Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA POST OP LAPARATOMI


DI RUANG LAVENDER RSUD SULTAN FATAH DEMAK

Disusun Oleh :
1. ANISA ULFATIN N (2204008)
2. AZHARUN NUR (2204013)
3. DIAN MA’RIFATUL M (2204019)
4. EGA DWI ANGGRAINI (2204024)
5. EKA HARYANTI (2204025)
6. IRMA OKTAVIA A (2204037)
7. KHOFIFAH NUR AINI (2204038)
8. NURUS SOBIKHATUL L (2204055)

PRAKTIK KLINIK ILMU KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
PURWODADI
2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor,
dengan melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen
untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah
(perdarahan, perforasi, kanker, dan obstruksi) (Ditya, Zahari dan
Afriwardi, 2016).
Laparatomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus (Arif
mansjoer, 2017).
Laparatomi merupakan operasi yang dilakukan untukk membuka
bagian abdomen, laparatomi merupakan suatu bentuk pembedahan mayor
dengan, dengan melakukan pengayatan pada lapisan lapisan dinding
abdomen untuk mendapatkan bagian organ yang mengalami masalah
(hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi). Laparatomi dilakukan pada
kasus seperti apendicitis hernia inguinalis, kanker lambung, kanker kolon
dan rectum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis, kolestisitis dan
peritonitis. Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka perut dengan
operasi (Lakaman, 2017).
2. Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1 Anatomi Saluran Pencernaan (Muttaqin, 2013)


Secara anatomis sistem pencernaan manusia terdiri atas bagian sebagai
berikut (H.Syaifudin, 2017).
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian yaitu bagian luar yang sempit atau verstibula yaitu ruang
diantara gigi, gusi, bibir dan pipi. Sedangkan untuk bagian rongga
mulut / bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh
lubang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang
bersambung ke faring (Deden dan Rahayuningsih, 2019).
b. Rongga Mulut
Rongga mulut mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Diyono dan Sri
Mulyani, 2018) :
1) Menganalisis materi makanan sebelum menelan
2) Proses mekanis dari gigi, lidah dan permukaan palatum
3) Lubrikasi oleh sekresi saliva
4) Digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak

Gambar 1.2 Rongga Mulut dan Bagian-bagiannya (Pintar


biologi.com, 2017)
c. Lidah
Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lender, kerja
otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah. Fungsi utama lidah
meliputi : mengaduk makanan, membentuk suara, alat pengecap rasa,
menelan, serta merasakan makanan dan minuman (Deden dan Tutik,
2017).

Gambar 1.3 Lidah dan Bagian-bagiannya Sumber : Muttaqin, 2013


d. Kelenjar Saliva
Kelenjar saliva menyekresikan air liur ke rongga mulut oleh
kelenjar saliva sublingual dan submandibular bawah lidah, serta oleh
kelenjar parotis yang mempunyai fungsi utama sebagai lubrikasi atau
pelumas untuk memperhalus material. Saliva mengandung enzim
amilase (ptyalin) yang menguraikan zat tepung menjadi maltose
(Diyono dan Mulyani, 2013).
e. Gigi
Gigi melakukan fungsi proses mekanik dalam menghancurkan
makanan didalam mulut seperti gigi seri untuk memotong makanan,
gigi taring untuk memutuskan makanan dan gigi 11 geraham untuk
mengunyah makanan (Deden dan Rahayuningsih, 2010).
f. Faring
Faring menjadi jalan untuk material makanan, cairan dan udara.
Faring terdiri atas nasofaring, orofaring dan laringofaring. Bolus
makanan secara normal melewati orofaring dan laringofaring menuju
esophagus (Diyono dan Mulyani, 2013).

Gambar 1.4 Faring dan Bagian-bagiannya (Muttaqin, 2013)


g. Esofagus (Kerongkongan)
Esofagus adalah saluran berotot dengan Panjang sekitar 25 cm dan
diameter sekitar 2 cm yang berjalan menembus diafragma untuk
menyat dengan lambung di taut gastroesofagus. Fungsi utama dari
esofagus adalah membawa bolus makanan dan cairan menuju
lambung (Diyono dan Mulyani : 2013).

Gambar 1.5 Esofagus dan Bagian-bagiannya (Pintar biologi.com,


2015)
h. Ventrikulus (Lambung)
Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat dibawah
diafragma. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, badan, dan
antrum pilorikum atau pylorus. Sfingter pada kedua ujung lambung
mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter
esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan
mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Di saat
sfingter pilorikum berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum
dan ketika berkontraksi, sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran
balik isi usus halus ke dalam lambung (Diyono dan Mulyani, 2013).

Gambar 1.6 Lambung dan Bagian-bagiannya (Muttaqin, 2013)


i. Usus Halus
Fungsi usus halus meliputi transportasi dan percernaan makanan,
serta absorpsi cairan, elektrolit dan unsur makanan. Panjang usus
halus diperkirakan 3,65 – 6,7 meter. Usus halus berjalan dari pylorus
lambung ke sekum dan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
(Diyono dan Mulyani, 2013) :
1) Duodenum Mempunyai Panjang sekitar 25 cm dan berhubungan
dengan lambung.
2) Jejenum Mempunyai panjang sekitar 2,5 meter, dimana proses
digesti kimia dan absorpsi nutrisi terjadi di dalam jejenum.
3) Ileum Mempunyai panjang sekitar 3,5 meter. Di bagian ujung
ileum memiliki katup ileosekal yang mengontrol aliran material
dari ileumke usus besar.

Gambar 1.7 (Sodikin, 2011)


j. Appendiks vermiformis
Appendiksitis vermiformis adalah perluasan sekum yang rata-rata
panjangnya 10 cm. Ujung appendiks dapat terletak diberbagai lokasi,
terutama di belakang sekum. Secara fisiologis appendiks
menghasilkan lender 1 – 2 ml per hari. Secara normal lendir tersebut
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis appendksitis (Diyono dan Mulyani, 2013).
Appendiksitis adalah peradangan dari appendiks periformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang sering terjadi. Appendiksitis
akut adalah keadaan yang disebabkan oleh peradangan yang
mendadak pada suatu appendiks. Appendiksitis Perforasi : pecahnya
appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk
kedalam rongga perut sehinggah terjadi peritonitis umum. Pada
dinding appendik tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.
k. Usus Besar
Kolon, yang panjangnya sekitar 90 – 150 cm, berjalan dari ileum
ke rektum. Bagian pertama kolon adalah sekum, dimana merupakan
bagian yang paling lebar. Kolon berjalan dari sekum keatas menjadi
kolon kanan (Ascendens colon) melintasi abdomen atas sebagai
(Transversum colon) dan turun sebagai kolon kiri (Descendens colon)
ke sigmoid kolon, yaitu bagian kolon yang paling sempit. Dari
sigmoid, anatomi usus besar dilanjutkan ke rektum. Secara fisiologis,
kolon menyerap air, vitamin, natrium dan klorida, serta mengeluarkan
kalium, bikarbonat, mukus dan menyimpan feses serta
mengeluarkannya. Selain itu kolon merupakan tempat pencernaan
karbohidrat dan protein tertentu, maka dapat menghasilkan
lingkungan yang baik bagi bakteri untuk menghasilkan Vitamin K
(Diyono dan Mulyani : 2013).
l. Rektum
Rektum memiliki panjang sekitar 12 cm dan normalnya kosong
kecuali tepat sebelum dan saat defekasi (buang air besar). Di bawah
rektum terdapat saluran anus, yang berukuran sekitar 4 cm. Pada
dinding saluran anus terdapat dua pasang otot membentuk pipa
pendek – sfingter anal internal dan eksternal. Saat defekasi,
gelombang peristaltik dalam kolon mendorong tinja ke dalam rektum,
yang kemudian memicu refleks defekasi. Kontraksi mendorong tinja,
dan sfingter anal berelaksasi untuk memungkinkan tinja keluar dari
tubuh melalui anus (Diyono dan Mulyani : 2013).
3. Etiologi
Menurut jitowiyono indikasi laparatomi adalah trauma abdomen
(tumpul atau tajam) / ruptur hepar, peritonisis, perdarahan saluran
pencernaan (internal Blooding), sumbatan pada usus halus dan besar dan
massa pada abdomen.
Kasus-kasus yang terdapat pada kasus laparatomi , yaitu : hernotorni,
gasterektomi, kalosistoduodenostomi, hepaterektomi, splenorafi/
splenotomi, apendektomi, kolostomi dan fistulaktomi (Maulidatun, 2017).
Menurut syamsuhidayat dalam purwandari (2013) indikasi
dilakukannya laparatomi adalah :
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh
luka tumpul atau yang menusuk. Trauma abdomen dibedakan menjadi
2 yaitu :
1) trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang disebabkan oleh luka tusuk, luka tembak.
2) Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan,
ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
b. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membran serosa
rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan
tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis skunder
disebabkan oleh perforasi apendisitis , perforasi gaster dan penyakit
ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid)
sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.
c. Apendisitis
Mengacu pada radang apendiks Suatu tambahan seperti kantong yang
tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang
paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang
akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi
d. Sumbatan pada usus halus dan usus besar
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangan lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai
usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa pelengketan
(lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat
atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), intusepsi
(salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), volvusus (usus besar
yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang
terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah
dalam usus atau dinding otot abdomen) dan tumor (tumor yang ada
dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan dinding usus) (Purwandari, 2013)
4. Klasifikasi Laparatomi
Terdapat 4 cara pembedahan laparotomi menurut (Oktaviani dkk, 2017):
a. Mid-line incision Metode insisi yang paling sering digunakan,
karena sedikit perdarahan, eksplorasi dapat sedikit lebih luas, cepat
dibuka dan ditutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun
demikian, kerugian jenis insisi ini adalah terjadi hernia cikatrialis,
indikasinyapada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan klien serta di
bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, restosigmoid dan
organ dalam pelvis.
b. Paramedian Yaitu; sedikit ke tepi dari garis tengah (2,5cm), panjang
(12,5cm), terbagi menjadi dua yaitu paramedian kanan dan kiri,
dengan indikasi jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ
pelvis, usus bagian bawah serta splenoktomi.
c. Transverse upper abdomen incision Yaitu; insisi bagian atas
misalnya pembedahan colesistotomy dam splenectomy.
d. Transverse lower abdomen incision Yaitu; insisi melintang dibagian
bawah 4cm diatas anterior spinailiaka, misalnya pada operasi
apendictomy. Latihan-latihan fisik seperti latihan napas dalam, batuk
efektif, menggerakan otot kaki, menggerakan otot bokong, latihan
alih baring dan turun dari tempat tidur. semuanya dilakukan hari ke-
2 post operasi.
5. Patofisiologi
Trauma adalah cedera / rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosiaonal (Dorland 2011.)
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat. Trauma adalaha penyebab
kematian paling utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalagunaan alkohol adalah obat yang telah menjadi faktor komplikasi
pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja. trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta gtrauma yang disengaja atau tidak
disengaja. Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut bisa
terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan /penatalaksanaan dapat bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi. tusukan / tembakan, pukulan, benturan,
ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman dapat mengakibatkan
terjadinya trauma abdomen sehingga harus dilakukan laparatomi. Trauma
tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu kehilangan darahmemar /
jejas pada dinding perut, kerusakan oragan organ nyeri, iritasi cairan usus.
Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya
seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan atau
pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh
atau sebagian fungsi organ dan respon stres dari saraf simpatis akan
menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan,
kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut.
6. Maninfestasi Klinis
7. Komplikasi Laparatomi
Menurut jitowiyono dalam maulidatun (2017) beberapa komplikasi pasca
laparatomi yaitu :
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi timbulnya 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar dari tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari
dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke
paru-paru, hati dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki
post operasi.
b. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi. Infeksi
luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens,
organisme : gram positif. Perawatan luka hendaknya aseptic dan
antiseptik.
c. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka,
kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada
dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemerikasaan rektum : adanya darah menunjukan kelaina pada usus
besar; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung; dan
katerisasi, adanya darah menunjukan adanya lesi pada saluran
kencing. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit, analisis
urine.
b. Radiologik: bila diindikasikan untuk dilakukan laparatomi IVP /
sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan pada trauma saluran
kencing.
c. Parasentesis perut: tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut
yang diragukan adanya kelainan pada rongga perut yang disertai
denga trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan
jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukan melalui dinding perut di
daerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan
menggosokan buli-buli terlebih dahulu.
d. Lavase peritoneal: fungsi dan aspirasi atau bilasan rongga perut
dengan memasukan cairan garam fisiologis melului kanula yang
dimasukan kedalam rongga peritoneum.
e. Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomi adalah :
1) Respiratory: bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan,
bunyi pernapasan.
2) Sirkulasi: tensi, nadi, respirasi, dan suhu waran kulit, refil kapiler.
3) Persyarafan: tingkat kesadaran.
4) Balutan:
apakan ada drainase?
apakah ada tanda-tanda infeksi, bagaimana proses
penyembuhanya?
5) Peralatan: monitor yang terpasang, cairan infus dan transfusi.
6) Rasa nyaman:rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien dan status
ventilasi.
7) Psikologis : kecemasan, suasana hati setelah operasi
9. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Pascaoperasi
Perlu dilakuakn observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdaharahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan klien dalam
posisi-posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan
operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau 27 peritonitis
umum, puasakan diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
2) Pemasangan NGT.
3) Pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur.
4) Transfusi untuk mengatasi anemia dan penanganan syok septik
secara intensif (Deden & Rahayuningsih, 2010).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
nyeri abdomen.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah diambil
sebelum akhirnya klien dibawah ke rumahsakit untuk mendapatkan
penanganan secara medis.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Ada riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus , atau riwayat stroke dari generasi terdahulu.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Peran pasien dalam keluarga, status emosional meningkat, interaksi
sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan
tetangga tida harmonis , status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin
melakukan ibadah sehari-hari.
4. Aktifitas sehari-hari
a. Pola nutrisi
b. Pola eliminasi
c. Pola personal hygiene
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola aktivitas dan latihan
f. Seksualitas / reproduksi
g. Peran
h. Persepsi diri / konsep diri
i. Kognitif diri / konsep diri
j. Kognitif perseptual
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemotoma
atau riwayat operasi.
b. Mata Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam menganggkat bola mata (nervus
III), gangguan dalam memutar bola mata (Nervus IV) dan gangguan
dalam menggerakan bola mata kelateral (nervus VI)
c. Hidung Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada
nervus olfactorius (nervus I).
d. Mulut Adanya gangguan pengecapan atau lidah akibat kerusakan
nervus vagus , adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada
Auskultasi: untuk mengetahui suara napas
Inspeksi:kesimetrisan bentuk, kembang dan kempih dada.
Palpasi: ada tidaknya nyeri tekan dan masa
Perkusi:mendengar bunyi hasil perkusi,.
f. Abdomen
Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran.
Auskultasi: mendengar bising usus
Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi
Palpasi : ada tidanya nyeri tekan pasca operasi.
g. Ekstremitas Pengukuran kekuatan otot
1) Nilai 0 : bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : bila terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan sendi
3) Nilai 2 : bila ada gerakan pada sendi tetatpi tidak bisa melawan
gravitasi
4) Nilai 3 : bila dapat melawan gravitasi tetapi tidak dapat melawan
tekenan pemeriksaan
5) Nilai 4 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tapi kekuatanya
berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh.
C. Patway
D. Nursing Care Plain
1. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukanya tindakan insisi bedah
b. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan atau luka operasi
laparatomi.
c. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari
anggota tubuh
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah anoreksia
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ansietas.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
2. Intervensi Keperawatan
3. Evaluasi Keperawatan
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai