ILEUS OBSTRUKTIF
Di Susun Oleh:
Wening Ramadhanti 22.0604.0015
Afif Faisol Ludin 22.0604.0025
Dimas Ade Saputra 22.0604.0040
Fauziyyah Anis Ekawati 22.0604.0048
Citra Resti 22.0604.0051
Uswah Khasanah 22.0604.0070
Ariska Nur Afni 22.0604.0072
Syarifatul Ulva 22.0604.0078
Putri Sofiatun 22.0604.0086
a. Anatomi
Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus sekitar 12
kaki atau 3,6 meter. Usus ini mengisi bagian tengah dan rongga abdomen. Ujung proksimalnya
berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah garis tengahnya semakin berkurang sampai
menjadi sekitar dua cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum (Arief, et.al,
2020) .
Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai jejunum. Pemisahan duodenum
dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum treitz yaitu suatu pita muskulo fibrosa yang berperan
sebagai Ligamentum Suspensorium (penggantung). Sekitar 2/5 dari usus halus adalah jejunum,
Jejunum terletak diregio mid abdominalis sinistra dan ileum terletak di regio mid abdominalis
dextra sebelah bawah. Tiga perlima bagian akhir adalah ileum. Masuknya kimus kedalam usus
halus diatur oleh spingther pylorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna kedalam usus
besar yang diatur oleh katup ileus sekal. Katup illeus sekal juga mencegah terjadinya refluk dari
usus besar ke dalam usus halus. Apendik fermivormis yang berbentuk tabung buntu berukuran
sebesar jari kelingking terletak pada daerah illeus sekal yaitu pada apeks sekum (Beach, et.al,
2021).
Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk oleh peritoneum.
Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal. Ruang yang terletak diantara lapisan-lapisan
ini disebut sebagai rongga peritoneum. Omentum memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu
mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang menggantung
jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan
leluasa. Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari kurva tura
mayor lambung dan berjalan turun kedepan visera abdomen. Omentum biasanya mengandung
banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi peritoneum terhadap infeksi.
Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian
atas duodenum menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan
ligamentum hepatoduodenale (Daud & Muthmainah, 2018).
Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut longitudinal yang
lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkuler. Penataan yang demikian
membantu gerakan peristaltic usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan
lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang
berfungsi sebagai absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn sirkuler
yang disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan kercking yang menonjol kedalam lumen sekitar
tiga sampai sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari yang
jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di sepanjang usus halus, dengan panjang 0,5 sampai
1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm
pada permukaan luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama sama-menambah
luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2, (Hanifah, et.al, 2017).
b. Fisiologi
Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi
dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat tercerna
melalui kerja berbagai enzim dalam saluran gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai dari mulut
dan lambung oleh kerja ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase lambung terhadap makanan yang
masuk. Proses ini berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang
menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Mucus
memberikan perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari hati membantu proses pemecahan
dengan mengemulsikan lemak. Sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase
pancreas (Hutahean, et.al, 2019).
Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan karbohidrat, lemak dan protein melalui
dinding usus kedalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga
diabsorbsi air, elektrolit dan vitamin. Walaupun banyak zat yang diabsorbsi disepanjang usus halus
namun terdapat tempat tempat absorbsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu. Absorbsi gula, asam amino
dan lemak hampir selesai pada saat kimus mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium
sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan jejunum. Dan absorbsi kalium memerlukan vitamin
D, larut dalam lemak (A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum dengan bantuan garan-garam empedu.
Sebagian besar vitamin yang larut dalam air diabsorbsi dalam usus halus bagian atas. Absorbsi
vitamin B12 berlangsung dalam ileum terminalis melalui mekanisme transport usus yang
membutuhkan factor intrinsic lambung. Sebagian asam empedu yang dikeluarkan kantung empedu
kedalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak akan di reabsorbsi dalam ileum terminalis
dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi entero hepatic garam empedu, dan
sangat penting untuk mempertahankan cadangan empedu (Kemenkesi RI, 2017).
2. Definisi
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus
intestinal, ileus obstruktif merupakan suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana penyumbatan
yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Megan, 2020).
Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran normal isi
usus sedangkan peristaltiknya normal, obstruksi Ilius merupakan gangguan aliran isi usus yang bisa
disebabkan oleh adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen
usus (Ngasu, et.al, 2020).
3. Etiologi
Etiologi ileus obstresti menurut Sandra, et.al (2020), yaitu:
a. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-
70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar
5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga
dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal )
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan
hernia.
c. Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor
metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai
petunjuk awal adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa
infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.
Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
h. Struktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau
trauma operasi.
i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
j. Benda asing, seperti bezoar.
k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan
sebagai akibat adanya benda seperti mekonium
Sumber: Sulung & Rani (2017) Broek, et.al (2017) Tomislav (2019).
7. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik obstrukri ileus menurut Sulung & Rani (2017), yaitu:
a. Mekanik sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah, peningkatan
bising usus, nyeri tekan abdomen.
b. Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyeri tekan
abdomen.
c. Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi
muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
d. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri
abdomen, distensi ringan dan diare.
e. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir, distensi
sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses
atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
a. Lokasi obstruksi
b. Lamanya obstruksi
c. Penyebabnya
d. Ada atau tidaknya iskemia usus
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang
tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan hitung SDP
dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi
pankreas oleh lipatan usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic (Broek, et.al, 2017).
9. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada,
dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal
(Tomislav, 2019).
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi
dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon
terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar.
Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple
obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka
reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang
dilakukan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan,
misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada
tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada
Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon, invaginasi,
strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
10. Komplikasi
a. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ
intra abdomen.
b. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
d. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena absorbsi toksin dalam
rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
f. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit pada usus.
a. Identitas Pasien
b. Keluhan utama pasien
: Nyeri pada daerah luka post operasi.
c. Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
: Klien masuk RS tanggal 28 Mei 2003 jam 18.00 Wita dan langsung dilakukan operasi cyto jam
21.00 Wita. Saat pengkajian tanggal 29 Mei 2003 klien mengeluh nyeri pada daerah luka post
operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-tusuk, nyeri terasa sampai ke samping kiri/ kanan perut nyeri
lebih terasa apabila klien melakukan pernafasan perut. Nyeri ilang apabila klien tenang dan tidak
merasa tegang pada daerah perut. Intensitas nyeri ± 3 – 5 menit.
d. Riwayat penyakit dahulu.
Klien pernah menderita penyakit yang sama dengan riwayat operasi 2 kali yaitu pada tahun 2001
di RSUD Ulin, 2002 di RS Islam dan yang terakhir di RSUD Ulin, tidak ada riwayat hypertensi,
penyakit menular ataupun keganasan.
f. Diagnostik Test
Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus.
Pemeriksaan simtologi
Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
Leukosit: normal atau sedikit meningkat
Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia).
Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif (Vilz, et.al, 2017).
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor
kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut
abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang
bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.
b. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau
massa yang abnormal.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga
juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan
pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di
dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik
atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus
obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus (Warsinggih, 2018).
Di Susun Oleh:
Wening Ramadhanti 22.0604.0015
Afif Faisol Ludin 22.0604.0025
Dimas Ade Saputra 22.0604.0040
Fauziyyah Anis Ekawati 22.0604.0048
Citra Resti 22.0604.0051
Uswah Khasanah 22.0604.0070
Ariska Nur Afni 22.0604.0072
Syarifatul Ulva 22.0604.0078
Putri Sofiatun 22.0604.0086
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
DATA KLIEN
A. DATA UMUM
1. Nama inisial klien : An.A
2. Umur : 11 Thn
3. Alamat : Gowak, Magelang
4. Agama : Islam
5. Tanggal masuk RS/RB : Kamis, 11/05/2023
6. Nomor Rekam Medis :236xxx
7. Bangsal : Flamboyan
2. NUTRITION
a. A (Antropometri) meliputi BB, TB, LK, LD, LILA, IMT:
