Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN KASUS HIDRONEFROSIS


RS SIMPANG LIMA GUMUL KEDIRI

Oleh :
M. YUSUP SETYO BUDI
A2R19031

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HUTAMA ABDI HUSADA
TULUNGAGUNG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN KASUS HIDRONEFROSIS
RS SIMPANG LIMA GUMUL KEDIRI

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HUTAMA ABDI HUSADA
TULUNGAGUNG
2023
1. DEFINISI
Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis ginjal
dan kalises. Adanya hidronefrosis harus dianggap sebagai respons fisiologis
terhadap gangguan aliran urine. Meskipun hal ini sering disebabkan oleh
proses obstruktif, tetapi dalam beberapa kasus, seperti megaureter sekunder
untuk refluks pralahir, sistem pengumpulan mungkin membesar karena tidak
adanya obstruksi (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2019).
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ureter yang dihasilkan oleh
obstruksi aliran keluar urin oleh batu atau kelainan letak arteria yang menekan
ureter sehingga pelvis membesar dan terdapat destruksi progresif jaringan
ginjal (Gibson, 2018).
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau
kedua ginjal akibatadanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan
urin mengalir balik sehingga tekanan di ginjal meningkat. Hidronefrosis
adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih
dapatmengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan
ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal.Apabila
obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan
mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak.
Kimberly (2021)

2. ETIOLOGI
Menurut Kimberly (2021) penyebab dari hidronefrosis adalah sebagai berikut:
1) Hiperplasia Prostat Benigna (BPH)
2) Striktur uretra
3) Batu ginjal
4) Striktur atau stenosis ureter atau saluran keluar kandung kemih
5) Abnormalitas kongenital
6) Tumor kandung kemih, ureter, atau pelvis
7) Bekuan darah
8) Kandung kemih neurogenik
9) Ureterokel
10) Tuberkulosis
11) Infeksi gram negatif
Menurut Parakrama & Clive (2016) penyebab yang bisa
mengakibatkan hidronefrosis adalah sebagai berikut:
1) Hidronefrosis Unilateral
Obstruksi pada salah satu sisi saluran kemih pada umumnya
disebabkan oleh proses patologik yang letaknya proksimal terhadap
kandung kemih. Keadaan ini berakibat hidronefrosis dan dapat
menyebabkan atrofi serta kehilangan fungsi salah satu ginjal tanpa
menyebabkan gagal ginjal. Penyebab obstruksi unilateral adalah:
a. Obstruksi sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureterdan
pelvis renalis)
 Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam
pelvis renalis terlalu tinggi
 Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke
bawah
 Batu di dalam pelvis renalis
 Penekanan pada ureter oleh jaringan fibrosa, arteri atau vena yang
letaknya abnormal, dan tumor
b. Obstruksi adanya penyumbatan dibawah sambungan ureteropelvik
 Batu di dalam ureter
 Tumor di dalam atau di dekat ureter
 Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi
penyinaran atau pembedahan
 Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
 Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter
akibat pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama
metisergid)
 Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung
kemih)
 Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ
panggul lainnya
 Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih
ke uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker
 Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau
cedera
 Infeksi saluran kemih yang berat yang untuk sementara waktu
menghalangi kontraksi ureter
c. Penyakit ureter kongenital
d. Penyakit ureter yang didapat didapat
2) Hidronefrosis Bilateral
a. Hyperplasia prostat pada usia lanjut
b. Adanya katup uretra posterior congenital
c. Pasien paraplegia dengan kandung kemih neurogenic
d. Fibrosis retroperitoneum dan keganasan
e. Disfungsi otot ureter yang timbul pada masa kehamilan

3. KLASIFIKASI
Dari hasil pemeriksaan radiologis hidronefrosis terdapat 4 grade
hidronfrosis, diantaranya (Beetz dkk, 2021) :
1) Hidronefrosis Derajat 1
Hasil yang ditemukan berupa dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks
berbentuk Blunting alias tumpul
2) Hidronefrosis Derajat 2
Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor, kaliks berbentuk flattening, alias
mendatar
3) Hidronefrosis derajat 3
Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa adanya
penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol. Adanya
tanda minor atrofi ginjal (papilla datar dan forniks tumpul)
4) Hidronefrosis derajat 4
Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta adanya
penipisan korteks batas antara pelvis ginjal dan kaliks hilang. Tanda
signifikan adanya atrofi ginjal (parenkis tipis). Calices berbentuk
ballooning alias menggembung.
4. MANIFESTASI KLINIS
Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap.
Obstruksi akutdapatmenimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika
terdapat infeksi akan terjadi disuria,menggigil,demam dan nyeri tekan serta
piuria akan terjadi. Hematuri dan piuriamungkin juga ada. Jikakedua ginjal
kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:
1) Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
2) Gagal jantung kongestif.
3) Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).
4) Pruritis (gatal kulit).
5) Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
6) Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7) Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang
Manifestasi klinis yang sering muncul pada hidronefrosis unilateral,
diantaranya (smeltzer dan Bare,2022):
1) Aliran urin berkurang
2) Jika infeksi, gejala yang muncul yaitu disuria, menggigil dan nyeri tekan
serta pyuria
3) Nyeri kolik pada sisi ginjal yang terkena
4) Mual, muntah, abdomen terasa penuh
5) Nyeri hebat ginjal atau nyeri samar dibagian dipanggu dan pinggang
6) Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis renalis
7) Air kemih dari 10% penderita mengandung darah

5. PATOFISIOLOGI
Obstruksi total akut ureter pada binatang percobaan menyebabkan
pelebaran mendadak dan peningkatan tekanan lumen bagian proksimal tempat
obstruksi. Filtrasi glomerulus tetap berlangsung dengan peningkatan filtrasi
pada tubulus dan penumpukan cairan diruang interstiaium. Peningkatan
tekanan interstisium menyebabkan disfungsi tubulus. Kerusakan nefron
ireversibel terjadi dalam waktu kira-kira 3 minggu. Pada obstruksi persial,
kerusakan ineversibel terjadi dalam waktu yang lebih lama dan bergantung
pada derajat obstruksi. Sebagian besar penyebab obstruksi saluran kemih yang
diuraikan diatas menyebabkan obstruksi parsial lambat terhadap aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan hidronefrosis dan atrofi korteks ginjal progresif
akibat kerusakan nefron yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan
tahunan. Hanya hidronefrosis bilateral yang dapat menyebabkan gagal ginjal.
Statis urine akibat obstruksi meningkatkan insidensi pielonefritis akut dan
pembentukan batu saluran kemih yang keduanya dapat memperberat
obstruksi.
Obstruksi ureter akut oleh batu, bekuan darah, atau kerak papilla renalis
akan menyebabkan kolik ureter akibat peningkatan peristalsis ureter. Kolik
ureter merupakan nyeri intermitten yang sering kali sangat berat pada sudut
ginjal posterior dan menjalar disekitar pinggang (flank) menuju daerah pubis.
Obstruksi unilateral kronis biasanya asimtomatik bahkan pada obstruksi total
dan umumnya berlanjut dengan kerusakan ginjal permanen sebelum
terdeteksi. Obstuksi parsial bilateral kronis memberikan gambaran gagal
ginjal kronis progresif, meliputi hipertensi, kegagalan fungsi tubulus (poliuria,
asidosis tubulus renalis, dan hiponatremia), dan timbulnya batu saluran kemih
atau pielonefritis akut, penanganan pasien tersebut dapat mengembalikan
fungsi tubulus menjadi normal bila dilakukan secara dini. Obstruksi bilateral
total menyebabkan gagal ginjal akut tipe pasca ginjal dan selanjutnya dengan
cepat menuju kematian bila tidak segera dikoreksi. Oleh karena itu, keadaan
ini termasuk kegawatdaruratan medis. (Kimberly, 2021)
6. PATHWAY
7. PEMERIKSAAN FISIK
1) Kulit      : pada Inspeksi didapatkan warna kulit sawo matang,palpasi
turgor cukup
2) Kepala   : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut.
3) Mata      :Conjungtiva merah muda, sclera putih, pupil bulat, isokor, reflek
cahaya(+/+).
4) Telinga  : Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
5) Hidung  : simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.
6) Mulut    : gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering
7) Leher     : trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar
tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
8) Thorax :
a. Jantung: Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung
dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan.
b. Paru-paru: Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri,
nyeri tekan tidak ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar
vesikuler seluruh lapang  paru, tidak ada suara tambahan.
c. Abdomen :
I: Perut datar, tidak ada benjolan
A: Bising usus biasanya dalam batas normal.
P: Timpani seluruh lapang abdomen
P: ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa.
d. Pada pasien dengan hidronefrosis berat, palpasi ginjal dapat teraba.
Dengan hidronefrosis bilateral, edema ekstremitas bawah dapat terjadi.
Sudut kostovertebral pada satu sisi yang terekena sering lembut.
Adanya kembung pada kandung kemih yang teraba jelas menambah
bukti bahwa adanya obstruksi saluran kemih.
e. Ekstremitas Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus
otot cukup. Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-),
oedema (-), tonus otot cukup. Kimberly (2021)
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisis Pyura menunjukkan adanya infeksi. Hematuria mikroskopik
dapat menunjukkan adanya batu atau tumor. Hitung jumlah sel darah
lengkap: leukositosis mungkin menunjukkan infeksi akut. Kimia serum:
hidronefrosis bilateral dan hidroureter dapat mengakibatkan peningkatan
kadar BUN dan kreatinin. Selain itu, hiperkalemia dapat menjadi kondisi
yang mengancam kehidupan.
2) Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi adalah metode yang cepat, murah, dan cukup akurat untuk
mendeteksi hidronefrosis dan hidroureter, namun, akurasi dapat
bergantung pada pengguna. Ultrasonografi umumnya berfungsi sebagai
tes skrining pilihan untuk menetapkan diagnosis dan hidronefrosis.
3) Pyelography Intravena (IVP)
Pyelography intravena berguna untuk mengidentifikasi keberadaan dan
penyebab hidronefrosis dan hidroureter. Intraluminal merupakan
penyebab paling mudah yang dapat diidentifikasi berdasarkan temuan IVP
4) CT Scan
CT Scan memiliki peran penting dalam evaluasi hidronefrosis dan
hidroureter. Proses retroperitoneal menyebabkan obstruksi ekstrinsik dari
ureter dan kandung kemih dapat dievaluasi dengan sangat baik pada CT
Scan.

9. PENATALAKSANAAN
1) Hidronefrosis akut
a. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang
hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera
dikeluarkan(biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui
kulit).
b. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu
2) Hidronefrosis kronik
Hidronefrosis kronis diatasi dengan mengobati penyebab dan
mengurangi penyumbatan air kemih. Ureter yang menyempit atau
abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan ujung-ujungnya
disambungkan kembali.
a. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membebaskanureter dari
jaringan fibrosa.
b. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan
pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya
kembali di sisi kandung kemih yang berbeda.
c. Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
 Terapi hormonal untuk kanker prostat
 Pembedahan dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter
dari jaringan fibrosa. Jika sambungan ureter dan kandung kemih
tersumbat, maka dilakukan pembedahan untuk melepaskan ureter
dan menyambungkannya kembali di sisi kandung kemih yang
berbeda. Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya jika infeksi
dapat dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik.
 Pelebaran uretra dengan dilator
Adapun penanganan  medis yang diberikan kepada klien
hidronefrosisi, diantaranya :

1) Nefrotomi
Hal ini dilakukan jika hidronefrosisyng disebabkan karena adnya
obstruksi saluran urin bagian atas yang tidak memungkinkan ginjal
mengalirkan urin ke system urinaria bagian bawah dikarenakan
adanya batu, infeksi, tumor, atau kelainan anatomi. Hidronefrosis
yang terjadi pada transplantasi ginjal. Tindakan ini dilakukan
dengan memasukkan sebuah kateter melalui kulit bagian belakang
(panggul)  ke dalam ginjal. Tujuan dari tindakan ini untuk
mengatasi penumpukan atau pengumpulan urin pada ginjal yang
terjadi karena obstruksi yang menghalangi keluarnya urin.
2) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Merupakan suatu tindakan medis yang menangani renal kalkuli
yang menghancurkan batu ginjal menggunakan getaran dari luar
tubuh ke area ginjal.  ESWL bekerja melalui gelombang kejut
yang dihantarkan melalui tubuh ke ginjal. Gelombang ini akan
memecahkan batu ginjal menjadi ukuran lebih kecil untuk
selanjutnya dikeluarkan sendiri melalui air kemih. Gelombnag
yang dipakai berupa gelombang ultrasonic, elektrohidrolik atau
sinar laser.
3) Nefrolitotomi
Perkutanaous Nephrolithotomi merupakan salah satu tindakan
minimal invasive dibidang urologi yang bertujuan mengangkat
batu ginjal dengan menggunakan akses perkutan untuk mencapai
system pelviokalises yang memberikan angka bebas batu yang
tinggi.
4) Stent Ureter
Tindakan ini merupakan alat berbentuk pipa yang dirancang agar
dapat ditempatkan di ureter untuk mempertahankan aliran urin
pada penderita obstruksi ureter, memulihakan fungsi ginjal yang
terganggu, dan memperthankan caliber atau patensi ureter sesudah
pembedahan. Stent ini terbuat dari silicon yang bersifat lunak dan
lentur.

10. TERAPI
1) Kotrimoksazol 160/800 mg 2 kali per hari.
2) Levofloxacin 500 mg 1 kali per hari.
3) Norfloxacin 400 mg 2 kali per hari.
4) Ofloxacin 300 mg 2 kali per hari.

11. KOMPLIKASI
Menurut Kimberly (2021) penyakit hidronefrosis dapat menyebabkan
komplikasi sebagai berikut:
1) Batu ginjal
2) Sepsis
3) Hipertensi renovaskuler
4) Nefropati obstruktif
5) Infeksi
6) Pielonefritis
7) Ileus paralitik

12. PENGKAJIAN
Pengkajian dalam keperawatan adalah tahap awal dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai data
pasien. Pengkajian ini harus dilakukan dengan lengkap, akurat dan tepat
sesuai dengan kenyataan. Dalam proses pengkajian keperawatan salah satunya
ada pengumpulan data. Pengumpulan data ini bisa dilakuikan dengan
mengguakan metode: observasi, wawancara, dan pemeriksaan (Jannah, 2019,
hal. 12).
Adapun pengkajian pada pasien Hidronefrosis (Triyanti & Weningsih,
2018, hal. 47)
1. Pengumpulan Data
a) Identitas Pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk RS, dan diagnosa medis.
b) Identitas Penangung Jawab Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan keluarga dengan pasien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama saat masuk rumah sakit Merupakan alasan pasien
masuk rumah sakit). Biasanya keluhan yang paling menonjol adalah
nyeri
b) Keluhan utama saat dikaji Pasien dengan Hidronefrosis mempunyai
keluhan utama nyeri pada saat pertama kali dilakukan pengkajian, hal
ini dikarenakan terputusnya kontinuitas jaringan, maka sangat
dianjurkan menggunakan analisa simptom PQRST, yaitu :
P : ProvokingIncident atau penyebab nyeri bertambah maupun
berkurang. nyeri bertambah saat pasien bergerak dan kurang dalam
istirahat.
Q : Qualitatif adalah seperti apa keluhan yang dirasakan oleh pasien
dan bagaimana nyeri yang dirasakan.
R : Region menunjukan di mana saja gejala nyeri dirasakan timbul.
Nyeri ada biasanya terjadi di daerah luka operasi.
S: Severity of scale adalah skala nyeri yang dirasakan.
T : Time adalah waktu terjadi keluhan nyeri yang dirasakan, apakah
nyeri tesebut hilang timbul ataukah terus-menerus atau pada waktu
tertentu.
c) Riwayat Kesehatan dahulu Biasanya penyakit yang diderita pasien
yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang
mungkin dipengaruhi atau memengaruhi penyakit yang diderita saat
ini.
d) Riwayat kesehataan keluarga Dari genogram keluarga biasanya salah
satu atau lebih dari anggota keluarga biasanya mengalami penyakit
yang sama.
e) Riwayat psikososial Informasi mengenai prilaku pasien, perasaan dan
emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya.
f) Pola aktivitas sehari- hari Pada pasien Hidronefrosis mengalami tidak
cukupnya energi fisiologi untuk menyelesaikan aktivitas harian yang
diinginkan, apakah pasien merasa istirahat cukup bila nyeri timbul
(Jitowiyono & Kristiyanasari, 2016, hal. 155).
3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pada pasien Hidronefrosis adalah
sebagai berikut:
a) Kesadaran Umum
Kesadaran dapat berupa compos mentis sampai koma tergantung
beratnya penyakit yang dirasakan oleh pasien. Pada penderita
Hidronefrosis biasanya memiliki kesadaran penuh dan jarang terjadi
untuk kehilangan kesadaran tetapi terkadang diiringi dengan kelelahan
yang dirasakan secara terus-menerus disertai lemas.
b) Sistem pernapasan
Terdapat perubahan pola pernapasan yang dialami oleh pasien dengan
penyakit Hidronefrosis selain itu pola napas bisa berubah akibat nyeri
sebelum pembedahan maupun akut setelah dilakukan pembedahan.
c) Sistem kardiovaskuler
Ada pasien ini tekanan darah dan nadi menurun, bisa juga meningkat
pada saat pasien mengeluh nyeri.
d) Sistem pencernaan
Kemungkinan adanya mual dan muntah bisa terjadi akibat kelemahan
dan rasa nyeri yang timbul.
e) Sistem perkemihan
Hidronefrosis mempengaruhi sistem perkemihan dikarenakan ada
kaitan langsung dengan sistem perkemihan.
f) Sistem persarafan
Pada umumnya sistem persarafan tidak terdapat kelainan, keadaan
umum baik dan kesadaran compos mentis.
g) Sistem muskuloskletal
Kaji pergerakan ROM dari pergerakan sendi mulai dari kepala sama
anggota gerak bawah, kaji nyeri pada waktu pasien bergerak. Biasanya
ditemukan keletihan, perasaan nyeri pada ekstremitas atas ketika
digerakan.
h) Sistem penglihatan
Diperiksa kesimetrisaan kedua mata, reflek pupil terhadap cahaya
positif atau tidak, kaji lapang pandang dan ketajaman penglihatan.
i) Sistem pendengaran
Melihata kesimetrisaan telinga, keadaan telinga, ada tidaknya lesi, ada
tidaknya nyeri tekan dan uji pendengaran.
j) Sistem integumen
Kaji warna kulit biasanya pada pasien Hidronefrosis ditemukan warna
kulit kemerahan, keadaan rambut, tekstur rambut, kulit kepala bersih
atau tidak.Kaji kelembapan kulit dan turgor kulit.
k) Sistem reproduksi
Dikaji adakah terdapat benjolan atau tidak
l) Sistem endokrin
Dikaji riwayat dan gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit
endokrin, periksa ada tidaknya pembesaran tiroid dan kelenjar getah
bening.

13. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Intoleransi akivitas b.d kelemahan
2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiik
3) Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih

14. INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
(Terapi Aktivitas)

Observasi

 Identifikasi deficit tingkat aktivitas


 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivotas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
Terapeutik

 Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia


 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori implicit dan emosional (mis.
kegitan keagamaan khusu) untuk pasien dimensia, jika sesaui
 Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
Edukasi

 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu


 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif, dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
 Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi

 Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan memonitor


program aktivitas, jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiik

(Manajemen Nyeri I. 08238)

Observasi

 Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.


TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih


Manajemen eliminasi urine (I.04152)

Observasi

 Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin


 Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urin
 Monitor eliminasi urin (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan
warna)
Terapeutik

 Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih


 Batasi asupan cairan, jika perlu
 Ambil sampel urin tengah (midstream) atau kultur
Edukasi

 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran berkemih


 Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
 Ajarkan mengambil spesimen urin midstream
 Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
 Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemihan
 Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu

15. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan

keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana tindakan untuk

memuhi kebutuhan dasar manusia. Tindakan keperawatan meliputi, tindakan


keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan kesehatan/keperawatan,

tindakan medis yang dilakukan oleh perawat atau tugas limpahan (Suprajitno,

2019).

16. EVALUASI
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang

sistematik pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat

kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan

hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan

yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :

i. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang

ditetapkan).

ii. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk

mencapai tujuan).

iii. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang

cukup
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2019. Buku Ajar Keperawatan Vol 3, Edisi 8,
Jakarta: EGC

Gibson, 2018. Buku Ajar Keperawatan. Jakarata Nurarif, Kusuma. (2015).


Aplikasi

Kimberly, 2021. Asuhan Keperawartan Pada Pasien Dengan Hidronefrosis

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Cetakan II. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Cetakan II. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Cetakan II. Standar Intervensi Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai