TINJAUAN TEORITIS
1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang
± 28 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S"
ujung bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar.
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak
tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)
3. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan
pada usus, diantaranya :
a. Intususepsi
b. Tumor dan neoplasma
c. Stenosis
d. Striktur
e. Perlekatan (adhesi)
f. Hernia
g. Abses
2) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. (Brunner and Suddarth, 2002)
Berlangsung cepat
NYERI
Pelepasan bakteri dan
Gerakan isi lambung
Toksin dari usus yang inpark
Ke mulut Merangsang syaraf otonom
Aktifasi norepineprin
Bakteri
melespaskan
Mual/muntah Syaraf simpatis terangsang mengaktifkan
endotoksin dan merangsang
RAS mengaktifkan kerja organ tubuh
tubuh melepaskan zat
Pyrogen oleh leukosit
REM menurun
Intake kurang
Klien terjaga Impuls
disampaikan ke hipotalamus
ba
gian termogulator melalui
duct
us toracicus
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN
GANGGUAN POLA TIDUR
HIPERTERMI
Kontraksi otot-
otot abdomen ke diafragma
7. Komplikasi
20
1) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra
abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001)
8. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi
dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena
seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda -
tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi : Jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah
yang dilakukan pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang
“melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal,
Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma
colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007)
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku dan gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya
terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen tegang dan kaku.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10.
T: Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan
klien.
c. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
2. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
3. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
4. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok
hipovolemik
5. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak ada,
ketidakmampuan defekasi dan flatus.
6. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
7. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
8. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
9. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi
3. Intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
Tujuan :
• Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan cairan
dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil :
• Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD : 110/70 -120/80
mmHg)
• Intake dan output cairan seimbang
• Turgor kulit elastic
• Mukosa lembab
• Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl:
94-111 mmol/L).
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital 2. Perubahan yang drastis pada tanda-
tanda vital merupakan indikasi
kekurangan cairan.
3. Observasi tingkat kesadaran dan 3. kekurangan cairan dan elektrolit
tanda-tanda syok dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan syok.
4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 4. Menilai fungsi usus
jam
5. Monitor intake dan output secara ketat 5. Menilai keseimbangan cairan
6. Pantau hasil laboratorium serum
elektrolit, hematokrit 6. Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan 7. Meningkatkan pengetahuan pasien
keluarga tentang tindakan yang dan keluarga serta kerjasama antara
dilakukan: pemasangan NGT dan perawat-pasien-keluarga.
puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk 8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
• Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi
teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual yang 1. Mempengaruhi pilihan intervensi.
mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna makanan, mis : status puasa,
mual, ileus paralitik setelah selang
dilepas.
2. Auskultasi bising usus; palpasi 2. Menentukan kembalinya peristaltik
abdomen; catat pasase flatus. ( biasanya dalam 2-4 hari ).
3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan 3. Meningkatkan kerjasama pasien
diet dari pasien. Anjurkan pilihan dengan aturan diet. Protein/vitamin
makanan tinggi protein dan vitamin C. C adalah kontributor utuma untuk
pemeliharaan jaringan dan
perbaikan. Malnutrisi adalah fator
dalam menurunkan pertahanan
terhadap infeksi.
4. Observasi terhadap terjadinya diare; 4. Sindrom malabsorbsi dapat terjadi
makanan bau busuk dan berminyak. setelah pembedahan usus halus,
memerlukan evaluasi lanjut dan
perubahan diet, mis: diet rendah
serat.
5. Kolaborasi dalam pemberian obat- 5. Mencegah muntah. Menetralkan
obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: atau menurunkan pembentukan
proklorperazin (Compazine). Antasida asam untuk mencegah erosi
dan inhibitor histamin, mis: simetidin mukosa dan kemungkinan ulserasi.
(tagamet).
Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan 1. Mengetahui ada atau tidaknya
konsistensi feces kelainan yang terjadi pada
eliminasi fekal.
2. Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.
3. Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan
perbaikan fungsi usus.
4. Kaji adanya distensi abdomen 4. Gangguan motilitas usus dapat
menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga terjadi
distensi abdomen.
5. Berikan penjelasan kepada pasien dan 5. Meningkatkan pengetahuan pasien
keluarga penyebab terjadinya gangguan dan keluarga serta untuk
dalam BAB meningkatkan kerjasana antara
perawat-pasien dan keluarga.
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi 6. Membantu dalam pemenuhan
pencahar (Laxatif) kebutuhan eliminasi
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif 1. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
akibat adanya distensi abdomen
dapat menyebabkan peningkatan
hasil TTV.
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan 2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
skala nyeri yang dirasakan pesien dirasakan pasien dan menentukan
sehubungan dengan adanya distensi tindakan selanjutnya guna
abdomen mengatasi nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi 3. Posisi yang nyaman dapat
semi fowler mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi 4. Relaksasi dapat mengurangi rasa
tarik nafas dalam saat merasa nyeri nyeri
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan 5. Mengurangi nyeri yang dirasakan
tehnik pengalihan saat merasa nyeri pasien.
hebat.
6. Kolaborasi dengan medic untuk terapi 6. Analgetik dapat mengurangi rasa
analgetik nyeri
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan :
• Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
• Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi adanya peningkatan 1. Rasa cemas yang dirasakan pasien
kecemasan: wajah tegang, gelisah dapat terlihat dalam ekspresi wajah
dan tingkah laku.
2. Kaji adanya rasa cemas yang dirasakan 2. Mengetahui tingkat kecemasan
pasien pasien.
3. Berikan penjelasan kepada pasien dan 3. Dengan mengetahui tindakan yang
keluarga tentang tindakan yang akan akan dilakukan akan mengurangi
dilakukan sehubungan dengan keadaan tingkat kecemasan pasien dan
penyakit pasien meningkatkan kerjasama
4. Berikan kesempatan pada pasien untuk 4. Dengan mengungkapkan
mengungkapkan rasa takut atau kecemasan akan mengurangi rasa
kecemasan yang dirasakan takut/cemas pasien
5. Pertahankan lingkungan yang tenang 5. Lingkungan yang tenang dan
dan tanpa stres. nyaman dapat mengurangi stress
pasien berhadapan dengan
penyakitnya
6. Dorong dukungan keluarga dan orang 6. Support system dapat mengurani
terdekat untuk memberikan support rasa cemas dan menguatkan pasien
kepada pasien dalam memerima keadaan sakitnya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Waktu : 28/12/2012
Tempat : Ruang Nusa Indah
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Y
Umur : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Alamat : Desa Silihwangi Kab. Majalengka
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 26/12/2012
Cara Masuk Rumah Sakit : Masuk melalui UGD
Diagnosa Medis : Illeus Obstruktif Partial
Alasan dirawat : Perut nyeri, kembung, muntah , tidak
bisa buang air besar dan flatus
Keluhan Utama : Nyeri perut
Upaya yang telah dilakukan : Langsung di bawa ke UGD Rumah
Sakit Umum Daerah Majalengka
Terapi/Operasi yang pernah dilakukan : IVFD RL 15 tetes/menit
Cefatoxim 2 x 1 gr, per IV
Ranitidin 2 x 1 ampul, per IV
Metronidazol 3 x 500 mg, per IV
Ketorolac 2 x 1 ampul, per IV
Dulcolak supp 0-0-1, per rectal
Keterangan :
: Laki-laki : Perempuan
: Klien : Meninggal
4. Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada peningkatan vena jugularis, Capillary Refill Time (CRT)
kembali kurang dari 2 detik, bunyi perkusi dullness pada daerah ICS 2
lineasternal dekstra dan sinistra, terdengar jelas bunyi jantung S1 pada ICS
4 lineasternal sinistra dan bunyi jantung S2 pada ICS 6 midklavikula
sinistra tanpa ada bunyi tambahan, irama jantung reguler.
5. Sistem Urinaria
Tidak ada keluhan nyeri atau sulit BAK, tidak terdapat distensi pada
kandung kemih, tidak ada nyeri tekan pada daerah supra pubis, terpasang
cateter.
6. Sistem Endokrin
Pada saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran kelenjar thyroid,
tremor (-), tidak ada kretinisme, tidak ada gigantisme.
7. Sistem Muskuloskeletal
a) Ekstremitas Atas
Kedua tangan dapat digerakkan, reflek bisep dan trisep positif
pada kedua tangan. ROM (range of motion) pada kedua tangan
maksimal, tidak ada atrofi otot kedua tangan, terpasang infuse pada
tangan kiri.
b) Ekstremitas Bawah
Kedua kaki dapat digerakkan, tidak ada lesi, reflek patella positif,
reflek babinski negative, tidak ada varises, tidak ada edema.
Kekuatan otot :
5 5
5 5
Keterangan :
Skala 0 : Paralisis berat
Skala 1 : Tidak ada gerakkan, teraba / terlihat adanya kontraksi
otot sedikit
Skala 2 : Gerakan otot penuh menentang gravitasi
Skala 3 : Rentang gerak lengkap / normal menentang gravitasi
Skala 4 : (jari pergelangan tangan dan kaki, siku dan lutut, bahu
dan panggul) gerakan otot penuh sedikit tekanan
Skala 5 : (jari, pergelangan tangan dan kaki, siku dan lutut, bahu
dan panggul) gerakan otot penuh menentang gravitasi
dengan penahanan penuh
8. Sistem Reproduksi
Pertumbuhan payudara (+), tidak ada lesi, tidak ada benjolan pada
payudara. Klien mengalami haid pertama pada usia 12 tahun (kelas 6
SD), siklus haid 28 hari, kadang-kadang nyeri haid (dismenorhoe).
9. Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, keadaan kulit kepala bersih, rambut ikal
tumbuh merata, turgor kulit baik, tidak ada lesi, kuku pendek dan bersih.
10. Sistem Persyarafan
Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu baik.
a) Nervus I (Olfaktorius)
Fungsi penciuman hidung baik, terbukti klien dapat
membedakan bau kopi dan kayu putih.
b) Nerfus II (Optikus)
Fungsi penglihatan baik, klien dapat membaca koran pada jarak
sekitar 30 cm.
c) Nerfus III (Oculomotorius)
Reflek pupil mengecil sama besar pada saat terkena cahaya,
klien dapat menggerakkan bola matanya ke atas.
d) Nerfus IV (Tochlearis)
Klien dapat menggerakkan bola matanya kesegala arah.
e) Nerfus V (Trigeminus)
Klien dapat merasakan sensasi nyeri dan sentuhan, gerakan
mengunyah baik.
f) Nerfus VI (Abdusen)
Klien dapat menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri.
g) Nerfus VII (Facialis)
Klien dapat menutup kedua mata, menggerakkan alis dan dahi,
klien dapat tersenyum, ada rangsangan nyeri saat dicubit.
h) Nerfus VIII (Aksutikus)
Fungsi pendengaran baik, klien dapat menjawab pertanyaan
perawat tanpa diulang.
i) Nerfus IX (Glosofaringeal)
Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa manis,
asin dan pahit.
j) Nerfus X (Vagus)
Reflek menelan baik.
k) Nerfus XI (Asesorius)
Leher dapat digerakkan kesegala arah, klien dapat
menggerakkan bahunya.
l) Nerfus XII (Hipoglosus)
Klien dapat menggerakkan dan menjulurkan lidahnya.
b. Pola Aktifitas Sehari-hari
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Klien berpandangan bahwa sehat itu sangat berharga karena saat
sakit ia tidak dapat melakukan aktivitas dengan bebas. Klien berusaha
untuk selalu berperilaku hidup sehat seperti cuci tangan sebelum makan
dan gosok gigi sebelum tidur dan sesudah makan, mengkonsumsi
makanan bergizi serta tidak menyalahgunakan obat-obatan.
• Intra vena
Jenis - Asering
b. Out put
± 1200 cc/hari ± 900 cc/hari
• Urine
± 800 cc/hari -
• Keringat, dll
- ± 400cc/hari
• Cairan NGT
3. Pola Eliminasi
Sudah 3 hari di RS Klien tidak bisa BAB dan flatus, BAK melalui
catheter, warna urin kekuningan, jumlah ± 900 cc/24 jam. Di rumah sakit
klien menggunakan obat untuk merangsang BAB/pencahar (dulcolax
supp, per rectal).
4. Pola Aktifitas dan Latihan
Di RS sehari-hari hanya berbaring di tempat tidur, klien
mengatakan badanya terasa lemas, klien tampak lemah. Di rumah klien
sekolah dari jam 6.00 sampai dengan jam 14.00 dan langsung pulang ke
rumah. Penggunaan alat bantu (-), kesulitan gerak (-).
Di rumah klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 04.30 dan
jarang tidur siang. Di RS klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 05.00.
Gangguan tidur (-).
Di rumah klien berolah raga setiap hari minggu dengan lari pagi
bersama teman-temannya. Apabila mempunyai waktu luang, klien sering
bepergian dengan teman-temannya. Klien merasa lebih santai ketika
menggunakan waktu luangnya.
5. Pola Kognitif dan Perseptual
Klien dapat melihat dengan baik, klien mampu melihat dengan jelas
tulisan dari jarak kurang lebih 30 cm. Indra perasa klien juga berfungsi
baik, klien dapat mengecap rasa manis, asam, asin, dan pahit.
Klien mengetahui penyakitnya dengan bertanya kepada dokter dan
perawat, klien dapat mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya adalah
akibat adanya sumbatan pada ususnya, klien berharap proses
penyembuhan penyakitnya jangan sampai melalui tindakan pembedahan.
6. Persepsi dan Konsep Diri
Klien merasakan sakitnya sebagai sebuah stressor dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang harus dijalani. Secara lengkap
konsep diri klien dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Body image / gambaran diri
Klien mengatakan menerima dengan keadaan tubuhnya
meskipun belum bisa buang air besar.
b) Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang ke rumah,
berkumpul dengan keluarganya dan kembali sekolah.
c) Harga diri
Sejak klien dirawat di Rumah Sakit, semua kebutuhan klien
banyak dibantu oleh keluarganya serta perawat sehingga klien
merasa sangat diperhatikan.
d) Identitas diri
Klien mampu menyebutkan nama, umur, alamat dan lain-lain
pada saat dilakukan pengkajian.
e) Peran diri
Klien adalah seorang siswa SMP dan merasa dengan kondisi
sakitnya klien tidak dapat menjalankan perannya
7. Pola Hubungan dan Peran
Klien adalah anak pertama dari dua bersaudara. Orang tuanya telah
berpisah, klien tinggal bersama ibunya. Klien merasa lebih dekat dengan
neneknya. Selama dirawat klien merasa bosan karena tidak dapat bertemu
dengan teman-temannya.
Klien lebih sering ditemani neneknya dan menurut neneknya klien
tampak senang sekali ketika teman-teman sekolahnya datang menjenguk. Klien
juga kooperatif terhadap dokter dan perawat.
8. Pola Reproduksi Seksual
Klien merasa sebagai seorang perempuan dan telah mengalami haid
pertama pada usia 12 tahun dengan siklus haid 28 hari, klien merasa
tertarik pada lawan jenis dan sudah mempunyai teman dekat seorang
lelaki teman sekolahnya.
9. Pola Penanggulangan Stress
Klien selalu menganggap masalah sebagai suatu cobaan hidup yang
harus dijalaninya, klien berpandangan bahwa setiap masalah pasti ada
jalan keluarnya. Walaupun kadang menangis ketika menghadapi beban stress
yang berat. Klien juga sering meminta bantuan dari teman dekatnya atau orang
tuanya terutama neneknya.
4. DIAGNOSTIC TEST
A. Laboratorium
JENIS
Tanggal HASIL NILAI NORMAL ANALISA
PEMERIKSAAN
27/12/2012 HB 12,4 12-18 Normal
Leukosit 7800 4000-10.000 Normal
LED 40 0-20 Tinggi
SGOT 20 s/d 29 Normal
SGPT 18 s/d 29 Normal
Natrium 137 135-145 Normal
Kalium 4,2 3,5-5,5 Normal
B. Radiologi :
Kesan : Terdapat distribusi gas pada lambung, usus halus, colon sigmoid dan
rectum.
C. TERAPI :
− Peristaltik usus 3
kali/menit Sampai ke dorsal horn
prostaglandin
Melalui traktus
spinotalamikus antero
lateralis
Thalamus
Cortex cerebri
Nyeri abdomen
dipersepsikan
DATA ETIOLOGI MASALAH
• Data subjektif Obstruksi usus Gangguan pola eliminasi
kali/menit Konstipasi
Resiko hipovolemik
DATA ETIOLOGI MASALAH
• Data subjektif Obstruksi usus Resiko perubahan nutrisi
28/12/2012 15.00 WIB DX 2 1. Mengkaji dan mencatat frekuensi, warna dan 1. Klien belum BAB Iis Indra Y
konsistensi feces
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus 2. Bising usus 3 x/menit
3. Mengkaji adanya flatus
4. Mengkaji adanya distensi abdomen 3. Klien belum flatus
5. Memberikan penjelasan kepada pasien dan 4. Distensi abdomen berkurang
keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam 5. Klien dan keluarga dapat memahami
BAB penyebab terjadinya gangguan BAB,
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar keluarga dan klien kooperatip.
(Laxatif) 6. Memberikan dulcolax supp 1 tablet
per rektal.
NO. DX
TGL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN RESPON PARAF
KEPERAWATAN
28/12/2012 16.00 WIB DX 3 1. Mengkaji kebutuhan cairan pasien 1. Klien dipuasakan, muntah 2 kali, Deasy A
terpasang NGT cairan warna hijau,
jumlah 400 cc
2. Mengobservasi tanda-tanda vital 2. TD : 100/70 mmHg, Suhu 36,7 oC, Nadi
84 x/menit, Respirasi 24 x/menit
3. Mengobservasi tingkat kesadaran dan tanda- 3. Kesadaran komposmentis, GCS 15,
tanda syok Turgor kulit baik.
4. Mengobservasi bising usus pasien tiap 1-2 jam 4. Peristaltik 3 kali/menit
5. Memonitor intake dan output secara ketat 5. Terasang infus asering 30 tetes/menit,
output urine 300 cc pada urine bag
6. memantau hasil laboratorium serum elektrolit, 6. Hasil laboratorium : Na 137, K 4,2
hematokrit
7. Memberikan penjelasan kepada pasien dan 7. Klien dan keluarga mengerti tentang
keluarga tentang tindakan yang dilakukan: tindakan yang dilakukan, klien dan
pemasangan NGT dan puasa. keluarga kooperatif.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian 8. Terpasang infus asering 30 tetes/menit
terapi intravena.
28/12/2012 16.30 WIB DX 4 1. Melakukan pengkajian nutrisi dengan seksama 1. Klien puasa, berat badan 43 kg Dewi N
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus. 2. Bising usus 3 kali/menit
E. CATATAN PERKEMBANGAN
NO. DX
TGL JAM CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KEPERAWATAN
28/12/2012 14.00 DX 1 Subyektif : Eni R
• Klien masih mengeluh nyeri perut melilit dari supra umbilikus menyebar keatas.
Obyektif :
• Klien tampak meringis, Skala nyeri 7 (1-10), TD 100/70 mmHg, Nadi 84 x/menit, R : 24 x/menit
Suhu 36,7 oC
Analisa :
• Masalah belum teratasi
Planning :
1. Observasi TTV tiap shif
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dengan
adanya distensi abdomen
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa nyeri
5. Kolaborasi dengan medic untuk terapi analgetik
Implementasi :
1. Mengobservasi TTV tiap shif
2. Mengkaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dengan
adanya distensi abdomen
3. Memberikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
Respon : Klien merasa lebih nyaman dalam posisi tidur semifowler
4. Mengajarkan dan menganjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa nyeri
5. Kolaborasi dengan medik untuk terapi analgetik
Respon : Memberikan injeksi ketorolac 1 ampul iv
Evaluasi :
• Klien masih mengeluh nyeri
• Lanjutkan intervensi
15.00 DX 2 Subyektif : Jaja S
• Klien mengatakan belum BAB, flatus (-)
Obyektif :
• Distensi abdomen berkurang, peristaltik 3 x/menit
Analisa :
• Masalah belum teratasi
Planning :
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
2. Auskultasi bising usus
3. Kaji adanya flatus
4. Kaji adanya distensi abdomen
5. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam BAB
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Implementasi :
1. Mengkaji dan mencatat frekuensi, warna dan konsistensi feces
Respon : Belum BAB
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus
Respon : Bising usus 3x/menit
3. Mengkaji adanya flatus
Respon : Flatus (-)
4. Mengkaji adanya distensi abdomen
Respon : Distensi abdomen berkurang
5. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam BAB
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Respon : Memberikan dulkolac supp 1 tablet supp, per rectal
Evaluasi :
• Klien belum BAB
• Lanjutkan intervensi !
16.00 DX 3 Sri H
Subyektif :
• Klien mengatakan badan masih lemes, tidak muntah
Obyektif :
• Turgor baik, TD 100/70 mmHg, N 88 x/menit, R 24 x/menit, Suhu 36,7 oC, cairan NGT ± 400 cc
Analisa :
• Masalah belum teratasi
Planning :
1. Kaji kebutuhan cairan pasien
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
5. Monitor intake dan output secara ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan: pemasangan NGT
dan puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena
Implementasi :
1. Mengkaji kebutuhan cairan pasien
2. Mengobservasi tanda-tanda vital
3. Mengobservasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Mengobservasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
Respon : Peristaltik usus 3 x/menit
5. Memonitor intake dan output secara ketat
6. Memantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
7. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan:
pemasangan NGT dan puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena
Respon : Terpasang infus asering drif alinamin F 1 ampul 30 tetes/menit
Evaluasi :
• Klien tampak lemes, klien puasa
• Lanjutkan intervensi
16.30 DX 4 Engkus K
Subyektif :
• Klien mengatakan badan lemes, puasa.
Obyektif :
• Klien tampak lemah, bising usus 3 x/menit, distensi abdomen (+), BB 43 kg
Analisa
• Masalah belum teratasi
Planing
1. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Auskultasi bising usus.
3. Mulai dengan nutrisi cairan perlahan, bila masukan oral dimulai
4. Berikan makanan enteral atau parenteral jika diindikasikan.
Implementasi :
1. Melakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus.
Evaluasi
• Klien tampak lemah, klien puasa
• Lanjutkan intervensi
29/12/2012 14.00 DX 1 Subyektif : Andy K
• Klien mengatakan nyeri perut berkurang
Obyektif :
• Skala nyeri 4 (1-10), TD 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, R : 20 x/menit
Analisa :
• Masalah belum teratasi
Planning :
1. Observasi TTV tiap shif
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dengan
adanya distensi abdomen
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa nyeri
5. Kolaborasi dengan medic untuk terapi analgetik
Implementasi :
6. Mengobservasi TTV tiap shif
7. Mengkaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dengan
adanya distensi abdomen
8. Memberikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
Respon : Klien merasa nyaman dalam posisi tidur semifowler
9. Mengajarkan dan menganjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa nyeri
10.Kolaborasi dengan medik untuk terapi analgetik
Respon : Memberikan injeksi ketorolac 1 ampul iv
Evaluasi :
• Klien masih mengeluh nyeri
• Lanjutkan intervensi !
15.00 DX 2
Subyektif : Aan N
• Klien mengatakan belum BAB, flatus (+)
Obyektif :
• Distensi abdomen (-), peristaltik 6 x/menit
Analisa :
• Masalah belum teratasi
Planning :
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
2. Auskultasi bising usus
3. Kaji adanya flatus
4. Kaji adanya distensi abdomen
5. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam BAB
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Implementasi :
1. Mengkaji dan mencatat frekuensi, warna dan konsistensi feces
2. Respon : Belum BAB
3. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus
4. Respon : Bising usus 6x/menit
5. Mengkaji adanya flatus
6. Respon : Flatus (+)
7. Mengkaji adanya distensi abdomen
8. Respon : Distensi abdomen (-)
9. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya gangguan dalam BAB
10.Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
11.Respon : Memberikan dulkolac supp 1 tablet supp, per rectal
Evaluasi :
• Klien belum BAB
• Lanjutkan intervensi !
16.00 DX 3 Sujana
Subyektif :
• Klien mengatakan badan masih lemes, puasa, tidak muntah
Obyektif :
• Terpasang NGT, cairan jernih jumlah 100 cc, turgor baik, TD 120/80 mmHg, N 80 x/menit, R 20
x/menit, Suhu 36,7 oC
Analisa :
• Masalah belum teratasi
Planning :
1. Kaji kebutuhan cairan pasien
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
5. Monitor intake dan output secara ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan: pemasangan NGT
dan puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena
Implementasi :
1. Mengkaji kebutuhan cairan pasien
2. Mengobservasi tanda-tanda vital
3. Mengobservasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Mengobservasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
Respon : Peristaltik usus 6 x/menit
5. Memonitor intake dan output secara ketat
Respon : Klien dicoba minum, Urin jernih jumlah 300 cc
6. Memantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
7. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan:
pemasangan NGT dan puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena
Respon : Terpasang infus asering drif alinamin F 1 ampul 30 tetes/menit
Evaluasi :
• Klien masih tampak lemah, puasa, NGT terpasang
16.30 DX 4 Rini A
• Lanjutkan intervensi.
Subyektif :
• Klien mengatakan badan lemes, sudah dicoba minum
Obyektif :
• Klien masih tampak lemah, bising usus 6 x/menit, distensi abdomen (-), BB 43 kg
Analisa
• Masalah belum teratasi
Planing
1. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Auskultasi bising usus.
3. Mulai dengan nutrisi cairan perlahan, bila masukan oral dimulai
4. Berikan makanan enteral atau parenteral jika diindikasikan.
Implementasi :
1. Melakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi bising usus
3. Memulai dengan nutrisi cairan perlahan peroral
Respon : klien tidak muntah
Evaluasi
• Klien masih tampak lemah
• Lanjutkan intervensi
F. EVALUASI
NO. DX
TGL JAM EVALUASI PARAF
KEPERAWATAN
30/12/2012 14.00 DX 1 Subyektif : Jaja S
• Klien mengatakan nyeri sangat berkurang
Obyektif :
• Klien tampak rileks, Skala nyeri 2 (1-10), TD 110/70 mmHg, Nadi : 80
x/menit, R : 20 x/menit
Analisa :
• Masalah belum teratasi
Planning :
• Lanjutkan intervensi :
1. Observasi TTV tiap shif
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien
sehubungan dengan adanya distensi abdomen
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa
nyeri
5. Kolaborasi dengan medic untuk terapi analgetik
15.00 DX 2 Subyektif : Jajang
• Klien mengatakan sudah BAB jam 6.00 WIB, konsistensi lembek, warna
kekuningan.
Obyektif :
• Distensi abdomen (-), peristaltik usus 9 x/menit
Analisa :
• Masalah teratasi
Planning :
• Intervensi hentikan
NO. DX
TGL JAM EVALUASI PARAF
KEPERAWATAN
30/12/2012 16.00 DX 3 Subyektif : Sri H
• Klien mengatakan badan masih lemes, sudah di coba minum air putih dan susu.
Obyektif :
• Turgor baik, TD 110/70 mmHg, N 80 x/menit, R 20 x/menit, Suhu 36,7 oC, masih
terpasang NGT di klem.
Analisa :
• Masalah belum teratasi
Planning :
• Lanjutkan intervensi :
1. Kaji kebutuhan cairan pasien
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
5. Monitor intake dan output secara ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan:
pemasangan NGT dan puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena
16.30 DX 4
Subyektif :
• Klien mengatakan badan masih lemes Iis Indra Y
Obyektif :
• Klien masih tampak lemah, bising usus 9 x/menit, BB 43 kg
Analisa
• Masalah belum teratasi
Planing
• Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama
2. Auskultasi bising usus.
3. Mulai dengan nutrisi cairan perlahan, bila masukan oral dimulai
4. Berikan makanan enteral atau parenteral jika diindikasikan
BAB IV
PEMBAHASAN
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan masalah keperawatan yang disusun
berdasarkan data-data yang didapatkan selama pengkajian untuk selanjutnya dianalisa
menjadi suatu diagnosa keperawatan.
a. Diagnosa keperawatan pada teori
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
b. Diagnosa keperawatan pada kasus
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen, yang ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada abdomen area supra umbilicus, klien tampak kesakitan, ekspresi
wajah meringis, skala nyeri 7 (1-10), distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
2. Ganguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus,
yang ditandai dengan klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa BAB dan flatus,
distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus, yang ditandai
dengan klien mengeluh badan lemas dan muntah, klien tampak lemah, distensi
abdomen, cairan NGT hijau, jumlah ± 400 cc.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrisi yang ditandai dengan klien mengeluh badan lemes, klien puasa, klien
tampak lemah, bising usus 3x/menit, distensi abdomen.
c. Diagnosa keperawatan yang ditemukan sama pada teori dan kasus
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen, yang ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada abdomen area supra umbilicus, klien tampak kesakitan, ekspresi
wajah meringis, skala nyeri 7 (1-10), distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
2. Ganguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus,
yang ditandai dengan klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa BAB dan flatus,
distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
d. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus tetapi pada teori tidak ada
1. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus, yang ditandai
dengan klien mengeluh badan lemas dan muntah, klien tampak lemah, distensi
abdomen, cairan NGT hijau, jumlah ± 400 cc.
2. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrisi yang ditandai dengan klien mengeluh badan lemes, klien puasa, klien
tampak lemah, bising usus 3x/menit, distensi abdomen.
e. Diagnosa keperawatan pada teori ada tetapi pada kasus tidak ada
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Berdasarkan data dari hasil pengkajian, terdapat beberapa diagnosa keperawatan yang
tidak muncul pada kasus walaupun pada teori ada, hal dapat dijelaskan sebagai berikut :
Data yang ditemukan hasil pengkajian pada kasus ini adalah klien puasa, tidak
terjadi penurunan berat badan.
Berdasarkan data yang ditemukan hasil pengkajian, maka diagnosa perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh pada kasus ini baru merupakan masalah yang mengancam
atau resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Berdasarkan data yang ditemukan hasil pengkajian pada kasus ini, maka diagnosa
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen tidak dapat diangkat
menjadi masalah keperawatan.
Data yang ditemukan hasil pengkajian pada kasus ini adalah klien dan
keluarga kooperatif, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada gangguan
tidur, kebutuhan tidur terpenuhi, klien dapat menerima keadaan dirinya.
Berdasarkan data yang ditemukan hasil pengkajian pada kasus ini, maka diagnosa
kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan tidak dapat diangkat menjadi
masalah keperawatan.
3. Intervensi
Penulis menyusun intervensi sesuai dengan prioritas masalalah keperawatan yang telah
disusun dari aktual kepotensial, yaitu :
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen, yang ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada abdomen area supra umbilicus, klien tampak kesakitan, ekspresi
wajah meringis, skala nyeri 7 (1-10), distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
2. Ganguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus, yang
ditandai dengan klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa BAB dan flatus, distensi
abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus, yang ditandai dengan
klien mengeluh badan lemas dan muntah, klien tampak lemah, distensi abdomen, cairan
NGT hijau, jumlah ± 400 cc.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrisi yang ditandai dengan klien mengeluh badan lemes, klien puasa, klien
tampak lemah, bising usus 3x/menit, distensi abdomen.
4. Implementasi
Penulis tidak mendapat hambatan dalam melakukan implementasi, hal ini disebabkan
klien dan keluarga cukup kooperatif, implementasi yang penulis lakukan sesuai dengan
intervensi yang sudah penulis susun.
5. Evaluasi
Dari hasil intervensi terhadap ke 4 diagnosa keperawatan yang muncul pada
kasus ini, yaitu :
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen, yang ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada abdomen area supra umbilicus, klien tampak kesakitan, ekspresi
wajah meringis, skala nyeri 7 (1-10), distensi abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
2. Ganguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus, yang
ditandai dengan klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa BAB dan flatus, distensi
abdomen, peristaltik usus 3 kali/menit.
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus, yang ditandai dengan
klien mengeluh badan lemas dan muntah, klien tampak lemah, distensi abdomen, cairan
NGT hijau, jumlah ± 400 cc.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrisi yang ditandai dengan klien mengeluh badan lemes, klien puasa, klien
tampak lemah, bising usus 3x/menit, distensi abdomen.
Setelah dilakukan evaluasi hanya masalah ganguan pola eliminasi konstipasi
yang dapat teratasi, dimana klien sudah dapat buang air besar (BAB), peristaltik usus 9
x/menit. Sedangkan ketiga masalah lainya tidak teratasi, hal ini dikarenakan
keterbatasan waktu sehingga planning yang sudah disusun dikonfirmasikan kembali
pada perawat di ruangan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Nn.y dengan gangguan
sistem Pencernaan : Ileus Obstruktif Partial di Ruang Nusa Indah Rumah Sakit Umum
Daerah Majalengka pada tanggal 28 – 30 Desember 2012, penulis mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pada pengkajian tidak menemukan perbedaan yang mencolok antara yang tertulis pada
teori dengan kasus di rumah sakit
2. Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan hasil analisa terhadap data senjang hasil
pengkajian pada pasien. Prioritas diagnosa keperawatan disusun dari masalah aktual
kemasalah potensial. Tidak semua diagnosa keperawatan yang ada pada teori dapat
ditemukan pada kasus di rumah sakit.
3. Intervensi disusun berdasarkan pada prioritas masalalah keperawatan yang telah disusun dan
sesuai dengan intervensi yang ada pada konsep teorinya.
4. Implementasi yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah disusun
5. Pada evaluasi hanya masalah ganguan pola eliminasi konstipasi yang dapat teratasi,
Sedangkan masalah lainya yang belum teratasi, dikonfirmasikan kembali pada perawat
di ruangan.
B. Saran
Bagi RSUD Majalengka diharapkan karya tulis ini dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien dengan ileus obstruksi
khususnya untuk ruang Nusa Indah RSUD Majalengka.
DAFTAR PUSTAKA
4. Black & Hawk. Medical Surgical Nursing Clinical Managemen for Positive
Outcomes. Fifth Edition, Vol 1. St. Louis Missouri: Mosby; 2005.
5. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta: EGC; 2002.
6. Donna Ignatavician. Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri: Elsevier
Sounders; 2006.
7. Lewis Heitkemper Diksen. Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri:
Mosby Elsevier; 2007.
9. Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi
IV. Jakarta: Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.
10. Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosa
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC; 2005.
11. Doengoes, Marylin E & Moorhouse. Rencana Askep : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
B. Tujuan
1. Tujuan instruksional Umum
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan diharapkan Nn Y dapat mengetahui
dan memahami tentang teknik relaksasi untuk mengontrol rasa nyeri.
C. Metode
1. Ceramah dan tanya jawab
Metode ini digunakan untuk penyampaian materi melalui penjelasan kepada Nn. Y
dengan cara tatap muka dan mempertahankan kontak mata.
2. Demonstrasi
Metode ini digunakan untuk mempraktekan bagaimana prosedur teknik relaksasi
dilakukan.
3. Diskusi
Metode ini digunakan untuk saling tukar pendapat, dan dimaksudkan untuk
mengetahui sejauhmana klien Nn. Y mampu menyerap tentang materi yang telah
disampaikan.
D. Media
Leaflet yang berisi tentang pengertian dan tujuan rilaksasi, prosedur relaksasi dan
manfaat relaksasi.
E. Materi Pembelajaran
1. Pengertian nyeri dan relaksasi
2. tujuan relaksasi
3. Manfaat relaksasi
4. Prosedur relaksasi
F. Strategi Pembelajaran
Hari/Tgl/Ja Waktu
Tahap Kegiatan Kegiatan
m
G. Evaluasi
1. Evaluasi Proses
Klien Nn. Y dapat kooperatif, respon mendengarkan dan memperhatikan penyampaian
materi.
2. Evaluasi Akhir
Setelah diberikan pendidikan kesehatan klien Nn. Y dapat menjelaskan dan
mendemonstrasikan kembali teknik relaksasi yang disampaikan.
H. Sumber Materi
1. Alimul, A., A,. A. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia 1. Jakarta: Salemba
Medika.
2. Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa :
Agung waluyo. Jakarta. EGC.
3. Priharjo, R. (2003). Perawatan nyeri. Jakarta. EGC
MATERI PEMBELAJARAN
1. Pengertian
Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan
fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,
fisiologis, dan emosional. (Alimul, 2006)
Teknik relaksasi merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara
perlahan. (Smeltzer & Bare, 2002)
2. Tujuan
Tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk,
mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri
dan menurunkan kecemasan. (Smeltzer & Bare, 2002)
3. Manfaat teknik relaksasi
Teknik relaksasi napas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri melalui
mekanisme yaitu :
a. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh
peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan
meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemic.
b. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan
opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin (Smeltzer & Bare, 2002)
c. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat
d Relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain
sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu.
(Alimul,2006)
2006) memeliharapertukaran
pertukarangas,
gas,mencegah
mencegah
(Alimul, memelihara
atelektasiparu,
paru,meningkatkan
meningkatkanefesiensi
efesiensi
atelektasi
batuk,mengurangi
mengurangistress
stressbaik
baikstress
stressfisik
fisik
Teknikrelaksasi
relaksasimerupakan
merupakansuatu
suatubentuk
bentukasuhan
asuhan batuk,
Teknik
keperawatan,yang
yangdalam
dalamhalhalini
iniperawat
perawat maupunemosional
emosionalyaitu
yaitumenurunkan
menurunkan
keperawatan, maupun
mengajarkankepada
kepadaklien
klienbagaimana
bagaimanacara
cara
mengajarkan
melakukannapas
napasdalam,
dalam,napas
napaslambat
lambat(menahan
(menahan intensitasnyeri
nyeridan
danmenurunkan
menurunkankecemasan.
kecemasan.
melakukan intensitas
inspirasisecara
secaramaksimal)
maksimal)dandan bagaimana
bagaimana
inspirasi
menghembuskannapas
napassecara
secaraperlahan.
perlahan.(Smeltzer
(Smeltzer
menghembuskan (Smeltzer&&Bare,
Bare,2002)
2002)
(Smeltzer
&&Bare,
Bare,2002)
2002)
MANFAATTEKNIK
TEKNIKRELAKSASI
RELAKSASI
MANFAAT PROSEDUR TEHNIK RELAKSASI NAPAS DALAM
PROSEDUR TEHNIK RELAKSASI NAPAS DALAM
Dengan merelaksasikan
merelaksasikan otot-otot
otot-otot skelet
skelet yang
yang Ciptakan lingkungan yang tenang
Dengan Ciptakan lingkungan yang tenang
Usahakan tetap rileks dan tenang
mengalami spasme
spasme yang
yang disebabkan
disebabkan oleholeh Usahakan tetap rileks dan tenang
mengalami
Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
peningkatan prostaglandin
prostaglandin sehingga
sehingga terjadi
terjadi Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
peningkatan melalui hitungan 1,2,3
vasodilatasi pembuluh
pembuluh darah
darah dan
dan akan
akan melalui hitungan 1,2,3
vasodilatasi Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
meningkatkan aliran
aliran darah
darah ke
ke daerah
daerah yang
yang
meningkatkan ekstrimitas atas dan bawah rileks
ekstrimitas atas dan bawah rileks
mengalamispasme
spasmedandaniskemic.
iskemic.
mengalami Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
Teknikrelaksasi
relaksasinapas
napasdalam
dalamdipercayai
dipercayaimampu
mampu Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
Teknik Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
merangsang tubuh
tubuh untuk
untukmelepaskan
melepaskan opioid
opioid secara perlahan-lahan
merangsang secara perlahan-lahan
endogen yaitu
yaitu endorphin
endorphin dan
dan enkefalin
enkefalin Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
endogen Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
(Smeltzer&&Bare,
Bare,2002)
2002) Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
(Smeltzer Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
Mudahdilakukan
dilakukandan
dantidak
tidakmemerlukan
memerlukanalat alat Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
Mudah Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
Relaksasi melibatkan
melibatkan sistem
sistem otot
otot dan
dan respirasi
respirasi Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
Relaksasi
Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
dan tidak
tidak membutuhkan
membutuhkan alat
alat lain
lain sehingga
sehingga Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
dan Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan
mudah dilakukan
dilakukan kapan
kapan saja
saja atau
atau sewaktu-
sewaktu- Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan
mudah cepat.
waktu. cepat.
waktu.
.