Anda di halaman 1dari 16

0

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


ELIMINASI



Disusun Oleh :

Vidya Liftiyana Damayanti (2120101851/III C)
Vira Yulliani (2120101852/III C)
Widhia Prihetining Tyas (2120101853/III C)



AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2012
1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..i
DAFTAR ISI..ii
BAB I. PENDAHULUAN.iii
BAB II. PEMBAHASAN
Definisi Retensi Urin Dan Trauma Urin...3
Etiologi Retensi Urin Dan Trauma Urin...3
Tanda Dan Gejala Retensi Urin Dan Trauma Urin...4
Asuhan Keperawatan Retensi Urin Dan Trauma Urin..5
BAB III. PENUTUPiv












2

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam kesempatan ini, penulis membahas tentang perawatan pasien dengan
retensio urine dan trauma urine, karena pasien dengan retensio urine dan trauma urine
merupakan hal penting yang harus ditangani dan dibutuhkan keterampilan, ketelitian
serta kecakapan dalam merespon keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien. Trauma
buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan
penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan
komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu retensi urin dan trauma urin ?
2. Apa penyebab retensio urine dan trauma urinaria ?
3. Apa tanda & gejala retensio urine dan trauma urinaria ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada kegawatan retensio urine dan trauma urinaria ?

C. TUJUAN

1. Mengetahui retensi urin dan trauma urin
2. Mengetahui penyebab retensio urine dan trauma urinaria
3. Menjelaskan tanda & gejala retensio urine dan trauma urinaria
4. Mengetahui penanganan kegawatan retensio urine dan trauma urinaria



3

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI

1. Retensi Urine
Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria.
(Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi
secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995).
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth).
2. Trauma urine
Trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat
bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan
segera dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan
sepsis.Secara anatomic buli-buli terletak di dalam rongga pelvis terlindung oleh
tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera.

B. ETIOLOGI

1. Retensi Urine
a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4
setinggi T12 L1. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun
seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla
spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai
dengan rasa sakit yang hebat.
4

b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien
DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
c. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu
kecil, tumor pada leher vesika, atau fimosis.
d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi urethra
(infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
e. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat
antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin
hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat adrenergic (Propanolol), preparat
antihipertensi (hidralasin).
2. Trauma Urine
Ruptur kandung kemih terutama terjadi akibat trauma tumpul pada panggul, tetapi
bisa juga karena trauma tembus seperti luka tembak dan luka tusuk oleh senjata
tajam, dan cedera dari luar, cedera iatrogenik dan patah tulang panggul. Pecahan-
pecahan tulang panggul yang berasal dari fraktur dapat menusuk kandung kemih
tetapi rupture kandung kemih yang khas ialah akibat trauma tumpul pada panggul atas
kandung terisi penuh. Tenaga mendadak atas massa urinaria yang terbendung di
dalam kandung kemih yang menyebabkan rupture. Perforasi iatrogen pada kandung
kemih terdapat pada reseksi transurethral sistoskopi atau manipulasi dengan peralatan
pada kandung kemih.
C. TANDA DAN GEJALA

1. Retensi Urin
a. Diawali dengan urine mengalir lambat.
b. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
c. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
5

d. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
e. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.
2. Trauma Urin
a.Fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat
b. Abdomen bagian tempat jejas/hemato
c. Tidak bisa buang air kecil kadang keluar darah dari uretra.
d. Nyeri suprapubik
e. Ketegangan otot dinding perut bawah
f. Ekstravasasi kontras pada sistogram
g. Trauma tulang panggul
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan spesimen urine.
b. Pengambilan: steril, random, midstream.
c. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton, Nitrit.
d. Sistoskopi, IVP.

E. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Retensi Urine
a. Pengkajian
1.) Identitas klien
2.) Riwayat kesehatan umum, Riwayat kesehatan keluarga, Riwayat kesehatan klien.
3.) Riwayat kesehatan sekarang : Bagaimana frekuensi miksinya, Adakah kelainan
waktu miksi, Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara umum,
Apakah penyakit timbul setelah adanya penyakit lain, Apakah terdapat mual muntah
atau oedema, bagaimana keadaan urinya, Adakah secret atau darah yang keluar,
6

Adakah hambatan seksual, Bagaimana riwayat menstruasi, Bagaimana riwayat
kehamilan, Rasa nyeri .
4.) Data fisik Inpeksi : seluruh tubuh dan daerah genital Palpasi : pada daerah
abdomen Auskultasi : kuadran atas abdomen dilakukan untuk mendeteksi bruit,
Tingkat kesadaran, TB, BB, TTV .
5.) Data psikologis: Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit, Tingkat adaptasi
pasien terhadap penyakit, Persepsi pasien terhadap penyakit.
6.) Data sosial, budaya, spiritual umum : hubungan dengan orang lain, kepercayaan
yang dianut dan keaktifanya dalam kegiatan Pengkajian keperawatan Tanda-tanda
dan gejala retensi urine mudah terlewatkan kecuali bila perawat melakukan
pengkajian secara sadar terhadap tanda dan gejala tersebut. Oleh karena itu
,pengkajian keperawatan harus memperhatikan masalah berikut: *Kapan urinasi
terakhir dilakukan dan berapa banyak urine yang dieliminasikan? *Apakah pasien
mengeluarkan urine sedikit-sedikit dengan sering? *Apakah urine yang keluar itu
menetes? *Apakah pasien mengeluh adanya rasa nyeri atau gangguan rasa nyaman
pada abdomen bagian bawah? *Apakah ada massa bulat yang muncul dari pelvis
*Apakah perkusi didaerah suprapubik menghasilkan suara yang pekak? *Adakah
indicator lain yang menunjukan retensi kandung kemih seperti kegelisahan dan
agitasi?
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder.
2. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan infeksi bladder, gangguan
neurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi.
3. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
tidak mengenal informasi masalah tentang area sensitif.
7

5. Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter urethra.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder.
Tujuan: Pasien menyatakan nyeri hilang dan mampu untuk melakukan istirahat
dengan tenang.
Intervensi :
* Kaji nyeri, lokasi dan intensitas.
* Perhatikan tirah baring bila diindikasikan.
* Pasang kateter untuk kelancaran drainase.
*.Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, contoh eperidin.
Diagnosa 2: Gangguan pola eliminasi urine berhubungan infeksi bladder, gangguan
neurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi.
Tujuan: Setelah intervensi diharapkan berkemih dengan jumlah yang normal dan
tanpa adanya retensi.
Intervensi:
* Kaji pengeluaran urine dan system kateter.
* Perhatikan waktu, jumlah berkemih, dan ukuran aliran..
* Dorong pasien untuk berkemih bila terasa adanya dorongan.
* Dorong pemasukan cairan sesuai toleransi..
8

*Intruksikan pasien untuk latihan perineal, contoh mengencangkan bokong,
menghentikan dan memulai aliran urine.
Diagnosa 3: Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
Tujuan:
* Tampak rileks, menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
* Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takutnya.
Intervensi:
* Berikan informasi tentang prosedur dan apa yang akan terjadi, contoh kateter, iritasi
kandung kemih..
* Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur atau menerima pasien.
* Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah / perasaan.
Diagnosa 4: Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal informasi masalah tentang area sensitif.
Tujuan:
* Pasien menyatakan pemahaman proses penyakit.
* Pasien dapat melakukan perubahan perilaku yang perlu.
* Pasien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
* Dorong pasien untuk menyatakan rasa takut dan atau perasaan perhatian.
* Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan tindakan atau evaluasi medik.
9

* Berikan informasi bahwa kondisi pasien tidak ditularkan secara seksual.
* Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, dan minuman mengandung
alkohol.
Diagnosa 5 : Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter urethra.
Tujuan:
Mencapai waktu penyembuhan dan tidak mengalami tanda infeksi.
Intervensi:
* Pertahankan system kateter steril, berikan perawatan kateter regular dengan sabun
dan air, berikan salep antibiotic di sekitar sisi kateter.
* Awasi tanda tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernafasan
cepat, gelisah.
* Observasi sekitar kateter suprapubik..
2. TRAUMA URINE
1. Pengkajian
1. Data Subjektif
- Klien mengeluh nyeri pada daerah pinggang yang terkena.
- Klien mengatakan kencingnya bercampur darah.
- Klien mengatakan ada luka memar pada daerah pinggang setelah dia terjatuh.
2. Data Objektif
- Nyeri tekan pada daerah trauma
- Teraba masa pada pinggang yang terkena / trauma
- Hematuri
- HT menurun
- HB menurun
- Pada pemeriksaan IVP :
10

Memperlihatkan suatu daerah yang berwarna abu-abu di daerah trauma.
Memperlihatkan ekstravasasi urine.
- Urogram ekskresi :
Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasasi urine pada sisi yang terkena.
- CT Scan :
Memperlihatkan adanya hematom retroperineal dan konfigurasi ginjal.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b/d Kerusakan jaringan ( trauma ) pada
daerah ginjal, ditandai dengan :
- Klien mengeluh nyeri pada daerah pinggang yang terkena.
- Adanya nyeri tekan pada daerah pinggang yang terkena.
- Ekspresi wajah meringis / tegang
Intervensi
a. Kaji skala nyeri, catat lokasi, lama, intensitas dan karakteristiknya.
( rasional : Perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi dapat
menunjukkan adanya komplikasi ).
b. Atur posisi sesuai indikasi, misalnya semi fowler.
( rasional : Memudahkan drainase cairan / luka karena gravitasi dan membantu
meminimalkan nyeri karena gerakan ).
c. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya nafas dalam, tekhnik relaksasi /
visualisasi.
( rasional : Meningkatkan kemampuan koping dengan memfokuskan perhatian
pasien ).
d. Kolaborasi untuk pemberian analgesik.
( rasional : Menurunkan laju metabolisme yang membantu menghilangkan nyeri
dan penyembuhan ).

2. Gangguan eliminasi urine b/d robeknya ginjal ditandai dengan hematuria.
Intervensi
11

a. Kaji pola berkemih seperti frekwensi dan jumlahnya.
( rasional : Mengidentifikasi fungsi kandung kemih, fungsi ginjal dan
keseimbangan cairan ).
b. Observasi adanya darah dalam urine.
( rasional : Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan / ginjal dapat menyebabkan
sepsis ).
c. Istirahat baring sekurang-kurangnya seminggu sampai hematuri hilang.
( rasional : Menurunkan metabolisme tubuh agar energi yang tersedia difokuskan
untuk proses penyembuhan pada ginjal ).
d. Lakukan tindakan pembedahan bila perdarahan terus berlangsung.
( rasional : Tindakan yang cepat / tepat dapat meminimalkan kecacatan ).

3. Gangguan pemenuhan aktifitas s/d kelemahan fisik sekunder terhadap
trauma, ditandai dengan :
- Klien tampak lemah.
- Aktifitas dibantu oleh orang lain / keluarga.
Intervensi
a. Kaji kemampuan fungsional dengan skala 0 4.
( rasional : Untuk menentukan tingkat aktifitas dan bantuan yang diberikan ).
b. Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.
( rasional : Meningkatkan sirkulasi darah seluruh tubuh dan mencegah penekanan
pada daerah tubuh yang menonjol ).
c. Lakukan rentang gerak aktif dan pasif.
( rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma dan mempertahankan fungsi
sendi dan mencegah penurunan tonus ).
d. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL.
( rasional : Bantuan yang memberikan sangat bermanfaat untuk menghemat
energi yang dapat digunakan untuk membantu proses penyembuhan luka ).

4. Potensial syok hipovolemia s/d pemutusan pembuluh darah
Intervensi
12

a. Observasi tensi, nadi, suhu, pernafasan dan tingkat kesadaran pasien.
( rasional : Terjadinya perubahan tanda vital merupakan manifestasi awal sebagai
kompensasi hypovolemia dan penurunan curah jantung).
b. Berikan cairan IV sesuai kebutuhan.
( rasional : Perbaikan volume sirkulasi biasanya dapat memperbaiki curah
jantung ).
c. Berikan O2 sesuai kebutuhan.
( rasional : Kadar O2 yang maksimal dapat membantu menurunkan kerja
jantung ).
d. Kolaborasi pemberian obat-obatan anti perdarahan.
( rasional : Untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan yang sedang
berlangsung ).
e. Bila perdarahan tetap berlangsung dan KU memburuk pikirkan tindakan
bedah.
( rasional : Tindakan yang segera dapat menghindarkan keadaan yang lebih
memburuk ).

5. Potensial infeksi s/d adanya luka trauma.
Intervensi
a. berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tekhnik cuci tangan
yang baik.
( rasional : Cara pertama untuk menghindari infeksi nasokomial ).
b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan seperti adanya inflamasi.
( Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan
tindakan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya ).
c. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam dan menggigil.
( rasional : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya
memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera ).
d. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
( rasional : Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami
trauma / perlukaan ).
13


6. Potensial gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan
Intervensi
a. Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktifitas perawatan.
( rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen )
b. Pantau frekwensi dan irama jantung, perhatikan disritmia.
( rasional : Bila terjadi tachikardi, mengacu pada stimulasi sekunder sistem
syaraf simpatis untuk menekan respons dan menggantikan kerusakan pada
hypovolemia relatif dan hipertensi ).
c. Perhatikan kualitas / kekuatan dari denyut perifer.
( rasional : Pada awal nadi cepat / kuat karena peningkatan curah jantung, nadi
dapat menjadi lemah dan lambat karena hipotensi terus menerus ).
d. Berikan O2 sesuai kebutuhan.
( rasional : Memaksimalkan oksigen yang tersedia untuk masukan seluler ).











14


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan berdasarkan uraian dan hasil analisa dari bab 1 sampai pada bab 3
dapat disimpulkan bahwa : Retensi urine dan trauma urine adalah ketidakmampuan
melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut atau
tertahanya urine didalam kandung kemih. Klien dengan retensi urine dan trauma urine
dapat terjadi karena berbagai faktor.

B. SARAN

Bagi mahasiswa keperawatan agar dapat menunjang kebersihan keperawatan
maka perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan kasus retensi
urine. Mahasiswa keperawatan hendaknya menerapkan asuhan keperawatan dalam
melaksanakan proses. Perlu ada kerja sama antara perawat dan pihak keluarga pasien
yang baik, agar intervensi yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik untruk mengatasi
masalah pasien.






15


DAFTAR PUSTAKA

Badenoch, david. 1989. Urologi. Bina Rupa Aksara: Jakarta.
Depkes RI. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan / Penyakit Sistem Urogenital. Jakarta:
1996.
Doengoes, marilynn, E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ketiga, penerbit buku
kedokteran.EGC: 1999.
Junaidi, purnawan, dkk. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi kedua, FKUI: 1982.
Mansyoer, arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius.
Purwadijanto, Agus. Kedaruratan Medik. Edisi ketiga. P.T Bina Rupa Aksara. Jakarta: 1981.
Scholtmeijer.R.J. 1987. Urologi. EGC: Jakarta.
Schrock, Theodore R. Ilmu Bedah. EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai