Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN.S DENGAN


DIAGNOSA “PARTIAL BOWEL OBSTRUCTION” DI RUANG KERINCI
RSUD DR.SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH :

YUNDA YUSRIANA

(202310461011019)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2024
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DI RUANG KERINCI RSUD


DR.SAIFUL ANWAR

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KELOMPOK 08/NERS 28

NAMA: Yunda Yusriana

NIM: 202310461011019

TGL PRAKTEK : 4-9 Maret 2024

Malang,……………….
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori tentang Penyakit


1) Anatomi sistem pencernaan

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan


a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian :
- Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan
pipi.
- Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang
bersambung dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah
lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah
melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling
banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung, yaitu :
- Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri
osteum kardium biasanya berisi gas.
- Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah notura minor.
- Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter
pilorus.
- Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi
samapi pilorus.
- Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus
anterior.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil
pencernaan makanan.
Usus halus terdiri dari :
1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.
2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam-garam empedu.
f. Usus besar/interdinum mayor
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 8 bagian:
1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai kehati,
panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28
cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah dengan
panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung
bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan
anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar.
2) Fisiologi sistem pencernaan
Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan absorpsi
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan
di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya
bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH
optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih
luas bagi kerja lipase pankreas (Price & Wilson, 1994).
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon
(Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan
peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang
sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung (Price & Wilson, 1994).
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak
dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding
usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air,
elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung dengan
mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang dimengerti (Price & Wilson,
1994).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air
dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi
sampai defekasi berlangsung (Preice & Wilson, 1994). Kolon mengabsorpsi air,
natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan
bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan
mencegah terjadinya dehidrasi. (Schwartz, 2000)
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan
dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh antikolinergik,
meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang
kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik,
tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.
(Schwartz, 2000)
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.
Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)

A. Definisi Obstruksi Bowel


Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal. Obstruksi usus
merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan
makanan dapat secara mekanis atau fungsional. Obstruksi bowel merupakan
obstruksi atau gangguan pada aliran usus besar atau kolon. Dari definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa obstruksi usus besar adalah sumbatan total atau parsial yang
menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan.

B. Epidemiologi
Obstruksi usus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat, dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis
yang tepat. Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus dapat menyebabkan kematian
pada 100% pasien (Manaf. 2010).
Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan intervensi
pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan penyakit yang
mendasari dan prosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi kolon sering terjadi
pada usia lanjut karena tingginya insiden neoplasma dan penyakit lainnya pada
populasi ini. Pada neonatus, obstruksi kolon bisa disebabkan karena adanya kelainan
anatomi seperti anus imperforata yang secara sekunder dapat menyebabkan
mekonium ileus (Sloane, 2003).

C. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis
obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Faktor mekanis yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari
tekanan pada usus, diantaranya :
a. Intususepsi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatikkarena
tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi
ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin terus sampai
keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian
usus yang masuk dengankomplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis
invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dandipastikan dengan
pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium (Indrayani,2013).
b. Tumor dan neoplasma
Tumor usus agak jarang menyebabkan obstruksi Usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi . Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis (penyebaran kanker) di peritoneum atau di mesenterium yang
menekan usus (Indrayani,2013).
c. Stenosis
d. Striktur
Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi
e. Perlekatan (adhesi)
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau
proses inflamasi intraabdominal. Dapat berupa perlengketanmungkin dalam
bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umunya berasal
dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum.Ileus
karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi. Obstruksi yang disebabkan
oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi
abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan
ileus obstruktif di dalam masa anak-anak (Indrayani, 2013).
f. Hernia
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia
terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi (penyempitan)dan
strangulasi usus (sumbatan usus menyebabkan terhentinya aliran darah ke
usus). Pada anak dapatdikelola secara konservatif dengan posisi tidur
Trendelenburg. Namun, jikapercobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil
dalam waktu 8 jam, harus diadakanherniotomi segera (Indrayani, 2013)
g. Abses
2) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
(Brunner and Suddarth, 2002)

D. Klasifikasi
Menurut sifat sumbatannya
Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :
a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam lumen
usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus dan
neoplasma
b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi
pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus
(Pasaribu, 2012).
Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Pasaribu, 2012).
Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:
a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi (postoperative),
hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses
intraabdominal.
b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan
kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma,
traumatik, dan intususepsi.
c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus,
misalnya benda asing, batu empedu (Pasaribu, 2012).
Menurut stadiumnya
Ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan stadiumnya, antara lain :
a) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga
makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
b) Obstruksi total (total obstruction) : obstruksi terjadi total sehingga makanan
tidak bisa lewat, tidak dapat flatus dan tanpa defekasi.
E. Patofisiologi
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat
adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan
sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus ditarik oleh sirkulasi
darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga
akan memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan
elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal (J.Corwin,
2001).
Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh
darah vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia
dan iskemia pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan
mengarah ke peritonitis, dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada
pasien sebagai akibat dari perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di
dalam lumen. Usus yang terletak di bawah obstruksi mungkin akan mengalami
kolaps dan kosong (Schrock, 1993).
Pada pasien dengan obstruksi letak rendah (obstruksi usus besar), distensi
setinggi pusat abdomen mungkin dapat dijumpai, dan muntah pada umumnya
muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu untuk mengisi semua lumen
usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas dari obstruksi distal.
Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari kekurangan cairan. Dan lemah
serta leukositosis merupakan tanda adanya strangulasi. Pada permulaan, bunyi
usus pada umumnya keras, dan frekuensinya meningkat, sebagai usaha untuk
mengalahkan obstruksi yang terjadi. Jika abdomen menjadi diam, mungkin
menandakan suatu perforasi atau peritonitis dan ini merupakan tanda akhir
suatu obstruksi (J.Corwin, 2001).
F. Manifestasi Klinis
a. Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan
abdomen.
b. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan.
c. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir,
distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri
tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau
berdarah atau mengandung darah samar. (Price &Wilson, 2007)

G. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak
rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-
anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya sebagai
diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c. CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai
adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya
kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT–Scan
harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah.
Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras yang
ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya
herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
2) Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa
mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan
asidosis atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 )

H. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan
cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat
dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain
pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube
(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah
aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi
selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk
dilakukan operasi : Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple
obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi
obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada
umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada
obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada
hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau
pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru
yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan
sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan
tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri
maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid
obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007)
Hernia inkarserata, adhesi, intususepsi, askariasis, volvulus, tumor, batu empedu

OBSTRUKSI USUS
I. Clinical Pathway
Akumulasi gas dan cairan intra lumen disebelah paroksimal dari letak obstruktif

Distensi abdomen Gelombang peristaltic berbalik arah, isi Kerja usus melemah Klien rawat
usus terdorong ke lambung kemudian inap
mulut
Gangguan
Poliferasi Tekanan Reaksi
peristaltic usus
bakteri cepat intralumen ↑ Asam hospitalisasi
lambung ↑
Kimus sulit
pelepasan bakteri Tekanan vena cemas
dicerna usus
dan toksin dari & arteri ↓
Mual muntah
usus yang infark
Kehilangan cairan Sulit BAB ansietas
bakteri melepas Iskemia menuju ruang mual
dinding usus peritonium
endotoksin,
konstipasi
melepaskan Metabolism Pelepasan bakteri Asupan
zat pirogen anaerob & toksin dr usus yg makanan ke
Ketidakseimbangan
nekrotik ke dlm tubuh nutrisi : kurang dari
Merangsang peritonium kebutuhan tubuh
Impuls 
pengeluaran
hipotalamus
mediator kimia
bagian Resiko infeksi
termoregulator
melalui ductus Merangsang reseptor Merangsang susunan Saraf simpatis terangsang
thoracicus utk mengaktivasi RAS REM ↓ Pasien terjaga
nyeri saraf otonom,
mengaktivasi mengaktifkan kerja organ
Suhu tubuh ↑ norepinephrine tubuh
Nyeri Gangguan
akut pola tidur
hipertermi
J. Konsep Dasar Keperawatan
a. Pengkajian/Assesment
1. Identitas Pasien
Identitas meliputi data demografi klien yang terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, alamat, No.RM, pekerjaan, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya, demam,
nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan membesar, susah mengeluarkan BAB.

3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan bowel obstruksi biasanya akan diwali dengan adanya tanda
seperti nyeri pada perut, demam dan konstipasi. Pada riwayat penyakit
sekarang perlu ditanyakan terkait keluhaan awal muncul dan tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan dan menghilangkan keluhan yang
dirasakan
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang dapat menjadi faktor utama terjadinya obstruksi usus seperti
penyakit pencernaan lain atau adanya riwayat operasi pada bagian pencernaan
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, anemia.
4. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Bagaimana persepsi dan pendapat klien terkait dengan penyakit yang
dideritanya, serta penanganan pertama dalam mengatasi masalah
kesehatannya.Riwayat merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-
obatan.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Bagaimana pola pemenuhan nutrisi setiap harinya. Perawat perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien. Pasien dengan bowel obstruksi akan mengalami penurunan nafsu
makan. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit sehingga
keadaan pasien tampak lemah. Pasien bowel obstruksi akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari mual dan muntah serta konstipasi.
c) Pola eliminasi
Perawat perlu menanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah
MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed
rest sehingga akan menimbulkan konstipasi yang akibat dari menurunnya
gerakan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
pasien akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri pada kuadran kanan
atas dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada kuadran kanan atas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur, istitahat dan sering
terbangun jika nyeri, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan seperti
keluarga pasien yang menunggu banyak dan kondisi rumah sakit yang
pasiennya banyak.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga, tidak dapat
menjalani fungsinya untuk menafkahi istri dan anaknya. Disamping itu, peran
pasien di masyarakat pun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya. Adapun dari pola sensori yang teganggu tapi
jarang yaitu ketika demam dan nyeri yang mengakibakan kelemahan.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien akan terganggu untuk sementara waktu karena
pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola managemen stress dan koping
Pasien yang tidak mengtahui penyabab dan proses dari penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu
mengenai penyakitnya.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.
5. Pengkajian Fisik
a) Keadaan umum
Pasien tampak nyeri pada perut, konstipasi, demam
b) Tingkat kesadaran
Komposmentis
c) TTV
RR : reguler
N : bisa terjadi takikardi
S : jika ada infeksi bisa hipertermi
TD : bisa hipotensi
d) Keadaan fisik umum lainnya dapat dikaji dengan IPPA, yang meliputi:
1) Mata: mata normal
2) Hidung: peningkatan frekuensi napas, cuping hidung positif
3) Dada
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, pernapasan dangkal,
pasien gelisah
Palpasi : vokal fremitus teraba
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan
4) Jantung
Inspeksi : terdapat takikardi dan hipotensi
5) Abdomen: inspeksi adanya distensi abdomen. Pasien mengeluh mual
muntah
Auskultasi: peristaltik usus 5-12x/menit flatuensi
Perkusi: adanya pembengkakan di abdomen, nyeri tekan
6) Urogenital: inspeksi bentuk anatomi genital, alat bantu eliminasi yang
terpasang.
7) Ekstremitas: inspeksi kelainan bentuk ekremitas baik bawah maupun
atas, fungsi pergerakan dan perubahan bentuk.
8) Kulit dan Kuku
Kuku bersih atau tidak dengan kulit berkeringat dan gatal
9) Keadaan Lokal
Gasglow Coma Scale (GCS)
Parameter Nilai
membuka secara spontan 4
Terhadap suara 3
Mata
Terhadap nyeri 2
Tidak berespon 1
Orientasi baik 5
respon verbal Bingung 4
Kata-kata tidak jelas 3
Bunyi tidak jelas 2
Tidak berespon 1
Mengikuti perintah 6
Gerakan Lokal 5
Fleksi, Menarik 4
Respon Motorik
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada 1

b. Diagnosa Keperawatan
1. Mual berhubungan dengan gelombang peristaltik berbalik arah menuju
lambung
2. Konstipasi berhubungan dengan penyempitan usus
3. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia dinding usus
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan asupan makanan
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada daerah perut
6. Ansietas berhubungan dengan reaksi hospitalisasi
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada perut
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Indrayani, M Novi. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. Universitas
Udayana : Denpasar (jurnal)
J.Corwin, Elizabeth.,2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih Bahasa Setiawan, dkk.
Jakarta
Nurafif, A.H. dan K. Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC. Edisi 2. Yogyakarta: Mediaction.
Pasaribu,Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap Di
Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010.Universitas Sumatera Utara :
Sumatera Utara (jurnal)
Price and Wilson. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6,
Volume1. Jakarta: EGC
Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk

Anda mungkin juga menyukai