Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN RETENSI URIN

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan

Pembimbing :

Disusun olehkelompok 10:

DyahPratiwi (17.1315.S)

Nasihotin

Nurul Febian Bintari P.

Kelas : 3A

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

TAHUN AKADEMIK 2020


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat
keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth). Retensio urin
adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan
untuk mengosongkan secara sempurna
Traktus urinarius bagiain bawah memiliki dua fungsi uama, yaitu sebagai tempat
untuk menampung produksi urin dan sebagai fungsi ekskresi. Fungsi kandung kencing
normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara system saraf otonomi dan somatik.
Retensi urin merupakan suatau keadaan darurat urologi yang plaing sering
ditemukan dan dapat terjadi kapan saja. Retensi urin adalah ketidakmampuan seseorang
untuk mengeluarkan urin yang terkumpul di dalam buli-buli terlampaui.
Salah satu penyebab retensi urin adalah BPH. Benign Prostat Hyperplasia
merupakan penyakit yang sering diderita pada pria. Di klinik 50% dijumoai penderita
BPH berusia 60-69 tahun, yang menimbulkan gejala-gejala bladder outlet obstruction.
Pada wanita salah satu komplikasi umum yang terjadi setelah proses persalinan, baik
persalinan pervaginan atau section caesare adalah retensi urin postpartum.
Retensio urin merupakan masalah yang perlu diperhatikan pada masa intrapartum
maupun post partum pada masa intrapartum, sebanyak 16-17 kasus retensio plasena
diakibatkan oleh kandung kemih yang disertai akibat dari retensio urin. Sedangkan
insiden terjadinya retensio urin pada periode post partum, menurut hasil penelitian Saultz
berkisar 1,7% sampai 17,9% dengan volume residu urin 150cc sebagai volume normal
pasca berkemih spontan (USU, 2009).
Sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Erniati dkk (2007)
bahwa bladder training mempengaruhi waktu terjadinya BAK pada ibu post partum di
RS Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2007.
Berdasarkan Survey awal yang dilakukan di RSAM Bukitinggi kejadian retensnio
urin pada ibu post partum sebanyak 3 orang dalam periode 1 tahun terakhir, dan di RS
Islam Ibnu Sina Bukittinggi sebanyak 5 orang dalam periode 1 tahun terakhir.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini dibedakan menjadi dua yakni :
1) Tujuan umum
Tujuan penulisan ini secara umum adalah agar mahasiswa dapat memahami landasan
teori “Retenii Urin” dan bisa diterapkan dalam praktek keperawatan nantinya.
2) Tujuan khusus tujuan penulisan dari makalh ini diantaranya sebagai berikut:
a) Memahami tentang definisi Retensi urin
b) Memahami tentang etiologi retensi urin
c) Memahami tentang patofisiologi retensi urin
d) Memahami tentang manifestasi klinis retensi urin
e) Memahami tentang komplikasi retensi urin
f) Memahami tentang pemeriksaan 1 reteni urin
g) Memahami tentang penatalaksanaan retensi urin
h) Memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien retensi urin
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Retensi urin adalah akumulasi urin yang nyata dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan pengososngan kandung kemih, sehingga timbul perasaan tegang, tidak
nyaman, nyeri takn pada simpisis, gelisah dan terjadi diaphoresis (berkeringat) (Frayoga,
2017).

B. Etiologi
a) Disebabkan oleh obstruksi fisik saluran kemih atau gangguan mekanisme
neurologic.
b) Dapat terjadi pada setiap level dari pelvis renalis sampai uretra distal
c) Keadaan ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan tubular, yang dapat
menimbulkan penurunan GFR yang progresif dan akhirnya gangguan fungsi
ginjal
d) Penyebab-penyebab obstruksi fisik mencakup hipertrofi prostat jinak, urotiliasis,
operasi peplvis, keganasan pelvis, kanker prostat, kehamilan, trauma, bekuan
darah, fimosis atau stenosis meatal, dan infeksi
e) Penyebab-penyebab neurogenic dapat berupa diabetes, herniasi diskus, trauma
atau kompresi medulla soinalis, obat-obatan (misalnya a-gonisa, antihistamin,
disiklomin,diazepam, trisiklik, antikolinergenik), sclerosis multiple, miastenia
gravis, penyakit Parkinson, tumor otak, dan CVA.
f) Seringkali terjadi selama pasca-bedah
(Lyndon Saputra, 2012)

C. Patofisiologi
Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber
penyebabnya antara lain :
1. Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motoric dan sensorik.
2. Gangguan vesical adalah kondisi local seperti batu di kandung kemih,
3. Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat, batu uretra, sclerosis
kandung kemih, striktur uretra.
Pada retensio urin, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubrik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Retensi nurin dapat terjadi menurut lokasi, faktor obat dan faktor lainnya seperti ansietas,
kelainan patologi uretra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi
menjadi supravesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi menyebabkan
kerusakan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi
koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunya relaksasi
otot spingter internal, vesical berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang,
intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu
kecil menyebabkan obstruksi uretra sehingga urin sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensi abdomen. Faktor obat dapat mempengaruhi proses BAK,
menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan
produksi urin menurun. Faktor lain berupa kecemasan, kelainan patologi uretra, dan lain
sebagainya yang dapat meningkatkan ensi otot perut, perianal, spingter anal eksterna
tidak dapat relaksasi dengan baik.
Dari semua faktor diatas menyebabkan urin mengalir lambat kemudian terjadi
polyuria karena pengososngan kandung kemih tidak efesien. Selanjutnya terjadi distensi
bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa
kateterisasi uretra.

D. Manifestasi klinik
a) Tidak dapat kencing
b) Perubahan pola kencing (misalnya nokturia, polyuria, hesitansi, urgensi, atau
kesulitam memulai pancaran kencing
c) Nyeri abdomen dapat terjadi sekunder sebagai akibat distensi buli, ureter, atau
system collecting
d) Proses progresif lambat (misalnya tumor, BPH) dapat dijumpai tanpa rasa nyeri.
e) Buli yang dapat teraba pada pemeriksaan abdomen
f) Pemeriksaan colok dubur atau pemeriksaan pelvis dapat memperlihatkan
pembesaran struktur jaringan pelvis, terutama prostat.
(Lyndon Saputra, 2012)

E. Komplikasi
1) Pasien dapat dipulangkan dengan penindaklanjutan yang ketat untuk kasus
obstruksi buli distal/uretra sederhana yang telah diredakan dengan pemasangan
kateter (lkateter sebaiknya ditinggal di tempat dan disambungkan dengan kantong
di tungkai)
2) Penatalaksanaan rawat inap untuk gagal ginjal, operasi drainase, ganggua volume
atau elektrolit yang berat, dan setiap tanda diuresis post-obstruksi
3) Komplikasi-komplikasi mencakup gagal ginjal akut, hematuria makroskopik
sementara, dan diuresis post-obstruksi
4) Diuresis post-obstruksi melibatkan kehilangan hingga 20 L cairan setelah
obstruksi kronis diredakan (sebagai akibat disfungsi tubular sementara) dan
seringkali mengakibatkan gangguan keseimbangan volume, tekana darah, dan
elektrolit.

F. Pemeriksaan Dignostik
a) Seringkali ditemukan dengan manifestasi gagal ginjal serta gangguan elektrolit
dan tekanan darah yang menyertainya.
- Hiponatremia
- Hyperkalemia
- Asidosis (gap anion dapat normal atau meningkat)
- Azotemia ( BUN dan kreatinin meningkatkan pada status yang lanjut)
b) Urinalisis dapat menunjukkan hematuria, piuria, atau kristaluria dan dapat
mengesampingkan infeksi
c) Residual post-miksi merupakan tolok ukur yang baik tentang fungsi pengosongan
buli (urine residual yang abnormal adalah > 125 Ml).
Pemeriksaan rediologi (CT scan helical, ultrasonografi ginjal, dan/atau ppielografi
intravena) dapat digunakan untuk mengesampingkan penyebab-penyebab
obstruksi. (Lyndon Saputra, 2012)

G. Terapi/Penatalaksanaan
1) Drainase isi buli melalui kateter dengan segera.
- Kateter Foley atau kateter coude lebih disukai
- Kateter suprapubik dapat dipasang jika kateter Foley tidak dapat dimasukkan
- Drainase kateter dipertahankan sampai terapi definitive memungkinkan
dilakukan.
2) Gangguan elektrolit dan volume dikoreksi
3) ISK diterapi dengan antibiotic yang sesuai
4) Obat-obatan yang diberikan dapat berupa a-1 antagnosis (misalnya tamsulosin)
untuk BPH, oksibutinin untuk mencegah spasme otot buli, dan bethanecol untuk
mengindukai kontraksi otot buli.
5) Terapi definitive dilakukan dengan operasi prostat, pipa nefrostomi perkutaneus
(untuk obstruksi sebelah proksimal dari ureter pertengahan), atau sistoskopi
dengan pemasangannya stent (untuk obstruksi ureter distal).
(Lyndon Saputra, 2012)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat kesehatan umum
1) Riwayat kesehatan keluarga
2) Riwayat kesehatan klien
a) Bagaimana frekuensi miksinya.
b) Adakah kelainan waktu miksi.
c) Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara umum.
d) Apakah penyakit timbul setelah adanya penyakit lain.
e) Apakah terdapat mual muntah atau edema.
f) Bagaimana keadaan urine nya.
g) Adakah secret atau darah yang keluar.
h) Adakah habmatan seksual.
i) Bagaimana riwayat menstruasi.
j) Bagaimana riwayat kehamilan.
k) Adakah rasa nyeri.
c. Data Fisik Infeksi
1) Seluruh tubuh dan daerah genital palpasi.
2) Pada daerah abdomen auskuktasi : kuadran atas abdomen dilakukan untuk
mendeteksi.
3) Tingkat kesadaran.
4) Tinggi badan.
5) Berat badan.
6) Tanda-tanda vital.
d. Data pesikologis
1) Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit tingkat abdatasi pasienterhadap
penyakit persepi pasien terhadap penyakit.
2) Data social,budaya,sepiritual umum :
a) Hubungan dengan orang lain.
b) Kepercayaan yang dianut dan keaktifanya dalam kegiatan pengkajian
keperawatan tanda-tanda dan gejala retrensi urine mudah terlewatkan
kecuali bila perawat melakukan pengkajian secara sadar terhadap tanda
dan gejala tersebut. Oleh karena itu, pengkajian keperawatan harus
memeperhatian masalah nerikut :
1) Kapan urinasi terakhir dilakukan dan berapa banyak urine yang di
eliminasikan?
2) Apakah pasien mengeluarkan urien sedikit-sedikit dengan sering?
3) Apakah urien yang keluar itu menetes?
4) Apakah pasien mngeluh adanya rasa nyer atau gangguan rasa
nyaman pada abdomen bagian bawah?
5) Apakah ada masa bulat yang muncul pada pelvis?
6) Apakah perkusi di daerah suprapublik menghasilkan suara yang
pekak?

B. Pengumpulan data
1) Aktifitas/istirahat
Gejala : tidak bisa tidur/istirahat dengan tenang jika rasa nyeri timbul.
Tanda : gelisah.
1) Eliminasi
Gejala :penurunan dorongan aliran urine, keraguan-raguan pada awal berkemih,
kandung kemih terasa penuh, tidak dapat air kemih kecuali dengan cara
mengejan,urine keluar sedikit-dikit.
Tanda : disensi vesika urinaria, pengeluaran urine <1500 ml/hari, pengeluaran urine
Sedikit, nampak pemasangan kateter.
2) Makanan/cairan.
Gejala : klien mengeluh tidak nafsu makan, klien mengeluh mual muntah.
Tanda : penurunan BB <porsi makan tidak dihabiskan.
3) Seksualitas
Gejala : penurunan kemampuan dalam melakukan hubungan seksusal.
4) Nyeri/kenyamanan
Gejala : klien mngeluh nyeri saat berkemih.
Tanda : ekspersi mika tanpak meringas dan tanpak memegang area yang sakit.
5) Intergritas ego
Gejala : klien mngeluh mngenai penyakitnya
Tanda : klien tanpak gelisah.

C. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder.
b. Gangguan pola eliminasi urien berhubungan infeksi bladder, gangguan neurology,
hilangnya tonus jaringan perianal, efek trapi.
c. Anssietas berhubungan dengan setatus kesehatan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter uretra.

D. Intervensi keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan radang uretra, distensi bladder.
Kriteria Evaluasi :
1) Menyatakan nyeri hilang/terkontrol
2) Menunjukan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas dengan tepat.

Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, 1. Memberikan informasi untuk
intensitas nyeri. membantu dalam menentukan
2. Plester selang drainase pada paha intervensi.
dan kateter pada abdomen. 2. Mencegah penarikan kandung kemih
3. Pertahankan tirah baring bila di dan erosi pertemuan penisskrotal.
indikasikan. 3. Tirah baring mungkin diperlukan
4. Berikan tindakan kenyamanan. pada awal selama fase retensi akut.
5. Dorong menggunakan rendam 4. Meningkatkan relaksasi dan
duduk, sabun hangat untuk mekanisme koping.
perineum. 5. Meningkatkan relaksasi otot.
6. Kolaborasi dalam pemberian obat 6. Untuk menghilankan nyeri berat dan
antianalgetil sesuai indikasi, contoh memberikan relaksasi mental dan
eperidin. fisik.

b. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan infeksi bladder, gangguan


neurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi.
Kriteria Evaluasi :
1) Berkemih dengan jumlah yang cukup.
2) Tidak teraba distensi kandung kemih.

Intervensi Rasional
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 1. meminimalkan retrensi urine distensi
2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. berlebihan pada kandung kemih.
2. Tanyakan pasien tentang 2. Tekanan uretral tinggi menghambat
inkontinensia stres. pengososngan kandung kemih.
3. Observasi aliran urine, perhatikan 3. Berguna untuk mengevaliuasi
ukuran dan ketakutan. obstruksi dan pilihan intervensi.
4. Awasi dan catat waktu dan jumlah 4. Retrensi urine meningkatkan tekanan
tiap berkemih. dalam saluran perkemihan atas.
5. Perkusi/palpasi area suprapubik. 5. Distensi kandung kemih dapat
6. Dorong paien untuk berkemih bila dirasakan di area suprapubik.
terasa adanya dorongan. 6. Berkemih dengan dorongan
7. Dorong masukan cairan sampai mencegah retrensi urine.
3000ml/hari. 7. Peningkatan aliran cairan
8. Awasi tanda-tanda vital. mempertahankan perfusi ginajal dan
9. Berikan obat-obatan antispasmodik. membersikan ginajl dan kandung
kemih dari pertumbuhan bakteri.
8. Kehilangan fungsi ginjal
mengakibatkan penurunan eliminasi
cairan dan akumulasi sisa toksick.
9. Menghilangkan splasme kandung
kemih.

c. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.


Kriteria Evaluasi :
1) Mengakui dan mendiskusikan takut/masalah.
2) Menunjukan rentan perasaan yang tepat dan penampilan wajah tanpa rileks/istirahat.
3) Menyatakan pemahaman proses penyakit.
4) Berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi Rasional
1. Kaji ulang tanda atau gejala yang 1. Intervensi cepat dapat mencegah
memerlukan tindakan atau evaluasi komplikasi lebih serius.
medik. 2. Membantu paisen memahami tujuan
2. Berikan informasi tentang prosedur dari apa yang akan dilakukan dan
dan apa yang akan terjadi, contoh mengurangi masalah karena ketidak
kateter, iritasi kandung kemih. tauan.
3. Dorong pasien untuk menyatakan 3. Membantu pasien memahami
rasa takut dan atau perasaan perasaan dapat merupakan
perhatian. rehabilitasi.
4. Dororng pasien atau orang terdekat 4. Mendefinisikan maslaha,
untuk menyatakan msalah/perasan. memberikan kesempatan untuk
5. Pertahankan perilaku nyata dalam menjawab pertanyaan dan solusi
melakukan prosedur atau menerima pemecahan masalah.
pasien. 5. Menyatakaan penerimaan dan
6. Berikan informasi bahwa kondisi menghilangkan rasa malu psien.
tidak ditularkan secara seksual. 6. Mungkin merupakan ketakutan yang
7. Anjurkan menghindari makanan tidak dibicarakan.
berbumbu, kopi,dan minuman 7. Peningkatan tiba-tiba pada aliran
mengandung alkohol.. urin dapat menyebabkan distensi
kandung kemih dan kehilangan
tonsu kandung kemih,
mengakibatkan episode retrensi
urineria akut.

d. Resiko Infeksi berhubungan dengan tepasangnya kateter uretra.


Kriteria Hasil :
1) Mencapai waktu penyembuhan dan tidak mengalami tanda infeksi.

Intervensi Rasional
1. Pertahankan sistem kateter steril, 1. Mencegah pemasukan bakteri dan
berikan perawatan kateter regular infeksi.
dengan sabun dan air, berikan salep 2. Unuk mengetahui hemodinamika
antibiotik disekitar sisi kateter. pasien.
2. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan 3. Kateter suprapublik meningkatkan
demam ringan,menggigil, nadi dan resiko infeksi yang diindikasikan
pernafasan cepat, gelisah. dengan iritema.
3. Observasi sekitar kateter suprapubik.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2010. Text Book Of Surgical Nursing 12 tahun Edition.
China : LWW
Nurhayati, Frayoga. 2017. Pengaruh Mobiisasi Dini Terhadap Pemulihan Kandung
Kemih Pasca Pembedahan Dengan Anastesi Spinal. Jurnal Keperawatan
Poltekkes Tanjungkarang. Diakses pada tanggal 22 Februari pukul 14.00
WIB.
Saputra Lyndon. 2012. Master Plan Kedaruratan Medik. Tanggerang : Binarupa
Aksara

Anda mungkin juga menyukai