1) BB : 32 Kg
2) Lingkar perut : 58 cm
3) Lingkar kepala : 45 cm
4) Lingkar dada : 82 cm
5) Lingkar lengan atas : 16 cm
6) Tinggi badan : 130 cm
32
7) IMT : = 18,9 (Normal)
1,30 x 1,30
c. C (Clinical) meliputi tanda-tanda klinis rambut, turgor kulit, mukosa bibir, conjungtiva anemis/tidak:
Rambut : Hitam, pendek, dan terlihat kering
Konjungtiva : Konjungtiva tidak anemis
Mukosa bibir : Bibir tampak kering
Turgor kulit : Tugor kulit kembali <2 detik
d. D (Diet) meliputi nafsu, jenis, frekuensi makanan yang diberikan selama di rumah sakit:
: Pasien tampak terpasang selang NGT, dan dipuasakan
g. Cairan masuk
Infus : 20 tpm= 60ml/1jam, atau 360ml/6jam
Minum (oral) : Pasien dipasakan
h. Cairan keluar
Urine : 500 ml (pagi) + 400 (sore) + 550 (malam) = 50 ml/6jam
15 x BB 15 x 32
IWL : Iwl= = =20 ml / jam atau 120ml/6jam
24 jam 24
Kebutuhan cairan An.A : 100 ml/10kg pertama, 50ml/10kg kedua, dan 20ml/25kg selanjutnya
: Berat badan An.M adalah 32 Kg
: 100ml x 10 : 1.000ml & 50ml x 10 : 500ml & 20ml x 12 : 240ml
: 1.740ml/24jam atau 435ml/6jam
j. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut pasien tampak simetris, terdapat luka yang ditutup perban di abdomen
kanan
Auskultasi : Bising usus terdenar redup, dengan peristaltik usus 3x/menit.(hipoaktif)
Palpasi : Perut pasien terasa supel, tidak terdapat benjolan, dan terdapat nyeri
Tekan pada abdomen kanan
Perkusi : Terdengar timpani
3. ELIMINATION
a. Sistem Urinary
1) Pola pembuangan urine (Frekuensi , jumlah, ketidaknyamanan) :
: Pasien mengatakan pasien bak 2x/hari dengan total urine 80ml/6jam, berwama kuning pekat, bau
khas urine pasien terpasang selang kateter urine
b. Sistem Gastrointestinal
1) Pola eliminasi
: Keluarga pasien mengatakan pasien belum bab setelah dilakukan oprasi laparatomi, pasien
mengatakan belum bisa buang angin / flatus
c. Sistem Integument
1) Kulit (integritas kulit / hidrasi/ turgor /warna/suhu)
: Warna kulit sawo mateng, terasa hangat, tidak terdapat lesi, sianosis maupun iterik, Capillary
refilling time <2 detik dan suhu 36C
4. ACTIVITY/REST
a. Istirahat/tidur
1) Jam tidur : Pasien mengatakan tidur ±5 jam/hari
2) Insomnia : Pasien mengatakan merasa insomnia dikarenakan nyeri
3) Pertolongan untuk merangsang tidur : Tidak ada
b. Aktivitas
1) Pekerjaan : Tidak bekerja (Sekolah)
2) Kebiasaan olah raga : Keluraga pasien mengatakan pasien sering olahraga sebelum
sakit
3) ADL
a) Makan : Pasien tidak mampu makan secara mandiri
b) Toileting : Pasien tidak mampu melakukan toileting secara mandiri
c) Kebersihan : Pasien tidak mampu melakukan kebersihan secara mandiri
d) Berpakaian : Pasien tidak mampu melakukan sendiri
e. Bantuan ADL : Pasien tidak mampu melakukan secara mandiri
4) Kekuatan otot : Kekuatan otot pasien
4 4
4 4
5) ROM : Rom Aktif
6) Resiko untuk cidera : Pasien memiliki resiko cidera/risiko jatuh
i. Cardio respons
1) Penyakit jantung : Pasien memiliki riwayat hipertensi
2) Edema esktremitas : Pasien tidak mengalami edema
3) Tekanan darah dan nadi
a) Berbaring : 107/76 mmHg
b) Duduk : Tidak terkaji
4) Tekanan vena jugularis : Tidak teraba vena jugularis
5) Pemeriksaan jantung
a) Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak terdapat bekas luka
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dan tidak terdapat benjolan
c) Perkusi : Terdengar suara pekak
d) Auskultasi : Tidak ada suara tambahan
j. Pulmonary respon
1) Penyakit sistem nafas : Pasien tidak mengalami penyakit sistem pernafasan
2) Penggunaan O2 : Pasien tidak menggunakan alat bantu pernafasan
3) Kemampuan bernafas : Pasien bernafas dengan spontan
4) Gangguan pernafasan (batuk, suara nafas, sputum, dll)
: Tidak terdapat gangguan pernapasan
5) Pemeriksaan paru-paru
a) Inspeksi : Pergerakan diagragma dan pengembangan paru simetris
b) Palpasi : Tidak teraba massa, dan tidak terdapat nyeri tekan
c) Perkusi : Terdengar sonor
d) Auskultasi : Terdengar vesicular dan tidaka ada suara nafas tambahan
5. PERCEPTION/COGNITION
a) Orientasi/kognisi
1) Tingkat pendidikan : Belum sekolah
2) Kurang pengetahuan : Kurang pengetahuan terhadap penyakitnya
3) Pengetahuan tentang penyakit : Pasien kurang mengetahui terkait penyakitnya
4) Orientasi (waktu, tempat, orang): Disorientasi waktu, tempat, dan orang pasien baik
b) Sensasi/persepi
1) Riwayat penyakit jantung : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung
2) Sakit kepala : Pasien mengatakan sakit kepala (pusing)
3) Penggunaan alat bantu : Pasien tidak menggunakan alat bantu
4) Penginderaan : Baik
c) Communication
1) Bahasa yang digunakan : Indonesia & Jawa
2) Kesulitan berkomunikasi : Pasien tidak terdapat kesulitan dalam berkomuikasi
6. SELF PERCEPTION
a) Self-concept/self-esteem
1) Perasaan cemas/takut : Pasien tampak takut/cemas akan penyakitnya
2) Perasaan putus asa/kehilangan : Tidak ada
3) Keinginan untuk mencederai : Tidak ada
4) Adanya luka/cacat : Terdapat luka post operasi laparatomi dibagian abdomen kanan
dan tampak terdapat jahitan pada luka, luka tampak kemerahan,
dan tidak terdapat pus/nanah disekitar luka, tidak terdapat
perdarahan pada luka
7. ROLE RELATIONSHIP
a) Peranan hubungan
1) Status hubungan : Baik
2) Orang terdekat : Orang tua
3) Perubahan konflik/peran : Terdapat perubahan konflik dan peran
4) Perubahan gaya hidup : Terdapat perubahan gaya hidup
5) Interaksi dengan orang lain : Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain
8. SEXUALITY
a) Identitas seksual
1) Masalah/disfungsi seksual : Tidak terdapat masalah disfungsi seksual
2) Periode menstruasi : -
3) Metode KB yang digunakan :-
9. COPING/STRESS TOLERANCE
a) Coping respon
1) Rasa sedih/takut/cemas : Pasien tampak cemas dan takut penyakitnya tidak sembuh
2) Kemampan untuk mengatasi : Tidak ada
3) Perilaku yang menampakkan cemas: Pasien tampak gelisah
11. SAFETY/PROTECTION
a) Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi
b) Penyakit autoimune : Pasien tidak memiliki penyakit autoimune
c) Tanda infeksi : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
d) Gangguan thermoregulasi : Tidak ada gangguan thermogulasi
e) Gangguan/resiko (komplikasi immobilisasi, jatuh, aspirasi, disfungsi neurovaskuler
peripheral, kondisi hipertensi, pendarahan, hipoglikemia, Sindrome disuse, gaya hidup yang
tetap): Paisen memiliki risiko jatuh
12. COMFORT
a) Kenyamanan/Nyeri
1) Provokes (yang menimbulkan nyeri) : Pasien mengatakan nyeri, nyeri insisi post operasi
laparatomy
Quality (bagaimana kualitasnya)
2) : Sepeti di tusuk-tusuk
Regio (dimana letaknya)
3) : Abdomen kanan
Scala (berapa skalanya)
4) :6
Time
5) : Hilang timbul
b) Rasa tidak nyaman lainnya : Mual
c) Gejala yang menyertai : Pusing
13. GROWTH/DEVELOPMENT
a) Pertumbuhan dan perkembangan : Pertumbuhan klien dengan tinggi badan
130 cm, berat badan 32 dan IMT = 18,9 (Normal)
b) DDST (Form dilampirkan) : Tidak ada
c) Terapi Bermain (SAB dilampirkan) : Tidak ada
k. DATA LABORATORIUM
Tanggal Pemeriksaan : Senin, 15 Mei 2023
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Intepretasi
HEMATOLOGI
GRA % 78 H % 33 - 61 Tinggi
LYM % 15.1 L % 28 – 48 Rendah
MID % 7 % 2–8 Normal
WBC 12.500 /uL 4.500 – 13.500 Normal
PLT 647.000 H uL 154.000 – 442.000 Tinggi
MCV 83 fL 69 – 93 Normal
MCH 27.8 pg 22 – 34 Normal
MCHC 33.5 g/dL 32 – 36 Normal
RBC 5.42 10^6uL 3.7 – 5.8 Normal
HGB 15 g/dL 11 – 15.6 Normal
HCT 44.9 % 31 – 45 Normal
KIMIA KLINIK
Kalium 3.47 L mmol/L 3.6 – 5.5 Rendah
Natrium 145.5 H mmol/L 136 - 144 Tinggi
Glukosa Sewaktu 85 mg/dl 74 – 180 Normal
Creatinine 0.4 L mg/dl 0.8 – 1.3 Rendah
Clorida 107.6 mmol/L 98 – 110 Normal
Ureum 59 H mg/dl 13 – 43 Tinggi
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172
DO:
• Suara peristaltic usus
berubah hipoaktif
• Tampak bising usus
terdengar redup
• Peristaltic usus 3x/menit
DO:
• Pasien tampak meringis
kesakitan
• Pasien tampak gelisah
FORMAT IMPLEMENTASI
(Hari Ke-1)
Nama Inisial Klien : An.A Diagnosa Medis : Post Op Ileus Obstruktif
No Rekam Medis : 236xxx Bagsal : Flamboyan
Tanggal & Diagnosa Respon
No Implementasi Paraf
Jam Keperawatan (Data Subyektif Dan
Obyektif)
Ds:
Pasien mengatakan belum
bisa buang angin
Pasien mengatakan mual
dan nyeri pada perut
Ds:
Pasien mengatakan haus
Ds:
-
Putri
Rabu, Nyeri Akut Mengidentifikasi PQRST Do:
2. 17/05/2023 berhubungan dengan dan respon nyeri non Pasien masih tampak
09.30 Agen Pencedera Fisik verbal meringis kesakitan
(D.0077) Pasien sudah mulai tampak
tenang
Ds:
Pasien mengatakan masih
merasa nyeri diarea
abdomen kanan skala 6
seperti ditusuk-tusuk, nyeri
hilang timbul
Do:
Memberikan terapi Pasien tampak diberikan
farmakologi: injeksi
- Injeksi meropenem - Injeksi meropenem
400mg/24jam 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole - Injeksi metrodinazole
250mg/8jam 250mg/8jam
- Injeksi kalnex - Injeksi kalnex
50mg/6jam 50mg/6jam
Ds:
Pasien mengatakan nyeri
ketika diberikan injeksi
obat tersebut melalui
intravena
Ds:
Pasien mengatakan belum
bisa buang angin
Pasien mengatakan mual
dan nyeri pada perut
Ds:
Pasien mengatakan haus
Ds:
-
Rabu, Ariska
Mengidentifikasi PQRST Do:
2. 17/05/2023 &
Nyeri Akut dan respon nyeri non Pasien masih tampak
14.30 Afif
berhubungan dengan verbal meringis kesakitan
Agen Pencedera Fisik Pasien sudah mulai tampak
(D.0077) tenang
Ds:
Pasien mengatakan masih
merasa nyeri diarea
abdomen kanan skala 5
seperti ditusuk-tusuk, nyeri
hilang timbul
Rabu, Afif
Mengedukasi mengenai Do:
3 17/05/2023 Risiko Infeksi b/d perawaan luka serta
15.00 Efek Prosedur Pasien dan keluarga pasien
mencuci tangan dengan memperhatikan edukasi
Invansif benar
(D.0142) yang disampaikan oleh
perawat
Ds:
Pasien dan keluarga pasien
akan menjaga luka agar
tetep bersih dan sudah
selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
Memberikan terapi
farmakologi: Do:
- Injeksi metrodinazole Pasien tampak diberikan
250mg/8jam injeksi
- Injeksi kalnex - Injeksi meropenem
50mg/6jam 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole
250mg/8jam
- Injeksi kalnex
50mg/6jam
Ds:
Pasien mengatakan nyeri
ketika diberikan injeksi
obat tersebut melalui
intravena
Ds:
Pasien mengatakan belum
bisa buang angin
Pasien mengatakan mual
dan nyeri pada perut
Ds:
Pasien mengatakan haus
Do:
Memberikan pasien infus
ringer laktak 20tpm Pasien dipusakan
untuk mengganti cairain Pasien diberikan terapi
tubuh dan nutrisi pasien infus ringer laktat 20 tpm /
60ml/jam untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan
nutrisi pasien
Ds:
-
Do:
Memberikan terapi
Setelah diberikan terapi
farmakologi:
injeksi selama 30 menit
- Injeksi paracetamol
kemudian, pasien tampak
400mg/8jam
tenang
Pasien sudah mulai tidak
meringis
Ds:
Pasien mengatakan masih
merasa nyeri dengan skala
5 diarea abdomen kanan
seperti ditusuk tusuk
Rabu, Do:
Risiko Infeksi b/d Mengedukasi mengenai Syarifatul
3 17/05/2023 Pasien dan keluarga pasien
Efek Prosedur perawaan luka serta memperhatikan edukasi
21.30
Invansif mencuci tangan dengan yang disampaikan oleh
(D.0142) benar perawat
Ds:
Pasien dan keluarga pasien
akan menjaga luka agar
tetep bersih dan sudah
selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
Do:
Memberikan terapi
Pasien tampak diberikan
farmakologi:
injeksi
- Injeksi metrodinazole
- Injeksi meropenem
250mg/8jam
400mg/24jam
- Injeksi kalnex
- Injeksi metrodinazole
50mg/6jam
250mg/8jam
- Injeksi kalnex
50mg/6jam
Ds:
Pasien mengatakan nyeri
ketika diberikan injeksi
obat tersebut melalui
intravena
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172
FORMAT EVALUASI
Nama Inisial Klien : An.A Diagnosa Medis : Post Op Ileus Obstruktif
No Rekam Medis : 236xxx Bagsal : Flamboyan
Tanggal &
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf
Jam
Objective:
Suara usus terdengar redup
Peristatik usus 3x/menit (hipoaktif)
Pasien tidak diberikan diit dan dipusakan
Pasien dipuasakan dan tampak lemas
Pasien diberikan terapi infus ringer laktat 20
tpm untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
nutrisi pasien
Assesment:
Masalah keperawatan disfungsi motilitas
gastrointestinal b/d pembedahan belum tercapai
Plan:
Monitor asupan makanan dan suara peristaltic
usus
Lakukan oral hygine, jika perlu
Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
Putri
Rabu, Nyeri Akut berhubungan
2. 17/05/2023 dengan Agen Pencedera Subjective:
14.00 Fisik Pasien mengatakan cukup merasa tenang setelah
(D.0077) dimelakukan relaksasi nafas dalam dan kompres
hangat
Keluarga pasin pasien mengatakan mulai paham
dan akan mencoba melakukannya
Pasien mengatakan masih merasa nyeri dengan
skala 5 diarea abdomen kanan seperti ditusuk
tusuk, nyeri hilang timbul
Objective:
Pasien masih tampak meringis kesakitan
Pasien tampak tenang ketika diberikan terapi
kompres hangat dan nafas dalam
Keluarga pasien dan pasien tampak
memeperhatikan penjelasan dari perawat
Setelah diberikan terapi injeksi selama 30 menit
kemudian, pasien tampak tenang
Assesment:
Masalah keperawatan nyeri akut b/d agen
pencedra fisik belum tercapai
Plan:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas,
dan skala nyeri
Identifikasi respon nyeri nonverbal
Berikan terapi nonfarmakologi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik
Rabu,
17/05/2023 Fauziyah
3. Risiko Infeksi b/d Efek Subjective:
14.00 Prosedur Invansif
(D.0142) Pasien masih mengeluhkan nyeri diarea
abdomen kanan
Pasien dan keluarga pasien akan menjaga luka
agar tetep bersih
Objective:
Kemerahan pada jaringan yang terdapat luka
mulai berkurang
Luka tampak bersih tidak terdapat pus/nanah
Tidak terdapat perdarahan pada luka
Pasien dan keluarga pasien memperhatikan
edukasi yang disampaikan oleh perawat
Pasien tampak diberikan injeksi
- Injeksi meropenem 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole 250mg/8jam
- Injeksi kalnex 50mg/6jam
Assesment:
Masalah keperawatan risiko infeksi b/d prosedur
invansif belum tercapai
Plan:
Monitor karakteristik luka (drainase, warna,
ukuran, dan bau)
Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Kolaborasi pemberian antibiotik
Objective:
Suara usus terdengar redup
Peristatik usus 4x/menit (hipoaktif)
Pasien tidak diberikan diit dan dipusakan
Pasien tampak lemas
Pasien diberikan terapi infus ringer laktat 20
tpm / 60ml/jam untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan nutrisi pasien
Assesment:
Masalah keperawatan disfungsi motilitas
gastrointestinal b/d pembedahan belum tercapai
Plan:
Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastric
Monitor asupan makanan
Lakukan oral hygine, jika perlu
Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
Objective:
Pasien sudah mulai tampak tenang
Pasien tampak diberiakn terapi kompres hangat
pada abdomen kiri dan atas serta pasien tampak
melakukan terapi relaksasi nafas dalam
Keluarga pasien dan pasien tampak
memeperhatikan penjelasan dari perawat
Setelah diberikan terapi injeksi selama 30 menit
kemudian, pasien tampak tenang
Pasien sudah mulai tidak meringis
Assesment:
Masalah keperawatan nyeri akut b/d agen
pencedra fisik belum tercapai
Plan:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas,
dan skala nyeri
Identifikasi respon nyeri nonverbal
Berikan terapi nonfarmakologi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Risiko Infeksi b/d Efek Kolaborasi pemberian analgetik
Rabu, Prosedur Invansif Subjective: Afif
17/05/2023 (D.0142) Pasien masih mengeluhkan nyeri diarea
21.00 abdomen kanan
Pasien dan keluarga pasien akan menjaga luka
agar tetep bersih
Pasien mengatakan nyeri ketika diberikan
injeksi obat tersebut melalui intravena
Objective:
Pasien dan keluarga pasien memperhatikan
edukasi yang disampaikan oleh perawat
Pasien tampak diberikan injeksi
- Injeksi meropenem 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole 250mg/8jam
- Injeksi kalnex 50mg/6jam
Assesment:
Masalah keperawatan risiko infeksi b/d prosedur
invansif belum tercapai
Plan:
Monitor karakteristik luka (drainase, warna,
ukuran, dan bau)
Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Kolaborasi pemberian antibiotik
Objective:
Suara usus terdengar redup
Peristatik usus 3x/menit (hipoaktif)
Pasien tidak diberikan diit dan dipusakan
Pasien tampak lemas
Pasien diberikan terapi infus ringer laktat 20
tpm / 60ml/jam untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan nutrisi pasien
Assesment:
Masalah keperawatan disfungsi motilitas
gastrointestinal b/d pembedahan belum tercapai
Plan:
Monitor asupan makanan dan suara persitaltik
usus
Lakukan oral hygine, jika perlu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
Kamis,
2. Nyeri Akut berhubungan
18/05/2023 dengan Agen Pencedera Subjective:
07.00 Citra
Fisik Pasien mengatakan masih merasa nyeri diarea
(D.0077) &
abdomen kanan skala 5 seperti ditusuk-tusuk,
nyeri hilang timbul Syarifatul
Pasien mengatakan cukup merasa tenang setelah
dimelakukan relaksasi nafas dalam dan kompres
hangat
Keluarga pasien mengatakan sudah mulai
membimbing anaknya untuk emlakukan terapi
relaksasi nafas dalam ketika nyeri
Objective:
Pasien sudah mulai tampak tenang
Pasien tampak diberiakn terapi kompres hangat
pada abdomen kiri dan atas serta pasien tampak
melakukan terapi relaksasi nafas dalam
Keluarga pasien dan pasien tampak
memeperhatikan penjelasan dari perawat
Setelah diberikan terapi injeksi selama 30 menit
kemudian, pasien tampak tenang
Pasien sudah mulai tidak meringis
Assesment:
Masalah keperawatan nyeri akut b/d agen
pencedra fisik belum tercapai
Plan:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas,
dan skala nyeri
Identifikasi respon nyeri nonverbal
Berikan terapi nonfarmakologi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik
Objective:
Pasien dan keluarga pasien memperhatikan
edukasi yang disampaikan oleh perawat
Pasien tampak diberikan injeksi
- Injeksi meropenem 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole 250mg/8jam
- Injeksi kalnex 50mg/6jam
Assesment:
Masalah keperawatan risiko infeksi b/d prosedur
invansif belum tercapai
Plan:
Monitor karakteristik luka (drainase, warna,
ukuran, dan bau)
Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Kolaborasi pemberian antibiotik
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172
FORMAT IMPLEMENTASI
(Hari Ke-2)
Nama Inisial Klien : An.A Diagnosa Medis : Post Op Ileus Obstruktif
No Rekam Medis : 236xxx Bagsal : Flamboyan
Tanggal & Diagnosa Respon
No Implementasi Paraf
Jam Keperawatan (Data Subyektif Dan
Obyektif)
Ds:
Pasien mengatakan belum
bisa buang angin
Pasien mengatakan mual
dan nyeri pada perut
Ds:
Pasien mengatakan lemas
Ds:
Pasien mengatakan haus
Memberikan pasien infus Do:
ringer laktak 20tpm Pasien dipusakan
untuk mengganti cairain Pasien diberikan terapi
tubuh dan nutrisi pasien infus ringer laktat 20 tpm
untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan
nutrisi pasien
Ds:
-
Ds:
Pasien mengatakan masih
merasa nyeri diarea
abdomen kanan skala 4
seperti ditusuk-tusuk, nyeri
hilang timbul
Do:
Mengajarkan cara untuk Keluarga pasien dan
mengurangi nyeri selain pasien tampak
dengan relaksasi nafas memeperhatikan
dalam dan kompres penjelasan dari perawat
hangat Ds:
Keluarga pasien
mengatakan mulai paham
dan akan mencoba
melakukannya
Ds:
Pasien mengatakan belum
bisa buang angin
Pasien mengatakan mual
dan nyeri pada perut
Ds:
Pasien mengatakan lemas
Ds:
-
Mengedukasi mengenai
Do: Wening
perawatan luka serta
3 Kamis, mencuci tangan dengan Pasien dan keluarga pasien
18/05/2023 Risiko Infeksi b/d
benar memperhatikan edukasi
15.00 Efek Prosedur
yang disampaikan oleh
Invansif
perawat
(D.0142)
Ds:
Pasien dan keluarga pasien
akan menjaga luka agar
tetep bersih dan sudah
selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
Memberikan terapi
farmakologi: Do:
- Injeksi metrodinazole Pasien tampak diberikan
250mg/8jam injeksi
- Injeksi kalnex - Injeksi meropenem
50mg/6jam 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole
250mg/8jam
- Injeksi kalnex
50mg/6jam
Ds:
Pasien mengatakan nyeri
ketika diberikan injeksi
obat tersebut melalui
intravena
Ds:
Pasien mengatakan belum
bisa buang angin
Pasien mengatakan mual
dan nyeri pada perut
Ds:
Pasien mengatakan haus
Do:
Memberikan pasien infus
Pasien dipusakan
ringer laktak 20tpm
untuk mengganti cairain Pasien diberikan terapi
tubuh dan nutrisi pasien infus ringer laktat 20 tpm /
60ml/jam untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan
nutrisi pasien
Ds:
-
Ariska
Nyeri Akut Mengidentifikasi PQRST Do:
2. Kamis, berhubungan dengan Pasien masih tampak &
dan respon nyeri non
18/05/2023 Agen Pencedera Fisik meringis kesakitan Afif
verbal
21.15 (D.0077) Pasien sudah mulai tampak
sudah tenang
Ds:
Pasien mengatakan masih
merasa nyeri diarea
abdomen kanan skala 4
seperti ditusuk-tusuk, nyeri
hilang timbul
Do:
Memberikan terapi
Setelah diberikan terapi
farmakologi: injeksi selama 30 menit
- Injeksi paracetamol kemudian, pasien tampak
400mg/8jam tenang
Pasien sudah mulai tidak
meringis
Ds:
Pasien mengatakan masih
merasa nyeri dengan skala
4 diarea abdomen kanan
seperti ditusuk tusuk
Do:
Kamis, Risiko Infeksi b/d Mengedukasi mengenai Pasien dan keluarga pasien Afif
3 18/05/2023 Efek Prosedur perawatan luka serta memperhatikan edukasi
21.30 Invansif mencuci tangan dengan yang disampaikan oleh
(D.0142) benar perawat
Ds:
Pasien dan keluarga pasien
akan menjaga luka agar
tetep bersih dan sudah
selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
Do:
Memberikan terapi Pasien tampak diberikan
farmakologi: injeksi
- Injeksi metrodinazole - Injeksi meropenem
250mg/8jam 400mg/24jam
- Injeksi kalnex - Injeksi metrodinazole
50mg/6jam 250mg/8jam
- Injeksi kalnex
50mg/6jam
Ds:
Pasien mengatakan nyeri
ketika diberikan injeksi
obat tersebut melalui
intravena
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172
FORMAT EVALUASI
Nama Inisial Klien : An.A Diagnosa Medis : Post Op Ileus Obstruktif
No Rekam Medis : 236xxx Bagsal : Flamboyan
Tanggal &
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf
Jam
Objective:
Suara usus terdengar redup
Peristatik usus 2x/menit (hipoaktif)
Pasien diperbolehkan minum air gula ½ - 1
sendok dengan total 15ml/7jam
Pasien dipuasakan dan tampak lemas
Pasien diberikan terapi infus ringer laktat 20
tpm untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
nutrisi pasien
Assesment:
Masalah keperawatan disfungsi motilitas
gastrointestinal b/d pembedahan belum tercapai
Plan:
Monitor asupan makanan
Lakukan oral hygine, jika perlu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
Objective:
Pasien tampak tenang ketika diberikan terapi
kompres hangat dan nafas dalam
Keluarga pasien dan pasien tampak
memperhatikan penjelasan dari perawat
Setelah diberikan terapi injeksi selama 30 menit
kemudian, pasien tampak tenang
Assesment:
Masalah keperawatan nyeri akut b/d agen
pencedra fisik belum tercapai
Plan:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas,
dan skala nyeri
Identifikasi respon nyeri nonverbal
Berikan terapi nonfarmakologi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik
Objective:
Tidak tampak kemerahan pada jaringan yang
terdapat luka.
Luka tampak bersih tidak terdapat pus/nanah
Tidak terdapat perdarahan pada luka
Pasien dan keluarga pasien memperhatikan
edukasi yang disampaikan oleh perawat
Pasien tampak diberikan injeksi
- Injeksi meropenem 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole 250mg/8jam
- Injeksi kalnex 50mg/6jam
Assesment:
Masalah keperawatan risiko infeksi b/d prosedur
invansif belum tercapai
Plan:
Monitor karakteristik luka
Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Kolaborasi pemberian antibiotik
Objective:
Suara usus terdengar redup
Peristatik usus 3x/menit (hipoaktif)
Pasien diperboehkan diit air gula ½ - 1 sendok
dengan total 15 ml/7jam
Pasien tampak lemas
Pasien diberikan terapi infus ringer laktat 20
tpm / 60ml/jam untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan nutrisi pasien
Assesment:
Masalah keperawatan disfungsi motilitas
gastrointestinal b/d pembedahan belum tercapai
Plan:
Monitor asupan makanan
Lakukan oral hygine, jika perlu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
Objective:
Pasien sudah mulai tampak tenang
Pasien tampak diberiakan terapi kompres hangat
pada abdomen kiri dan atas serta pasien tampak
melakukan terapi relaksasi nafas dalam
Keluarga pasien dan pasien tampak
memeperhatikan penjelasan dari perawat
Setelah diberikan terapi injeksi selama 30 menit
kemudian, pasien tampak tenang
Pasien sudah mulai tidak meringis
Assesment:
Masalah keperawatan nyeri akut b/d agen
pencedra fisik belum tercapai
Plan:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas,
dan skala nyeri
Identifikasi respon nyeri nonverbal
Berikan terapi nonfarmakologi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik
Risiko Infeksi b/d Efek
3. Prosedur Invansif Wening
Kamis,
(D.0142) Subjective:
18/05/2023
21.00 Pasien masih mengeluhkan nyeri diarea
abdomen kanan
Pasien dan keluarga pasien akan menjaga luka
agar tetep bersih
Pasien mengatakan nyeri ketika diberikan
injeksi obat tersebut melalui intravena
Objective:
Pasien dan keluarga pasien memperhatikan
edukasi yang disampaikan oleh perawat
Pasien tampak diberikan injeksi
- Injeksi meropenem 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole 250mg/8jam
- Injeksi kalnex 50mg/6jam
Assesment:
Masalah keperawatan risiko infeksi b/d prosedur
invansif belum tercapai
Plan:
Monitor karakteristik luka
Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Kolaborasi pemberian antibiotik
Objective:
Suara usus terdengar redup
Peristatik usus 2x/menit (hipoaktif)
Pasien diperbolehkan dit air gula ½ - 1 sendok
dengan total dit 30 ml/10 jam
Pasien tampak lemas
Pasien diberikan terapi infus ringer laktat 20
tpm / 60ml/jam untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan nutrisi pasien
Assesment:
Masalah keperawatan disfungsi motilitas
gastrointestinal b/d pembedahan belum tercapai
Plan:
Monitor asupan makanan
Lakukan oral hygine, jika perlu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
Jum’at, Subjective:
2. Nyeri Akut berhubungan Ariska
19/05/2023 Pasien mengatakan masih merasa nyeri diarea
07.00 dengan Agen Pencedera &
Fisik abdomen kanan skala 4 seperti ditusuk-tusuk,
Afif
(D.0077) nyeri hilang timbul
Pasien mengatakan cukup merasa tenang setelah
dimelakukan relaksasi nafas dalam dan kompres
hangat
Keluarga pasien mengatakan sudah mulai
membimbing anaknya untuk emlakukan terapi
relaksasi nafas dalam ketika nyeri
Objective:
Pasien tampak diberikan terapi kompres hangat
pada abdomen kiri dan atas serta pasien tampak
melakukan terapi relaksasi nafas dalam
Keluarga pasien dan pasien tampak
memeperhatikan penjelasan dari perawat
Setelah diberikan terapi injeksi selama 30 menit
kemudian, pasien tampak tenang
Pasien sudah mulai tidak meringis
Assesment:
Masalah keperawatan nyeri akut b/d agen
pencedra fisik belum tercapai
Plan:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas,
dan skala nyeri
Identifikasi respon nyeri nonverbal
Berikan terapi nonfarmakologi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik
3. Subjective: Afif
Jum’at, Risiko Infeksi b/d Efek
19/05/2023 Prosedur Invansif Pasien masih mengeluhkan nyeri diarea
07.00 (D.0142) abdomen kanan
Pasien dan keluarga pasien akan menjaga luka
agar tetep bersih
Pasien mengatakan nyeri ketika diberikan
injeksi obat tersebut melalui intravena
Objective:
Pasien dan keluarga pasien memperhatikan
edukasi yang disampaikan oleh perawat
Pasien tampak diberikan injeksi
- Injeksi meropenem 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole 250mg/8jam
- Injeksi kalnex 50mg/6jam
Assesment:
Masalah keperawatan risiko infeksi b/d prosedur
invansif belum tercapai
Plan:
Monitor karakteristik luka
Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Kolaborasi pemberian antibiotik
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172
FORMAT IMPLEMENTASI
(Hari Ke-3)
Nama Inisial Klien : An.A Diagnosa Medis : Post Op Ileus Obstruktif
No Rekam Medis : 236xxx Bagsal : Flamboyan
Tanggal & Diagnosa Respon
No Implementasi Paraf
Jam Keperawatan (Data Subyektif Dan
Obyektif)
Ds:
Pasien mengatakan belum
sudah buang angin, flatus
(+)
Pasien mengatakan mual,
nyeri dan kembun pada
perut
Ds:
Pasien mengatakan lemas
Ds:
Pasien mengatakan haus
Ds:
-
2. Jum’at, Nyeri Akut Mengidentifikasi PQRST Do: Dimas
19/05/2023 berhubungan dengan dan respon nyeri non Pasien masih tampak
09.30 Agen Pencedera Fisik verbal meringis kesakitan
(D.0077) Pasien sudah mulai tampak
tenang
Ds:
Pasien mengatakan nyeri
diarea abdomen kanan
berkurang dengan skala 4
seperti ditusuk-tusuk, nyeri
hilang timbul
Do:
Mengajarkan cara untuk Keluarga pasien dan
mengurangi nyeri selain pasien tampak
dengan relaksasi nafas memeperhatikan
dalam dan kompres penjelasan dari perawat
hangat Ds:
Keluarga pasien
mengatakan mulai paham
dan akan mencoba
melakukannya
Ds:
Pasien mengatakan sudah
bisa buang angin, faltus
(+)
Pasien mengatakan mual,
nyeri pada perut, dan
kembung
Ds:
Pasien mengatakan lemas
Mengajarkan diet yang
Do:
diprogramkan
Pasien diperbolehkan
minum air gula ½ sendok
sampai 1 sendok
Ds:
Pasien mengatakan haus
Memberikan terapi
farmakologi: Do:
- Injeksi metrodinazole Pasien tampak diberikan
250mg/8jam injeksi
- Injeksi kalnex - Injeksi meropenem
50mg/6jam 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole
250mg/8jam
- Injeksi kalnex
50mg/6jam
Ds:
Pasien mengatakan nyeri
ketika diberikan injeksi
obat tersebut melalui
intravena
Ds:
Pasien mengatakan sudah
bisa buang angin, flatus
(+)
Pasien mengatakan mual,
nyeri pada perut, dan
kembung
Do:
Mengajarkan diet yang Tampak pasien
diprogramkan mendengarkan penjelasan
dari perawat
Ds:
Pasien mengatakan haus
Do:
Pasien dipusakan
Memberikan pasien infus
ringer laktak 20tpm Pasien diberikan terapi
untuk mengganti cairain infus ringer laktat 20 tpm /
tubuh dan nutrisi pasien 60ml/jam untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan
nutrisi pasien
Ds:
-
Do:
Nyeri Akut Afif
Jum’at, Mengidentifikasi PQRST Pasien sudah mulai tampak &
2. 19/05/2023 berhubungan dengan dan respon nyeri non sudah tenang Ariska
21.15 Agen Pencedera Fisik Ds:
(D.0077) verbal
Pasien mengatakan nyeri
diarea abdomen kanan
sudah berkurang dengan
skala 3 seperti ditusuk-
tusuk, nyeri hilang timbul
Do:
Membimbing terapi Pasien tampak tenang
relaksasi nafas dalam Pasien tampak melakukan
terapi relaksasi nafas
dalam
Ds:
Pasien mengatakan cukup
merasa tenang setelah
dimelakukan relaksasi
nafas dalam
Do:
Mengajarkan cara untuk Keluarga pasien dan
mengurangi nyeri selain pasien tampak
dengan relaksasi nafas memeperhatikan
dalam dan kompres penjelasan dari perawat
hangat Ds:
Keluarga pasien
mengatakan sudah
membimbing anaknya
untuk emlakukan terapi
relaksasi nafas dalam
ketika nyeri
Do:
Setelah diberikan terapi
Memberikan terapi
injeksi selama 30 menit
farmakologi:
kemudian, pasien tampak
- Injeksi paracetamol
tenang
400mg/8jam
Pasien sudah mulai tidak
meringis
Ds:
Pasien mengatakan nyeri
berkurang dengan skala 4
diarea abdomen kanan
seperti ditusuk tusuk
Do:
Jum’at, Mengedukasi mengenai Pasien dan keluarga pasien Ariska
19/05/2023 Risiko Infeksi b/d perawatan luka serta memperhatikan edukasi
3
21.30 Efek Prosedur mencuci tangan dengan yang disampaikan oleh
Invansif benar perawat
(D.0142) Ds:
Pasien dan keluarga pasien
akan menjaga luka agar
tetep bersih dan sudah
selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
Do:
Memberikan terapi Pasien tampak diberikan
farmakologi: injeksi
- Injeksi metrodinazole - Injeksi meropenem
250mg/8jam 400mg/24jam
- Injeksi kalnex - Injeksi metrodinazole
50mg/6jam 250mg/8jam
- Injeksi kalnex
50mg/6jam
Ds:
Pasien mengatakan nyeri
ketika diberikan injeksi
obat tersebut melalui
intravena
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172
FORMAT EVALUASI
Nama Inisial Klien : An.A Diagnosa Medis : Post Op Ileus Obstruktif
No Rekam Medis : 236xxx Bagsal : Flamboyan
Tanggal &
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf
Jam
Objective:
Suara usus terdengar redup
Peristatik usus 4x/menit (hipoaktif)
Pasien diperbolehkan minum air gula ½ - 1
sendok dengan total 15ml/7jam
Pasien dipuasakan dan tampak lemas
Pasien diberikan terapi infus ringer laktat 20
tpm untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
nutrisi pasien
Assesment:
Masalah keperawatan disfungsi motilitas
gastrointestinal b/d pembedahan belum tercapai
Plan:
Monitor asupan makanan
Lakukan oral hygine, jika perlu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
Objective:
Pasien tampak tenang ketika diberikan terapi
kompres hangat dan nafas dalam
Keluarga pasien dan pasien tampak
memperhatikan penjelasan dari perawat
Setelah diberikan terapi injeksi selama 30 menit
kemudian, pasien tampak tenang
Assesment:
Masalah keperawatan nyeri akut b/d agen
pencedra fisik belum tercapai
Plan:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas,
dan skala nyeri
Identifikasi respon nyeri nonverbal
Berikan terapi nonfarmakologi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik
Objective:
Tidak tampak kemerahan pada jaringan yang
terdapat luka.
Luka tampak bersih tidak terdapat pus/nanah
Tidak terdapat perdarahan pada luka
Pasien dan keluarga pasien memperhatikan
edukasi yang disampaikan oleh perawat
Pasien tampak diberikan injeksi
- Injeksi meropenem 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole 250mg/8jam
- Injeksi kalnex 50mg/6jam
Assesment:
Masalah keperawatan risiko infeksi b/d prosedur
invansif belum tercapai
Plan:
Monitor karakteristik luka
Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Kolaborasi pemberian antibiotik
Objective:
Suara usus terdengar redup
Peristatik usus 5 x/menit (hipoaktif)
Pasien diperboehkan diit air gula ½ - 1 sendok
dengan total 15 ml/7jam
Pasien tampak lemas
Pasien diberikan terapi infus ringer laktat 20
tpm / 60ml/jam untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan nutrisi pasien
Assesment:
Masalah keperawatan disfungsi motilitas
gastrointestinal b/d pembedahan belum tercapai
Plan:
Monitor asupan makanan
Lakukan oral hygine, jika perlu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
2. Jum’at, Putri
19/05/2023 Subjective: &
21.00 Nyeri Akut berhubungan
Pasien mengatakan masih merasa nyeri diarea Wening
dengan Agen Pencedera
abdomen kanan skala 3 seperti ditusuk-tusuk,
Fisik
nyeri hilang timbul
(D.0077)
Pasien mengatakan cukup merasa tenang setelah
dimelakukan relaksasi nafas dalam dan kompres
hangat
Keluarga pasien mengatakan sudah mulai
membimbing anaknya untuk emlakukan terapi
relaksasi nafas dalam ketika nyeri
Objective:
Pasien sudah mulai tampak tenang
Pasien tampak diberiakan terapi kompres hangat
pada abdomen kiri dan atas serta pasien tampak
melakukan terapi relaksasi nafas dalam
Keluarga pasien dan pasien tampak
memeperhatikan penjelasan dari perawat
Setelah diberikan terapi injeksi selama 30 menit
kemudian, pasien tampak tenang
Pasien sudah mulai tidak meringis
Assesment:
Masalah keperawatan nyeri akut b/d agen
pencedra fisik belum tercapai
Plan:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas,
dan skala nyeri
Identifikasi respon nyeri nonverbal
Berikan terapi nonfarmakologi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik
Wening
Kamis,
3. 18/05/2023 Subjective:
Risiko Infeksi b/d Efek
21.00 Pasien masih mengeluhkan nyeri diarea
Prosedur Invansif
(D.0142) abdomen kanan
Pasien dan keluarga pasien akan menjaga luka
agar tetep bersih
Pasien mengatakan nyeri ketika diberikan
injeksi obat tersebut melalui intravena
Objective:
Pasien dan keluarga pasien memperhatikan
edukasi yang disampaikan oleh perawat
Pasien tampak diberikan injeksi
- Injeksi meropenem 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole 250mg/8jam
- Injeksi kalnex 50mg/6jam
Assesment:
Masalah keperawatan risiko infeksi b/d prosedur
invansif belum tercapai
Plan:
Monitor karakteristik luka
Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Kolaborasi pemberian antibiotik
Objective:
Suara usus terdengar redup
Peristatik usus 3x/menit (hipoaktif)
Pasien diperbolehkan dit air gula ½ - 1 sendok
dengan total dit 30 ml/10 jam
Pasien tampak lemas
Pasien diberikan terapi infus ringer laktat 20
tpm / 60ml/jam untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan nutrisi pasien
Assesment:
Masalah keperawatan disfungsi motilitas
gastrointestinal b/d pembedahan belum tercapai
Plan:
Monitor asupan makanan
Lakukan oral hygine, jika perlu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
Sabtu, Subjective:
2. 20/05/2023 Nyeri Akut berhubungan
Pasien mengatakan masih merasa nyeri diarea Afif
07.00 dengan Agen Pencedera
abdomen kanan skala 3 seperti ditusuk-tusuk, &
Fisik
nyeri hilang timbul Ariska
(D.0077) Pasien mengatakan cukup merasa tenang setelah
dimelakukan relaksasi nafas dalam dan kompres
hangat
Keluarga pasien mengatakan sudah mulai
membimbing anaknya untuk emlakukan terapi
relaksasi nafas dalam ketika nyeri
Objective:
Pasien tampak diberikan terapi kompres hangat
pada abdomen kiri dan atas serta pasien tampak
melakukan terapi relaksasi nafas dalam
Keluarga pasien dan pasien tampak
memeperhatikan penjelasan dari perawat
Setelah diberikan terapi injeksi selama 30 menit
kemudian, pasien tampak tenang
Pasien sudah mulai tidak meringis
Assesment:
Masalah keperawatan nyeri akut b/d agen
pencedra fisik belum tercapai
Plan:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas,
dan skala nyeri
Identifikasi respon nyeri nonverbal
Berikan terapi nonfarmakologi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik
Sabtu, Ariska
Subjective:
3. 20/05/2023 Risiko Infeksi b/d Efek Pasien masih mengeluhkan nyeri diarea
07.00 Prosedur Invansif abdomen kanan
(D.0142)
Pasien dan keluarga pasien akan menjaga luka
agar tetep bersih
Pasien mengatakan nyeri ketika diberikan
injeksi obat tersebut melalui intravena
Objective:
Pasien dan keluarga pasien memperhatikan
edukasi yang disampaikan oleh perawat
Pasien tampak diberikan injeksi
- Injeksi meropenem 400mg/24jam
- Injeksi metrodinazole 250mg/8jam
- Injeksi kalnex 50mg/6jam
Assesment:
Masalah keperawatan risiko infeksi b/d prosedur
invansif belum tercapai
Plan:
Monitor karakteristik luka
Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Kolaborasi pemberian antibiotik
ANALISA JURNAL
(KE-1)
Studi Kasus
Corresponding author:
Ratna Nur Utami
ratnanurutami@gmail.com
Ners Muda, Vol 1 No 1, April 2020
e-ISSN:
DOI: 10.26714/nm.v1i1.5489
Ners Muda, Vol 1 No 1, April 2020/ page 23-33 24
hari(Yuwono, 2013). Berdasarkan data pasca operasi yang melakukan tirah baring
yang di dapatkan pada RSUP Dr. Kariadi terlalu lama juga dapat meningkatkan
tepatnya pada ruang Rajawali 2A jumlah resiko terjadinya kekakuan atau
pasien yang melakukan operasi laparatomi penegangan otot-otot di seluruh tubuh,
setiap bulannya lebih banyak daripada gangguan sirkulasi darah, gangguan
operasi lainnya, jenis operasi adalah: pernafasan dan gangguan peristaltik
Herniotomi, Apendixtomi, Tumor maupun berkemih bahkan terjadinya
Abdomen, cholecystitis dan kolelitiasis. dekubitus atau luka tekan (Kartawijaya
2017).
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan
pembedahan yang dimulai saat pasien Nyeri post operasi memerlukan tindakan
dipindahkan ke ruang pemulihan dan yang tepat. Upaya yang dapat dilakukan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya perawat dalam menangani nyeri post
(Uliyah & Hidayat, 2013). Tahap pasca operasi dapat dilakukan dengan
operasi dimulai dari memindahkan pasien manajemen penatalaksanaan nyeri
dari ruangan bedah ke unit pasca operasi mencakup pendekatan farmakologis dan
dan berakhir saat pasien pulang. Salah satu non-farmakologis. Pendekatan yang biasa
hal yang akan terjadi pada pasien post digunakan adalah analgetik golongan opioid
operasi adalah merasakan nyeri yang untuk nyeri yang hebat dan golongan non
merupakan salah satu efek dari proses streroid untuk nyeri sedang atau ringan.
operasi, nyeri yang dialami oleh pasien post Secara farmakologi penggunaan obat-
operasi adalah nyeri akut. Nyeri akut secara obatan secara terus-menerus bisa
serius mengancam penyembuhan klien menimbulkan efek samping, seperti
pasca operasi sehingga menghambat penggunaan analgesik opioid yang
kemampuan klien untuk terlibat aktif berlebihan bisa menyebabkan depresi
dalam mobilisasi, rehabilitasi, dan pernapasan atau sedasi, bahkan bisa
hospitalisasi menjadi lama (Perry & Potter, membuat orang menjadi mual-muntah dan
2010). Nyeri merupakan kondisi berupa konstipasi. Jika terus-menerus diberikan
perasaan tidak menyenangkan bersifat obat-obatan analgetik untuk mengatasi
sangat subjektif karena perasaan nyeri nyeri bisa menimbulkan reaksi
berbeda pada setiap orang dalam hal skala ketergantungan obat, dan nyeri bisa terjadi
atau tingkatannya, dan hanya orang lagi setelah reaksi obat habis. Oleh karena
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau itu, perlu terapi non farmakologi sebagai
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. alternatif untuk memaksimalkan
(Hidayat, 2010). Menurut penelitian yang penanganan nyeri pasca operasi.Terapi
dilakukan prevalensi pasien post operasi nonfarmakologi memberikan efek samping
mayor yang mengalami nyeri sedang yang minimal pada pasien serta dengan
sampai berat sebanyak 41% pasien post terapi nonfarmakologi perawat mampu
operasi pada hari ke-0, 30% pasien post secara mandiri dalam pelaksanaan terapi
operasi pada hari ke-1, 19% pasien pada dengan keputusannya sendiri dalam
hari ke-2, 16% pasien pada hari ke-3 dan melakukan tindakan dalam rangka
14% pasien pada hari ke-4(Judha & Syafitri, pemenuhan kebutuhan dasar manusia
2018). Pasien post operasi yang mengalami (Hidayat, 2010). Pendekatan non-
nyeri akut harus dikendalikan agar farmakologi antara lain stimulasi dan
perawatan lebih optimal dan tidak menjadi massase kutaneus, terapi es dan panas,
nyeri kronis. Nyeri yang tidak diatasi akan stimulasi saraf elektris transkutan,
memperlambat masa penyembuhan atau distraksi, tehnik relaksasi, aromaterapi dan
perawatan, karena dengan nyeri yang tidak hypnosis (Smeltzer & Bare, 2012). Tindakan
kunjung berkurang atau hilang membuat nonfarmakologi diantaranya ialah
pasien merasa cemas untuk melakukan aromaterapi dengan menggunakan
mobilisasi dini sehingga pasien cenderung aromaterapi lemon, yang bertujuan untuk
untuk berbaring. Pasien
Ratna Nur Utami - Penurunan Skala Nyeri Akut Post Laparatomi Menggunakan Aromaterapi Lemon
Ners Muda, Vol 1 No 1, April 2020/ page 23-33 25
pada saat bergerak/aktivitas dengan Katz (2016) yang menyatakan bahwa batu
kualitas nyeri terasa seperti ditusuk jarum empedu lebih sering terjadi pada wanita
di bagian post laparatomi perut kanan atas. dari pada laki-laki dengan perbandingan
Tingkat keparahan nyeri pada hari kedua 4:1. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat
untuk kasus 1 masih dengan skala nyeri 3 untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dan nyeri hilang timbul selama 5 menit. dengan pria, ini dikarenakan oleh hormon
Pasien tampak meringis menahan sakit saat esterogen berpengaruh terhadap
bergerak. Pada kasus 2 pasien mengatakan peningkatan eskresi kolesterol oleh
nyeri sudah berkurang dari sebelumnya kandung empedu, dan usia rata-rata
dimana nyeri terasa seperti dicubit di tersering terjadinya batu empedu adalah
bagian post operasi laparatomi perut kanan 40-50 tahun. Sangat sedikit penderita batu
bagian tengah dibawah costa IX. Tingkat empedu yang dijumpai pada usia remaja,
keparahan nyeri sudah berkurang dengan selain itu dengan semakin bertambahnya
skala nyeri 2 dan nyeri dirasakan hilang usia semakin besar kemungkinan untuk
timbul selama 2 menit. Pasien tampak terjadinya batu empedu, sehingga pada usia
tenang dan rileks. 90 tahun kemungkinannya adalah 2 dari 3
orang. Secara jurnal atau penelitian
Evaluasi pada hari ketiga pada kasus 1 (Maritasari et al., 2019)di Taiwan terjadi
pasien mengatakan masih sedikit nyeri peningkatan penderita batu empedu pada
pada saat bergerak/aktivitas dimana nyeri kelompok umur 20 – 39 tahun baik pada
terasa seperti dicubit di bagian post pria maupun wanita, peningkatan kejadian
laparatomi perut kanan atas. Tingkat batu empedu pada usia kurang dari 40
keparahan nyeri berkurang dengan skala tahun ini kemungkinan disebabkan oleh
nyeri 2 dimana nyeri hilang timbul selama interaksi dari beberapa faktor yang lain
2 menit. Pasien tampak tenang dan sedikit yang mempengaruhi kejadian batu empedu
rileks. Pada kasus 2 pasien mengatakan seperti wanita atau laki-laki pada usia
nyeri sudah berkurang dari sebelumnya dibawah 40 tahun juga memiliki penyakit
dimana nyeri terasa seperti dicubit di penyerta DM, dengan obesitas dan
bagian post operasi laparatomi perut kanan hiperlipidemia.
bagian tengah dibawah costa IX. Tingkat
keparahan nyeri berada pada skala nyeri 2 Berdasarkan fakta dan teori dapat
dan nyeri hilang timbul selama 2 menit. disimpulkan bahwa pasien pertama Ny. E
Pasien tampak tenang dan rileks. Grafik 1 dan pasien kedua Nn.L mengalami
dan grafik 2 menunjukkan perubahan kolelilitiasis disebabkan dari faktor jenis
tingkat nyeri yang dirasakan pasien untuk kelamin yaitu perempuan lebih beresiko 3
kasus 1 dan kasus 2 selama 3 hari kali lipat mengalami kolelitiasis, hanya saja
dilakukan intervensi pemberian aroma ada perbedaan dari kedua pasien tersebut
terapi lemon. diantaranya pada faktor usia, usia Ny.E
diatas 40 tahun sesuai dengan teori usia
PEMBAHASAN rata-rata tersering terjadinya batu empedu
adalah 40-50 tahun, sedangkan Nn.L
Data Demografi berusia 22 tahun, yang mana teori
menyebutkan sangat sedikit penderita batu
Pasien pertama bernama Ny.E, berumur 45 empedu yang dijumpai pada usia remaja,
tahun, berjenis kelamin perempuan, faktor lain yang menyebabkan Nn.L
dengan diagnosa medis kolelitiasis post mengalami batu empedu diantaranya
laparatomi adalah Nn.L memiliki riwayat DM dan
hari ke-2. Pasien kedua bernama Nn.L, obesitas.
berumur 22 tahun, berjenis kelamin
perempuan, dengan diagnosa medis
kolelitiasis post laparatomi hari ke-2. Data
demografi yang didapatkan pada pasien 1
dan pasien 2 sesuai dengan teori Bloom &
Ratna Nur Utami - Penurunan Skala Nyeri Akut Post Laparatomi Menggunakan Aromaterapi Lemon
Ners Muda, Vol 1 No 1, April 2020/ page 23-33 27
prosedur bedah untuk mengeluarkan seperti hot dog, burger, pizza dan mie
kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 instan serta jarang makan nasi dan sayur.
-5 cm. Jika diperlukan, luka insisi dapat Data yang didapatkan pada pasien 1 dan
diperlebar untuk mengeluarkan batu pasien 2 sesuai dengan teori Bhangu (2012)
kandung empedu yang berukuran lebih yang menyatakan bahwa faktor lain yang
besar. Salah satu hal yang akan terjadi pada meningkatkan resiko terjadinya batu
pasien post operasi adalah merasakan nyeri empedu adalah makanan, aktifitas fisik,
yang merupakan salah satu efek dari proses riwayat keluarga dan obesitas. Gaya hidup
operasi, nyeri yang dialami oleh pasien post dan kebiasaan konsumsi makanan pada
operasi adalah nyeri akut (Perry & Potter, masyarakat menjadi faktor dominan untuk
2010). Pada pasien 1 dan pasien 2 meningkatkan kasus kolelitiasis, gaya hidup
didapatkan data bahwa pasien mengalami masyarakat yang sering mengkonsumsi
nyeri, yang mana hal ini sesuai dengan teori makanan berlemak dan berkolesterol.
Lynda Juall (2012) yang menyatakan Kolesterol yang merupakan unsur normal
bahwa nyeri merupakan keadaan ketika pembentukan empedu bersifat tidak larut
individu mengalami sensasi dalam air. Kelarutannya bergantung pada
ketidaknyamanan dalam merespon suatu asam-asam empedu lesitin (fosfolipid)
rangsangan yang tidak menyenangkan. dalam empedu. Pada pasien yang
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri cenderung menderita batu empedu akan
menurut Baradero (2012) adalah teknik terjadi penurunan sintesis asam empedu
pembedahan, nyeri pasca operasi hebat dan peningkatan sintesis kolesterol dalam
dirasakan pada pembedahan intratoraksi, hati, keadaan ini mengakibatkan
intra-abdomen, dan pembedahan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol
orthopedik mayor. Nyeri juga dapat terjadi yang kemudian keluar dari getah empedu,
akibat stimulasi ujung saraf saraf oleh zat- mengendap dan membentuk batu. Getah
zat kimia yang dikeluarkan saat empedu yang jenuh oleh kolesterol
pembedahan atau iskemia jaringan karena merupakan predisposisi untuk timbulnya
terganggunya suplai darah. Suplai darah batu empedu dan berperan sebagai iritan
terganggu karena ada penekanan, spase yang menyebabkan peradangan dalam
otot, atau edema. Trauma pada serabut kandung empedu (Smeltzer, 2012).
kulit mengakibatkan nyeri yang tajam dan
terlokalisasi. Respon perilaku nyeri pada Data Pemeriksaan Fisik
klien menurut Kozier (2010) adalah
mengaduh, menangis, sesak nafas, Pemeriksaan fisik pada pasien pertama
mendengkur, meringis, mengernyitkan didapatkan data hasil pemeriksaan fisik
dahi, menghindari percakapan, abdomen, inspeksi : terdapat luka post
mengernyitkan dahi dan menggigit bibir. operasi laparatomi pada perut kanan atas ±
5cm, tidak ada tanda – tanda infeksi pada
Data Pola Kebutuhan Dasar luka post op, auskultasi : bising usus
15x/menit, perkusi : timpani, palpasi :
Pengkajian pola persepsi dan pemeliharaan adanya nyeri tekan pada perut kuadran
kesehatan pada pasien pertama, klien kanan atas dengan skala 4, dan pada
mengatakan bahwa kebiasaan klien ekstremitas bawah didapatkan data
dirumah untuk makan lebih sering makan kekuatan otot 4/4. Pada pemeriksaan fisik
gorengan dan makanan bersantan pada pasien kedua didapatkan data hasil
meskipun klien sudah memiliki riwayat pemeriksaan fisik abdomen, inspeksi :
hipertensi. Pengkajian pola persepsi dan terdapat luka post operasi laparatomi pada
pemeliharaan kesehatan pada pasien perut kanan tengah dibawah costa IX ±
kedua, klien mengatakan bahwa kebiasaan 5cm, tidak ada tanda – tanda infeksi pada
klien selama ini adalah sering begadang luka post op, auskultasi : bising usus
dengan makan makanan yang cepat saji 15x/menit, perkusi :timpani, palpasi :
adanya nyeri
Ratna Nur Utami - Penurunan Skala Nyeri Akut Post Laparatomi Menggunakan Aromaterapi Lemon
Ners Muda, Vol 1 No 1, April 2020/ page 23-33 29
tekan pada perut kuadran kanan skala 4, yang diakibatkan oleh peradangan maupun
dan pada ekstremitas bawah didapatkan sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
data kekuatan otot 4/4. Data yang koledukus distal kadang sulit dideteksi
didapatkan pada pasien 1 dan pasien 2 karena terhalang oleh udara didalam usus,
sesuai dengan teori Potter & Perry (2010) dengan USG punktum maksimum rasa nyeri
yang menyatakan bahwa pemeriksaan fisik pada batu kandung empedu yang gangren
adalah metode pengumpulan data yang lebih jelas daripada di palpasi biasa.
sistematik dengan memakai indera Sedangkan pemeriksaan laboratorium
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan dilakukan sebelum operasi laparatomi
rasa untuk mendeteksi masalah kesehatan bertujuan apabila terjadi peradangan akut,
klien.Untuk pemeriksaan fisik perawat dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi
menggunakan teknik inspeksi, auskultasi, sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
palpasi, dan perkusi. Secara umum, ringan bilirubin serum akibat penekanan
pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan duktus koledukus oleh batu, dan dilakukan
untuk mengumpulkan data dasar tentang pemeriksaan rutin pasca operasi bertujuan
kesehatan klien, untuk menambah, untuk memonitor komplikasi seperti
mengkonfirmasi, atau menyangkal data memantau tanda gejala infeksi melalui hasil
yang diperoleh dalam riwayat leukosit(Judha & Syafitri, 2018).
keperawatan, untuk mengkonfirmasi dan
mengidentifikasi diagnosa keperawatan, Data Farmakoterapi
untuk membuat penilaian klinis tentang
perubahan status kesehatan klien dan Terapi yang diberikan pada pasien pertama
penatalaksanaan serta untuk mengevaluasi yaitu ketorolac iv 30 mg/8 jam,
hasil fisiologis dari asuhan. Smeltzer (2012) paracetamol oral 1000 mg/8 jam, dan
menyatakan bahwa hasil pemeriksaan fisik ampicillin sulbactam iv 1,5 g/8 jam,
yang biasa timbul pada pasien post sedangkan terapi yang diberikan pada
laparatomi diantaranya adalah nyeri tekan pasien kedua yaitu ketorolac iv 30 mg/8
pada area sekitar insisi pembedahan, dapat jam, paracetamol iv 1 g/8 jam, dan
terjadi peningkatan respirasi, tekanan ciprofloxacin iv 400 g/8 jam. Berdasarkan
darah, dan nadi, kelemahan, mual, muntah, data farmakoterapi pasien 1 dan pasien 2
serta anoreksia dan konstipasi. sesuai dengan Andarmoyo (2013) yang
menyatakan bahwa penatalaksanaan
Data Pemeriksaan Penunjang farmakologi untuk nyeri adalah obat Nsaid
diantaranya adalah ibuprofen untuk
Pada pemeriksaan penunjang pasien desminore, naproksen untuk nyeri kepala
pertama dan pasien kedua yang dilakukan vaskuler, indometasin untuk artritis
adalah pemeriksaan USG abdomen dan rheumatoid, tolmetin untuk cedera jaringan
laboratorium. Pemeriksaan USG abdomen lunak, piroksikam untuk gout dan ketorolac
dilakukan sebelum dilakukannya operasi untuk nyeri pasca operasi serta nyeri
laparatomi sedangkan pemeriksaan traumatic berat. Perbedaan antara terapi
laboratorium dilakukan sebelum dan pasien 1 dan pasien 2 terletak pada terapi
setelah post operasi laparatomi. Data paracetamol dan jenis antibiotic, yang mana
pemeriksaan penunjang yang didapatkan pasien 1 mendapatkan paracetamol oral
pada pasien 1 dan pasien 2 sesuai dengan sedangkan pasien 2 mendapatkan
teori (Judha & Syafitri, 2018)yang paracetamol injeksi, hal ini tidak
mengatakan bahwa pemeriksaan menyebabkan perbedaan ataupun efek
penunjang yang harus dilakukan adalah samping yang bermakna, karena belum ada
radiologi seperti USG untuk mengetahui bukti klinis yang menunjukkan bahwa
indikasi dilakukannya laparatomi, dengan paracetamol intravena dapat memberikan
USG dapat dilihat dinding kandung empedu manfaat lebih dibandingkan dengan
yang menebal karena fibrosis atau udem pemberian secara oral. Parasetamol oral
dan parasetamol
Ratna Nur Utami - Penurunan Skala Nyeri Akut Post Laparatomi Menggunakan Aromaterapi Lemon
Ners Muda, Vol 1 No 1, April 2020/ page 23-33 30
injeksi memiliki efektivitas yang sama infeksi, sindrom coroner akut, dan
dalam mengatasi nyeri pasca operasi glaukoma. Teknik pembedahan
dengan intensitas nyeri ringan sampai mengakibatkan rasa nyeri (Setyawati et al.,
sedang, tidak ada perbedaan bermakna 2018). Nyeri yang paling lazim adalah nyeri
kejadian mual dan alergi pada pemberian insisi. Nyeri terjadi akibat luka, penarikan,
parasetamol oral atau parasetamol injeksi manipulasi jaringan serta organ. Nyeri
Ismail (2013). Ismail (2013) juga pasca operasi hebat dirasakan pada
menyebutkan bahwa antibiotic jenis pembedahan intratoraksi, intra-abdomen,
ampicillin sulbactam dan ciprofloxacin dan pembedahan orthopedik mayor. Nyeri
memiliki manfaat yang sama yaitu untuk juga dapat terjadi akibat stimulasi ujung
mengatasi infeksi bakteri seperti infeksi saraf saraf oleh zat-zat kimia yang
infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran dikeluarkan saat pembedahan atau iskemia
pernafasan, infeksi saluran kemih, dan jaringan karena terganggunya suplai darah.
infeksi menular seksual. Suplai darah terganggu karena ada
penekanan, spasme otot, atau edema.
Analisis Diagnosa Keperawatan Trauma pada serabut kulit mengakibatkan
nyeri yang tajam dan terlokalisasi
Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien 1 (Baradero, 2010).
dan pasien 2, maka penulis merumuskan
masalah keperawatan pada pasien 1 dan Diagnosa keperawatan yang kedua resiko
pasien 2 yaitu nyeri akut berhubungan infeksi sejalan dengan teori SDKI (2017)
dengan agen pencedera fisik (prosedur yang mengatakan resiko infeksi adalah
operasi), resiko infeksi berhubungan beresikonya seseorang mengalami
dengan trauma jaringan (luka post op), dan peningkatan terserang organisme
gangguan mobilitas fisik berhubungan patogenik. Faktor resiko yang
dengan nyeri. Berdasarkan diagnosa menyebabkan terjadinya resiko infeksi
keperawatan pasien 1 dan pasien 2 sejalan diantaranya adalah penyakit kronis (missal
dengan teori Standar Diagnosis DM), efek prosedur invasive, kerusakan
Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017) yang integritas kulit, penurunan hemoglobin dan
menyatakan bahwa nyeri akut adalah supresi respon inflamasi, sedangkan
pengalaman sensorik atau emosional yang kondisi klinis yang terkait diantaranya
berkaitan dengan kerusakan jaringan adalah AIDS, luka bakar, Diabetes mellitus,
aktual atau fungsional, dengan onset tindakan invasive, gangguan fungsi hati,
mendadak atau lambat dan berintensitas kanker, dan imunosupresi. Menurut Perry &
ringan hingga berat yang berlangsung Potter (2010) pada pasien dengan diabetes
kurang dari 3 bulan. Penyebab nyeri akut mellitus terjadi hambatan terhadap sekresi
ini adalah agen pencedera fisiologis insulin akan mengakibatkan peningkatan
(inflamasi, iskemia, neoplasma), agen gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke
pencedera kimiawi (terbakar, bahan kimia dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
iritan), agen pencedera fisik (abses, terjadi penurunan protein-kalori tubuh
amputasi, prosedur operasi, trauma), yang yang berakibat rentan terhadap infeksi.
mana ditandai dengan gejala tanda mayor
diantaranya adalah mengeluh nyeri, Diagnosa keperawatan yang ketiga
tampak meringis, bersikap protektif, gangguan mobilitas fisik sejalan dengan
gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan teori SDKI (2017) yang mengatakan
sulit tidur, serta gejala tanda mayor gangguan mobilitas fisik adalah
diantaranya tekanan darah meningkat, keterbatasan dalam gerak fisik dari satu
pola nafas berubah, nafsu makan berubah, atau lebih ekstremitas secara mandiri,
menarik diri dan berfokus pada diri sendiri. penyebabnya adalah ketidakbugaran fisik,
Kondisi klinis yang terkait penyebab nyeri penurunan kendali otot, penurunan
akut diantaranya adalah kondisi kekuatan otot, nyeri, kecemasan dan
pembedahan, cedera traumatis,
Ratna Nur Utami - Penurunan Skala Nyeri Akut Post Laparatomi Menggunakan Aromaterapi Lemon
Ners Muda, Vol 1 No 1, April 2020/ page 23-33 31
managementatau manajemen nyeri yang 2 dan dihari ke-3 dari skala nyeri 2 tetap
Ratna Nur Utami - Penurunan Skala Nyeri Akut Post Laparatomi Menggunakan Aromaterapi Lemon
Ners Muda, Vol 1 No 1, April 2020/ page 23-33 32
tidak ada penurunan. Hal ini sesuai dengan yang membahayakan di luar
harapan hasil akhir (outcome) yang telah ketidaknyamanan yang di sebabkannya.
direncanakan. Hasil akhir antara pasien 1 Nyeri akut yang tidak kunjung mereda
dan pasien 2 dengan masalah nyeri akut dapat memengaruhi system kardiovaskuler,
post laparatomi memiliki skala yang gastrointestinal, endokrin, dan imunologik
berbeda, karena nyeri itu bersifat subyektif, (Smeltzer, 2012). Terapi farmakologi
maka tiap orang dalam menyikapi nyeri seperti jenis analgesik Nsaid mampu
juga berbeda-beda. Toleransi terhadap membantu menurunkan skala nyeri
nyeri juga akan berbeda antara satu orang seseorang (Andarmoyo,2013), dan sejalan
dengan orang lainnya, orang yang dengan teori Clarke (2010) yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi menyatakan bahwa terapi non farmakologi
terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri seperti aromaterapi lemon dapat digunakan
dengan stimulus kecil, sebaliknya orang untuk menenangkan suasana. Aromanya
toleransi terhadap nyerinya rendah akan yang aromatic, aroma citrus dapat
mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri meningkatkan rasa percaya diri, merasa
yang kecil. Klien dengan tingkat toleransi lebih santai, dapat menenangkan syaraf,
tinggi terhadap nyeri mampu menahan tetapi tetap membuat kita sadar. Minyak
nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang lemon untuk tubuh bermanfaat untuk
toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mengatasi masalah pencernaan, untuk
mencari upaya pencegahan nyeri sebelum meredakan sakit dan nyeri pada persendian
nyeri dating. Keberadaan enkefalin dan dan diterapkan untuk kondisi rematik dan
endorphin membantu menjelaskan asam urat untuk meredakan sakit kepala,
bagaimana orang yang berbeda merasakan dengan kandungan limonea yang banyak
tingkat nyeri yang beda dari stimulus yang dibandingkan dengan senyawa lainnya,
sama. Kadar endorphin berbeda tiap membuat minyak lemon dapat berfungsi
individu, individu dengan endorphin tinggi sebagai aromaterapi. Penelitian (Rahmayati
sedikit merasakan nyeri dan individu et al., 2018)menyatakan terdapat
dengan sedikit endorphin merasakan nyeri perbedaan intensitas nyeri pada pasien
lebih besar (Andarmoyo, 2013). post operasi laparatomi sebelum dan
sesudah diberikan aromaterapi lemon p-
Perry & Potter (2010) menyatakan bahwa value 0.000.
ada beberapa faktor yang mempengaruhi
nyeri diantaranya adalah makna nyeri yang Berdasarkan hasil wawancara dengan
setiap individu akan mempersepsikan nyeri pasien yang telah diberikan asuhan
dengan cara yang berbeda-beda, apabila keperawatan dengan masalah nyeri akut
nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, post operasi laparatomi mereka
suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan, mengatakan bahwa setelah diberikan
setiap individu belajar dari pengalaman aromaterapi lemon selama 30 menit pasien
nyeri, apabila individu mengalami nyeri merasakan rileks dan tidak tegang, nyeri
yang sama berulang-ulang dan nyeri sedikit berkurang, hal tersebutlah yang
tersebut berhasil dihilangkan maka akan menyebabkan pasien lebih merasa nyaman
lebih mudah bagi individu tersebut untuk diberikan terapi non farmakologi seperti
menginterpretasikan sensasi nyeri. aromaterapi lemon daripada terapi
Akibatnya, klien lebih siap untuk farmakologi, yang menurut pasien terapi
melakukan tindakan-tindakan yang farmakologi memiliki efek samping yang
diperlukan untuk menghilangkan nyeri. kurang baik. Dalam hal ini penulis
Apabila seorang klien tidak pernah menyarankan perlunya kebijakan ruangan
merasakan nyeri, maka persepsi pertama atau rumah sakit menerapkan pemberian
nyeri dapat menganggu koping terhadap aromaterapi sebagai salah satu terapi non
nyeri. Pada nyeri akut, nyeri yang tidak farmakologi dalam membantu menurunkan
diatasi secara adekuat mempunyai efek skala nyeri.
Ratna Nur Utami - Penurunan Skala Nyeri Akut Post Laparatomi Menggunakan Aromaterapi Lemon
Ners Muda, Vol 1 No 1, April 2020/ page 23-33 33
SIMPULAN
Pengkajian nyeri pasien post laparatomi berada dalam kategori skala nyeri ringan sampai berat (1 –
10). Diagnosa keperawatan utama yang muncul dari kasus tersebut adalah masalah nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) dan resiko infeksi berhubungan dengan
trauma jaringan (luka post op). Intervensi keperawatan yang dibuat untuk menangani masalah nyeri
akut adalah paint management, untuk masalah resiko infeksi dengan intervensi infection control dan
untuk masalah gangguan mobilitas fisik dengan intervensi exercise therapy: ambulation. Implementasi
keperawatan yang dilakukan pada kasus 1 dan kasus 2 adalah pemberian aromaterapi lemon dengan
cara difusi selama 30 menit, selama 3 hari. Pemberian aromaterapi lemon dengan cara difusi
menunjukkan adanya pengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri yang diukur menggunakan NRS
(Numeric Rating Scale).
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pasien yang telah bersedia menjadi subjek dalam studi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan
dan penyelesaian studi ini.
REFERENSI
Andarmoyo. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media
Baradero. 2012. Prinsip dan Praktek Keperawatan PerioperatifI. Jakarta: EGC
Bloom, A., & Katz, J. (n.d.). Cholecystitis: Diunduh tanggal 24 Agustus 2019 Dari [online]
http://emedicine.medscape.com/article/1718 86-overview.
Brunner, S., & Suddarth, D. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Care, E. M. (2011). L
Aparoscopic Cholecystectomy In Acute. 5, 43–48.
FAOSTAT. (2019). No Titיליle. ペ イ ン ク リ ニ ッ ク 学 会 治 療 指 針 2 , 1(February), 1–9. https://doi.org/.1037//0033-
2909.I26.1.78
Judha, M., & Syafitri, E. N. (2018). Efektivitas Pemberian Aromaterapilemon Terhadap Kecemasan Pada Lansia Di Unit
Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma, Umbulharjo Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 5(1), 29–33.
Maritasari, D. Y., Baharza, S. N., & Listina, F. (2019). The Contradiction of Obesity Incidence Based on Sleep Duration in
Adolescents. Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan, 4(1), 53–58. https://doi.org/10.30604/jika.v4i1.184
Purwandari, F., Rahmalia, S., & Sabrian, F. (2014). Efektifitas Terapi Aroma Lemon Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada
Pasien Post Laparatomi. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Keperawatan, 1(1), 1–6.
Rahmawati, I., & Rohmayanti, R. (2015). Efektivitas Aromaterapi Lavender Dan Aromaterapi Lemon Terhadap Intensitas
Nyeri Post Sectio Caesarea (Sc) Di Rumah Sakit Budi Rahayu Kota Magelang. Journal of Holistic Nursing Science, 2(2),
10–16.
Rahmayati, E., Hardiansyah, R., & Nurhayati, N. (2018). Pengaruh Aromaterapi Lemon terhadap Penurunan Skala Nyeri
Pasien Post Operasi Laparatomi. Jurnal Kesehatan, 9(3), 427. https://doi.org/10.26630/jk.v9i3.1138
Setyawati, D., Sukraeny, N., Sciences, H., Sciences, H., & Sciences, H. (2018). Health Notions , Volume 2 Number 12 (
December 2018 ) Cold Compress on Vertebra ( Cervical ) on The Pain Scale of Postoperative Patients 1231 | Publisher :
Humanistic Network for Science and Technology Health Notions , Volume 2 Number 12 ( December 2018 ) ISSN 2580-
4936 1232 | Publisher : Humanistic Network for Science and Technology. 2(12), 1231–1233.
Yuwono. (2013). Pengaruh Beberapa Faktor Risiko Terhadap Kejadian Surgical Site Infection (SSI) Pada Pasien Laparotomi
Emergensi. Jmj, 1(1), 16–26.
ANALISA JURNAL
(KE-2)
1 Judul Literatre Review: Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Nyeri Post Oprasi
2 Jurnal Jurnal Ilmiah Keperawatan Dan Kesehatan Alkautsar (JIKKA)
3 e-ISSN 2963-9042
4 Penulis Rizky Eka Yuniarti, Tri Suraning Wulandari, Parmilah
5 Reviewer Team
6 Tanggal Rabu, 17 Mei 2023
Analisa PICO
Post operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan. Pada
umumnya pasien post pembedahan akan mengalami keluhan nyeri pada skala
ringan sampai berat, jika nyeri tidak ditangani dengan benar dapat
mengganggu aktifitas pasien. Intervensi untuk mengurangi nyeri terdiri dari
tindakan farmakologi (terapi analgesic) dan nonfarmakologi. Salah satu
tindakan nonfarmakologi yang dapat mengurangi nyeri adalah kompres
P
hangat
1 (Patient/Clinical
Metode penelitian ini menggunakan systematic literature review. Penelitian
Problem)
ini dengan pedoman alur PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic
reviews and MetaAnalyses), data base melalui portal jurnal PubMed,
GARUDA, Google Schoolar, Google search, berdasarkan jurnal tahun 2013-
2020 yang dapat diakses fulltext dengan format pdf dan sesuai dengan
kriteria inklusi kemudian hasil penelitian diuraikan dalam analisis PICOS
untuk dilakukan review lebih lanjut dan didapatkan 4 jurnal
Study dalam penelitian menekankan pada responden post operasi yang
mengalami nyeri pembedahan ringan, sedang, berat yang dilakukan tindakan
I
2 kompres hangat untuk mengetahui adanya pengaruh terhadap perubahan
(Intervention)
nyeri yang dirasakan pasien, study design dalam artikel yang direview
meliputi preexperiment, experimental, quasy experiment
Kompres hangat dapat menurnkan nyeri dengan prinsip kerja kompres
hangat dengan buli-buli hangat yang dibungkus dengan kain yaitu secara
konduksi terjadi pemindahan hangat dari buli-buli kedalam tubuh sehingga
akan menyebabkan pelepasan pembuluh darah dan akan terjadi penurunan
ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang
(Smeltzer & Bare ,2005 dalam Revi Neini, 2018)
C
3 Menurut Makrifatul (2015) dalam Jurnal Efektifitas Kompres Hangat
(Comparasion)
Terhadap Nyeri Post TURP, kompres hangat merupakan tindakan
menggunakan buli-buli dengan suhu 45- 50,5ºC yang mempunyai dampak
fisologis yaitu oksigenasi ke jaringan lancar sehingga dapat mengurangi
kekakuan otot, memperlunak jaringan fibrosa, memvasodilatasi serta
memperlancar aliran darah ke tubuh, sehingga bisa mengurangi atau
menghilangkan nyeri
Kompres hangat dapat mengurangi nyeri akibat spasme otot dan memberikan
rasa hangat pada area sekitar nyeri sehingga akan menimbulkan rasa nyaman
bagi pasien yang menjalani post pembedahan
O Dari hasil penelitian, kompres hangat dapat diberikan pada daerah sekitar
4
(Outcame) pasien post operasi dengan suhu antara 43oC-50oC dengan waktu antara 10-
30 menit, pada pasien yang mendapatkan terapi analgesic pemberian
kompres hangat lebih efektif diberikan pada pasien 4 jam setelah
mengkonsumsi analgesic.
Jurnal Ilmiah Keperawatan dan
Kesehatan Alkautsar (JIKKA)
e-ISSN : 2963-9042 online:
https://jurnal.akperalkautsar.ac.id/index.php/JIKKA
ABSTRAK
Latar Belakang: Post operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan. Pada
umumnya pasien post pembedahan akan mengalami keluhan nyeri pada skala ringan
sampai berat, jika nyeri tidak ditangani dengan benar dapat mengganggu aktifitas
pasien. Intervensi untuk mengurangi nyeri terdiri dari tindakan farmakologi (terapi
analgesic) dan nonfarmakologi. Salah satu tindakan nonfarmakologi yang dapat
mengurangi nyeri adalah kompres hangat. Tujuan: telaah literature review ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh tindakan kompres hangat terhadap nyeri akut
pasien post operasi. Metodologi: penelitian ini menggunakan metode tinjauan pustaka
(systematic literature review), pencarian dengan electronic data base. Kriteria inklusi
yang digunakan yaitu artikel dengan pasien post operasi yang mengalami nyeri ringan,
sedang, berat dapat diakses full text. Tahun jurnal yang digunakan dibatasi 2013-2020.
Hasil : berdasarkan telaah literatur pada 4 jurnal ditemukan ada penurunan nyeri pada
responden setelah dilakukan kompres hangat. Kompres hangat mampu mengurangi
spasme otot dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Kesimpulan: dapat
disimpulkan pemberian kompres hangat berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada
pasien post operasi.
Kata Kunci: kompres hangat, nyeri, post operasi
ABSTRACT
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pencarian kesulitan untuk memahami nyeri
dilakukan screening yaitu penyaringan sedangkan orang dewasa kadang
terhadap artikel sehingga didapatkan 4 melaporkan nyeri jika sudah patologis
artikel dalam bentuk fulltext yang dan mengalami kerusakan fungsi.
selanjutnya dapat dianalisis lebih lanjut. Berdasarkan hasil dan teori tersebut
Dari keempat artikel rata-rata dapat dikatakan bahwa usia seseorang
pasien yang menjalani operasi berusia berdampak pada penurunan fungsional
antara 20 sampai 60 tahun. Pada artikel anggota tubuh, sehingga dapat
pertama pasien yang menjalani mempengaruhi tingkat nyeri. Selain itu
apendictomy berusia antara 25-35 tahun dijelaskan bahwa kebutuhan narkotik
dan sebagian besar merupakan laki-laki post opperative pada wanita lebih
yang biasanya bekerja berat seperti banyak dibandingkan dengan pria. Ini
buruh dan pola makan yang kurang menunjukkan bahwa individu berjenis
baik. Artikel kedua merupakan pasien kelamin perempuan lebih mengartikan
dengan post TURP umumnya laki-laki negatif terhadap nyeri.
yang berusia 50-60 tahun. Pasien Artikel Pertama:
dengan post operasi fraktur berusia > 30 Pada penelitian yang dilakukan
tahun, sedangkan pada pasien dengan oleh Yovita Handayani (2018) tentang
section cesarean berusia antara 20-40 efektifitas kompres hangat dan kompres
tahun. Menurut Potter & Perry (2006) dingin pada pasien post appendicitis
dalam Yovita (2018) usia merupakan menggunakan instrument berupa
variabel penting yang mempengaruhi kuesioner untuk mengetahui pengaruh
nyeri terutama pada anak, remaja dan kompres hangat dan kompres dingin
orang dewasa. Anak-anak lebih serta mengetahui efektifitas kompres
hangat dibandingkan dengan kompres nyeri. Tindakan pemberian kompres
dingin. dilakukan 4 jam setelah pemberian
Dalam artikel ini dijelaskan analgesik. Hal ini mengacu pada teori
bahwa ada efektifitas kompres dingin dalam artikelnya oleh Adi Hidayat
terhadap penurunan intensitas nyeri (2006) bahwa dalam pemberianya, obat-
pada pasien post operasi, menurut obat analgesic memiliki khasiat rata-rata
Prasetyo (2010) dalam Yovita (2018) 4 sampai 6 jam dengan efek puncak
kompres dingin bekerja dengan obat antara 30-60 menit. Setelah
menstimulasi permukaan kulit untuk dilakukan kompres, skala nyeri diukur
mengontrol nyeri, terapi dingin yang menggunakan numeric rating scale,
diberikan akan mempengaruhi impuls pada lembar observasi dan didapat hasil
yang dibawa oleh serabut taktil aδ untuk ada efektifitas kompres hangat terhadap
lebih mendominasi sehingga “gerbang” penurunan nyeri pada pasien post
akan menutup dan impuls nyeri akan operasi TURP.
terhalangi, nyeri yang dirasakan akan Dalam artikel disebutkan
berkurang atau hilang untuk sementara penurunan nyeri terjadi disebabkan
waktu. Selain itu, dijelaskan bahwa ada karena pemberian kompres hangat
efektifitas kompres hangat terhadap mampu memberikan rasa nyaman pada
penurunan nyeri post operasi pasien, melancarkan sirkulasi darah
appendicitis karena efek pemberian sehingga mampu mengurangi sensasi
terapi panas mampu meningkatkan nyeri yang dirasakan pasien. Dibuktikan
relaksasi otot dan mengurangi nyeri dengan hasil analisis uji Wilcoxon nilai
akibat spasme atau kekakuan dan ρ = 0,005 (ρ = value < 0,05) pada shif
meningkatkan aliran darah (Perry & sore dan ρ = 0,008 (ρ = value < 0,05)
Potter 2010 dalam Yovita 2018). pada shif malam.
Penurunan intensitas nyeri pada Artikel ketiga:
kelompok yang diberikan kompres Revi Neini (2018) melakukan
hangat lebih banyak jika dibandingkan tindakan kompres hangat pada pasien
dengan kompres dingin maka dapat post fraktur selama 3 hari. Menurut
dikatakan bahwa kompres hangat lebih asumsinya, nyeri yang timbul pada
efektif terhadap penurunan intensitas pasien fraktur disebabkan karena
nyeri jika dibandingkan dengan adanya kerusakan jaringan tubuh yang
kompres dingin, dengan nilai kompres disebabkan karena fraktur dan karena
hangat Sig. = 0,024 (p ≤ 0,05) jika spasme otot sebagai salah satu respon
dibandingkan dengan kompres dingin tubuh adanya kerusakan jaringan tubuh.
yang memiliki nilai Sig. = 0,032 (α ≤ Berdasarkan teori-teori yang ada,
0,05). kompres hangat mampu menurunkan
Artikel kedua: respon nyeri dikarenakan kompres
Penelitian ini dilakukan oleh hangat dapat menurunkan salah satu zat
Erna Dwi (2020), waktu yang neurotransmiter yaitu prostaglandin
digunakan untuk melakukan intervensi yang memperkuat sensitivitas reseptor
dalam penelitian ini dua kali selama 24 nyeri dengan cara menurunkan
jam yaitu dilakukan pada sore hari dan inflamasi (disebabkan spasme otot).
o
malam hari, suhu air 45-50.5 C yang Dengan menurunnya inflamasi maka
diletakkan diatas simpisis pubis. Tujuan prostaglandin akan menurun pula
dari penelitian ini adalah untuk produksinya, sehingga nyeri yang
mengidentifikasi perlakuan kompres disebabkan spasme otot dan kerusakan
hangat terhadap perubahan tingkat jaringan berkurang. Hal ini dibuktikan
dengan setelah di lakukan pemberian keempat artikel menilai pengaruh
kompres hangat selama 3 hari berturut- kompres hangat terhadap penurunan
turut, menunjukkan adanya penurunan nyeri pasien post operasi. Selain itu,
skala nyeri dari hari 1 sampai hari ke 3 ditemukan perbedaan dari masing-
namun pada hari kedua ada peningkatan masing artikel yang dinilai sebagai
nyeri disebabakan karena faktor keunggulan dari artikel penelitian
lingkungan, faktor usia dan ansietas tersebut. Artikel pertama memiliki
sehingga mempengaruhi tingkat emosi perbedaan dengan artikel lain karena
klien dan akhirnya mempengaruhi skala tidak memilih responden yang
nyeri. mengalami nyeri ringan dan memilih
Berdasarkan hasil uji statistik responden yang tidak menggunakan
wilcoxon terdapat pengaruh kompres analgesic, sementara itu artikel kedua
hangat terhadap nyeri pasien fraktur dan keempat melakukan tindakan
dengan nilai p = 0,006 < 0,05. Peneliti kompres hangat 4 jam setelah
menganjurkan untuk melakukan pemberian analgesic pada responden,
intervensi kompres hangat mandiri yang diharapkan penurunan nyeri terjadi
khususnya pada pasien post fraktur lebih cepat. Penelitian yang dilakukan
ekstremitas tertutup. oleh Yovita Handayani (2018) berbeda
Artikel keempat: dengan artikel lain karena menunjukkan
Pada penelitian yang dilakukan keefektifan kompres hangat
Yuliana (2013) dijelaskan bahwa dibandingkan dengan kompres dingin
kompres hangat pada pasien post SC sehingga menggunakan dua kelompok
dilakukan disekitar area insisi sectio intervensi, satu kelompok diberi
caesarean selama 5 sampai dengan 10 kompres hangat dan satu kelompok
menit dengan menggunakan buli-buli diberi intervensi kompres dingin.
yang berisi air hangat, sebanyak 1 kali Dari empat artikel yang direview
sehari selama 3 hari. Dalam artikel ini didapatkan hasil bahwa pemberian
menggunakan teori Perry & Potter kompres hangat berpengaruh terhadap
(2010) bahwa kompres hangat bertujuan penurunan nyeri pada pasien post
untuk melebarkan pembuluh darah operasi terutama pada pasien dengan
sehingga meningkatkan sirkulasi darah pembedahan area abdomen seperti
ke bagian yang nyeri, menurunkan appendictomy dan sectio caesarea,
ketegangan otot sehingga mengurangi selain itu dapat dilakukan kompres
nyeri akibat spasme atau kekakuan otot. untuk mengurangi nyeri pada pasien
Hasil uji Paired Sample t-test post fraktur tertutup di area sekitar
pada masing-masing kelompok jahitan. Dalam melakukan tindakan
intervensi dan kontrol diperoleh p-value kompres hangat sebaiknya dikaji secara
sebesar 0,000 < 0,05, artinya ada benar tentang luka jahitan, apakah
perbedaan skala nyeri pasca operasi memungkinkan dilakukan kompres atau
section caesarean antara hari pertama tidak. Selain itu perlu diperhatikan suhu
dan hari ketiga. air dan lama waktu yang digunakan
dalam tindakan, jangan sampai
HASIL pemberian tindakan kompres dengan air
Penelitian yang direview yang terlalu panas dan waktu yang lama
memiliki latar belakang yang sama justru akan menimbulkan
yaitu cara mengatasi nyeri ketidaknyamanan pada pasien. Setelah
menggunakan tindakan non farmakologi dilakukan review rata-rata suhu yang
kompres hangat. Secara garis besar o o
digunakan antara 43 C-50 C sedangkan
waktu yang digunakan selama bahwa tindakan nonfarmakologi untuk
melakukan tindakan kompres antara 10- mengatasi nyeri berupa kompres hangat
30 menit. Menurut Ria Andreine (2016) dapat diaplikasikan perawat dalam
efektivitas kompres hangat terhadap mengatasi masalah keperawatan nyeri
penurunan nyeri post persalinan akut yang muncul pada pasien post
ditunjang oleh beberapa faktor, operasi. Terapi kompres hangat pada
diantaranya adalah media yang pasien post operasi hendaknya
digunakan, yaitu dengan menggunakan dilakukan oleh perawat yang harus
handuk sebagai media pengompresan; mempunyai pengetahuan dan
suhu air, dimana suhu yang paling keterampilan dalam melakukan teknik-
efektif untuk menurunkan nyeri dan teknik tindakan terapis dan harus sesuai
aman adalah pada suhu kehangatan dengan standar operasional prosedur
o O
38 C- 40 C waktu pengompresan yang sebagai alternatif terapi.
efektif adalah 20 menit. Penurunan
nyeri setiap individu yang diberi
tindakan kompres hangat berbeda-beda,
KESIMPULAN
hal ini juga disebabkan oleh faktor lain,
diantaranya faktor usia dan faktor 1. Pemberian kompres hangat
lingkungan selain itu disebabkan karena
berpengaruh terhadap penurunan
perbedaan persepsi seseorang terhadap
nyeri yang dirasakannya. nyeri pada pasien post operasi
Setelah dilakukan kompres terutama pada pasien post
hangat pada pasien post operasi, apendiktomy, post ftraktur tertutup
diharapkan terjadi penurunan nyeri pada dan post SC.
pasien. Panas air didalam buli-buli 2. Kompres hangat dapat mengurangi
secara konduksi mampu berpindah ke nyeri akibat spasme otot dan
area tubuh yang diberi kompres, memberikan rasa hangat pada area
sehingga ketegangan otot dan adanya sekitar nyeri sehingga akan
kekakuan otot akibat luka insisi akan menimbulkan rasa nyaman bagi
berkurang, selain itu akan pasien yang menjalani post
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh pembedahan.
3. Dari hasil penelitian, kompres hangat
darah sehingga memperlancar aliran
dapat diberikan pada daerah sekitar
darah dan menimbulkan rasa nyaman pasien post operasi dengan suhu
pada pasien Hal ini sejalan dengan teori o o
antara 43 C-50 C dengan waktu
oleh Perry & Potter (2006) dalam antara 10-30 menit, pada pasien yang
Yovita (2018) bahwa efek pemberian mendapatkan terapi analgesic
terapi hangat terhadap tubuh antara lain pemberian kompres hangat lebih
meningkatkan aliran darah ke bagian efektif diberikan pada pasien 4 jam
tubuh yang mengalami cedera; untuk setelah mengkonsumsi analgesic.
meningkatkan pengiriman leukosit dan
antibiotik ke daerah luka; untuk SARAN
meningkatkan relaksasi otot dan Literature review selanjutnya tentang
mengurangi nyeri akibat spasme atau penerapan kompres hangat terhadap
kekakuan; meningkatkan aliran darah; nyeri akut diharapkan dapat dilakukan
dan juga meningkatkan pergerakan zat untuk digunakan sebagai bukti ilmiah
sisa dan nutrisi. Berdasarkan review dalam tindakan keperawatan yang
artikel terdapat implikasi keperawatan dilakukan.
yang telah dibandingkan, didapatkan
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Ria. 2016. Analisis Efektivitas https://publikasi.unitri.ac.id/index.
Kompres Hangat Terhadap php/fikes/article/view/877 html
Penurunan Nyeri Persalinan [05/06/20]
melalui Krowa, Yuliana Reginaldis Rosali.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.p 2013. Kompres Hangat Untuk
hp/psn12012010/article/view/211 Pasca Operasi Sectio Caesarean.
2/2139 [26/06/20] Media Ilmu Kesehatan Vol. 2,
Dwiningrum, Erna dkk. 2020.Efektifitas No.1, April 2013 melalui
Kompres Hangat Terhadap https://www.researchgate.net/prof
Perubahan Tingkat Nyeri Pada ile/Wenny_Savitri/ html
Pasien Post Operasi TURP Di [05/06/20]
Ruang Rawat Inap RSI Siti Aisyah PEMPROVJATENG. Jumlah Tindakan
Madiun Health Sciences Journal Operasi di Instalasi Bedah
Vol 4(No 1)(2020):32-43melalui Sentral (IBS) Bulan Agustus 2018
http://studentjournal.umpo.ac.id/i http://data.jatengprov.go.id/datase
ndex.php/HSJ/article/view/32 t/jumlah-tindakan-operasi-di-
[05/06/20] instalasi-bedah-sentral-ibs-bulan-
Hidayat, A. Aziz Alimul & Musrifatul agustus-2018 [05/06/20]
Uliyah. 2014. Pengantar Sartika, Erna Dwi. 2019. Perbandingan
Kebutuhan Dasar Manusia Edisi Pengaruh Kompres Hangat Dan
2. Jakarta: Salemba Medika Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Ikbal, Revi Neini. 2017. Pengaruh Penurunan Intensitas Nyeri Pada
Pemberian Kompres Hangat Pasien Post Operasi Laparatomi
Terhadap Nyeri Pada Pasien Di Ruang Mawar RSUD. Dr. H.
Fraktur Post Operasi Di RST Dr. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Reksodiwiryo Padang Jurnal Ilmu 2019 Melalui
Kesehatan (JIK) April 2018 http://repository.poltekkes-
Volume 2 Nomor 1 P-ISSN : tjk.ac.id/520/ [05/06/20]
2597-8594 Sigalingging, Ganda. 2012. Kebutuhan
http://jik.stikesalifah.ac.id/index.p Dasar Manusia : Buku Panduan
hp/jurnalkes/article/download/75/ Laboratorium. Editor Wuri
pdf html [05/06/20] Praptiani. Jakarta : EGC
Ina Talu, Yovita Handayani, dkk. 2018. Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu
Perbedaan Efektifitas Kompres Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC Surya
Dingin dan Kompres Hangat Dila, Kadek Agus. 2012. Telaah
Terhadap Penurunan Intensitas Kritis Artikel Review Sistematik
Nyeri Pada Pasien Post Operasi Dan Meta Analisis melalui
Appendicitis di RSUD http://pfigshare-u-
Waikabubak Sumba Barat –NTT. files.s3.amazonaws.com/101123/
Nursing News Volume 3, Nomor [05/07/20]
1, 2018 melalui WHO. 2013. Postoperativecare