Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. W DENGAN GANGGUAN SISTEM


PERNAPASAN PADA KASUS HIDRONEFROSIS DI RUANG GILI
TERAWANGAN KELAS III RSUDP NTB
DARI TANGGAL JUNI S/D JUNI 2023

DISUSUN OLEH :
LIA MARIANA
022SYE21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
HIDRONEFROSIS

Disusun oleh:
LIA MARIANA
022SYE21

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus telah dikonsultasikan dan disetujui.

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Klinik

Marthilda Suprayitna, S.Kep., Ners., M.Kep Sana’ah, S.Kep., Ners

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. W DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAPASAN PADA KASUS HIDRONEFROSIS DI RUANG GILI
TERAWANGAN KELAS III RSUDP NTB
DARI TANGGAL JUNI S/D JUNI 2023

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi Penyakit
Hidronefrosis merupakan pembengkakan ginjal akibat adanya sumbatan pada
saluran kemih. Dalam keadaan normal tekanan aliran urine sangat rendah menuju ke
ginjal. Jika terjadi penyumbatan pada saluran urine artinya urine akan mengalir
kembali ketabung tabung kecil yang berada di ginjal kemudian jika terus menerus
tidak dilakukan tindakan medis akan terjadi pembengkakan ginjal (Febrianto &
Ismonah, 2015). Hidronefrosis berada dikaliks ginjal pembentukannya dimulai dari
tubuli ginjal kemudian infudibulum, lalu ke pelvis ginjal dan mengisi seluruh kaliks
ginjal, aliran urine yang tersumbat di kaliks ginjal mengakibatkan urine tidak
mengalir dengan normal kemudian mengakibatkan obstruksi pada saluran kemih
(Purnomo, 2011).
Hidronefrosis merupakan penyakit urologi ketiga terbanyak di Indonesia setelah
infeksi saluran kemih dan penyakit terbanyak di antara penyakit - penyakit yang
memerlukan tindakan di bidang urologi. Prevalensi hidronefrosis di Indonesia belum
pasti. Angka kejadian di rumah sakit Arifin Ahmad Pekanbaru pada tahun 2010
hingga tahun 2016, didapatkan 1.418 pasien dengan batu saluran kemih yang terdiri
dari 951 (67,1%) laki-laki dan 467 (32,9%) perempuan dengan rasio 2:1. Jumlah
pasien terbanyak pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 407 orang (28,7%),
dan yang paling sedikit pada kelompok umur <20 tahun sebanyak 27 orang (1,9%)
(Saputra & Bachtiar, 2019).
2. Tanda dan Gejala
Gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan
serta lamanya penyumbatan
a. Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi
akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi
infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan
terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka
tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:
1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
2. Gagal jantung kongestif.
3. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi
4. Pruritis (gatal kulit).
5. Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
6. Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang
8. Amenore, atrofi testikuler. (Smeltzer dan Bare, 2002)
b. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis akut), biasanya
akan menyebabkan kolik renalis ( nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang
rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena.
c. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis), bisa
tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk
dan tulang pinggul).
d. Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis
renalis atau karena penyumbatan sementara ureter akibat ginjal bergeser ke
bawah.
e. Air kemih dari 10% penderita mengandung darah
f. Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air kemih),
demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal
g. Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus).
h. Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-samar,
seperti mual, muntah dan nyeri perut.
i. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak akibat cacat bawaan,
dimana sambungan ureteropelvik terlalu sempit.
j. Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan
kerusakan ginjal dan bisa terjadi gagal ginjal
3. Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada
sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
1) Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis
terlalu tinggi
2) Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
3) Batu di dalam pelvis renalis
Penekanan pada ureter oleh:
a. Jaringan fibrosa
b. Arteri atau vena yang letaknya abnormal
c. Tumor
Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan di bawah sambungan
ureteropelvik atau karma arus balik air kemih dari kandung kemih:

a. Batu di dalam ureter


b. Tumor di dalam atau di dekat ureter
c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran
atau pembedahan
d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
g. Kanker kandung kemih, leper rahim, rahim, prostat atau organ panggul lainnya
h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke
uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker
i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera
j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi
kontraksi ureter.

4. Pohon Masalah
5. Pemeriksaan Diagnostik
6. Penatalaksanaan
a. Medis
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab
obstruksi, untuk menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta
melindungi fungsi renal. Untuk mengurangi obstruksi urin harus dialihkan
dengan tindakan nefrostomi atau tipe diversi lainnya. Infeksi ditangani
dengan agen antimikrobial karena sisa urin dalam kaliks menyebabkan infeksi
dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan untuk mengankat lesi
obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu ginjal rusak parah
dan fungsinya hancur, maka nefrektomi dapat dilakukan.
a. hidronefrosis akut
1) Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka
air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang
dimasukkan melalui kulit)
2) Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka
bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu
b. hidronefrosis kronik
1) diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air
kemih
2) Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui
pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali
3) dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa.
Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan
pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi
kandung kemih yang berbeda
4) Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
a) terapi hormonal untuk kanker prostat
b) pembedahan
c) pelebaran uretra dengan dilator

b. Keperawatan
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas
Secara otomatis, faktor jenis kelamin dan usia sangat signifikan dalam
proses pembentukan Hidronefrotik. Namun, angka kejadian Hidronefrotik.
dilapangan sering kali terjadi pada penderitanya baik laki-laki dan
perempuan dewasa. Hal ini karena pola hidup, aktivitas, dan geografis.
2. Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit skunder yang
menyertai. Keluhan utama biasanya yang sering muncul pada pasien dengan
hidronefrotik adalah nyeri pada saat buang air kecil dan sampai terjadinya
hematuria yaitu kencing disertai darah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada pasien hidronefrotik ialah nyeri pada
saat buang air kecil, dapat terjadi nyeri/kolik renal.
4. Riwayat penyakit dahulu
Kemungkinan adanya riwayat gangguan pola berkemih.
5. Riwayat penyakit keluarga
Batu ureter bukan merupakan penyakit menular dan menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berpengaruh pada penyakit ini.
6. Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika pasien memiliki koping
adaptif. Namun biasanya, hambatan dalam interaksi interaksi sosial
dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri hebat) pada pasien, sehingga
fokus perhatiannya hanya pada sakitnya.
7. Pola Fungsi Kesehatan (Pola Gordon)
a. Pola aktivitas
Penurunan aktivitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot,
tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri).
b. Pola nutrisi metabolik
Biasanya pasien dengan batu ureter terjadi mual muntah karena
peningkatan tingkat stres akibat nyeri hebat. Anoreksia sering kali terjadi
karena kondisi pH pencernaan yang asam akibat sekresi HCL berlebihan.
c. Pola eliminasi
Biasanya pada eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi
maupun pola, kecuali diikuti oleh penyakit-penyakit penyerta lainnya.
d. Pola istirahat tidur
Biasanya pasien dengan batu ureter mengalami gangguan pola tidur,
sulit tidur dan kadang sering terbangun dikarenakan nyeri yang
dirasakan.
e. Pola Kognitif perseptual
Biasanya pasien dengan batu ureter memiliki komunikasi yang baik
dengan orang lain, pendengaran dan penglihatan baik, dan tidak
menggunakan alat bantu.
f. Pola toleransi-koping stress
Biasanya pasien dengan batu ureter, dapat menerima keadaan
penyakitnya.
g. Persepsi diri atau konsep diri
Biasanya pasien dengan batu ureter tidak mengalami gangguan
konsep diri.
h. Pola seksual reproduksi
Biasanya pasien dengan batu ureter mengalami gangguan ini
sehubungan dengan rasa tidak nyaman.
i. Pola hubungan dan peran
Biasanya pasien dengan batu ureter, memiliki komunikasi yang baik
dengan keluarga, perawat, dokter, dan lingkungan sekitar.
j. Pola nilai dan keyakinan
Biasanya pasien dengan batu ureter tidak mengalami gangguan dalam
pola nilai dan keyakinan
8. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
a. Kondisi umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien batu ureter dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik
sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit
yang ditimbulkan. Pada tanda-tanda vital biasanya tidak ada perubahan
yang mencolok, hanya saja takikardi terjadi akibat nyeri yang hebat.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Wajah Inspeksi : warna kulit, jaringan parut, lesi, dan vaskularisasi.
Amati adanya pruritus, dan abnormalitas lainnya. Palpasi : palpasi
kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur, edema, dan massa.
2) Kepala Inpeksi : kesimetrisan dan kelainan. Tengkorak, kulit kepala
(lesi, massa) Palpasi : dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari
kebawah dari tengah-tengah garis kepala ke samping. Untuk
mengetahui adanya bentuk kepala pembengkakan, massa, dan nyeri
tekan, kekuatan akar rambut.
3) Mata Inspeksi : kelopak mata, perhatikan kesimetrisannya. Amati
daerah orbital ada tidaknya edema, kemerahan atau jaringan lunak
dibawah bidang orbital, amati konjungtiva dan sklera (untuk
mengetahui adanya anemis atau tidak) dengan menarik/membuka
kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi. Inspeksi kornea
(kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien
dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung. Inspeksi pupil,
iris. Palpasi : ada tidaknya pembengkakan pada orbital dan kelenjar
lakrimal.
4) Hidung Inspeksi : kesimetrisan bentuk, adanya deformitas atau lesi
dan cairan yang keluar. Palpasi : bentuk dan jaringan lunak hidung
adanya nyeri, massa, penyimpangan bentuk.
5) Telinga Inspeksi : amati kesimetrisan bentuk, dan letak telinga,
warna, dan lesi Palpasi : kartilago telinga untuk mengetahui jaringan
lunak, tulang teling ada nyeri atau tidak.
6) Mulut dan faring Inspeksi : warna dan mukosa bibir, lesi dan kelainan
kongenital, kebersihan mulut, faring.
7) Leher Inspeksi : bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut atau massa. Palpasi : kelenjar
limfa/kelenjar getah bening, kelenjar tiroid.
8) Thorak dan tulang belakang Inspeksi : kelainan bentuk thorak,
kelainan bentuk tulang belakang, pada wanita (inspeksi payudara:
bentuk dan ukuran) Palpasi : ada tidaknya krepitus pada kusta, pada
wanita (palpasi payudara: massa)
9) Paru posterior, lateral, inferior Inspeksi : kesimetrisan paru, ada
tidaknya lesi. Palpasi : dengan meminta pasien menyebutkan angka
misal 7777. Bandingkan paru kanan dan kiri. Pengembangan paru
dengan meletakkan kedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan
minta pasien bernapas panjang. Perkusi : dari puncak paru kebawah
(suprakapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10), catat
suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.Auskultasi : bunyi paru saat
inspirasi dan aspirasi (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial,
tracheal: suara abnormal wheezing, ronchi, krekels).
10) Jantung dan pembuluh darah Inspeksi : titik impuls maksimal,
denyutan apikal Palpasi : area orta pada intercostae ke-2 kiri, dan
pindah jari-jari ke intercostae 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan
mitral pada intercostae 5 kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7
cm ke garis midklavikula kiri. Perkusi : untuk mengetahui batas
jantung (atas-bawah, kanan-kiri). Auskultasi : bunyi jantung I dan II
untuk mengetahui adanya bunyi jantung tambahan
11) Abdomen Inspeksi : ada tidaknya pembesaran, datar, cekung atau
cembung, kebersihan umbilikus. Palpasi : epigastrium, lien, hepar,
ginjal Perkusi : 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
Auskultasi : 4 kuadaran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit,
bising usus)
12) Genitalia Inspeksi : inspeksi (kebersihan, lesi, massa, perdarahan,
dan peradangan) serta adanya kelainan. Palpasi : palpasi apakah ada
nyeri tekan dan benjolan.
13) Ekstremitas : Inspeksi : kesimetrisan, lesi, massa. Palpasi : tonus otot,
kekuatan otot. Kaji sirkulasi : akral hangat/dingin, warna, Capillary
Refiil Time (CRT). Kaji kemampuan pergerakan sendi. Kaji reflek
fisiologis : bisep, trisep, patela, arcilles. Kaji reflek patologis : reflek
plantar

2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai