S DENGAN RETENSI
URINE DI RUANG ASTER RSUD KABUPATEN TANGERANG
Disusun Oleh:
Lency Cahyaningsih
(P2790522022)
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
RETENSI URINE
A. Pengertian
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini
menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan
distensi, vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000-4000 ml urine
(Hidayat & Uliyah, 2008).
Menurut Black (2009), bahwa retensi urin adalah ketidakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan sebagian atau keseluruhan selama poses
pengosongan. Purnomo (2011), mengatakan bahwa retensi urine adalah
ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urine yang terkumpul di
dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui. Lewis et all
(2011), retensi urine merupakan ketidakmampuan untuk mengososngkan
kandung kemih meskipun ada rangsangan miksi atau akumulasi urine di
kandung kemih karena ketidakmampuan untuk berkemih.
Retensi Urin didefinisikan sebagai ketidakmampuan berkemih. Retensi
Urin akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba pada keadaan kandung
kemih yang nyeri. Retensi Urin kronis adalah keadaan kandung kemih yang
membesar, penuh, tidak nyeri dengan atau tanpa kesulitan berkemih.
B. Etiologi
Retensi urine dapat dibagi berdasarkan penyebab lokasi kerusakan saraf,
yaitu (Kozier, 2009) :
1. Supravesikal, berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis
S2–4 dan Th1- L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan parasimpatis
baik sebagian atau seluruhnya, misalnya : retensi urin karena gangguan
persarafan, operasi miles, mesenterasi pelvis, dan kelainan medula spinalis
(meningokel, tabes dorsalis, atau spasmus sfingter)
2. Vesikal, berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang, berhubungan
dengan - masa kehamilan dan proses persalinan, misalnya : retensi urin akibat
iatrogenik, cedera/inflamasi, psikis, atoni pada pasien DM, dan divertikel
yang besar
3. Intravesikal, berupa kekakuan leher vesika, striktur oleh batu kecil atau tumor
pada leher vesika urinaria, misalnya : retensi urin akibat obstruksi adanya
tumor, batu kecil atau fimosis
4. Faktor lain-lain. Kelainan patologi urethra, trauma, BPH, striktur uretra,
karsinoma prostat dan obat-obatan golongan antikolinergik, anti spasmodik,
antidepresant, antihistamin dapat beresiko menyebabkan gangguan eliminasi
urin apabila dikonsumsi secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan hambatan dari eliminasi urin.
Menurut lama terjadinya, retensi urin dibedakan menjadi dua (Pierce &
Borley 2006) :
1. Retensi akut
Ditandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh, dan distensi
kandung kemih ringan. Penyebab tersering dari retensi akut pada :
a. Anak adalah obat-obatan,
b. Usia muda adalah pasca operasi, obat-obatan, ISK akut, trauma, hematuria
c. Usia lanjut disebabkan karena BPH, tumor dan pasca operasi
2. Retensi kronis
Ditandai dengan gejala-gejal iritasi kandung kemih (frekuensi, disuri,
urgensi) atau tanpa nyeri yang disebabkan oleh peningkatan volume residu
urin yang bertahap, distensi yang nyata, inkontinensia urin (seringkali
berhubungan dengan ISK sekunder). Penyebab tersering pada :
a. Anak adalah kelainan kongenital
b. Usia muda disebabkan trauma dan pasca operasi
c. Usia lanjut disebabkan karena BPH, striktur, karsinoma prostat
Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang dapat
disebabkan karena pembesaran prostat, pembesaran sedikit demi sedikit
mengobstruksi dari saluran kemih, dan ditandai dengan adanya perembesan
urin karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang
terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar, sulit memulai
berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan
sempurna. Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat
menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari.
C. Patofisiologi
Menurut Selius Brian (2008) secara garis besar penyebab retensi dapat
dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu akibat obstruksi, infeksi, farmakologi,
neurologi, dan faktor trauma. Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi
akibat faktor intrinsik, atau faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem
saluran kemih dan bagian yang mengelilinginya seperti pembesaran prostat
jinak, tumor buli-buli, striktur uretra, phimosis, paraphimosis, dan lainnya.
Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari sistem organ lain, contohnya
jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher buli-buli, sehingga
membuat retensi urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak adalah akibat
pembesaran prostat jinak.
Pada retensi urin, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa
sakit yang hebat didaerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan. Retensio urin dapat terjadi menurut lokasi, faktor obat dan faktor
lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya
yang menyebabkan kerusakan simpatis dan parasimpatis sebagian atau
seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang
mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang,intravesikal
berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil
menyebabkan obstruksi urethra sehingga urin sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensi abdomen. Faktor obat dapat mempengaruhi proses
BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urin menurun. Faktor lain berupa kecemasan, kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya dapat meningkatkan tensi otot
perut, perianal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik
(Purnomo, 2011).
D. Manifestasi
Tanda klinis retensi urin secara umum (Hidayat & Uliyah, 2008):
1. Ketidaknyamanan daerah pubis
2. Distensi vesika urinaria
3. Ketidaksanggupan untuk berkemih
4. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urin (25-50 ml)
5. Ketidakseimbangan jumlah urin yang dikeluarkan dengan asupannya
6. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
7. Adanya urin sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih
Manifestasi rentensi urin :
1. Retensi akut
Ditandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh dan distensi
kandung kemih ringan (Grace dan Borley, 2007). Penderita akan merasa nyeri
yang hebat di daerah suprapubik, bila penderita tidak terlalu gemuk, akan
terlihat/teraba benjolan di daerah suprapubik.
Menurut WHO (2007) tanda dan gejala pada retensi urin akut :
a. Ketidakmampuan untuk buang air kecil meskipun merasa dorongan untuk
melakukannya
b. Nyeri, biasanya pada perut bagian bawah
c. Pembesaran kandung kemih yang satu palpasi dapat dirasakan sebagai
massa berbentuk kubah di perut bagian bawah
Menurut Jurnal European Assosiation of Urology (M.J. Speakman,
2009): Acut Urinary Retention (AUR) pasien secara umum mengeluhkan
nyeri perut bagian bawah dan bengkak, ketidakmampuan untuk buang air
kecil atau buang air kecil dengan jumlah yang sedikit, teraba massa didaerah
pelvis serta hasil perkusi adalah dullness.
2. Retensi kronis
Ditandai dengan gejala-gejala iritasi kandung kemih (frekuensi, disuria,
volume sedikit) atau tanpa nyeri, distensi yang nyata, inkontinensia urin
(sering berhubungan dengan infeksi tractur urinary sekunder) (Grace dan
Borley, 2007). Penderita sama sekali tidak bisa miksi, gelisah, mengedan bila
ingin miksi, dan terjadi inkontinensia.
Menurut Jurnal European Assosiation of Urology (M.J. Speakman,
2009): Cronic Urinary Retention (CUR) ketika ditemukannya residu urine
sebesar 300cc sampai 500cc pada kandung kemih, dapat pula disertai BAK
sangat sedikit, frekuensi BAK yang sering, kesulitan untuk memulai
berkemih sampai pada tanda dan gejala adanya gagal ginjal. Pada CUR
biasanya sering diikuti oleh infeksi pada tractus urinary akibat adanya
penumpukan residu urin.
Pada anamnesa, pasien akan mengeluh sulit buang air kecil. Pada inspeksi,
palpasi dan perkusi, akan didapatkan buli-buli yang mengembang. Pada perkusi
akan terdengar pekak, yang menentukan adanya buli-buli yang penuh pada
penderita yang gemuk (Purnomo, 2003).
E. Pathway
RETENSI URINE
Retensi Urin Akut Perubahan sekunder bladder GFR ↓ MK : Retensi Urin
Retensi Urin Kronis
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakaukan pada retensi urine dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Mengeluarakan urine yang tertahan.
a. Kateterisasi
Pada retensi urin akut, pengobatannya dimulai dengan memasukkan
kateter melewati uretra untuk mengosongkan kandung kemih. Pengobatan
awal ini untuk mengurangi kesakitan dari kandung kemih yang penuh dan
mencegah kerusakan kandung kemih yang permanen. Namun pemasangan
kateter harus steril untuk mencegah terjadinya infeksi. Pengobatan jangka
panjang untuk retensi urin akut tergantung dari penyebabnya (lewis,2011).
b. Sistostomi Suprapubik
Sistostomi adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengalirkan
kencing melalui lubang yang dibuat di supra pubik untuk mengeluarkan
urine dari buli-buli serta mangatasi retensi urine dan menghindari
komplikasi (schwartz,2002).
1) Sistostomi Trokar
Tindakan ini dikerjakan dengan anestasi lokal dan menggunakan
alat trokar. Indikasi sistostomi trocar adalah untuk kateterisasi gagal :
Striktur, batu uretra yang menancap (impacted) katerisasi tidak
dibenarkan : adanya robekan uretra karena trauma.
H. Komplikasi
1. Infeksi Saluran Kemih
Urin yang tertampung di buli-buli harus segera dikeluarkan karena urin
yang tertampung akan berisiko menjadi media untuk bakteri berkembang dan
akan menyebabkan Infeksi saluran kemih. Karena adanya sisa urin setiap kali
miksi, maka lama kelamaan akan terbentuk batu endapan di dalam kansung
kemih, yang kemudian akan menyebabkan bertambahnya keluhan iritasi dan
menimbulkan keluhan hematuria pada pasien. Selain itu batu akan
menyebabkan timbulnya penyakit sistitis dan bila terjadi refluks dapat
menyebabkan terjadinya pielonefritis (Purnomo 2003).
2. Hidronefrosis
Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga
tekanan di dalam lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat.
Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen
akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi
hidroureter dan bila sampai ke ginjal akan menyebabkan hidronefrosis dan
bila terjadi infeksi sehingga mempercepat terjadinya kerusakan ginjal dan
menyebabkan gagal ginjal.
3. Kerusakan bladder
Jika kandung kemih menjadi membentang terlalu jauh atau untuk waktu
yang lama, otot-otot mungkin rusak secara permanen dan kehilangan
kemampuan untuk berkontraksi.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Data Demografi Klien
Menanyakan Identitas klien seperti : nama, usia, jeniskelamin,
suku / bangsa, alamat, agama, tanggal MRS, jam MRS, diagnosa.
Retensi urine biasa terjadi pada usia lanjut dan jenis kelamin pria karena
akibat hiperplasia prostat jinak/kelainan prostat.
2) Keluhan Utama
Keluahan utama pasien dengan kasus ini biasanya dapat berupa
keluhan nyeri suprapubis berat dan ketidakmampuan untuk miksi.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Bagaimana pola berkemih pasien, meliputi frekuensi,
waktu, dan banyaknya urin. Apakah klien merasa nyeri.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit
serupa sebelumnya.
a) Riwayat penyakit yang pernah diderita klien, kondisi neurologis
(mis., cedera medula spinalis pada S2, S3 dan S4), infeksi saluran
kemih, BPH, kanker prostat, batu saluran kemih, riwayat striktur
uretra, dan trauma urologi.
b) Obat-obatan: beberapa obat menyebabkan retensi urine yang
mencakup preparat antikolinergik-anti spasmodik seperti, atropin;
preparat anti depresan-anti psikotik seperti, fenotiazin; preparat
antihistamin, seperti pseudoefedrin hidroklrorida (Sudafed);
preparat B-adrenergic, seperti propranolol; dan preparat
antihipertensi seperti, hidralazin.
c) Riwayat operasi dan tindakan: Retensi dapat terjadi pada pasien
pascaoperatif, khususnya pasien yang menjalani operasi di daerah
perineum atau anal sehingga timbul spasme refluk sfinger. Anestesi
umum akan mengurangi inervasi otot kandung kemih, dan dengan
demikian dorongan untuk membuang air kecil tertekan. Riwayat
penggunaan alkohol.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan
atau keturunan berhubungan dengan masalah pada ginjal atau urologi
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan compos mentis namun tampak lemas
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah biasanya meningkat karena klien merasakan nyeri,
suhu meningkat jika ditemukan adanya infeksi, nadi biasanya
meningkat karena klien merasakan nyeri dan RR biasanya meningkat
karena klien merasakan nyeri
3) Sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Perawat melakukan pengkajian adanya gangguan pada pola
nafas klien, biasanya klien esak akibat rasa nyeri yang dialami dan
peningkatan respiratory rate.
b) B2 (Blood)
Apakah terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien
bingung dan gelisah. Pada retensi urin muncul adanya keringat
dingin (Diaforesis) akibat nyeri pada distensi kandung kemih.
c) B3 (Brain)
Klien ditemukan dalam kesadaran biasanya sadar penuh.
Namun tetap diperhatikan adanya tanda-tanda pasca trauma atau
cedera pada SSP.
d) B4 (Bladder)
Disuria, ingin berkemih tetapi tidak ada urine yang keluar, dan
urine keluar sedikit-sedikit karena ada overflow, urine yang keluar
menetes, produksi urin sedikit/anuria apabila ureter terjadi obstruksi
bilateral.
Inspeksi
Daerah perineal: Kemerahan, lecet namun tidak ditemukan
adanya pembengkakan.
Tidak ditemukannya adanya benjolan atau tumor spinal cord.
Ditemukan adanya tanda obesitas dan sempitnya ruang gerak
pada klien
Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam
kandung kemih serta disertai keluarnya darah.
Apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik
lesi pada meatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat
berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi
Palpasi
Ditemukan adanya distensi kandung kemih dan nyeri tekan.
Tidak teraba benjolan tumor daerah spinal cord
Perkusi
Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih.
Auskultasi : ditemukan peristaltik (+) , bruit (+)jika terjadi
obstruksi steanosis arteri renalis.
e) B5 (Bowel)
Pemeriksaan auskultasi bising usus klien adakah peningkatan
atau penurunan, serta palpasi abdomen klien adanya nyeri tekan
abdomen atau tidak ataupun ketidaknormalan ginjal. Pada perkusi
abdomen ditemukan ketidaknormalan atau tidak.
f) B6 (Bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian. Retensi urine
dapat terjadi pada pasien yang harus tirah baring total. Perawat
mengkaji kondisi kulit klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus retensi urine menurut
Nuraarif&Kusuma (2015) dan PPNI (2017) sebagai berikut :
a. Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisiologis (misal:
inflamasi)
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
e. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
f. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
g. Ansietas berhubungan dengan kuramg terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan
Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment
yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan PPNI
(2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit retensi urine adalah
sebagai berikut :
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Retensi urin Setelah dilakukan Manajemen eliminasi urin
(D.0050) tindakan keperawatan (I.04152)
selama ..x.. diharapkan Observasi
kemampuan berkemih 1. Identifikasi tanda dan
membaik dengan kriteria gejala retensi urin
hasil (L.04034): 2. Identifikasi faktor yang
1. Sensasi berkemih menyebabkan retensi urin
meningkat 3. Monitor eliminasi urin
2. Desakan berkemih (misal: frekuensi,
(urgensi) menurun konsistensi, aroma,
3. Distensi kandung volume, dan warna)
kemih menurun Terapeutik
4. Berkemih tidak tuntas 1. Catat waktu dan haluaran
menurun berkemih
5. Volume residu urine 2. Batasi asupan cairan jika
menurun perlu
3. Ambil sampel urin tengah
(midstream) atau kultur
4. Pasang kateter urin jika
perlu.
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
retensi urin
2. Anjurkan mengukur
asupan cairan dan haliaran
urin
3. Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
4. Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
5. Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat supositoria uretra, jik
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
(D.0077) tindakan keperawatan Observasi
selama ..x.. diharapkan 1. Identifikasi lokasi,
tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil frekuensi, kualitas,
(L.08066): intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun 3. Identifikasi respon nyeri
2. Meringin menurun non verbal
3. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
4. Kesulitan tidur memperberat dan
menurun memperingan nyeri
5. Kemampuan 5. Monitor keberhasilan
menuntaskan aktivitas terapi komplementer yang
meningkat sudah diberikan
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(misal: terapi musik,
terapi pijat, aromaterapi,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misal: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
skala nyeri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mnegurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Defisit Setelah dilakukan Edukasi proses penyakit
pengetahuan tindakan keperawatan (I.12444)
(D.0111) selama ..x.. diharapkan Observasi
tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan
meningkat dengan kemampuan menerima
kriteria hasil (L.12111): informasi
1. Perilaku sesuai
anjuran meningkat
2. Kemampuan Terapeutik
menjelaskan 1. Sediakan materi dan
pengetahuan tentang media pendidikan
suatu topik mingkat kesehatan
3. Perilaku sesuai dengan 2. Jadwalkan pendidikan
pengetahuan kesehatan sesuai
meningkat kesepakatan
4. Persepsi yang keliru 3. Berikan kesempatan
terhadap masalah untuk bertanya
menurun Edukasi
5. Perilaku membaik 1. Jelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit
2. Jelaskan proses
patofisiologi munculnya
penyakit
3. Jelaskan tanda dan gejala
yang ditimbulkan oleh
penyakit
4. Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
5. Ajarkan cara meredakan
atau mengatasi gejala
yang dirasakan
6. Ajarkan cara
meminimalkan efek
samping dari intervensi
atau pengobatan
7. Informasikan kondisi
pasien saat ini
8. Anjurkan melapor jika
merasakan tanda dan
gejala memberat atau
tidak biasa
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (I.14539)
(D.0142) tindakan keperawatan Observasi
selama ..x.. diharapkan 1. Monitor tanda dan gejala
tingkat infeksi menurun infeksi lokal dan sistemik
dengan kriteria hasil Terapeutik
(L.14137): 1. Batasi jumlah pengunjung
1. Demam menurun 2. Berikan perawatan kulit
2. Kemerahan menurun pada area edema
3. Nyeri menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
4. Bengkak menurun sesudah kontak dengan
5. Kebersihan tangan pasien dan lingkungan
meningkat pasien
6. Kebersihan badan 4. Pertahankan teknik
meningkat aseptik pada pasein
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
5. Hipervolemia Setelah dilakukan Pemantauan cairan (I.03121)
(D.0022) tindakan keperawatan Observasi
selama ..x.. diharapkan 1. Monitor intake dan output
perfusi renal meningkat cairan
dengan kriteria hasil 2. Monitor jumlah, warna
(L.02013): dan berat jenis urine
1. Jumlah urine 3. Monitor berat badan
meningkat 4. Identifikasi tanda-tanda
2. Nyeri abdomen hipervolemia (misal:
menurun dispnea, edema perifer,
3. Mual dan muntah berat badan menurun
menurun dalam waktu singkat
4. Distensi abdomen 5. Monitor tanda-tanda vital
menurun sign
5. Keseimbangan asam Terapeutik
basa membaik 1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
6. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi (I.03119)
(D.0019) tindakan keperawatan Observasi
selama ..x.. diharapkan 1. Identifikasi status nutrisi
status nutrisi membaik 2. Identifikasi alergi dan
dengan kriteria hasil intoleransi makanan
(L.03030): 3. Identifikasi makanan
1. Porsi makanan yang yang disukai
dihabiskan meningkat 4. Identifikasi kebutuhan
2. Berat badan membaik kalori dan jenis nutrien
3. Frekuensi makan 5. Monitor berat badan
membaik 6. Monitor asupan makan
4. Nafsu makan 7. Monitor hasil
membaik pemeriksaan laboratorium
5. Nyeri abdomen Terapeutik
menurun 1. Lakukan oral hygiene
6. Membran mukosa sebelum makan, jika perlu
membaik 2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (misal
piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika perlu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(misal: pereda nyeri), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
7. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas (I.09314)
(D.0080) tindakan keperawatan Observasi
selama ..x.. diharapkan 1. Monitor tanda-tanda
tingkat ansietas menurun ansietas (verbal dan
dengan kriteria hasil nonverbal)
(L.09093): 2. Identifikasi kemampuan
1. Perilaku gelisah mengambil keputusan
menurun 3. Identifikasi saat tingkat
2. Perilaku tegang ansietas berubah (misal:
menurun kondisi, waktu, stresor)
3. Konsentrasi membaik Terapeutik
4. Pola tidur membaik 1. Ciptakan suasana
5. Pola berkemih terapeutik untuk
membaik menumbuhkan
6. Verbalisasi kepercayaan
kebingungan menurun
7. Verbalisasi khawatir 2. Temani pasien untuk
akibat kondisi yang mengurangi kecemasan,
dihadapi menurun jika memungkinkan
3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
Edukasi
1. Latihan teknik relaksasi
2. Anjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
4. Jelaskan prosedur
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
5. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru. Faktor-faktoryang
mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain:
a. Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal.
b. Kemampuan menilai data baru.
c. Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana tindakan.
d. Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien.
e. Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi pelaksanaan.
f. Kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan
serta efektivitas tindakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan
mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakankeperawatan
yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap
yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan
tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi
dan tanda gejala yang spesifik (Olfah & Ghofur, 2016).
ASUHAN KEPERAWATAN RETENSI URINE
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama Klien : Ny.S
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Munjul Rt 001/003 Ciledes Tigaraksa Kab.
Tangerang
Umur : 33 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : Tamat SMK
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 34 Tahun
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Kp. Munjul Rt 001/003 Ciledes Tigaraksa
Kab.Tangerang
Hubungan dengan Klien : Suami
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sulit untuk buang air kecil serta urin berwarna
hijau bercampur darah.
b. Riwayat Pengkajian Sekarang
Pasien datang ke IGD Maternal RSUD Kabupaten Tangerang tanggal
13 Agustus 2022 Pukul 11.30 rujukan dari PKM Tigaraksa dengan P4A0
hamil 40 minggu dengan post partum spontan IUFD tanggal 13 Agustus
2022 jam 11.40 WIB Riwayat BSC 1 kali dan retensi urin 3 hari. Pasien
mengatakan sudah 3 hari sebelum masuk rumah sakit mengalami sulit
buang air kecil dan urin berwarna hijau bercampur darah. Pasien
mengatakan riwayat minum jamu saat hamil. Keluhan saat ini pasien
mengatakan buang air kecil masih berwarna hijau dan nyeri hilang timbul
pada perut bagian bawah tengah diatas kemaluan serta lemas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan riwayat operasi SC tahun 2016 di RS Permata,
riwayat penyakit terdahulu lainnya tidak ada.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak memiliki penyakit keturuna seperti
DM, Jantung, Hipetensi. Serta keluarga tidak memiliki riwayat penyakit
menular.
Genogram
Keterangan:
: Laki - laki
: Perempuan
: Pasien
: Sudah meninggal
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Tanggal pemeriksaan : 13.08.2022
c) Terapi medis
Hari / Jenis Terapi Dosis Golongan & Fungsi
Tanggal Kandungan
15 - 16 Cairan / obat
Agustus IV:
2022 Tidak ada
Obat oral:
Amoxicilin 2x1 Antibiotik Untuk mengatasi
golongan penyakit akibat
penisilin infeksi bakteri
Asam 3x1 Golongan Untuk
mefenamat antiinflamasi mengurangi rasa
nonsteroid nyeri tingkat
ringan hingga
sedang
Sf 2x1 Golongan Untuk suplemen
obat zat besi zat besi
Bromocriptine 2 x 1 Golongan Untuk mengatasi
obat ergot hormon prolaktin
alkaloid yang bermasalah
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN