Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA NY.

S DENGAN RETENSI
URINE DI RUANG ASTER RSUD KABUPATEN TANGERANG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawaran


Dasar profesi
Dosen Pembimbing : Lindawati, S.Kep, Ners, MKM

Disusun Oleh:
Lency Cahyaningsih
(P2790522022)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
RETENSI URINE

A. Pengertian
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini
menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan
distensi, vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000-4000 ml urine
(Hidayat & Uliyah, 2008).
Menurut Black (2009), bahwa retensi urin adalah ketidakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan sebagian atau keseluruhan selama poses
pengosongan. Purnomo (2011), mengatakan bahwa retensi urine adalah
ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urine yang terkumpul di
dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui. Lewis et all
(2011), retensi urine merupakan ketidakmampuan untuk mengososngkan
kandung kemih meskipun ada rangsangan miksi atau akumulasi urine di
kandung kemih karena ketidakmampuan untuk berkemih.
Retensi Urin didefinisikan sebagai ketidakmampuan berkemih. Retensi
Urin akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba pada keadaan kandung
kemih yang nyeri. Retensi Urin kronis adalah keadaan kandung kemih yang
membesar, penuh, tidak nyeri dengan atau tanpa kesulitan berkemih.

B. Etiologi
Retensi urine dapat dibagi berdasarkan penyebab lokasi kerusakan saraf,
yaitu (Kozier, 2009) :
1. Supravesikal, berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis
S2–4 dan Th1- L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan parasimpatis
baik sebagian atau seluruhnya, misalnya : retensi urin karena gangguan
persarafan, operasi miles, mesenterasi pelvis, dan kelainan medula spinalis
(meningokel, tabes dorsalis, atau spasmus sfingter)
2. Vesikal, berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang, berhubungan
dengan - masa kehamilan dan proses persalinan, misalnya : retensi urin akibat
iatrogenik, cedera/inflamasi, psikis, atoni pada pasien DM, dan divertikel
yang besar
3. Intravesikal, berupa kekakuan leher vesika, striktur oleh batu kecil atau tumor
pada leher vesika urinaria, misalnya : retensi urin akibat obstruksi adanya
tumor, batu kecil atau fimosis
4. Faktor lain-lain. Kelainan patologi urethra, trauma, BPH, striktur uretra,
karsinoma prostat dan obat-obatan golongan antikolinergik, anti spasmodik,
antidepresant, antihistamin dapat beresiko menyebabkan gangguan eliminasi
urin apabila dikonsumsi secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan hambatan dari eliminasi urin.
Menurut lama terjadinya, retensi urin dibedakan menjadi dua (Pierce &
Borley 2006) :
1. Retensi akut
Ditandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh, dan distensi
kandung kemih ringan. Penyebab tersering dari retensi akut pada :
a. Anak adalah obat-obatan,
b. Usia muda adalah pasca operasi, obat-obatan, ISK akut, trauma, hematuria
c. Usia lanjut disebabkan karena BPH, tumor dan pasca operasi
2. Retensi kronis
Ditandai dengan gejala-gejal iritasi kandung kemih (frekuensi, disuri,
urgensi) atau tanpa nyeri yang disebabkan oleh peningkatan volume residu
urin yang bertahap, distensi yang nyata, inkontinensia urin (seringkali
berhubungan dengan ISK sekunder). Penyebab tersering pada :
a. Anak adalah kelainan kongenital
b. Usia muda disebabkan trauma dan pasca operasi
c. Usia lanjut disebabkan karena BPH, striktur, karsinoma prostat
Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang dapat
disebabkan karena pembesaran prostat, pembesaran sedikit demi sedikit
mengobstruksi dari saluran kemih, dan ditandai dengan adanya perembesan
urin karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang
terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar, sulit memulai
berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan
sempurna. Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat
menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari.

C. Patofisiologi
Menurut Selius Brian (2008) secara garis besar penyebab retensi dapat
dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu akibat obstruksi, infeksi, farmakologi,
neurologi, dan faktor trauma. Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi
akibat faktor intrinsik, atau faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem
saluran kemih dan bagian yang mengelilinginya seperti pembesaran prostat
jinak, tumor buli-buli, striktur uretra, phimosis, paraphimosis, dan lainnya.
Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari sistem organ lain, contohnya
jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher buli-buli, sehingga
membuat retensi urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak adalah akibat
pembesaran prostat jinak.
Pada retensi urin, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa
sakit yang hebat didaerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan. Retensio urin dapat terjadi menurut lokasi, faktor obat dan faktor
lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya
yang menyebabkan kerusakan simpatis dan parasimpatis sebagian atau
seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang
mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang,intravesikal
berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil
menyebabkan obstruksi urethra sehingga urin sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensi abdomen. Faktor obat dapat mempengaruhi proses
BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urin menurun. Faktor lain berupa kecemasan, kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya dapat meningkatkan tensi otot
perut, perianal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik
(Purnomo, 2011).

Gambar 1. Patologi Retensi Urine


(Grace dan Borley, 2007)
1. Neurologi
Proses berkemih melibatkan dua proses yang berbeda yaitu pengisian
dan penyimpanan urine serta pengosongan kandung kemih. Hal ini saling
berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih
dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf
otonom dan somatik. Secara neurologi retensi urine dapat terjadi karena
adanya lesi pada saraf perifer, otak, atau sumsum tulang belakang. Lesi ini
bisa menyebabkan kelemahan otot detrusor dan inkoordinasi otot detrusor
dengan sfingter pada uretra.
Pada pasien yang mendapatkan anastesi spinal dapat menyebabkan
retensi urin. Hal ini karena anastesi spinal memblokade sakral yang
menyebabkan atonia vesika urinaria sehingga volume urin di vesika urinaria
jadi lebih banyak. Sedangkan pada pasien yang mendapatkan anastesi umum
dapat menyebabkan paralisis muskulus yang bekerja di banyak area tubuh.
Pada beberapa pasien juga terjadi paralisis otot kandung kemih, sehingga
menyebabkan pasien tidak dapat berkemih. Ketidakmampuan BAK ini dapat
terjadi dalam 24 jam, tetapi selama waktu itu kandung kemih akan terus terisi
dan penuh, sehingga dibutuhkan kateter. (Heisler, 2011).
2. Obstruksi dan Infeksi (Corwin, 2001)
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat
aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul
diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini
berlangsung lama, akan terjadi penimbunan cairan urine sehingga dapat
terjadi retensi urine. Penimbunan cairan juga dapat menimbulkan hidronefron
yang pada akhirnya juga bisa menimbulkan kerusakan ginjal. Selain itu batu
pada saluran kemih juga bisa menyebabkan respon nyeri yang diakibatkan
oleh pembesaran dari saluran kemih tersebut. Pembesaran saluran kemih
akan memicu pelepasan mediator kimia yang dapat menyebabkan respon
nyeri.
3. Obat (Purnomo, 2011)
Medikasi yang menggunakan bahan anti kolinergik, seperti trisiklik
antidepresan, dapat membuat retensi urine dengan cara menurunkan kontraksi
otot detrusor pada buli-buli. Obat-obat simpatomimetik, seperti dekongestan
oral, juga dapat menyebabkan retensi urine dengan meningkatkan tonus
alpha-adrenergik pada prostat dan leher buli-buli. Dalam studi terbaru obat
anti radang non steroid ternyata berperan dalam pengurangan kontraksi otot
detrusor lewat inhibisi mediator prostaglandin. Banyak obat lain yang dapat
menyebabkan retensi urine.
4. Trauma (Finucane, 2007)
Retensi urin akut dapat disebebkan karena tindakan pembedahan.
Pembedahan dapat memberikan etiologi luka trauma pada saraf pelvis atau
kandung kemih, distensi kandung kemih, edema pada sekitar leher kandung
kemih serta relaksasi otot sphincter eksterna. Retensi urin sementara sering
terjadi pascabedah dengan durasi rata-rata 7-8 jam dan sering terjadi pada
laki-laki. Penyebab akibat trauma atau komplikasi pasca bedah. Trauma
langsung yang paling sering adalah straddle injury, yaitu cedera dengan kaki
mengangkang, biasanya pada anak-anak yang naik sepeda dan kakinya
terpeleset dari pedalnya, sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda.
Selain itu, tidak jarang juga terjadi cedera pasca bedah akibat kateterisasi atau
instrumentasi.
Retensi dapat terjadi pada setiap pasien pascaoperatif, khususnya
pasien yang menjalani operasi di daerah perineum atau anal sehingga timbul
spasme-reflek sphicnter (Smeltzer, 2001).
Dari semua faktor di atas menyebabkan urin mengalir lambat kemudian
terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya
terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan,
salah satunya berupa kateterisasi urethra.

D. Manifestasi
Tanda klinis retensi urin secara umum (Hidayat & Uliyah, 2008):
1. Ketidaknyamanan daerah pubis
2. Distensi vesika urinaria
3. Ketidaksanggupan untuk berkemih
4. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urin (25-50 ml)
5. Ketidakseimbangan jumlah urin yang dikeluarkan dengan asupannya
6. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
7. Adanya urin sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih
Manifestasi rentensi urin :
1. Retensi akut
Ditandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh dan distensi
kandung kemih ringan (Grace dan Borley, 2007). Penderita akan merasa nyeri
yang hebat di daerah suprapubik, bila penderita tidak terlalu gemuk, akan
terlihat/teraba benjolan di daerah suprapubik.
Menurut WHO (2007) tanda dan gejala pada retensi urin akut :
a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil meskipun merasa dorongan untuk
melakukannya
b. Nyeri, biasanya pada perut bagian bawah
c. Pembesaran kandung kemih yang satu palpasi dapat dirasakan sebagai
massa berbentuk kubah di perut bagian bawah
Menurut Jurnal European Assosiation of Urology (M.J. Speakman,
2009): Acut Urinary Retention (AUR) pasien secara umum mengeluhkan
nyeri perut bagian bawah dan bengkak, ketidakmampuan untuk buang air
kecil atau buang air kecil dengan jumlah yang sedikit, teraba massa didaerah
pelvis serta hasil perkusi adalah dullness.
2. Retensi kronis
Ditandai dengan gejala-gejala iritasi kandung kemih (frekuensi, disuria,
volume sedikit) atau tanpa nyeri, distensi yang nyata, inkontinensia urin
(sering berhubungan dengan infeksi tractur urinary sekunder) (Grace dan
Borley, 2007). Penderita sama sekali tidak bisa miksi, gelisah, mengedan bila
ingin miksi, dan terjadi inkontinensia.
Menurut Jurnal European Assosiation of Urology (M.J. Speakman,
2009): Cronic Urinary Retention (CUR) ketika ditemukannya residu urine
sebesar 300cc sampai 500cc pada kandung kemih, dapat pula disertai BAK
sangat sedikit, frekuensi BAK yang sering, kesulitan untuk memulai
berkemih sampai pada tanda dan gejala adanya gagal ginjal. Pada CUR
biasanya sering diikuti oleh infeksi pada tractus urinary akibat adanya
penumpukan residu urin.
Pada anamnesa, pasien akan mengeluh sulit buang air kecil. Pada inspeksi,
palpasi dan perkusi, akan didapatkan buli-buli yang mengembang. Pada perkusi
akan terdengar pekak, yang menentukan adanya buli-buli yang penuh pada
penderita yang gemuk (Purnomo, 2003).
E. Pathway

Etiologi retensi urine berasarkan lokasi kerusakan Faktor lain


saraf

SUPRAVESIKAL VESIKAL INTRAVESIKAL Trauma Pembedahan Ansietas FARMAKOLOGI


kerusakan pada pusat miksi di kelemahan otot kekakuan leher VU, antikolinergik antispasmodik,
medulla spinalis sakralis S2-S4 detrusor karena striktur batu kecil, Kelainan antidepressant, antihistamin,
kerusakan Trauma saraf
setinggi T12-L1 lama teregang, tumor pada leher patologi simpatomimetik
saraf pelvis/
persalinan, VU, fimosis urethra,
simpatis & kandung
cedera/inflamasi, BPH,
parasim- kemih,
kerusakan saraf simpatis & atoni pada pasien Ca.prostat Dikonsumsi dalam jangka waktu lama
patis distensi
parasimpatis sebagian / seluruhnya DM atau penyakit obstruksi sebagian / kandung
neurologis, urethra seluruhnya kemih
divertikel yang Hambatan Me↓ filtrasi Me↓
kelemahan otot destrusor besar eliminasi glomerolus kontraksi otot
me↑ distensi urin detrusor buli-
Relaksasi otot otot
Inkoordinasi otot detrusor dgn sfingter buli
abdominal
sfingter urethra internal me↓
Produksi urin me↓

RETENSI URINE
Retensi Urin Akut Perubahan sekunder bladder GFR ↓ MK : Retensi Urin
Retensi Urin Kronis

bladder terasa penuh Tekanan intravesika ↑ Sekresi protein Gangguan


terganggu filtrasi di ginjal
adanya sisa urin distensi urin
dalam bladder Kompensasi muskulo
tidak ada haluaran urin
detrusor menebal Sindrom uremia Cairan
pengosongan kandung kembali ke
distensi kandung kemih terjadi kemih tidak efisien vaskuler
berlebihan supersaturasi Sulit berkemih Gangguan keseimbangan
asam basa
Edema
menekan reseptor kristal dan benda Pembedahan
nyeri asing dalam urin Produksi asam ↑
Otot buli-buli Pe↑ tekanan dalam lumen
mengendap MK : Resiko Infeksi MK :
merangsang saraf aferen melemah & tekanan dinding VU
Mual muntah Kelebihan
volume cairan
impuls sampai ke batu saluran kemih urin memancar berulang- (Hipervolemia)
korteks serebri ulang dalam jumlah sedikit Nafsu makan ↓
Hambatan
Pembesaran saluran aliran urin
thalamus kemih Intake nutrisi
tidak adekuat
nyeri di suprapubik MK : Ansietas Inkontinensia
Pelepasan mediator kimia
Overflow

MK : Nyeri Akut urin dalam bladder refluks MK :


Defisit nutrisi

urin menetes keluar


Klien belum pernah menderita ke ginjal ke ureter dalam jumlah sedikit
penyakit ini sebelumnya (merembes)
PK : Hidronefrosis PK : Hidroureter
area perineum
Kurang informasi
lembab dan gatal

PK: Gagal Ginjal


MK : Kurang Pengetahuan
MK : Gangguan
Integritas Kulit
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen
Sangat diperlukan sebelum melakukan pemeriksaan penunjang
saluran kemih. Film polos dapat menunjukan: batu ginjal pada sistem
pelvicalyces, klasifikasi parenkim ginjal, batu uretere, klasifikasi dan batu
kandung kemih, klasifikasi prostat, atau deposit tulang sklerotik (Patel
2006).
2. Ureum dan elektrolit
Digunakan untuk menentukan indeks fungsi ginjal (Rubenstein [et al] 2005)
3. Kultur dan sensitivitas MSU
Berhubungan dengan infeksi, termasuk sitologi jika dicurigai terdapat
tumor (Grace and Borley 2006).
4. Sistografi
Untuk memeriksa katup uretra, striktur. Sistografi adalah pemeriksaan
radiografik kandun kemih, setelah kandung kemih diisi oleg suatu medium
kontras (Brooker 2008).
5. IVU (Inravenous Urography)
Indikasi untuk pemeriksaan batu ginjal/kandung kemih. Pasen dengan
retensi urin dan infeksi saluran kemih dianjurkan untuk melakukan
ultrasonografi dibandingkan IVU. Setelah didapatkan film abdomen sebagai
kontrol awal, sebanyak 50-100 ml media kontras dengan osmolar rendah
yang teriodinisasi disuntikan ke pasien. Kontras dengan cepat mencapai
ginjal dan akan dikeluarkan melalui filtrasi glomelurus. Film yang diambil
sesaat setelah penyuntikan kotras akan menggambarkan fase nefrogram
yang memperlihatkan parenkim ginjal dan batas-batasnya. Film-film yang
diambil 5, 10, dan 15 menit setelah penyuntikan akan memperlihatkan
sistem pelvicalyces, ureter, dan kandung kemih; urutan ini bervariasi
tergantung pada masing-masing pasien. Adanya obstruksi ginjal mungkin
membutuhkan pemerikasaan yang lebih lama sampai 24 jam untuk
menggambarkan sistem pelvicalyses (Patel 2005).
6. Urodinamik
Merupakan suatu studi atau penelitian fungsi kandung kemih.
Urodinamik ini memberikan penjelasan keterkaitan untuk pengeluaran dan
penyimpanan di bladder dan uretra. Penjelasan terhadap gejala-gejala dan
masalah pada setiap individu lebih jelas. Urodinamik memberikan
identifikasi dan penilaian masalah neurologis, penilaian BPH (Abrams
2006).
7. Sistoskopi
Adalah pemeriksaan langsung pada kandung kemih dengan
menggunakan instrumen yang disebut sistokop (Baradero 2008).
8. Urin analisis
Adanya darah dalam urine bisa disebabkan karena kelainan di bagian
mana pun dari saluran kemih. Jumlah darah yang sedikit saja bisa secara
signifikan mengubah warna urin menjadi merah mudah atau merah. Adanya
hematuria mikroskopik (nampak pada pemeriksaan dipstik dan pemeriksaan
mikroskopik) atau makroskopik yang terus menerus harus diperiksa lebih
lanjut karena mungkin merupakan gambaran awal dari suatu karcinoma
pada ginjal atau kelainan ginjal lain yang serius (Davey, 2006).
a. Berat jenis urine : nilai normalnya adalah 1,010-1,026. Prosedur ini dapat
mengukur kemampuan ginjal untuk mengonsentrasi urine. Prosedur
dimulai dengan mengambil urine yang pertama waktu bangun pagi hari.
Pasien tidak memerlukan persiapan khusus (Baradero et al, 2009).
b. Osmolalitas urine : nilai normalnya adalah 500-800 mOsm. Uji ini
merupakan yang terbaik untuk mengetahui fungsi ginjal. Osmolalitas
adalah konsentrasi total partikel dalam larutan (Baradero et al, 2009).
c. Klirens kreatinin: nilai normal pria 90-140 ml/menit wanita 85-125
ml/menit. Prosedur ini menilai kecepatan ginjal untuk mengambil
kreatinin dari plasma
9. Uroflometri
Uroflowmetri adalah pencatatan tentang pancaran urin selama proses
miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala
obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri
dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi pancaran maksimum,
pancaran rata-rata, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran
maksimum dan lamanya pancaran.
10. Uretrografi
Uretrografi adalah pencitraan uretra dengan memakai bahan kontras.
Bahan kontras dimasukkan langsung melalui klem Broadny yang dijepitkan
pada glans penis. Gambaran yang mungkin terjadi adalah :
a. Jika terdapat striktura uretra akan tampak adanya penyempitan atau
hambatan kontras pada uretra.
b. Trauma uretra tampak sebagai ekstravasasi kontras keluar dinding uretra.
c. Tumor uretra atau batu non opak pada uretra tampak sebagai filling defect
pada uretra.
11. Uretrosistoskopi.
Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra
prostatika dan buli-buli. Terlihat adanya pembesaran, obstruksi uretra dan
leher buli-buli, batu buli-buli, selule dan divertikel buli-buli.
Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan tindakan pembedahan
untuk menentukan perlunya dilakukan TUIP, TURP, atau prostatektomi
terbuka. Disamping itu pada kasus yang disertai dengan hematuria atau
dugaan adanya karsinoma buli-buli sistoskopi sangat membantudalam
mencari lesi pada buli-buli.
12. Ultrasonografi.
Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah menangkap gelombang
bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ-organ (jaringan) yang berbeda
kepadatannya. Pemeriksaan ini tidak invasif dan tidak menimbulkan efek
radiasi. USG dapat membedakan antara massa padat (hiperekoik) dengan
massa kistus (hipoekoik). Pada kelenjar prostat, melalui pendekatan
transrektal (TRUS) dipakai untuk mencari nodul pada keganasan prostat dan
menentukan volume / besarnya prostat. Jika didapatkan adanya dugaan
keganasan prostat, TRUS dapat dipakai sebagai penuntun dalam melakukan
biopsy kelenjar prostat.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakaukan pada retensi urine dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Mengeluarakan urine yang tertahan.
a. Kateterisasi
Pada retensi urin akut, pengobatannya dimulai dengan memasukkan
kateter melewati uretra untuk mengosongkan kandung kemih. Pengobatan
awal ini untuk mengurangi kesakitan dari kandung kemih yang penuh dan
mencegah kerusakan kandung kemih yang permanen. Namun pemasangan
kateter harus steril untuk mencegah terjadinya infeksi. Pengobatan jangka
panjang untuk retensi urin akut tergantung dari penyebabnya (lewis,2011).
b. Sistostomi Suprapubik
Sistostomi adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengalirkan
kencing melalui lubang yang dibuat di supra pubik untuk mengeluarkan
urine dari buli-buli serta mangatasi retensi urine dan menghindari
komplikasi (schwartz,2002).
1) Sistostomi Trokar
Tindakan ini dikerjakan dengan anestasi lokal dan menggunakan
alat trokar. Indikasi sistostomi trocar adalah untuk kateterisasi gagal :
Striktur, batu uretra yang menancap (impacted) katerisasi tidak
dibenarkan : adanya robekan uretra karena trauma.

Gambar 3. Memasukkan alat trokar (Basuki, 2003)


2) Sistostomi terbuka
Sistostomi terbuka dikerjakan bila terdapat kontra indikasi pada
tindakan sistostomi trokar atau tidak terdapat alat trokor.dianjurkan
untuk melakukan sistostomi terbuka jika terdapt sikatriks/ bekas operasi
pada daerah suprasimfisis ,sehabis mengalami trauma didaerah panggul
yang mencederai buli-buli dan adanya bekuan darah pada buli-buli yang
tidak mungkin dilakukan tindakan per uretram.

Gambar 4. preparat sistostomi


(Basuki, 2003)
c. Pungsi buli-buli
Merupakan tindakan darurat sementara bila katerisasi tidak berhasil
dan fasilitas atau sarana untuk sistostomi baik trokar maupun terbuka tidak
tersedia. Pada tindakan pungsi buli digunakan jarum pungsi dan penderita
segera dirujuk ke pusat pelayanan dimana dapat dilakukan sistotomi.

Gambar 5. Posisi Tindakan aspirasi Suprapubik & Mencari Lokasi


untuk Aspirasi Suprapubik
d. Uretrolitotomy
Ureterolitotomi adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk
mengambil batu ureter baik ureter proksimal (atas) ataupun distal (bawah).
Operasi ini dengan menggunakan sayatan di kulit. Letak irisan sangat
bergantung letak batu. Untuk batu di ureter atas, irisan berada di pinggang
berbentuk garis lurus yang oblik. Untuk batu di ureter bawah maka irisan
di perut bawah garis lurus yang sejajar tubuh (Mary, 2008). Tindakan ini
jika retensi urine disebabkan oleh batu yang terdapat pada ureter.
2. Berdasarkan penyebab retensi urine
a. Pengobatan retensi urin karena karsinoma prostat
Saat ini penentuan pengobatan untuk karsinoma prostat didasarkan
atas derajat dan fase daripada tumor, harapan hidup pasien dan
kemampuan tiap terapi untuk menjamin kelangsungan hidup dengan bebas
penyakit. Beberapa pilihan terapi untuk karsinoma prostat ialah :
1) Tanpa terapi / watchfull waiting
Walaupun kemajuan kanker lokal dapat terjadi, dengan
menunggu dan berjaga-jaga pada fase awal kanker prostat, tingkat
kematian setelah 10 tahun sangat rendah antara 4 – 15 %. Akan tetapi
pada penelitian lebih lanjut antara 15 – 20 tahun, peningkatan signifikan
pada resiko lokal atau perkembangan sistemik dan kematian dari kanker
prostat dapat terjadi. Peningkatan resiko tersebut sangat berhubungan
dengan derajat kanker.
2) Prostatektomi radikal.
Pasien yang berada dalam stadium T1-2 N0 M0 adalah cocok
untuk dilakukan prostatektomi radikal, yaitu berupa pengangkatan
kelenjar prostat bersama dengan vesika seminalis. Hanya saja operasi
ini dapat menimbulkan penyulit, antara lain perdarahan, disfungsi
ereksi, dan inkontinensia. Tetapi dengan teknik nerve sparring yang
baik terjadinya kerusakan pembuluh darah dan saraf yang memelihara
penis dapat dihindari sehingga timbulnya penyulit berupa disfungsi
ereksi dapat diperkecil.
3) Radioterapi.
Ditujukan untuk pasien tua atau pasien dengan tumor loko-invasif
dan tumor yang telah mengadakan metastasis. Pemberian radiasi
eksterna biasanya didahului dengan limfadenektomi. Diseksi kelenjar
limfe saat ini dapat dikerjakan melalui bedah laparoskopi disamping
operasi terbuka.
b. Pengobatan retensi urin karena Beningn Prostat Hiperplasia
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah untuk mengembalikan
kualitas hidup pasien. Terapi yang diberikan tergantung pada derajat
keluhan, keadaan pasien maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang
diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari :
1) Tanpa terapi / watchfull waiting
Watchfull waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi
apapun tetapi perkembangan penyakit dan keadaannya tetap diawasi
oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan kepada pasien dengan
IPSS skor dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari. Setiap enam bulan sekali pasien diminta untuk
kontrol kembali.
2) Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi
resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau
mengurangi volume prostat sebagai komponen statik.
c. Pengobatan retensi urin karena striktura uretra. (David, 1994)
Jika pasien datang karena retensi urin secepatnya dilakukan
sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin. Jika dijumpai abses
periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotik. Tindakan khusus
yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah :
1) Businasi (dilatasi) dengan cara memasukkan pipa dengan busi logam
kedalam uretra dan dilakukan secara hati-hati. Metode alternative lain
ialah dengan memasukkan balon kecil diujung kateter didalam uretra.
2) Uretrotomi internal yaitu memotong jaringan sikatriks uretra dengan
pisau Otis atau dengan pisau Sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi
striktura total, sedangkan pada striktura yang lebih berat, pemotongan
striktura dikerjakan secara visual dengan pisau sachse.
3) Uretrotomi eksterna adalah tindakan operasi terbuka berupa
pemotongan jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis
diantara jaringan uretra yang masih sehat.
d. Pengobatan retensi urin karena batu uretra
Tindakan untuk mengeluarkan batu tergantung dari posisi, ukuran,
dan bentuk batu. Seringkali batu yang ukurannya tidak terlalu besar dapat
keluar spontan asalkan tidak ada kelainan atau penyempitan uretra. Batu
pada meatus uretra eksternum atau fossa navikularis dapat diambil dengan
forcep setelah terlebih dahulu dilakukan pelebaran meatus uretra
(meatotomi), sedangkan batu kecil di uretra anterior dapat dicoba
dikeluarkan dengan melakukan lubrikasi terlebih dahulu dengan
memasukkan campuran jelli dan lidokain 2% intrauterine dengan harapan
batu dapat keluar spontan. Batu yang cukup besar dan berada di uretra
posterior didorong terlebih dahulu ke buli-buli kemudian dilakukan
litotripsi. Untuk batu yang besar dan menempel di uretra sehingga sulit
berpindah tempat meskipun telah dilubrikasi, mungkin perlu dilakukan
uretrolitotomi atau dihancurkan dengan pemecah batu transuretra.
e. Pengobatan retensi urin karena fimosis
Infeksi awal dapat dirawat dengan obat antimicrobial spektrum
luas.kulit depan bagian dorsal dapat dipotong jika drainase dibutuhkan.
Sirkumsisi jika terdapat indikasi dapat dilakukan setelah infeksi tersebut
dapat dikontrol.
f. Pengobatan retensi urin karena parafimosis
Parafimosis biasanya dapat diobati dengan memijit dengan kuat
glans selama lima menit untuk mengurangi edema jaringan dan
mengurangi ukuran dari glans. Kulit tersebut dapat ditarik kedepan
melewati glans. Kadang-kadang lingkaran konstriksinya memerlukan
insisi dengan local anastesi. Antibiotik dapat diaplikasikan dan sirkumsisi
dapat dilakukan setelah inflamasi reda.
g. Pengobatan retensi urin karena sistokel dan rektokel
Wanita memerlukan pembedahan untuk mengangkat jatuhnya
kandung kemih atau rectum. Prosedur yang paling umum untuk cystocele
dan rectocele adalah membuat suatu insisi di dinding liang vagina untuk
menemukan kelainan atau lubang pada membran. kemudian menjahit
fascia untuk menutup kelainan atau lubang tersebut, kemudian menutup
insisi di dinding vagina dengan jahitan yang lebih. Langkah ini
mempererat lapisan jaringan yang memisahkan organ, menciptakan
penahan yang lebih kuat untuk organ panggul.

H. Komplikasi
1. Infeksi Saluran Kemih
Urin yang tertampung di buli-buli harus segera dikeluarkan karena urin
yang tertampung akan berisiko menjadi media untuk bakteri berkembang dan
akan menyebabkan Infeksi saluran kemih. Karena adanya sisa urin setiap kali
miksi, maka lama kelamaan akan terbentuk batu endapan di dalam kansung
kemih, yang kemudian akan menyebabkan bertambahnya keluhan iritasi dan
menimbulkan keluhan hematuria pada pasien. Selain itu batu akan
menyebabkan timbulnya penyakit sistitis dan bila terjadi refluks dapat
menyebabkan terjadinya pielonefritis (Purnomo 2003).
2. Hidronefrosis
Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga
tekanan di dalam lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat.
Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen
akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi
hidroureter dan bila sampai ke ginjal akan menyebabkan hidronefrosis dan
bila terjadi infeksi sehingga mempercepat terjadinya kerusakan ginjal dan
menyebabkan gagal ginjal.
3. Kerusakan bladder
Jika kandung kemih menjadi membentang terlalu jauh atau untuk waktu
yang lama, otot-otot mungkin rusak secara permanen dan kehilangan
kemampuan untuk berkontraksi.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Data Demografi Klien
Menanyakan Identitas klien seperti : nama, usia, jeniskelamin,
suku / bangsa, alamat, agama, tanggal MRS, jam MRS, diagnosa.
Retensi urine biasa terjadi pada usia lanjut dan jenis kelamin pria karena
akibat hiperplasia prostat jinak/kelainan prostat.
2) Keluhan Utama
Keluahan utama pasien dengan kasus ini biasanya dapat berupa
keluhan nyeri suprapubis berat dan ketidakmampuan untuk miksi.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Bagaimana pola berkemih pasien, meliputi frekuensi,
waktu, dan banyaknya urin. Apakah klien merasa nyeri.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit
serupa sebelumnya.
a) Riwayat penyakit yang pernah diderita klien, kondisi neurologis
(mis., cedera medula spinalis pada S2, S3 dan S4), infeksi saluran
kemih, BPH, kanker prostat, batu saluran kemih, riwayat striktur
uretra, dan trauma urologi.
b) Obat-obatan: beberapa obat menyebabkan retensi urine yang
mencakup preparat antikolinergik-anti spasmodik seperti, atropin;
preparat anti depresan-anti psikotik seperti, fenotiazin; preparat
antihistamin, seperti pseudoefedrin hidroklrorida (Sudafed);
preparat B-adrenergic, seperti propranolol; dan preparat
antihipertensi seperti, hidralazin.
c) Riwayat operasi dan tindakan: Retensi dapat terjadi pada pasien
pascaoperatif, khususnya pasien yang menjalani operasi di daerah
perineum atau anal sehingga timbul spasme refluk sfinger. Anestesi
umum akan mengurangi inervasi otot kandung kemih, dan dengan
demikian dorongan untuk membuang air kecil tertekan. Riwayat
penggunaan alkohol.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan
atau keturunan berhubungan dengan masalah pada ginjal atau urologi
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan compos mentis namun tampak lemas
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah biasanya meningkat karena klien merasakan nyeri,
suhu meningkat jika ditemukan adanya infeksi, nadi biasanya
meningkat karena klien merasakan nyeri dan RR biasanya meningkat
karena klien merasakan nyeri
3) Sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Perawat melakukan pengkajian adanya gangguan pada pola
nafas klien, biasanya klien esak akibat rasa nyeri yang dialami dan
peningkatan respiratory rate.
b) B2 (Blood)
Apakah terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien
bingung dan gelisah. Pada retensi urin muncul adanya keringat
dingin (Diaforesis) akibat nyeri pada distensi kandung kemih.
c) B3 (Brain)
Klien ditemukan dalam kesadaran biasanya sadar penuh.
Namun tetap diperhatikan adanya tanda-tanda pasca trauma atau
cedera pada SSP.
d) B4 (Bladder)
Disuria, ingin berkemih tetapi tidak ada urine yang keluar, dan
urine keluar sedikit-sedikit karena ada overflow, urine yang keluar
menetes, produksi urin sedikit/anuria apabila ureter terjadi obstruksi
bilateral.
 Inspeksi
 Daerah perineal: Kemerahan, lecet namun tidak ditemukan
adanya pembengkakan.
 Tidak ditemukannya adanya benjolan atau tumor spinal cord.
 Ditemukan adanya tanda obesitas dan sempitnya ruang gerak
pada klien
 Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam
kandung kemih serta disertai keluarnya darah.
 Apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik
lesi pada meatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat
berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi
 Palpasi
 Ditemukan adanya distensi kandung kemih dan nyeri tekan.
 Tidak teraba benjolan tumor daerah spinal cord
 Perkusi
Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih.
 Auskultasi : ditemukan peristaltik (+) , bruit (+)jika terjadi
obstruksi steanosis arteri renalis.
e) B5 (Bowel)
Pemeriksaan auskultasi bising usus klien adakah peningkatan
atau penurunan, serta palpasi abdomen klien adanya nyeri tekan
abdomen atau tidak ataupun ketidaknormalan ginjal. Pada perkusi
abdomen ditemukan ketidaknormalan atau tidak.
f) B6 (Bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian. Retensi urine
dapat terjadi pada pasien yang harus tirah baring total. Perawat
mengkaji kondisi kulit klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus retensi urine menurut
Nuraarif&Kusuma (2015) dan PPNI (2017) sebagai berikut :
a. Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisiologis (misal:
inflamasi)
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
e. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
f. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
g. Ansietas berhubungan dengan kuramg terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan
Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment
yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan PPNI
(2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit retensi urine adalah
sebagai berikut :
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Retensi urin Setelah dilakukan Manajemen eliminasi urin
(D.0050) tindakan keperawatan (I.04152)
selama ..x.. diharapkan Observasi
kemampuan berkemih 1. Identifikasi tanda dan
membaik dengan kriteria gejala retensi urin
hasil (L.04034): 2. Identifikasi faktor yang
1. Sensasi berkemih menyebabkan retensi urin
meningkat 3. Monitor eliminasi urin
2. Desakan berkemih (misal: frekuensi,
(urgensi) menurun konsistensi, aroma,
3. Distensi kandung volume, dan warna)
kemih menurun Terapeutik
4. Berkemih tidak tuntas 1. Catat waktu dan haluaran
menurun berkemih
5. Volume residu urine 2. Batasi asupan cairan jika
menurun perlu
3. Ambil sampel urin tengah
(midstream) atau kultur
4. Pasang kateter urin jika
perlu.
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
retensi urin
2. Anjurkan mengukur
asupan cairan dan haliaran
urin
3. Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
4. Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
5. Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat supositoria uretra, jik
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
(D.0077) tindakan keperawatan Observasi
selama ..x.. diharapkan 1. Identifikasi lokasi,
tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil frekuensi, kualitas,
(L.08066): intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun 3. Identifikasi respon nyeri
2. Meringin menurun non verbal
3. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
4. Kesulitan tidur memperberat dan
menurun memperingan nyeri
5. Kemampuan 5. Monitor keberhasilan
menuntaskan aktivitas terapi komplementer yang
meningkat sudah diberikan
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(misal: terapi musik,
terapi pijat, aromaterapi,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misal: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
skala nyeri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mnegurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Defisit Setelah dilakukan Edukasi proses penyakit
pengetahuan tindakan keperawatan (I.12444)
(D.0111) selama ..x.. diharapkan Observasi
tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan
meningkat dengan kemampuan menerima
kriteria hasil (L.12111): informasi
1. Perilaku sesuai
anjuran meningkat
2. Kemampuan Terapeutik
menjelaskan 1. Sediakan materi dan
pengetahuan tentang media pendidikan
suatu topik mingkat kesehatan
3. Perilaku sesuai dengan 2. Jadwalkan pendidikan
pengetahuan kesehatan sesuai
meningkat kesepakatan
4. Persepsi yang keliru 3. Berikan kesempatan
terhadap masalah untuk bertanya
menurun Edukasi
5. Perilaku membaik 1. Jelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit
2. Jelaskan proses
patofisiologi munculnya
penyakit
3. Jelaskan tanda dan gejala
yang ditimbulkan oleh
penyakit
4. Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
5. Ajarkan cara meredakan
atau mengatasi gejala
yang dirasakan
6. Ajarkan cara
meminimalkan efek
samping dari intervensi
atau pengobatan
7. Informasikan kondisi
pasien saat ini
8. Anjurkan melapor jika
merasakan tanda dan
gejala memberat atau
tidak biasa
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (I.14539)
(D.0142) tindakan keperawatan Observasi
selama ..x.. diharapkan 1. Monitor tanda dan gejala
tingkat infeksi menurun infeksi lokal dan sistemik
dengan kriteria hasil Terapeutik
(L.14137): 1. Batasi jumlah pengunjung
1. Demam menurun 2. Berikan perawatan kulit
2. Kemerahan menurun pada area edema
3. Nyeri menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
4. Bengkak menurun sesudah kontak dengan
5. Kebersihan tangan pasien dan lingkungan
meningkat pasien
6. Kebersihan badan 4. Pertahankan teknik
meningkat aseptik pada pasein
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
5. Hipervolemia Setelah dilakukan Pemantauan cairan (I.03121)
(D.0022) tindakan keperawatan Observasi
selama ..x.. diharapkan 1. Monitor intake dan output
perfusi renal meningkat cairan
dengan kriteria hasil 2. Monitor jumlah, warna
(L.02013): dan berat jenis urine
1. Jumlah urine 3. Monitor berat badan
meningkat 4. Identifikasi tanda-tanda
2. Nyeri abdomen hipervolemia (misal:
menurun dispnea, edema perifer,
3. Mual dan muntah berat badan menurun
menurun dalam waktu singkat
4. Distensi abdomen 5. Monitor tanda-tanda vital
menurun sign
5. Keseimbangan asam Terapeutik
basa membaik 1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
6. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi (I.03119)
(D.0019) tindakan keperawatan Observasi
selama ..x.. diharapkan 1. Identifikasi status nutrisi
status nutrisi membaik 2. Identifikasi alergi dan
dengan kriteria hasil intoleransi makanan
(L.03030): 3. Identifikasi makanan
1. Porsi makanan yang yang disukai
dihabiskan meningkat 4. Identifikasi kebutuhan
2. Berat badan membaik kalori dan jenis nutrien
3. Frekuensi makan 5. Monitor berat badan
membaik 6. Monitor asupan makan
4. Nafsu makan 7. Monitor hasil
membaik pemeriksaan laboratorium
5. Nyeri abdomen Terapeutik
menurun 1. Lakukan oral hygiene
6. Membran mukosa sebelum makan, jika perlu
membaik 2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (misal
piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika perlu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(misal: pereda nyeri), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
7. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas (I.09314)
(D.0080) tindakan keperawatan Observasi
selama ..x.. diharapkan 1. Monitor tanda-tanda
tingkat ansietas menurun ansietas (verbal dan
dengan kriteria hasil nonverbal)
(L.09093): 2. Identifikasi kemampuan
1. Perilaku gelisah mengambil keputusan
menurun 3. Identifikasi saat tingkat
2. Perilaku tegang ansietas berubah (misal:
menurun kondisi, waktu, stresor)
3. Konsentrasi membaik Terapeutik
4. Pola tidur membaik 1. Ciptakan suasana
5. Pola berkemih terapeutik untuk
membaik menumbuhkan
6. Verbalisasi kepercayaan
kebingungan menurun
7. Verbalisasi khawatir 2. Temani pasien untuk
akibat kondisi yang mengurangi kecemasan,
dihadapi menurun jika memungkinkan
3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
Edukasi
1. Latihan teknik relaksasi
2. Anjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
4. Jelaskan prosedur
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
5. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru. Faktor-faktoryang
mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain:
a. Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal.
b. Kemampuan menilai data baru.
c. Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana tindakan.
d. Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien.
e. Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi pelaksanaan.
f. Kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan
serta efektivitas tindakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan
mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakankeperawatan
yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap
yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan
tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi
dan tanda gejala yang spesifik (Olfah & Ghofur, 2016).
ASUHAN KEPERAWATAN RETENSI URINE

Tgl/Jam MRS : 13 Agustus 2022 / 11.30 WIB


Tanggal/Jam Pengkajian : 15 Agustus 2022 / 15.00 WIB
Metode Pengkajian : Wawancara
Diagnosa Medis : P4 Post Partum Spontan IUFD jam 11.40 WIB ibu
dengan retensi urin 3 hari
No. Registrasi : 00.30.37.91

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama Klien : Ny.S
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Munjul Rt 001/003 Ciledes Tigaraksa Kab.
Tangerang
Umur : 33 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : Tamat SMK
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 34 Tahun
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Kp. Munjul Rt 001/003 Ciledes Tigaraksa
Kab.Tangerang
Hubungan dengan Klien : Suami
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sulit untuk buang air kecil serta urin berwarna
hijau bercampur darah.
b. Riwayat Pengkajian Sekarang
Pasien datang ke IGD Maternal RSUD Kabupaten Tangerang tanggal
13 Agustus 2022 Pukul 11.30 rujukan dari PKM Tigaraksa dengan P4A0
hamil 40 minggu dengan post partum spontan IUFD tanggal 13 Agustus
2022 jam 11.40 WIB Riwayat BSC 1 kali dan retensi urin 3 hari. Pasien
mengatakan sudah 3 hari sebelum masuk rumah sakit mengalami sulit
buang air kecil dan urin berwarna hijau bercampur darah. Pasien
mengatakan riwayat minum jamu saat hamil. Keluhan saat ini pasien
mengatakan buang air kecil masih berwarna hijau dan nyeri hilang timbul
pada perut bagian bawah tengah diatas kemaluan serta lemas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan riwayat operasi SC tahun 2016 di RS Permata,
riwayat penyakit terdahulu lainnya tidak ada.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak memiliki penyakit keturuna seperti
DM, Jantung, Hipetensi. Serta keluarga tidak memiliki riwayat penyakit
menular.
Genogram
Keterangan:
: Laki - laki

: Perempuan

: Pasien

: Sudah meninggal

: Tinggal satu rumah


3. Pengkajian Pola Fungsi Gordon
a. Pola Persepsi Dan Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan Jika ada anggota keluarga yang sakit, keluarga
selalu berobat ke dokter.
b. Pola Aktifitas dan Latihan (Kegiatan Sehari-hari)
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidak bekerja hanya
melakukan aktivitas menjadi ibu rumah tangga saja.
Selama Sakit : Pasien mengatakan selama sakit hanya berbaring ditempat
tidur dan aktivitas dibantu keluarga.
c. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit tidur malam 7-8 jam
sehari dan jarang tidur siang serta tidak memiliki gangguan tidur dan saat
bangun pasien merasa cukup istirahatnya.
Selama Sakit :
1) Kualitas dan kuantitas tidur
Pasien mengatakan selama sakit lebih sering berbaring ditempat tidur,
saat tidur di malam hari sering terbangun hanya tidur ± 2-3 jam.
2) Gangguan tidur
Pasien mengatakan sering terbangun di malam hari.
d. Pola nutrisi metabolic
1) Pengkajian Nutrisi (ABCD)
a) (Antropometri)
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 70 Kg
IMT : 27,3 kg/m2 (Obesitas)
b) (Biomechanical)
Hemoglobin : 10,7 g/dl
Leukosit : 14,17 x10̂ 3/ul
Hematokrit : 31 %
Tromboit : 169 x10̂ 3/ul
c) (Clinical Sign)
Keadaan umum pasien sedang, kesadaran compos mentis, GCS 15,
Pasien tampak lemas dan meringis, akral teraba hangat, nadi teraba
kuat dan teratur, konjungtiva tidak anemis.
d) (Diet)
Pasien mendapatkan diet nasi lunak 1700 kkal.
2) Pola Nutrisi
Sebelum Sakit
a) Frekuensi
Pasien mengatakan makan sebanyak 3x sehari
b) Jenis
Pasien mengatakan jenis makanan yang dimakan terdiri dari lauk
pauk dan sayuran kadang terdapat buah-buahan
c) Porsi
Pasien mengatakan makan sebanyak satu porsi
d) Keluhan
Pasien mengatakan tidak ada keluhan saat makan
Selama Sakit
a) Frekuensi
Pasien mengatakan makan sebanyak 3 x sehari
b) Jenis
Pasien mengatakan jenis makanan yang dimakan yaitu lauk pauk,
sayuran dan buah-buahan.
c) Porsi
Pasien mengatakan hanya menghabiskan Setengah porsi
d) Keluhan
Pasien mengatakan tidak ada keluhan.
e. Pola Eliminasi
1) BAB
Sebelum Sakit
a) Frekuensi BAB : 1x sehari
b) Konsistensi : lunak
c) Warna : kuning kecoklatan
d) Keluhan Dan Kesulitan BAB : tidak ada keluhan dan kesulitan BAB
e) Penggunaan Obat Pencahar : tidak menggunakan obat pencahar
Selama Sakit
a) Frekuensi BAB : 1 kali sehari
b) Konsistensi : lunak
c) Warna : kuning kecoklatan
d) Keluhan Dan Kesulitan BAB : tidak ada keluhan dan kesulitan BAB
f) Penggunaan Obat Pencahar : tidak menggunakan obat pencahar
2) BAK
Sebelum Sakit
1) Frekuensi BAK : 6-7 kali per hari
2) Jumlah Urine : tidak diukur
3) Warna : kuning jernih
4) Keluhan/ Kesulitan BAK : tidak ada keluhan
Selama Sakit
1) Frekuensi BAK : terpasang kateter
2) Jumlah Urine : 1200 cc
3) Warna : hijau bercampur darah
4) Keluhan/ Kesulitan BAK : pasien mengatakan sulit BAK dan
urin berwarna hijau bercampur
darah
ANALISIS KESEIMBANGAN CAIRAN SELAMA PERAWATAN
Intake Output Analisis
a. Minuman 1500 cc a. Urine 900 cc Intake : 2000 cc
b. Makanan 500 cc b. Feses 100 cc Output : 1700 cc
c. IWL 700 cc
Total : 2000 cc Total : 1700 cc Balance : +300 cc

d. Pola kognitif dan perceptual


1) Nyeri (Kualitas, insentitas, durasi, skala, cara mengurangi nyeri)
P : Nyeri pada saat melakukan aktivitas
Q : Nyeri seperti disayat - sayat
R : Nyeri dibagian abdomen bawah tengah diatas kemaluan
S : Skala 4
T : Nyeri hilang timbul
2) Fungsi panca indra (penglihatan, pendengaran, pengecapan, penghidu,
perasa)
Penglihatan : normal
Pendengara : normal
Pengecapan : normal
Penghidu : normal
Perasa : normal
3) Kemampuan membaca
Pasien dapat membaca dengan baik
e. Pola konsep diri
1) Harga diri
Pasien mengatakan tidak merasa minder dengan keadaan sekarang dan
tampak selalu kooperatif terhadap perawat yang merawatnya.
2) Ideal diri
Pasien mengatakan ingin cepat beraktifitas seperti biasa dan merawat
anak dengan baik.
3) Identitas diri
Pasein mampu mengenali dirinya sebagai seorang ibu dengan 3 anak.
4) Gambaran diri
Pasien merasa dirinya perlu pertolongan selama perawatan.
5) Peran
Selama ini berperan sebagai ibu dari tiga anak dan ibu rumah tangga.
f. Pola koping
1) Masalah utama selama masuk RS (keuangan, dll)
Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam keuangan tetapi
membutuhkan tindakan segera dalam menangani penyakitnya
2) Kehilangan/ perubahan yang terjadi sebelumnya
Pasien mengatakan harus mengalami kehilangan pada kehamilan anak
ke empat ini
3) Pandangan terhadap masa depan
Pasien mengatakan ingin memberikan Pendidikan yang terbaik untuk
anak saya dan saya menjadi ibu yang baik untuk mereka.
4) Koping makanisme yang digunakan saat terjadi masalah
Pasien mengatakan selalu berdoa untuk diberikan jalan keluar dalam
menghadapi masalah.
g. Pola seksual reproduksi
1) Masalah menstruasi
Pasein mengatakan tidak terdapat masalah menstruasi
2) Pap smear terakhir
Pasien mengatakan Belum pernah melakukan Tindakan pap smear
3) Perawatan payudara setiap bulan
Pasien mengatakan tidak rutin melakukan perawatan payudara
4) Alat kontrasepsi yang digunakan
Pasien mengatakan menggunakan suntik KB 3 bulan
5) Apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual
Tidak ada
6) Apakah penyakit sekarang mengganggu fungsi seksual
Tidak ada
h. Pola peran hubungan
1) Pola pasien dalam keluarga dan masyarakat
Pasien mengatakan dalam keluarga sebagai ibu dari tiga anak dan tidak
mengikuti kegiatan di masyarakat.
2) Apakah klien punya teman dekat
Pasien mengatakan punya teman dekat disekitar rumah
3) Siapa yang dipercaya untuk membantu klien jika ada kesulitan
Pasein mengatakan suami dan keluarga
4) Apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat? Bagaimana keterlibatan
klien
Tidak ada
i. Pola nilai dan kepercayaan
1) Agama : Islam
2) Ibadah : Sholat 5 waktu
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Cukup
1) Kesadaran : Composmentis (E4M6V5)
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan Darah : 114/70 mmHg
b) Nadi
 Frekuensi : 87 x/menit
 Irama : Reguler
 Kekuatan : Normal
c) Pernafasan
 Frekuensi : 19 x/menit
 Irama : Reguler
d) Suhu : 36,3°C
b. Pengkajian Head To Toe
1) Kepala
a) Bentuk dan ukuran kepala : simetris
b) Pertumbuhan rambut : penyebaran rambut merata hitam
c) Kulit kepala : berminyak dan berketombe
2) Muka
a) Mata
 Kebersihan : bersih
 Fungsi penglihatan : baik
 Palpebral : tidak ada edema
 Konjungtiva : tidak anemis
 Sclera : putih
 Pupil : isokor.
 Diameter ki/ka : simetris
 Reflek Terhadap Cahaya : +
 Pengunaan alat bantu penglihatan : tidak menggunakan alat bantu
penglihatan.
b) Hidung
 Fungsi penghidu : baik tidak ada penurunan ketajaman
penciuman
 Sekret : tidak ada penumpukan sekret
 Nyeri sinus : tidak ada nyeri tekan
 Polip : tidak ada polip
 Napas Cuping Hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung
c) Mulut
 Kemampuan bicara : baik
 Keadaan bibir : kering
 Selaput mukrosa : kering
 Warna lidah : terdapat bercak putih pada lidah.
 Keadaan gigi : ada yang berlubang
 Bau nafas : tidak ada bau nafas
 Dahak : tidak ada dahak
d) Gigi
 Jumlah : 28 buah gigi
 Kebersihan : bersih
 Masalah : tidak ada masalah
e) Telinga
 Fungsi pendengaran : baik
 Bentuk : simetris
 Kebersihan : bersih
 Serumen : tidak ada serumen
 Nyeri Telinga : tidak ada nyeri telinga
3) Leher
a) Bentuk : simetris
b) Pembesaran tyroid : tidak ada pembesaran tyroid
c) Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
d) Nyeri waktu menelan : tidak ada nyeri saat menelan
e) JVP : tidak ada pembesaran JVP
4) Dada (Thorax)
a) Paru-paru
 Inspeksi : bentuk dada simetris, frekuensi nafas 19 x/menit, irama
nafas teratur, pernafasan cuping hidung tidak ada, penggunaan
otot bantu nafas tidak ada, tidak menggunakan alat bantu nafas
 Palpasi : vocal premitus normal diseluruh lapang paru, ekspansi
paru simetris, pengembangan sama di paru kanan dan kiri.
 Perkusi : sonor, batas paru ICS 5
 Auskultasi : suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas
tambahan.
b) Jantung
 Inspeksi : tidak terlihat adanya pulpasi iktus kordis, tidak ada
sianosis
 Palpasi : tidak ada pembesaran jantung
 Perkusi :
 Batas atas : ICS II line sternal dekstra
 Batas bawah : ICS V line midclavicula sinistra
 Batas kanan : ICS III line sternal dekstra
 Batas kiri : ICS III line sternal sinistra
 Auskultasi :
 BJ II Aorta : Dub, reguler dan intensitas kuat
 BJ II Pulmonal : Dub, reguler dan intensitas kuat
 BJ I Trikuspid : Lub, reguler dan intensitas kuat
 BJ I Mitral : Lub, reguler dan intensitas kuat
 Tidak ada bunyi jantung tambahan
 Tidak ada kelainan
5) Abdomen
a) Inspeksi :
 Bentuk : Bulat
 Tidak ada bayangan vena
 Tidak terlihat adanya benjolan
 Tidak ada luka operasi pada abdomen
 Tidak terpasang drain
b) Auskultasi :
Peristaltic 15 x/menit
c) Perkusi : shifting Dullness (-)
d) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut bawah, tidak teraba adanya
massa, tidak ada pembesaran pada hepar dan lien
6) Genetalia : terdapat perdarahan pervagina.
7) Anus dan rectum : tidak terdapat hemoroid
8) Ekstremitas
a) Atas
 Kekuatan otot kanan dan kiri : 5,5
 ROM kanan dan kiri : aktif
 Perubahan bentuk tulang : tidak ada
 Pergerakan sendi bahu : normal
 Perabaan Akral : hangat
 Pitting edema : tidak ada
 Terpasang infus : terpasang vemplon
b) Bawah
 Kekuatan otot kanan dan kiri : 5,5
 ROM kanan dan kiri : aktif.
 Perubahan bentuk tulang : tidak ada
 Varises : terdapat varises
 Perabaan Akral : hangat
 Pitting edema : tidak ada
9) Intergumen : kuku bersih, kelenjar keringat baik

5. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Tanggal pemeriksaan : 13.08.2022

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Keterangan


Hasil
HEMATLOGI
Hemoglobin 10.7 11.7 - 15.5 g/dl
Leukosit 14.17 3.60 - 11.00 x10̂ 3/ul
Hematokrit 31 35 - 47 %
Trombosit 196 140 - 440 x10̂ 3/ul
HITUNG JENIS
Basofil 0 0-1 %
Eeositofil 0 2-4 %
Batang 0 3-5 %
Segmen 91 50 - 70 %
Limfosot 7 25 - 40 %
Monosit 2 2-8 %
KIMIA
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah 116 <180 mg/dl
Sewaktu
FUNGSI GINJAL
Ureum 44 0 - 50 mg/dl
Creatinin 2.4 0.0 - 1.1 mg/dl
URINALISA
MAKROSKOPIK
Warna Kehijauan Kuning
Kekeruhan Agak keruh Jernih
CARIK CELUP
Leukosit 1+ Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Urobilinogen 0.2 0.1 - 1 UmoI/L
Protein Negatif Negatif
pH 6.5 4.5 - 8
Darah 2+ Negatif
Berat Jenis 1.020 1.003 - 1.030
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Glukosa (Reduksi) Negatif Negatif
IMUNO-SEROLOGI
HEPATITIS
HbsAg (Rapid) Non Reaktif Non Reaktif
Anti HIV (Screening) Non Reaktif Non Reaktif
Syphilis Non Reaktif Non Reaktif
SWAB ANTIGEN
Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif
(RDT-Ag)
b) Pemeriksaan diagnostik
Tanggal pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

Tidak terdapat pemeriksaan Tidak ada


diagnostik yang dilakukan

c) Terapi medis
Hari / Jenis Terapi Dosis Golongan & Fungsi
Tanggal Kandungan
15 - 16 Cairan / obat
Agustus IV:
2022 Tidak ada
Obat oral:
Amoxicilin 2x1 Antibiotik Untuk mengatasi
golongan penyakit akibat
penisilin infeksi bakteri
Asam 3x1 Golongan Untuk
mefenamat antiinflamasi mengurangi rasa
nonsteroid nyeri tingkat
ringan hingga
sedang
Sf 2x1 Golongan Untuk suplemen
obat zat besi zat besi
Bromocriptine 2 x 1 Golongan Untuk mengatasi
obat ergot hormon prolaktin
alkaloid yang bermasalah
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. S Nama Mahasiswa : Lency Cahyaningsih

Ruang : Aster NPM : P2790522022


No. M.R. : 00.30.37.91

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Retensi Urine b.d Setelah Manajemen eliminasi
Peningkatan dilakukan urine
Tekanan Uretra d.d tindakan 1. Identifikasi tanda dan 1. Untuk mengetahui
sulit buang air kecil keperawatan gejala retensi urine masalah yang
dan urine berwarna selama 2 x 7 terjadi pada pasien
hijau bercampur jam diharapkan 2. Catat waktu dan 2. Untuk mengetahui
darah. kemampuan haluaran berkemih jadwal berkemih
berkemih pasien
membaik
dengan kriteria 3. Pasang kateter urine 3. Untuk membantu
hasil : jika perlu pengeluaran urine
1. Sensasi 4. Lakukan pengecekan 4. Untuk mengetahui
berkemih residu urine jumlah sisa urine
meningkat setelah berkemih
2. Desakan 5. Anjurkan minum yang 5. Agar kebutuhan
berkemih cukup, jika tidak ada minum pasien
(urgensi) kontraindikasi terpenuhi
menurun
3. Distensi
kandung
kemih
menurun
4. Berkemih
tidak tuntas
menurun
5. Volume
residu urine
menurun

2. Nyeri akut b.d agen Setelah Manajemen nyeri


pecedera fisiologis dilakukan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk menentukan
(misal: inflamasi) tindakan karakteristik, durasi, lokasi,
d.d nyeri pada perut keperawatan frekuensi, kualitas, karakteristik,
bagian bawah atas selama 2 x 7 intensitas nyeri durasi, frekuensi,
kemaluan. jam diharapkan kualitas, dan
tingkat nyeri intensitas nyeri
menurun 2. Identifikasi skala 2. Untuk
dengan kriteria nyeri mengetahuai
hasil : tingkatan skala
1. Keluahn nyeri
nyeri 3. Kontrol lingkungan 3. Untuk
menurun yang mempeberat memberikan rasa
2. Meringis rasa nyeri nyaman kepada
menurun pasien dan
3. Gelisah mengurangi rasa
menurun nyeri
4. Kesulitan 4. Ajarkan teknik 4. Untuk
tidur nonfarmakologi meminimalkan
menurun untuk mengurangi rasa nyeri
5. Kemampun nyeri
menuntaska 5. Kolaborasi 5. Untuk
kn aktivitas pemberian analgetik mengurangi rasa
meningkat nyeri
IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. S Nama Mahasiswa : Lency Cahyaningsih

Ruang : Aster NPM : P2790522022


No. M.R. : 00.30.37.91
No Waktu Diagnosa Implementasi Hasil
1. Senin,
15-16
Agustus
2022
14.30 1 1. Melakukan pemeriksaan tanda – tanda 1. Tensi : 110/70 mmHg
vital Nadi : 81 x/menit
Suhu : 36,0C
RR : 19 x/menit
15.00 1 2. Melakukan pengajian ke pasien 2. Pasien mengatakan
sulit untuk buang air
kecil serta urine
berwarna hijau
bercampur darah
15.35 1 3. Melakukan pemasangan kateter urine 3. Pasien terpasang
kateter urine no 18
tanggal 15/08/2022 jam
15.35
15.45 1 4. Melakukan pengecekan residu urine 4. Residu urine 300 cc
21.00 1 5. Mencatat waktu dan haluaran 5. Urine dari jam 14.00 –
berkemih 21.00 sebanyak 900 cc
21.05 1 6. Anjurkan minum yang cukup, jika 6. Pasien mengatakan
tidak ada kontraindikasi minum sehari sekitar
1500 liter
2. Senin,
15-16
Agustus
2022
16.00 2 1. Mengidentifikasi lokasi, 1. Pasien mengatakan
karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri di bagian perut
kualitas, intensitas nyeri bawah tengah diatas
kemaluan, nyeri
dirasakan seperti di
sayat sayat, nyeri
hilang timbul dan
dirasakan saat
melakukan aktivitas
16.15 2 2. Mengidentifikasi skala nyeri 2. Pasien mengatakan
skala nyeri 4
17.00 2 3. Mengontrol lingkungan yang 3. Lingkungan pasien
mempeberat rasa nyeri tampak nyaman
17.25 2 4. Mengajarkan teknik nonfarmakologi 4. Pasien dapat
untuk mengurangi nyeri melakukan teknik
relaksaksi nafas
18.00 2 dalam
5. Melakukan Kolaborasi pemberian 5. Pasien mendapatkan
analgetik terapi obat asam
mefenamat 3 x 1
EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN

Nama klien : Ny.S


Diagnosis medis: Retensi urine Ruang Rawat: Aster
Tanggal Diagnosa SOAP Tanda
Keperawatan Tangan
15 1 S : Pasien mengatakan sulit untuk buang Lency
Agustus air kecil dan urine berwana hijau
2022 bercampur darah.
21.00 O : Keadaan umum cukup, kesadaran
composmentis, nadi teraba kuat, akral
teraba hangat, Tensi: 115/75 mmHg,
N: 79 x/menit, Suhu: 36,10C, RR:
19x/menit, membran mukosa kering,
pasien tampak lemas, hasil UL: warna
kehijauan, kekeruhan: agak keruh,
darah: +1, Ureum: 44 Cretinin: 2.4,
residu urine : 300 cc, balance
cairan/24jam: +300 cc, balance
diuresis: 0,5 cc/kgbb/24jam, IWL:
700 cc.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi (1,4,5,6)
15 2 S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian Lency
Agustus perut tengah bawah dekat atas
2022 kemaluan mulai berkurang, nyeri
21.00 dirasakan hilang timbul, nyeri seperti
disayat-sayat, skala nyeri 3 dan
dirasakan saat melakukan aktivitas.
O : Keadaan umum cukup, kesadaran
composmentis, nadi teraba kuat, akral
teraba hangat, Tensi: 115/75 mmHg,
N: 79 x/menit, Suhu: 36,10C, RR:
19x/menit, membran mukosa kering,
pasien tampak lemas, ekspresi wajah
pasien tampak meringis, pasien
tampak sulit saat melakukan aktivitas,
skala nyeri 3
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi (1,2,3,4,5)
16 1 S : Pasien mengatakan sudah bisa buang Lency
Agustus air kecil tanpa selang kencing, warna
2022 urine sudah jernih
16.00 O : Keadaan umum baik, kesadaran
composmentis, nadi teraba kuat, akral
teraba hangat, Tensi: 121/77 mmHg,
N: 81x/menit, Suhu: 36,30C, RR:
19x/menit, membran mukosa lembab,
pasien tampak rileks, residu urine:
100 cc,
A : Masalah teratasi
P : Ontervensi dihentikan
16 2 S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian Lency
Agustus perut tengah bawah dekat atas
2022 kemaluan sudah berkurang, nyeri
16.30 dirasakan sudah jarang, skala nyeri 1
dan dapat melakukan aktivitas secara
mandiri
O : Keadaan umum baik, kesadaran
composmentis, nadi teraba kuat, akral
teraba hangat, Tensi: 121/77 mmHg,
N: 81x/menit, Suhu: 36,30C, RR:
19x/menit, membran mukosa lembab,
ekspresi wajah pasien tampak rileks,
pasien dapat berjalan secara mandiri
skala nyeri 1
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai