Anda di halaman 1dari 67

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

E
DENGAN GANGGUAN SISTEM URINARIA hehe aku lupa sistem apa
POST LAPARATOMI EKSPLORASI AI HERNIA UMBILICAL + CKD ON HD
DI RUANG HIGH CARE UNIT RSUD Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Disusun Oleh
Angga Bahtera Dewa 4006180018 Anggota Tim
Azka Fadilla. R 4006180022 Anggota Tim
Cahya Fitri 4006180061 Anggota Tim
Clara Yollanda. R 4006180019 Anggota Tim
Enggartia Lukita 4006180052 Anggota Tim
Ganesh Virel Bravelba 4006180002 Anggota Tim
Hasby Sopiandi. R 4006180012 Anggota Tim
Nadia Ima Mustika 4006180055 Anggota Tim
Nely Ismayanti 4006180051 Anggota Tim
Setiawan Ramdhani 4006180042 Anggota Tim
Yovie Antia 4006180028 Anggota Tim

Pembimbing Klinik

( )

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perforasi gaster adalah suatu penetrasi yang kompleks dari dinding lambung, usus
besar, usus halus akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari
lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena kebocoran
asam lambung dalam rongga perut (Warsinggih, 2016). Perforasi adalah ancaman
abdominal dan indikasi bahwa pembedahan diperlukan (Brunner & Suddarth, 2001).
Perforasi dalam bentuk apapun yang terjadi dan mengenai saluran pencernaan
merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan terutama dalam kegawatan bedah.
Penatalaksanaan bedah yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah laparatomi
eksplorasi. (Warsinggih, 2018).
Kasus tindakan laparatomi mengalami peningkatan di beberapa negara di dunia. Salah
satunya di daerah Afrika, pada tahun 2015 terdapat 1276 kasus laparatomi dengan 449
kasus (35%) di bagian obsetri dan 876 kasus (65%) pada bagian bedah umum (Ngowe,
N.M., et.al, 2014; Baison, G.N, 2017). Di Indonesia, jumlah tidakan operasi terhitung
pada tahun 2012 mencapai 1,2 juta jiwa dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan
tindakan bedah laparatomi (Kemenkes RI, 2013). Penelitian Thorsen et.al (2013)
menyebutkan bahwa masih terdapat resiko tinggi terhadap motilitas dan morbilitas pada
pasien yang mendapatkan terapi pembedahan, mortalitas akibat perforasi gaster diatas
27% dan komplikasi dilaporkan terjadi pada 20-50% pasien. Dari 19 kasus yang
dilakukan operasi, 12 (63%) kasus sembuh dengan lama perawatan post op diruangan
antara 7-10 hari rawatan dan sebanyak 7 kasus (37%) kasus meninggal paska operasi
karena sepsis (Wahyudi, 2009).
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung , kasus perforasi gaster tahun 2005
26 orang, tahun 2006 sejumlah 38 orang dan tahun 2007 meningkat menjadi 57 orang.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang juga dilakukan di Rumah Sakit Immanuel Bandung
dimana kasusnya pada tahun 2006 tidak lebih dari 10 orang, tetapi dalam 6 bulan terakhir
mencapai 46 orang. Mayoritas kasus adalah pria (77%) dan terbanyak pada usia 50 – 70
%, termuda usia 22 tahun dan tertua usia 80 tahun. Hal yang menarik dari penelitian
diatas adalah seluruh penderita perforasi gaster adalah pengkonsumsi jamu-jamuan atau
obat-obatan yang dibeli sendiri tanpa resep dokter karena keluhan rematik, nyeri kepala,
obat kuat, dan lain-lain. (Wahyudi, 2009)
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Perforasi Gaster ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit Perforasi Gaster
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian penyakit Perforasi Gaster
b. Mengetahui etiologi penyakit Perforasi Gaster
c. Mengetahui klasifikasi penyakit Perforasi Gaster
d. Mengetahui manifestasi klinik penyakit Perforasi Gaster
e. Mengetahui patofisiologi penyakit Perforasi Gaster
f. Mengetahui penatalaksanaan dan terapi penyakit Perforasi Gaster
g. Mengetahui komplikasi penyakit Perforasi Gaster
h. Dapat melakukan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi pada
penyakit Perforasi Gaster

D. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien dengan Perforasi Gaster di ruang HCU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS
A. Konsep Gagal Ginjal Kronis
1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam
darah (Muttaqin dan Sari, 2011).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis


didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,
2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami
kerusakan sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan urea dan sampah
metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis


Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal
sendiri dan di luar ginjal.

a. Penyakit dari ginjal

1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.

2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.


3) Batu ginjal: nefrolitiasis.

4) Kista di ginjal: polycstis kidney.

5) Trauma langsung pada ginjal.

6) Keganasan pada ginjal.

7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur. b.


Penyakit umum di luar ginjal

1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

2) Dyslipidemia.

3) SLE.

4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

5) Preeklamsi.

6) Obat-obatan.

7) Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).

3. Patofisiologi dan Pathway


Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap
fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang
masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.
Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang
masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan
reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan
beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan
glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi
ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya
kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi
3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimptomatik.

b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%

jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate)

besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung

dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat

disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan

pemekatan urin.

c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron

telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR

(Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin

serum dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang

lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis

cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma

dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
Pathway
4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :

a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR


dapat menurun hingga 25% dari normal

b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan


nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.

c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,


latergi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan
(volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis,
kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari
5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan
terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.

Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi


renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium, khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).

5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis


Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi
ke jantung)
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.

b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.

c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan


ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam
Urat.

d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir
ini dianggap sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik:
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan
bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam,
luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin,
pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang
menurun.

- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.


- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena
berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik
dan menurunnya lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan
pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun,
PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.

7. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar
aluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati
perifer, Hiperuremia
BAB III
PEMBAHASAN

Kasus

Tn. E usia 53 tahun di rawat di ruang HCU High Care Unit dengan post LE a.i hernia
umbilical dengan CKD on HD. Pada saat dilakukan pengkajian Tn. E mengalami penurunan
kesadaran pada verbalnya dengan nilai GCS = 14 (compos mentis) eye (4), verbal (4),
motorik (6). Tn. E masuk RS pada tanggal 30 April 2019 dengan keluhan nyeri perut bagian
umbilical dan terlihat benjolan besar berukuran 10x8x8 cm berwarna merah muda. Pada
tanggal 1 Mei 2019 jam 19.30 dilakukan Laparotomi Eksplorasi pada bagian umbilikalnya.
Pasien dipindahkan ke HCU Kemuning tanggal 5 Mei 2019 dengan terpasang monitor
dengan TD : 163/97 mmHg, RR : 20 x/menit, N : 86 x/menit, S : 36,4°C , SpO2 : 96%, drain
diperut bagian kanan dengan hasil ±1000 cc/24 jam, terdapat luka post op dibagian umbilikal,
terpasang srynge pump dengan oabt Nicardipine dengan kebutuhan 2 mcg/kg/jam, terpasang
infus pump NaCl 0,4 % dengan kebutuhan 20 tpm, pasien mengalami anuria. Keluarga
mengatakan pasien memiliki riwayat HD sejak 3 tahun lalu karena CKD nya dan memiliki
riwayat hipertensi.

I. Step 1 ( Kata Sulit )


a. Hernia Umbilical
b. CKD
c. Hemodialisa (HD)
d. Anuria
TAMBAHIN BISI ADA YANG KURANG

II. Step 2 ( Definisi Masalah Dalam Skenario )


1. Apa masalah yang mungkin muncul dari kasus tersebut ?
2. Bagaimana penatalaksanaan pada CKD ?
3. Apa saja tindakan keperawatan yang dapat di lakukan pada Tn. E ?
4. Bagaimana proses CKD bisa terjadi hernia umbilikal ?
TAMBAHIN PERTANYAAN

III. Step 3 ( Diskusi Masalah – Prior Knowledge )


a. Hernia Umbilical : suatu benjolan dari suatu organ daerah umbilikal
b. CKD : gagal ginjal kronis atau gagalnya ginjal memfiltrasi sisa-sisa metabolisme
dalam tubuh
c. Hemodialisa (HD) : suatu tindakan cuci darah yang dilakukan oleh alat
d. Anuria : tidak adanya keluaran urin sama sekali
e. Apa masalah yang mungkin muncul dari kasus tersebut ?
- kelebihan volume cairan (yang menumpuk pada drain)
- resiko ketidakseimbangan elektrolit
- gangguan pertukaran gas
f. Bagaimana penatalaksanaan pada CKD ?
Dianjurkan dilakukan HD secara rutin
g. Apa saja tindakan keperawatan yang dapat di lakukan pada Tn. E ?
Kolaborasi obat dengan dokter
h. Bagaimana proses CKD bisa terjadi hernia umbilikal ?
Sisa-sisa metabolisme Tn. E tidak dapat disaring karena gagal ginjalnya tersebut yang
akan membuat penumpukan berlebih pada daerah abdomen dan membuat pembesaran
abnormal pada organ daerah umbilikal

IV. Step 4 ( Analisis Masalah )

Sudah jelas Belum Jelas

Tidak ada Step 1 & 2

V. Step 5 ( Rumusan Tujuan Belajar )


Learning Objektive
1. Laporan Pendahuluan CKD
2. Laporan Pendahuluan Hernia

VI. Step 6 ( Self Study )


A. Konsep Gagal Ginjal Kronis
1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam
darah (Muttaqin dan Sari, 2011).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis


didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,
2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami
kerusakan sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan urea dan sampah
metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis


Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal
sendiri dan di luar ginjal.

a. Penyakit dari ginjal

1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.

2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.

3) Batu ginjal: nefrolitiasis.

4) Kista di ginjal: polycstis kidney.

5) Trauma langsung pada ginjal.

6) Keganasan pada ginjal.

7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur. b.


Penyakit umum di luar ginjal

1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

2) Dyslipidemia.

3) SLE.

4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

5) Preeklamsi.
6) Obat-obatan.

7) Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).

3. Patofisiologi dan Pathway


Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap
fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang
masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.
Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang
masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan
reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan
beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan
glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi
ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya
kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi
3 stadium, yaitu :

d. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimptomatik.

e. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%

jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate)

besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung

dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat

disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan

pemekatan urin.

f. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron

telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR
(Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin

serum dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang

lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis

cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma

dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
Pathway
6. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :

a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR


dapat menurun hingga 25% dari normal

b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan


nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.

c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,


latergi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan
(volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis,
kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari
5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan
terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.

Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi


renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium, khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).

7. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis


Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

d) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk

e) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi
ke jantung)
f) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.

b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.

c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan


ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam
Urat.

d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir
ini dianggap sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik:
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan
bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam,
luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin,
pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang
menurun.

- Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.


- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
- Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena
berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
- Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
- Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
- Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan ferifer)
- Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik
dan menurunnya lipoprotein lipase.
- Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan
pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun,
PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.

8. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar
aluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati
perifer, Hiperuremia

LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA

A. Pengertian

Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau
bagian lemah dari lapisan dinding perut (Sjamsuhidayat, 2009).
Hernia adalah proporsi abnormal organ jaringan atau bagian organ melalui stuktur
yang secara normal berisi bagian ini. Hernia paling sering terjadi pada rongga abdomen
sebagai akibat dari kelemahan muskular abdomen konginental atau didapat (Ester, 2009).

Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang
normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat (Long, 2009).

B. Etiologi
a. Umur

Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun
wanita. Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa
khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga
usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam
rongga perut .

b. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia
Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah selangkangan,
hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi. Penyebab lain kaum
adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada
buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi buruh yang sebagian besar pekerjaannya
mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam
rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut

c. Penyakit penyerta

Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi
tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran
prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain.
Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat
menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah.

d. Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.

e. Obesitas

Berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,


termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan
tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya penonjolan organ melalui dinding
organ yang lemah.

f. Kehamilan

Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan


lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia.

g. Pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan


terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang berat
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-otot
abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi
atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.

h. Kelahiran prematur

Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada
bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna,
sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui
kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar
kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Giri Made Kusala, 2009).

C. Jenis- jenis Hernia


a. Hernia hiatal
Kondisi di mana kerongkongan (pipa tenggorokan) turun, melewati diafragma
melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol ke dada (toraks).

b. Hernia epigastrik
Terjadi di antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di garis tengah perut.
Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang berisi usus.
Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini sering menimbulkan
rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali ke dalam perut ketika pertama kali
ditemukan.

c. Hernia umbilikal
Berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang disebabkan bukaan
pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran, tidak menutup
sepenuhnya.

d. Hernia inguinalis
Merupakan hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di
selangkangan atau skrotum. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Hernia tipe ini lebih
sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.

e. Hernia femoralis
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.

f. Hernia insisional
Hernia ini dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini muncul
sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak menutup
sepenuhnya.

D. Patofisiologi

Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan


seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau
batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus ke daerah otot abdominal,
tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu
kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya
pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan
yang cukup lama, pembedahan abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ– organ
selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, sehingga terjadilah penonjolan yang mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.
Sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau
mengalami kelemahan.

E. Manifestasi klinik

a. Berupa benjolan
b. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
c. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi
d. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi kandung
kencing

F. Penatalaksanaan medis
a. Secara konservatif (non operatif)
 Reposisi hernia
Hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan
 Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara,
misalnya pemakaian korset
b. Secara operatif
 Hernioplasti
Memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernioplasti sering dilakukan
pada anak – anak
 Herniographi
Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia di masukkan, kantong diikat, dan
dilakukan bainy plasty atau teknik yang lain untuk memperkuat dinding belakang
kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan pada orang dewasa
 Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada klien
dengan hernia yang sudah nekrosis
DAFTAR PUSTAKA

Long, Barbara C. (2009). Perawat Medical Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung
Mansjoer, A. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. Media Aesculapius FKUI:
Jakarta
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.
O’Callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Poppy Kumala, dkk. (2009). Kamus Saku Kedokteran Dorland. EGC: Jakarta
R. Sjamsuhidayat & Wim, D.J. (2008). Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). (2009). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Penyakit Dalam
FKUI

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. L


DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTRONTESTINAL
POST LAPARATOMI EKSPLORASI EC PERITONITIS DIFUSE EC PERFORASI
HOLLOW VISCUS PERFORASI GASTER
DI RUANG HIGH CARE UNIT RSUD Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

A. PENGKAJIAN
I. Identitas
a. Identitas Pasien
1) Nama inisial : Ny. L
2) No RM : 1760364
3) Usia : 55 Tahun
4) Status perkawinan : Menikah
5) Pekerjaan : IRT
6) Agama : Islam
7) Pendidikan : SLTA/SEDERAJAT
8) Suku : Sunda
9) Alamat rumah : Jl. Pasir Koja Gg Sukapakir Tengah
10) Sumber biaya : BPJS
11) Tanggal masuk RS : 28-04-2019
12) Diagnosa Medis Post
: Laparatomi ec Peritonitis Difuse ec Perforasi
Hollow Viscus Perforasi Gaster

b. Identitas Penanggungjawab
1) Nama : Ny. R
2) Umur : 37 Tahun
3) Hubungan dengan pasien : Adik Kandung
4) Pendidikan : SLTA/SEDERAJAT
5) Alamat : Jl. Pasir Koja Gg Sukapakir Tengah

II. Riwayat Kesehatan


a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri luka post op.

b. Riwayat kesehatan saat pengkajian/riwayat penyakit sekarang (PQRST) :


Penyebab, onset, lamanya, frequensi, intensitas, faktor pencetus, lokasi, hal
yang memperberat, hal yang memperingan.
Pada saat dilakuka pengkajian pada tanggal 29 april 2019 pukul 08:00 WIB
klien mengeluh nyeri post op laparatomi dibagian abdomen, panjang luka
±20cm, dengan nyeri tekan, terdapat kemerahan. Dengan skala nyeri 1 dari 1-10,
nyeri seperti di tusuk-tusuk, klien mengatakan nyeri bertambah apabila klien
bergerak dan berkurang apabila klien tidur. Klien mengatakan nyerinya hilang
timbul.

c. Riwayat kesehatan lalu


Riwayat alergi, riwayat kecelakaan, riwayat perawatan di RS, riwayat
penyakit berat/kronis, riwayat pengobatan, riwayat operasi
Klien tidak memiliki riwayat alergi, makanan, maupun obat-obatan, klien
tidak memiliki riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di rumah sakit dan klien
juga tidak memiliki riwayat penyakit berat/kronis. Klien mengatakan
mengkonsumsi obat penghilang rasa pegal yaitu voltadex selama satu tahun
terakhir.

d. Riwayat kesehatan keluarga


Genogram atau penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang
menjadi faktor resiko, 3 generasi.
Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama.

e. Riwayat psikososial dan spiritual


1. Support sistem terdiri dari dukungan keluarga, lingkungan, fasilitas
kesehatan terhadap penyakitnya.
Klien mengatakan keluarganya mendukung dan percaya akan
kesembuhannya. Salah satu cara keluarga klien mendukung akan
kesembuhan klien adalah dengan cara menunggu dan menjenguk klien di
rumah sakit. Klien juga mengatakan lingkungan tempat tinggalnya dekat
dengan fasilitas kesehatan yang dapat membantu pengobatannya.

2. Komunikasi terdiri dari pola interaksi sosial sebelum dan saat sakit
Klien mengatakan sebelum dan setelah sakit tetap berkomunikasi seperti
biasa bersama keluarga dan orang lain disekitarnya. Keluarga klien juga
mengatakan bahwa klien merupakan orang yang mudah bergaul saat
sebelum sakitnya. Klien tidak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi
dengan orang lain maupun perawat dirumah sakit.

3. Sistem nilai kepercayaan sebelum dan saat sakit


Klien mengatakan sebelum dan setelah sakit tetap melakukan kegiatan
beribadah, saat dirumah sakit klien menghadapi kendala saat melakukan
ibadah sholat lima waktu akibat keadaannya tetapi klien mengatakan selalu
berdoa dan percaya dengan Allah atas kesembuhannya. Klien percaya bahwa
apa yang dialaminya saat ini merupakan cobaan yang diberikan oleh Allah.

f. Lingkungan
1. Rumah
 Kebersihan: Rumah klien bersih karena sering dibersihkan setiap pagi
setiap hari.
 Polusi : Klien mengatakan rumahnya jauh dari pabrik atau sumber polusi.
2. Pekerjaan
Klien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

B. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda tanda vital
S : 36.9 c TD : 113/63 mmHg N : 83x/ menit RR : 18x/menit
Kesadaran : Compos Mentis Apatis Somnolen
Sopor Koma
2. Sistem Pernafasan (B1)
a. RR : 18x/menit
b. Keluhan : sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk : Ya/ Tidak produktif tidak produktif

c. Penggunaan otot bantu nafas:


Klien tidak nampak penggunaan otot bantu nafas
d. Pernapasan Cuping Hidung : Ya Tidak
e. Irama nafas : Teratur Tidak teratur
f. Penggunaaon Otot donding dada : Ya Tidak
g. Pola nafas : Dispneu Kusmaul Cheyne Stokes
h. Suara nafas Cracles Ronki Wheezing Lainnya,
tidak ada suara nafas tambahan
i. Alat bantu napas Ya Tidak
Jenis: Simple Mask Flow: 6 lpm

j. Penggunaan WSD: Ya Tidak


k. Tracheostomy: Ya Tidak
l. Lain-lain: Saturasi Oksigen 98%

3. Sistem Kardio vaskuler (B2)


a. TD : 113/63 mmHg
b. N : 83x/menit
c. Keluhan nyeri dada: Ya Tidak
d. Irama jantung: Reguler Ireguler
e. Suara jantung: Normal (S1/S2 Tunggal) Murmur
Gallop Lain-Lain.....

f. CRT : < 2 detik


g. Akral: Hangat Kering Merah Basah Pucat
Panas Dingin
h. Sikulasi perifer: Normal Menurun
i. Konjunctiva Ananemis Anemis
j. CVP : Terpasang CVP di vena Jugularis sebelah kanan.
k. Lain-lain :

4. Sistem Persyarafan (B3)


a. GCS : 15
E = 4, V = 5, M = 6
b. Refleks fisiologis:
Patella: Normal/Tidak Triceps: Normal/ Tidak Biceps: Normal/ Tidak
c. Refleks patologis Babinsky Brudzinsky Kernig
Lain-lain :

d. Keluhan pusing Ya Tidak


e. Pemeriksaan saraf kranial:
N1 : Normal Tidak
Ket: Klien dapat mencium dengan baik, hal tersebut dibuktikan saat perawat
melakukan pengkajian klien dapat mencium bau minyak zaitun.
N2 : Normal Tidak
Ket: Klien dapat melihat dengan baik, hal ini terbukti dengan klien dapat
membaca nametag perawat dari jarak ±30cm.
N3, 4 dan 6 : Normal Tidak
Ket: Klien dapat mengikuti arah pulpen saat perawat melakukan pengkajian
six cardinal, lapang pandang, pada klien. Refleks cahaya mata klien normal
dapat berdilatasi saat cahaya dating.
N5 : Normal Tidak
Ket: Refleks mengunyah klien normal.
N7 : Normal Tidak
Ket: Klien dapat mengerutkan keningnya, tersenyum dan bersiul dengan baik.
N8 : Normal Tidak
Ket: Klien dapat mendengar dengar baik, hal ini terbukti saat perawat
melakukan pengkajian klien dapat menjawabdengan baik.
N9 : Normal Tidak
Ket: Tidak Terkaji, klien sedang puasa hari pertama
N10: Normal Tidak Ket: Refleks menelan klien baik
N11: Normal Tidak
Ket: Klien dapat menggerakan pundak dan lehernya secara perlahan.
N12: Normal Tidak
Ket: Klien dapat menggerakan lidah dengan baik tanpa ada tremor.

f. Pupil Anisokor Isokor Diameter: 3 mm/ 3 mm


g. Isitrahat/Tidur : 11 Jam/Hari Gangguan tidur: Ya/ Tidak
h. Lain-lain: -

5. Sistem perkemihan (B4)


a. Kebersihan genetalia: Bersih Kotor
b. Sekret: Ada Tidak
c. Kebersihan meatus uretra: Bersih Kotor
d. Keluhan kencing: Ada Tidak
e. Kemampuan berkemih:
Spontan Alat bantu, sebutkan: Urinary catheter
Jenis : Dower Cateter
Ukuran : 18
Hari ke :2
f. Produksi urine : 50 ml/jam
Warna : Kuning kecoklatan
Bau : Khas urine
g. Kandung kemih : Membesar Ya Tidak
h. Nyeri tekan Ya Tidak
i. Intake cairan oral : Puasa POD1 parenteral :4474 cc/hari
j. Balance cairan:
Input – Output
2118 - 1878
= +240
i. Lain-lain: -
2. Sistem pencernaan (B5)
a. TB : 156 BB : 67
b. IMT : 27.5 Interpretasi : Berat badan lebih

c. Mulut: Bersih Kotor Berbau


d. Membran mukosa: Lembab Kering Stomatitis
e. Tenggorokan:
Sakit Menelan Kesulitan Menelan
Pembesaran Tonsil Nyeri Tekan
f. Abdomen: Tegang Kembung Ascites
g. Nyeri tekan: Ya Tidak
h. Luka operasi: Ada Tidak
Tanggal operasi : 28 April 2019
Jenis operasi : Laparatomi ekspolrasi
Lokasi : Midline incision
Keadaan : luka ±20cm, dengan nyeri tekan, terdapat kemerahan.
Drain : Ada tidak
- Jumlah :1
- Warna : Serosa
- Kondisi area sekitar insersi : Kemerahan
i. Peristaltik: 4 x/menit
j. BAB: belum BAB Terakhir tanggal : 27 apri 2019
k. Konsistensi: Keras Lunak Cair Lendir/Darah
l. Diet: Padat Lunak Cair
m. Diet Khusus:
Klien tidak mengikuti diet apapun.
n. Nafsu makan: baik menurun Frekuensi:.......x/hari
o. Porsi makan: habis tidak Keterangan:.......................
p. Lain-lain: Klien sedang puasa POD 1
3. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian fungsi penglihatan :
Baik, Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan

b. Keluhan nyeri Ya Tidak


d. Luka operasi: Ada Tidak
e. Lain-lain : Tidak ada keluhan

8. Sistem pendengaran
a. Tes Pendengaran
Normal klien dapat mendengar dengan baik ketika diberikan pertanyaan
b. Keluhan nyeri Ya Tidak
c. Luka operasi: Ada Tidak
d. Alat bantu dengar : Klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran
e. Lain-lain : -

4. Sistem muskuloskeletal (B6)


a. Pergerakan sendi: Bebas Terbatas
b. Kekuatan otot:
3 3

3 3

c. Kelainan ekstremitas: Ya Tidak


d. Kelainan tulang belakang: Ya Tidak
e. Fraktur: Ya Tidak
f. Traksi: Ya Tidak
g. Penggunaan spalk/gips: Ya Tidak
h. Keluhan nyeri: Ya Tidak
i. Sirkulasi perifer: CRT < 2 detik
j. Kompartemen syndrome Ya Tidak
k. Kulit: Ikterik Sianosis Kemerahan Hiperpigmentasi
l. Turgor Baik Kurang Jelek
m. Luka operasi: Ada Tidak
n. ROM :
o. Lain-lain :-
10. Sistem Integumen

a. Penilaian resiko decubitus


Aspek Yang Kriteria Penilaian Nilai
Dinilai
1 2 3 4

Persepsi Terbatas Sangat Keterbatasan Tidak 4


Sensori Sepenuhny Terbatas Ringan Ada
a Ganggua
n

Kelembaban Terus Sangat Kadang2 Jarang 3


Menerus Lembab Basah Basah
Basah

Aktifitas Bedfast Chairfast Kadang2 Lebih 1


Jalan Sering
jalan

Mobilisasi Immobile Sangat Keterbatasan Tidak 3


Sepenuhny Terbatas Ringan Ada
a Keterbata
san

Nutrisi Sangat Kemungkina Adekuat Sangat 3


Buruk n Tidak Baik
Adekuat

Gesekan & Bermasala Potensial Tidak 2


Pergeseran h Bermasalah Menimbulka
n Masalah

NOTE: Pasien dengan nilai total < 12 maka dapat Total 16


dikatakan bahwa pasien beresiko mengalami Nilai Low risk
dekubisus (pressure ulcers: 15 or 16 = low risk, 13
or 14 = moderate risk, 12 or less = high risk)

a. Warna :kuning langsat


b. Pitting edema: +1
c. Ekskoriasis: Ya Tidak
d. Psoriasis: Ya Tidak
e. Pruritus: Ya Tidak
f. Urtikaria: Ya Tidak
g. Lain-lain: -

11. Sistem Endokrin


a. Pembesaran Tyroid: Ya Tidak
b. Pembesaran Kelenjar Getah Bening: Ya Tidak
c. Hipoglikemia: Ya Tidak
d. Hiperglikemia: Ya Tidak
e. Kondisi Kaki DM
- Luka Gangren Ya Tidak
f. ABI : -
g. Lain-lain:-

C. PEMERIKSAN DAN PENATALAKSANAAN


I. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : (Lampiran hasil)
Pemeriksaan Hematologi
Tanggal 28 April 2019

Pemeriksaan Nilai Satuan Normal Keterangan

Hematologi

Hemoglobin 11.3 g/dL 12.3 – 15.3 Rendah

Hematokrit 33.7 % 36.0 – 45.0 Rendah

Leukosit 18.03 4.50 – 11.0 Tinggi

Eritrosit 3.73 Juta/uL 4.2 – 5.5 Rendah

Trombosit 476 Ribu/uL 150 – 450 Tinggi

Index Eritrosit

MCV 90.3 fL 80 – 96% Normal

MCH 30.3 pg 27.5 – 33.2 Nomal

MCHC 33.5 % 33.4 – 35.5 Normal

Hemotosis

PT 12.90 Detik 9.1 – 13.1 Normal

INR 1.16 0.8 – 1.2 Normal

APTT 29.90 Detik 14.2 – 34.2 Normal


Kimia

GDS 114 mg/dL <140 Normal

Asam laktat 1.9 mmol/L 0.7 – 2.5 Normal

Ureum 45.8 mg/dL 15.0 – 39 Tinggi

Kreatinin 0.78 mg/dL 0.6 – 1.0 Normal

Natrium 136 mEq/L 135 – 145 Normal

Klorida 110 mEq/L 98 – 109 Tinggi

Kalsium Ion 4.61 mg/dL 4.5 – 5.6 Normal

Magnesium 1.5 mg/dL 1.8 – 2.4 Normal

AGD – Elektrolit

pH 7.33 7.35 7.45 Rendah (Basa)

PCO2 34.4 mmHg 35 – 45 Rendah

PO2 125.1 mmHg 80 – 105 Tinggi

HCO3 18.7 mmol/L 22 – 26 Rendah

+CO2 19.8 mmol/L 23.5 - 27.35 Rendah

Standar BE-b -5 mmol (-2) – (+2) Rendah

Saturasi O2 97.6 % Normal

Kimia

Peritoritis Difuse

Albumin 2.40 g/dL 3.4 – 3.0 Rendah

Ureum 61.0 mg/dL 15.0 - 39 Tinggi

Kreatinin 1.16 mg/dL 0.8 – 1.0 Tinggi

I. Penatalaksanaan medis
1) Jelaskan tindakan medis yang sudah dilakukan contohnya operasi,
pemasangan alat invasif, dll) :
Laparatomi Eksplorasi tanggal 28 April 2019
CVP tanggal 28 April 2019
Kateter Urine
NGT
2) Pemberian obat dan jelaskan nama, dosi, rute dan tujuan. :
No Nama Dosis Rute Tujuan

1 RL 1500/24 jam IV Ringer laktat adalah cairan infus


yang biasa digunakan pada pasien
dewasa dan anak-anak sebagai
sumber elektrolit dan air untuk
hidrasi.

2 Ceftriaxone 2gr / 24 jam IV Ceftriaxone adalah obat antibiotik


dengan fungsi untuk mengobati
berbagai macam infeksi bakteri.

3 Paracetamol 1 gr flacon IV Paracetamol adalah salah satu obat


yang masuk ke dalam golongan
analgesik (pereda nyeri) dan
antipiretik (penurun demam).

4 Omeprazole 40 mg/ 12 IV Omeprazole adalah obat yang mampu


jam menurunkan kadar asam yang
diproduksi di dalam lambung.

5 Metronidazole 1500/ 24 jam IV Metronidazole adalah obat


antimikroba yang digunakan untuk
mengobati berbagai macam infeksi
yang disebabkan oleh
mikroorganisme protozoa dan bakteri
anaerob.

6 Fentanyl 25mg/ jam IV Fentanyl adalah obat pereda nyeri


yang digunakan untuk meredakan
rasa sakit yang hebat. Obat ini juga
digunakan sebagai salah satu obat
bius ketika pasien akan menjalani
operasi. Fentanyl bekerja dengan
mengubah respon otak dan sistem
saraf pusat terhadap rasa sakit.

7 Aminofusin 500 IV Nutrisi parenteral untuk pasien


dengan gangguan fungsi hati kronis
untuk membantu mempertahankan
kesadaran

8 Dextrose 10% 500 IV Dextrose adalah gabungan antara


senyawa gula sederhana dan air, yang
digunakan untuk meningkatkan kadar
gula di dalam darah, pada kondisi
hipoglikemia.

D. ANALISA DATA
Analisa data

No Symptom Etiologi Problem

1. Ds: Klien mengatakan Perforasi Gaster Nyeri Akut


nyeri luka post op.
Penatalaksanaan
Do: pembedahan :
Laparatomi eksplorasi
- Terdapat Insisi pembedahan
luka post op dengan
midline incision. Terputusnya
Panjang luka ±20cm, inkontinuitas jaringan
dengan nyeri tekan,
terdapat kemerahan. Hal ini merangsang
pengeluaran histamine
- Skala nyeri dan prostaglandin
1 (0-10)
Nyeri akut
- Pasien
nampak meringis
kesakitan

- S : 36.9 c

- TD : 113/63 mmHg

- N : 83x/ menit

- RR : 18x/menit

- Fentanyl 25
mg

- Paracetamol
1 gr

2. Ds: - Perforasi Gaster Ketidakseimbangan


Do: nutrisi kurang dari
Gangguan kebutuhan tubuh
- Klien gastrointestinal
sedang puasa POD
pertama Klien puasa selama 5 hari

- BB : 65 kg Asupan nutrisi inadekuat

- Terdapat Ketidakseimbangan
luka post op dengan nutrisi kurang dari
midline incision. kebutuhan tubuh
Panjang luka ±20cm,
dengan nyeri tekan,
terdapat kemerahan.

- Skala nyeri
1 (0-10)

- Bibir kering

- Turgor kulit
<2 detik

Ds : Keluarga mengatakan Post op laparotomy Gangguan


klien tidak eksplorasi pemenuhan ADL
mampumelakukan
perawatan diri secara Kelemahan fisik
mandiri
ADL terganggu
Do :
Gangguan pemenuhan
- Terdapat ADL
luka post op dengan
midline incision.
Panjang luka ±20cm,
dengan nyeri tekan,
terdapat kemerahan.

- Skala nyeri
1 (0-10)

- Kuku klien
panjang dan kotor

- Klien
dibantu untuk personal
hygiene

- Klien
tampak lemah

Ds : Klien mengeluh nyeri Perforasi Gaster Resiko Infeksi


luka post op.
Penatalaksanaan
Do : pembedahan :
Laparatomi eksplorasi
- Terdapat Insisi pembedahan
luka post op dengan
midline incision. Terputusnya
Panjang luka ±20cm, inkontinuitas jaringan
dengan nyeri tekan,
terdapat kemerahan. Resiko infeksi

- Skala nyeri
1 (0-10)

- TTV

S : 36.9 c
TD : 113/63 mmHg
N : 83x/ menit
RR : 18x/menit

- Fentanyl 25
mg

Paracetamol 1 gr
Ceftriaxone 2 gr
Metronidazole 40 mg

Ds: - Perforasi Gaster Resiko Jatuh

Do: Penatalaksanaan
pembedahan :
- Terdapat Laparatomi eksplorasi
luka post op dengan Insisi pembedahan
midline incision.
Panjang luka ±20cm, Terputusnya
dengan nyeri tekan,
terdapat kemerahan. inkontinuitas jaringan

- Klien Hal ini merangsang


diberikan Fentanyl 25 pengeluaran histamine
mg dan prostaglandin

- Klien Nyeri akut


nampak lemah
Terpasang obat analgetik
via IV line

Resiko Jatuh
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai dengan
adanya luka post op pada abdomen
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan b.d
ketidak mampuan
3. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
adanya luka post op
4. Resiko Infeksi berhbungan dengan adanya luka operasi
5. Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan
F.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Inisial Klien/Ruang : Ny. L / HCU Kemuning Bed 6 Nama Mahasiswa : Kelompok 3


No. RM/Dx. Medis : 1760364/ NIM : ______________________
Post Laparatomi ec Peritonitis Difuse
ec Perforasi Hollow Viscus Perforasi Gaster
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Nyeri akut Tupan: 1. Kaji 1. Menjadi parameter dasar untuk


berhubungan dengan keluhan nyeri, lokasi, lamanya melihat sejauh mana rencana
terputusnya Setelah dilakukan serangan, faktor pencetus / yang intervensi yang diperlukan dan
kontinuitas jaringan intervensi nyeri akut memperberat. Tetapkan skala 0-10. sebagai evaluasi keberhasilan
ditandai dengan hilang/ berkurang dari intervensi menajemen nyeri
adanya luka post op keperawatan.
pada abdomen
Tupen: 2. Untuk menghilangkan stres
pada otot-otot punggung.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan, 2. Pertahank
nyeri akut hilang atau an tirah baring, posisi semi fowler
berkurang dengan dengan tulang spinal, pinggang dan 3. Meningkatkan asupan O2
kriteria hasil : lutut dalam keadaan fleksi, posisi sehingga akan menurukan nyeri.
telentang.
- Klien
tidak mengeluh 3. Ajarkan
nyeri teknik relaksasi pernafasan dalam.
4. Istirahat diperlukan selama fase
- Skala akut. Disini akan meningkatkan
nyeri berkurang suplai darah pada jaringan yang
mengalami peradangan.
- Pasien 4. Menajeme
Lingkungan tenang akan
nampak tenang n lingkungan, lingkungan tenang
menurunkan stimulus nyeri
dan batasi pengunjung.
eksternal dan pembatasan
- TTV
pengunjung akanmembantu
normal
meningkatkan kondisi O2
- S : 36.9 c ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjungyang
- TD : 120/80 mmHg berada diruangan.
- N : 83x/ menit 5. Analgetik memblok lintasan
nyeri sehingga nyeri akan
- RR : 18x/menit
berkurang.

5. Kolaboras
i dengan dokter, pemberian
analgetik.

Fentanyl 25 mg/jam
2. Ketidakseimbangan Tupan: 1. Mengkaji status nutrisi pasien 1. Mempermudah menentukan
nutrisi kurang dari meliputi tanda-tanda vital dan bising intervensi sesuai keadaan pasien
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan usus
berhubungan dengan intervensi nutrisi klien 2. Mengobservasi kebutuhan
b.d ketidak mampuan dapat terpenuhi 2. Mengukur intake dan output pasien nutrisi

3. Untuk memonitor status nutrisi


pasien
Tupen: 3. Monitor hasil lab seperti glukosa,
elektrolit, albumin, hemoglobin,
Setelah dilakukan kolaborasikan dengan dokter.
tindakan keperawatan
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dapat
terpenuhi dengan
kriteria hasil :

- Tidak
ada penurunan BB
yang berarti

- Nafsu
makan baik

- TTV
normal

- S : 36.9 c

- TD : 120/80 mmHg

- N : 83x/ menit

- RR : 18x/menit

3 Gangguan Tupan: 1. Monitor kebutuhan klien untuk 1. Untuk pemenuhan ADL klien
Pemenuhan ADL: alat- alat bantu untuk kebersihan
Defisit Perawatan Setelah dilakukan diri, berpakaian, berhias, toileting
Diri intervensi ADL klien dan makan.
dapat terpenuhi 2. Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk 2. Untuk memfasilitasi dan
melakukan self-care. menyemangati juga percaya
Tupen: - Oral Hygiene diri pada pasien dan keluarga
3. Dorong klien untuk melakukan
Setelah dilakukan aktivitas sehari-hari yang normal
tindakan keperawatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
defisit perawatan diri 4. Dorong untuk melakukan secara 3. Untuk pemenuhan ADL klien
teratas dengan kriteria mandiri, tapi beri bantuan ketika
hasil: klien tidak mampu melakukannya.
- Bantu BAB dan BAK klien
1. Klien terbebas - Bantu membuang balance 4. Untu
dari bau badan
2. Menyatakan cairan klien k pemenuhan ADL klien
kenyamanan - Bantu personal hygiene klien
terhadap (di seka)
kemampuan - Menggunting kuku klien
untuk melakukan 5. Ajarkan klien/ keluarga untuk
ADLs mendorong kemandirian, untuk
3. Dapat melakukan memberikan bantuan hanya jika
ADLS dengan pasien tidak mampu untuk
bantuan melakukannya.

5. Untuk memberi semangat juga


percaya diri pada pasien dan
keluarga

4. Resiko Infeksi Tupan: 1. Bersihkan lingkungan sekitar klien 1. lingkungan yang bersih akan
berhbungan dengan terhindar dari kuman-kuman
adanya luka operasi Setelah dilakukan penyebab infeksi
intervensi tidak terjadi
infeksi 2. mencuci tangan sebelum dan
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah sesudah tindakan dapat
melakukan perawatan pasien lain meminimalkan kotoran-kotoran
Tupen: penyebab infeksi

Setelah dilakukan 3. untuk menghindari infeksi dan


tindakan keperawatan mempercepat penyembuhan.
selama perawatan 3. Lakukan perawatan luka sehari
resiko keperawatan sekali.
tidak terjadi dengan
kriteria hasil : 4. penjelasan tentang tanda-tanda
infeksi akan menambah
4. Jelaskan pada klien tentang tanda-
- Tidak pengetahuan klien
tanda infeksi.
ada tanda-tanda
infeksi

- Tanda-
tanda vital normal

S : 36.9

TD : 120/80 mmHg
N : 83x/ menit
RR : 18x/menit

5. Resiko Jatuh Tupan: 1. Kaji ulang adanya faktor-faktor 1. Untuk mengetahui faktor-
berhubungan dengan resiko jatuh pada klien faktor resiko jatuh pada klien
kelemahan Setelah dilakukan 2. Modifikasi lingkungan dapat
intervensi resiko jatuh 2. Lakukan modifikasi lingkungan menurunkan resiko jatuh
tidak terjadi agar lebih aman ( memasang pada klien
pinggiran tempat tidur dll)
sesuai hasil pengkajian bahaya
jatuh 3. Meningkatkan kemandirian
Tupen:
pasien untuk mencegah
Setelah diakukan 3. Ajarkan klien tentang upaya risiko jatuh
tindakan keperawatan pencegahan cidera
klien mampu untuk ( menggunakan pencahayaan
menurunkan risiko yang baik, memasang
jatuh pada diri klien. penghalang tempat tidur,
4. Kolaborasi dengan dokter
menempatkan benda berbahaya
Ditandai dengan: untuk memberikan terapi
di tempat yang aman
yang sesuai dengan penyakit
1. Mengidentifikasi 4. Kolaborasi dengan dokter untuk yang diderita klien
bahaya lingkungan penatalaksanaan vertigo pada
yang dapat klien
meningkatkan
kemungkinan
cidera
2. Mengidentifikasi
tindakan preventif
atas bahay tertentu
3. Melaporkan
penggunaan cara
yang tepat dalam
melindungi dari
cidera
G.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Inisial Klien/Ruang : Ny. L / HCU Kemuning Bed 6 Nama Mahasiswa : Kelompok 3


No. RM/Dx. Medis : 1760364/ NIM : ______________________
Post Laparatomi ec Peritonitis Difuse
ec Perforasi Hollow Viscus Perforasi Gaster
DX. HARI/TGL/JAM IMPLEMENTASI RESPON PARAF
KEPERAWATAN
H. CATATAN PERKEMBANGAN
Dx. Kep Hari/Tgl/Jam SOAP Paraf

S:

O:

A:

P:

S:

O:

A:

P:

S:

O:

A:

P:

S:

O:

A:

P:

S:

O:
A:

P:

S:

O:

A:

P:

BAB V
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Alam & Hadibroto. (2008). Gagal Ginjal. Jakarta: PT Gramedia
Handayani, M., 2006. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK)
RawatInap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan
Tahun2002-2004. Medan: Skripsi Mahasiswa FKM USU.
Haven. (2005). Hemodialisis: Bila Ginjal Tak Lagi Berfungsi.
http://www.wartamedika.com, diperoleh tanggal 6 Juni 2014.
Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2004.
NursingInterventions Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United
StatesAmerica
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta:
MediaAesculapius FK UI
Marilyn, E. Doenges, et-al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
MonicaEster, Penerjemah. Jakarta:EGC
Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC
Ridwan, M 2009. Mengenal,Mencegah,Mengatasi Silent Killer Hipertensi,
Semarang: Pustaka Widyamara.
Smeltzer , Suzanna C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
Suharyanto, T., 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: TIM
Warsinggih, Bahan Ajar Kuliah Bedah Umum Fakultas KedokteranUniversitas
Hasanudin Makasar. www.med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2016/10/APPEDISITIS-AKUT.pdf Diakses tanggal 2 mei
2019
Wahyudi, Andreas, 2008, Gambaran Perforasi Gaster di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta Tahun 2007

Anda mungkin juga menyukai