien yang beresiko buruk terhadap pembedahan dan sangat
memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa
dilakukan adalah reseksi bedah untuk mengangkat lesi penyebab
obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan:
a) Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda
– tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus
obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan
ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer
laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor
tanda – tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube
(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah
aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b) Farmakologis
Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi
gejala mual muntah.
c) Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan
laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini
beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi

G. Komplikasi
1. Nekrosis usus.
2. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu
3. lama pada organ intra abdomen.
Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium
4. sehingga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra
abdomen.
5. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
6. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
7. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
8. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
9. Gangguan elektrolit, refluk muntah dapat terjadi akibat distensi
abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium
dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam
darah.

H. Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Penderita dipuasakan
c. Kontrol status airway, breathing and circulation.
d. Dekompresi dengan nasogastric tube.
e. Intravenous fluids and electrolyte
f. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
a. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
b. Analgesik apabila nyeri.
3. Operatif
a. Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah
kecuali
disertai dengan peritonitis
b. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi
nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
c. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
explorasi melalui laparotomi.

I. Pengkajian keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku dan gaya hidup.
2. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama Keluhan utama adalah keluhan yang
dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan
klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus
menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen tegang
dan kaku.
 Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan
PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang,
timbul atau terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala
numeric 1 s/d 10.
T : Kapan keluhan timbul,sekaligus factor yang memperberat
dan memperingan keluhan.
 Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada
sistem pencernaan, atau adanya riwayat operasi pada sistem
pencernaan.
 Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit
yang sama dengan klien.
3. Pemeriksaan fisik
 Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien.
 Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
 Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
 Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
 Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen,
anuria/oliguria, jika syok hipovolemik
 Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau
tidak ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus.
 Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
 Sistem integument
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
 Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
 Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi

J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah,


demam dan atau diaforesis
2. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen sekunder terhadap
obstruksi usus
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
dan atau kekakuan
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kemungkinan
nekrosis dan rupture usus.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status
kesehatan
K. Intervensi keperawatan

Diagnosa NOC NIC Rasional


Kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign 1. Menunjukan
2. Monitor status hidrasi
volume cairan keperwatan selama3x24 jam keadaan umum pasien
( kelembapan , membran mukosa 2. Menunjukan
diharapkan kekurangan volume cairan
nadi adekuat, tekanan darah adanya kekurang cairan
dapat teratasi dengan kriteria hasil
osmotik) atau tidak
1.Menpertahankan haluaran urin
3. Monitor status nuttisi 3. Menentukan
>1300 ml/hari (atau 30 ml/jam) 4. Pemberian cairan iv monitor
2.Mempertahankan tekanan jumlah diet makanan
tanda dan gejala kelebihan
darah, nadi, dan suhu badan pasien
normal volume ciran 4. Memberikan cairan
3.Mempertahankan turgor kulit untuk menggantikan
yang elastis; kelembaban lidah
cairan yang
dan membran mukosa; dan
orientasi pada orang, tempat,
dan waktu

Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Pain manajemen 1. Untuk mengetahui


keperwatan selama3x24 jam 1. Melakukan pengkajian nyeri seberapa nilai skala
2. Ajarkan teknik
diharapkan nyeri akut dapat teratasi nonfarmakologi nyeri pasien
3. Berikan analgetik untuk 2. Untuk emngurangi
dengan kriteria hasil:
1. Mampu mengontol menurangi nyeri nyeri
4. Cek riwayat alergi 3. Untuk mnegurangi
nyeri
5. Kaji tipe dan sumber nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri bila skala berat
untuk mengurangi nyeri 4. Agar tidak
nyeri berkurang
3. Mampu mnegenali terjadinya alergi obat
5. Untuk mengetahui
nyeri
jenis nyeri
Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan posisi yang nyaman, 1. Meningkatkan inspirasi
efektif keperwatan selama3x24 jam biasanya dengan peninggian maksimal,
diharapkan pola nafas dapat teratasi kepala tempat tidur. meningkatkan ekspansi
2. Berikan oksigenasi
dengan kriteria hasil: paru dan ventilasi pada
3. Monitor aliran oksigen
1. Menunjukan jalan nafas yang
4. Monitor ttv sisi yang tidak sakit.
paten (klien tidak merasa 5. Manitor suara paru 2. Agar kebutuhan 02
tercekik, irama nafas, dapat terpenuhi
3. Mengatur kebutuhan
frekuesnsi nafas dalam
02 pasien
rentang normal, tidak ada
4. Ttv menunjukan
suara nafas abnormal)
kondisi pasien
5. Mengetahui nafas
dalam batas normal
atau tidak
6. Untuk memberikan
posisi nyaman
7. Untuk mengajarkan
relaksasi
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital 1. TTV menunjukkan
keperawatan tindakan 3x24 am 2. Ciptakan lingkungan yang aman kondisi kesehatan
diharapkan resiko infeksi dapat bagi pasien pasien
berkurang dari level 2 (terbatas 3. Monitor faktor-faktor 2. Agar pasien merasa
kelevel 4 besar) dengan kriteria hasil: lingkungan yang mempengaruhi tenang
1. Terjadi pembentukan bekas luka penyebaran penyakit menular 3. Agar dapat mengontrol
operasi 4. Pemberian obat faktor yang
2. Tidak terjadi lebam disekitar luka 5. Ganti balutan atau perawatan mempengaruhi
operasi luka penyebaran penyakit
3. Tidak terjadi peningkatan suhu 6. Periksa luka setiap kali menular
kulit di abgian luka operasi perubahan balutan 4. Untuk membunuh
7. Monitor karakteristik luka, bakteri
termasuk dranase warna ukuran 5. Membersihkan luka,
dan bau. mencegah infeksi dan
meningkatkan rasa
nyaman
6. Mengetahui kondisi
luka
7. Mengetahui perubahan
luka apakah sudah
membaik atau terjadi
infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Missouri.


Elselver mosby
Kowalak. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne
C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Agung Waluyo.
Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif Dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Moorhead, S. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Missouri.
Elselver mosby
Nanda Internasional. 2015. Nursing Diagnosis : princip and classification
2015-2017. Jakarta:EGC
Price, Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Alih Bahasa Brahm. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai