E
DENGAN GANGGUAN SISTEM URINARIA hehe aku lupa sistem apa
POST LAPARATOMI EKSPLORASI AI HERNIA UMBILICAL + CKD ON HD
DI RUANG HIGH CARE UNIT RSUD Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
Disusun Oleh
Angga Bahtera Dewa 4006180018 Anggota Tim
Azka Fadilla. R 4006180022 Anggota Tim
Cahya Fitri 4006180061 Anggota Tim
Clara Yollanda. R 4006180019 Anggota Tim
Enggartia Lukita 4006180052 Anggota Tim
Ganesh Virel Bravelba 4006180002 Anggota Tim
Hasby Sopiandi. R 4006180012 Anggota Tim
Nadia Ima Mustika 4006180055 Anggota Tim
Nely Ismayanti 4006180051 Anggota Tim
Setiawan Ramdhani 4006180042 Anggota Tim
Yovie Antia 4006180028 Anggota Tim
Pembimbing Klinik
( )
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perforasi gaster adalah suatu penetrasi yang kompleks dari dinding lambung, usus
besar, usus halus akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari
lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena kebocoran
asam lambung dalam rongga perut (Warsinggih, 2016). Perforasi adalah ancaman
abdominal dan indikasi bahwa pembedahan diperlukan (Brunner & Suddarth, 2001).
Perforasi dalam bentuk apapun yang terjadi dan mengenai saluran pencernaan
merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan terutama dalam kegawatan bedah.
Penatalaksanaan bedah yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah laparatomi
eksplorasi. (Warsinggih, 2018).
Kasus tindakan laparatomi mengalami peningkatan di beberapa negara di dunia. Salah
satunya di daerah Afrika, pada tahun 2015 terdapat 1276 kasus laparatomi dengan 449
kasus (35%) di bagian obsetri dan 876 kasus (65%) pada bagian bedah umum (Ngowe,
N.M., et.al, 2014; Baison, G.N, 2017). Di Indonesia, jumlah tidakan operasi terhitung
pada tahun 2012 mencapai 1,2 juta jiwa dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan
tindakan bedah laparatomi (Kemenkes RI, 2013). Penelitian Thorsen et.al (2013)
menyebutkan bahwa masih terdapat resiko tinggi terhadap motilitas dan morbilitas pada
pasien yang mendapatkan terapi pembedahan, mortalitas akibat perforasi gaster diatas
27% dan komplikasi dilaporkan terjadi pada 20-50% pasien. Dari 19 kasus yang
dilakukan operasi, 12 (63%) kasus sembuh dengan lama perawatan post op diruangan
antara 7-10 hari rawatan dan sebanyak 7 kasus (37%) kasus meninggal paska operasi
karena sepsis (Wahyudi, 2009).
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung , kasus perforasi gaster tahun 2005
26 orang, tahun 2006 sejumlah 38 orang dan tahun 2007 meningkat menjadi 57 orang.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang juga dilakukan di Rumah Sakit Immanuel Bandung
dimana kasusnya pada tahun 2006 tidak lebih dari 10 orang, tetapi dalam 6 bulan terakhir
mencapai 46 orang. Mayoritas kasus adalah pria (77%) dan terbanyak pada usia 50 – 70
%, termuda usia 22 tahun dan tertua usia 80 tahun. Hal yang menarik dari penelitian
diatas adalah seluruh penderita perforasi gaster adalah pengkonsumsi jamu-jamuan atau
obat-obatan yang dibeli sendiri tanpa resep dokter karena keluhan rematik, nyeri kepala,
obat kuat, dan lain-lain. (Wahyudi, 2009)
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Perforasi Gaster ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit Perforasi Gaster
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian penyakit Perforasi Gaster
b. Mengetahui etiologi penyakit Perforasi Gaster
c. Mengetahui klasifikasi penyakit Perforasi Gaster
d. Mengetahui manifestasi klinik penyakit Perforasi Gaster
e. Mengetahui patofisiologi penyakit Perforasi Gaster
f. Mengetahui penatalaksanaan dan terapi penyakit Perforasi Gaster
g. Mengetahui komplikasi penyakit Perforasi Gaster
h. Dapat melakukan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi pada
penyakit Perforasi Gaster
D. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien dengan Perforasi Gaster di ruang HCU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS
A. Konsep Gagal Ginjal Kronis
1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam
darah (Muttaqin dan Sari, 2011).
2) Dyslipidemia.
3) SLE.
5) Preeklamsi.
6) Obat-obatan.
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate)
besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung
dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat
pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron
telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR
serum dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma
dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
Pathway
4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi
ke jantung)
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir
ini dianggap sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik:
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan
bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam,
luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin,
pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
7. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar
aluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati
perifer, Hiperuremia
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
Tn. E usia 53 tahun di rawat di ruang HCU High Care Unit dengan post LE a.i hernia
umbilical dengan CKD on HD. Pada saat dilakukan pengkajian Tn. E mengalami penurunan
kesadaran pada verbalnya dengan nilai GCS = 14 (compos mentis) eye (4), verbal (4),
motorik (6). Tn. E masuk RS pada tanggal 30 April 2019 dengan keluhan nyeri perut bagian
umbilical dan terlihat benjolan besar berukuran 10x8x8 cm berwarna merah muda. Pada
tanggal 1 Mei 2019 jam 19.30 dilakukan Laparotomi Eksplorasi pada bagian umbilikalnya.
Pasien dipindahkan ke HCU Kemuning tanggal 5 Mei 2019 dengan terpasang monitor
dengan TD : 163/97 mmHg, RR : 20 x/menit, N : 86 x/menit, S : 36,4°C , SpO2 : 96%, drain
diperut bagian kanan dengan hasil ±1000 cc/24 jam, terdapat luka post op dibagian umbilikal,
terpasang srynge pump dengan oabt Nicardipine dengan kebutuhan 2 mcg/kg/jam, terpasang
infus pump NaCl 0,4 % dengan kebutuhan 20 tpm, pasien mengalami anuria. Keluarga
mengatakan pasien memiliki riwayat HD sejak 3 tahun lalu karena CKD nya dan memiliki
riwayat hipertensi.
2) Dyslipidemia.
3) SLE.
5) Preeklamsi.
6) Obat-obatan.
d. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimptomatik.
e. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate)
besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung
dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat
pemekatan urin.
f. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron
telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR
(Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin
serum dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma
dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
Pathway
6. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :
d) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
e) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi
ke jantung)
f) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
d. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
g. Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
h. Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir
ini dianggap sebagai bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
j. EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi ginjal
l. Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik:
- Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia.
- Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
- Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan
bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam,
luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin,
pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
8. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :
- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar
aluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati
perifer, Hiperuremia
LAPORAN PENDAHULUAN
HERNIA
A. Pengertian
Hernia adalah penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau
bagian lemah dari lapisan dinding perut (Sjamsuhidayat, 2009).
Hernia adalah proporsi abnormal organ jaringan atau bagian organ melalui stuktur
yang secara normal berisi bagian ini. Hernia paling sering terjadi pada rongga abdomen
sebagai akibat dari kelemahan muskular abdomen konginental atau didapat (Ester, 2009).
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang
normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat (Long, 2009).
B. Etiologi
a. Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun
wanita. Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa
khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga
usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam
rongga perut .
b. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia
Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah selangkangan,
hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi. Penyebab lain kaum
adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada
buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi buruh yang sebagian besar pekerjaannya
mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam
rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut
c. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi
tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran
prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain.
Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat
menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah.
d. Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
e. Obesitas
f. Kehamilan
g. Pekerjaan
h. Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada
bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna,
sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui
kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar
kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Giri Made Kusala, 2009).
b. Hernia epigastrik
Terjadi di antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di garis tengah perut.
Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang berisi usus.
Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini sering menimbulkan
rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali ke dalam perut ketika pertama kali
ditemukan.
c. Hernia umbilikal
Berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang disebabkan bukaan
pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran, tidak menutup
sepenuhnya.
d. Hernia inguinalis
Merupakan hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di
selangkangan atau skrotum. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Hernia tipe ini lebih
sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
e. Hernia femoralis
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
f. Hernia insisional
Hernia ini dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini muncul
sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak menutup
sepenuhnya.
D. Patofisiologi
E. Manifestasi klinik
a. Berupa benjolan
b. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
c. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi
d. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi kandung
kencing
F. Penatalaksanaan medis
a. Secara konservatif (non operatif)
Reposisi hernia
Hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan
Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara,
misalnya pemakaian korset
b. Secara operatif
Hernioplasti
Memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernioplasti sering dilakukan
pada anak – anak
Herniographi
Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia di masukkan, kantong diikat, dan
dilakukan bainy plasty atau teknik yang lain untuk memperkuat dinding belakang
kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan pada orang dewasa
Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada klien
dengan hernia yang sudah nekrosis
DAFTAR PUSTAKA
Long, Barbara C. (2009). Perawat Medical Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung
Mansjoer, A. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. Media Aesculapius FKUI:
Jakarta
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.
O’Callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Poppy Kumala, dkk. (2009). Kamus Saku Kedokteran Dorland. EGC: Jakarta
R. Sjamsuhidayat & Wim, D.J. (2008). Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). (2009). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Penyakit Dalam
FKUI
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. Identitas
a. Identitas Pasien
1) Nama inisial : Ny. L
2) No RM : 1760364
3) Usia : 55 Tahun
4) Status perkawinan : Menikah
5) Pekerjaan : IRT
6) Agama : Islam
7) Pendidikan : SLTA/SEDERAJAT
8) Suku : Sunda
9) Alamat rumah : Jl. Pasir Koja Gg Sukapakir Tengah
10) Sumber biaya : BPJS
11) Tanggal masuk RS : 28-04-2019
12) Diagnosa Medis Post
: Laparatomi ec Peritonitis Difuse ec Perforasi
Hollow Viscus Perforasi Gaster
b. Identitas Penanggungjawab
1) Nama : Ny. R
2) Umur : 37 Tahun
3) Hubungan dengan pasien : Adik Kandung
4) Pendidikan : SLTA/SEDERAJAT
5) Alamat : Jl. Pasir Koja Gg Sukapakir Tengah
2. Komunikasi terdiri dari pola interaksi sosial sebelum dan saat sakit
Klien mengatakan sebelum dan setelah sakit tetap berkomunikasi seperti
biasa bersama keluarga dan orang lain disekitarnya. Keluarga klien juga
mengatakan bahwa klien merupakan orang yang mudah bergaul saat
sebelum sakitnya. Klien tidak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi
dengan orang lain maupun perawat dirumah sakit.
f. Lingkungan
1. Rumah
Kebersihan: Rumah klien bersih karena sering dibersihkan setiap pagi
setiap hari.
Polusi : Klien mengatakan rumahnya jauh dari pabrik atau sumber polusi.
2. Pekerjaan
Klien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
8. Sistem pendengaran
a. Tes Pendengaran
Normal klien dapat mendengar dengan baik ketika diberikan pertanyaan
b. Keluhan nyeri Ya Tidak
c. Luka operasi: Ada Tidak
d. Alat bantu dengar : Klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran
e. Lain-lain : -
3 3
Hematologi
Index Eritrosit
Hemotosis
AGD – Elektrolit
Kimia
Peritoritis Difuse
I. Penatalaksanaan medis
1) Jelaskan tindakan medis yang sudah dilakukan contohnya operasi,
pemasangan alat invasif, dll) :
Laparatomi Eksplorasi tanggal 28 April 2019
CVP tanggal 28 April 2019
Kateter Urine
NGT
2) Pemberian obat dan jelaskan nama, dosi, rute dan tujuan. :
No Nama Dosis Rute Tujuan
D. ANALISA DATA
Analisa data
- S : 36.9 c
- TD : 113/63 mmHg
- N : 83x/ menit
- RR : 18x/menit
- Fentanyl 25
mg
- Paracetamol
1 gr
- Terdapat Ketidakseimbangan
luka post op dengan nutrisi kurang dari
midline incision. kebutuhan tubuh
Panjang luka ±20cm,
dengan nyeri tekan,
terdapat kemerahan.
- Skala nyeri
1 (0-10)
- Bibir kering
- Turgor kulit
<2 detik
- Skala nyeri
1 (0-10)
- Kuku klien
panjang dan kotor
- Klien
dibantu untuk personal
hygiene
- Klien
tampak lemah
- Skala nyeri
1 (0-10)
- TTV
S : 36.9 c
TD : 113/63 mmHg
N : 83x/ menit
RR : 18x/menit
- Fentanyl 25
mg
Paracetamol 1 gr
Ceftriaxone 2 gr
Metronidazole 40 mg
Do: Penatalaksanaan
pembedahan :
- Terdapat Laparatomi eksplorasi
luka post op dengan Insisi pembedahan
midline incision.
Panjang luka ±20cm, Terputusnya
dengan nyeri tekan,
terdapat kemerahan. inkontinuitas jaringan
Resiko Jatuh
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai dengan
adanya luka post op pada abdomen
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan b.d
ketidak mampuan
3. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
adanya luka post op
4. Resiko Infeksi berhbungan dengan adanya luka operasi
5. Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan
F.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
5. Kolaboras
i dengan dokter, pemberian
analgetik.
Fentanyl 25 mg/jam
2. Ketidakseimbangan Tupan: 1. Mengkaji status nutrisi pasien 1. Mempermudah menentukan
nutrisi kurang dari meliputi tanda-tanda vital dan bising intervensi sesuai keadaan pasien
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan usus
berhubungan dengan intervensi nutrisi klien 2. Mengobservasi kebutuhan
b.d ketidak mampuan dapat terpenuhi 2. Mengukur intake dan output pasien nutrisi
- Tidak
ada penurunan BB
yang berarti
- Nafsu
makan baik
- TTV
normal
- S : 36.9 c
- TD : 120/80 mmHg
- N : 83x/ menit
- RR : 18x/menit
3 Gangguan Tupan: 1. Monitor kebutuhan klien untuk 1. Untuk pemenuhan ADL klien
Pemenuhan ADL: alat- alat bantu untuk kebersihan
Defisit Perawatan Setelah dilakukan diri, berpakaian, berhias, toileting
Diri intervensi ADL klien dan makan.
dapat terpenuhi 2. Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk 2. Untuk memfasilitasi dan
melakukan self-care. menyemangati juga percaya
Tupen: - Oral Hygiene diri pada pasien dan keluarga
3. Dorong klien untuk melakukan
Setelah dilakukan aktivitas sehari-hari yang normal
tindakan keperawatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
defisit perawatan diri 4. Dorong untuk melakukan secara 3. Untuk pemenuhan ADL klien
teratas dengan kriteria mandiri, tapi beri bantuan ketika
hasil: klien tidak mampu melakukannya.
- Bantu BAB dan BAK klien
1. Klien terbebas - Bantu membuang balance 4. Untu
dari bau badan
2. Menyatakan cairan klien k pemenuhan ADL klien
kenyamanan - Bantu personal hygiene klien
terhadap (di seka)
kemampuan - Menggunting kuku klien
untuk melakukan 5. Ajarkan klien/ keluarga untuk
ADLs mendorong kemandirian, untuk
3. Dapat melakukan memberikan bantuan hanya jika
ADLS dengan pasien tidak mampu untuk
bantuan melakukannya.
4. Resiko Infeksi Tupan: 1. Bersihkan lingkungan sekitar klien 1. lingkungan yang bersih akan
berhbungan dengan terhindar dari kuman-kuman
adanya luka operasi Setelah dilakukan penyebab infeksi
intervensi tidak terjadi
infeksi 2. mencuci tangan sebelum dan
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah sesudah tindakan dapat
melakukan perawatan pasien lain meminimalkan kotoran-kotoran
Tupen: penyebab infeksi
- Tanda-
tanda vital normal
S : 36.9
TD : 120/80 mmHg
N : 83x/ menit
RR : 18x/menit
5. Resiko Jatuh Tupan: 1. Kaji ulang adanya faktor-faktor 1. Untuk mengetahui faktor-
berhubungan dengan resiko jatuh pada klien faktor resiko jatuh pada klien
kelemahan Setelah dilakukan 2. Modifikasi lingkungan dapat
intervensi resiko jatuh 2. Lakukan modifikasi lingkungan menurunkan resiko jatuh
tidak terjadi agar lebih aman ( memasang pada klien
pinggiran tempat tidur dll)
sesuai hasil pengkajian bahaya
jatuh 3. Meningkatkan kemandirian
Tupen:
pasien untuk mencegah
Setelah diakukan 3. Ajarkan klien tentang upaya risiko jatuh
tindakan keperawatan pencegahan cidera
klien mampu untuk ( menggunakan pencahayaan
menurunkan risiko yang baik, memasang
jatuh pada diri klien. penghalang tempat tidur,
4. Kolaborasi dengan dokter
menempatkan benda berbahaya
Ditandai dengan: untuk memberikan terapi
di tempat yang aman
yang sesuai dengan penyakit
1. Mengidentifikasi 4. Kolaborasi dengan dokter untuk yang diderita klien
bahaya lingkungan penatalaksanaan vertigo pada
yang dapat klien
meningkatkan
kemungkinan
cidera
2. Mengidentifikasi
tindakan preventif
atas bahay tertentu
3. Melaporkan
penggunaan cara
yang tepat dalam
melindungi dari
cidera
G.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
S:
O:
A:
P:
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alam & Hadibroto. (2008). Gagal Ginjal. Jakarta: PT Gramedia
Handayani, M., 2006. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK)
RawatInap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan
Tahun2002-2004. Medan: Skripsi Mahasiswa FKM USU.
Haven. (2005). Hemodialisis: Bila Ginjal Tak Lagi Berfungsi.
http://www.wartamedika.com, diperoleh tanggal 6 Juni 2014.
Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2004.
NursingInterventions Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United
StatesAmerica
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta:
MediaAesculapius FK UI
Marilyn, E. Doenges, et-al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
MonicaEster, Penerjemah. Jakarta:EGC
Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC
Ridwan, M 2009. Mengenal,Mencegah,Mengatasi Silent Killer Hipertensi,
Semarang: Pustaka Widyamara.
Smeltzer , Suzanna C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
Suharyanto, T., 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: TIM
Warsinggih, Bahan Ajar Kuliah Bedah Umum Fakultas KedokteranUniversitas
Hasanudin Makasar. www.med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2016/10/APPEDISITIS-AKUT.pdf Diakses tanggal 2 mei
2019
Wahyudi, Andreas, 2008, Gambaran Perforasi Gaster di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta Tahun 2007