RESPIRATORY FAILURE
I. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Respiratory Failure atau yang biasa disebut dengan gagal napas
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh pertukaran gas antara paru
dan darah yang tidak adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan pH,
pO2, darah arteri dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa
atau disertai hiperkapnia (Wardhani dkk, 2014 dalam Kapita Selekta
Kedokteran Edisi IV Tahun 2014).
Gagal napas merupakan keadaan ketidakmampuan tubuh untuk
menjaga pertukaran gas seimbang dengan kebutuhan tubuh sehingga
mengakibatkan hipoksemia dan atau hiperkapnia. Dikatakan gagal napas
apabila PaCO2 > 45 mmHg atau PaO2< 55mmHg (Swidarmoko, 2010).
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal napas menurut (Wardhani dkk, 2014 dalam Kapita
Selekta Kedokteran Edisi IV Tahun 2014), yaitu:
a. Gagal napas tipe I (hipoksemia), yaitu hipoksemia tanpa disertai
hiperkapnia dengan PaO2 <60 mmHg karena kegagalan pertukaran
oksigen. Gagal napas tipe ini ditandai dengan PaCO2 normal atau
menurun, PaO2 turun, dan hiperventilasi.
b. Gagal napas tipe II (hiperkapnia), yaitu hipoksia dengan PaCO2 >50
mmHg karena kegagalan pertukaran atau mengeluarkan
karbondioksida. Gagal napas tipe ini ditandai dengan PaCO2
meningkat, PaO2 turun, sianosis, hipoventilasi, edema, dan biasa
terjadi pada orang dengan berat badan berlebih atau obesitas.
c. Gagal napas kronis, yaitu kurangnya pasokan oksigen ke dalam darah
oleh sistem pernapasan dalam jangka panjang. Hal ini sudah terjadi
dalam periode waktu yang lama
d. Gagal napas akut, yaitu gagal napas yang terjadi dalam beberapa jam
ditandai dengan berkurangnya pengiriman oksigen secara akut ke
dalam darah oleh sistem pernapasan atau kegagalan sistem pernapasan
secara akut dalam mengeluarkan CO2 dari darah.
C. Etiologi
Etiologi gagal napas sangat beragam tergantung jenisnya. Gagal napas
dapat disebabkan oleh kelainan paru, jantung, dinding dada, otot
pernapasan, atau medula oblongata. Beberapa penyebab gagal napas
adalah sebagai berikut:
a. Gagal napas tipe I:
1. Asma akut
2. ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
3. Pneumonia
4. Emboli paru
5. Fibrosis paru
6. Edema paru
7. PPOK
8. Emfisema
b. Gagal napas tipe II:
1. Kelainan paru
2. Obstruksi saluran napas atas
3. OSA (Obstructive Sleep Apnea)
4. Kelainan dinding dada
5. Flail Chest
6. Ruptur Diafragma
7. Distensi abdomen (asites, hemoperitoneum)
8. Obesitas
9. Kelainan sistem saraf pusat
10. Peningkatan TIK
11. Cedera kepala
12. Kelainan neuromuskular
(Wardhani dkk, 2014 dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV
Tahun 2014).
D. Manifestasi Klinis
1. Gagal napas tipe I (hipoksemia)
Hipoksemia lebih sering terjadi dibandingkan hiperkapnia. Berbeda
dengan hiperkapnia nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini
menunjukkan nilai normal atau rendah. Penyebabnya berkaitan dengan
penyakit di parenkim paru atau yang mempengaruhi sirkulasi paru.
Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan
hipoksia jaringan, antara lain dipsneu (takipneu, hiperventilasi),
perubahan status mental, cemas, kejang, asidosis laktat, sianosis di
distal dan sentral, takikardia, diaforesis, hipertensi, hipotensi,
bradikardi, iskemi dan infark miokard hingga gagal jantung.
2. Gagal napas tipe II (hiperkapnia)
Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2
alveolus dan arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan
di dinding dada, otot pernapasan atau batang otak. Gejala hiperkapnia
antara lain penurunan kesadaran, gelisah, dipsnea (takipnea dan
bradipnea), tremor, bicara kacau, sakit kepala dan papil edema.
E. Patofisiologi
Mekanisme gagal nafas menggambarkan ketidak mampuan tubuh
untuk melakukan oksigenasi dan/atau ventilasi dengan adekuat yang
ditandai oleh ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasok oksigen
yang cukup atau membuang karbon dioksida. Pada gagal nafas terjadi
peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) lebih besar
dari 50mmHg, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) kurang dari 60
mmHg, atau kedua-duanya. Hiperkarbia dan hipoksia mempunyai
konsekuensi yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak mempengaruhi
metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar ekstrim (>90
mmHg).
Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat menyebabkan depresi
susunan saraf pusat dan henti nafas. Untuk pasien dengan kadar PaCO2
rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya adalah gagal napas baik akut
maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila disertai curah jantung
yang rendah, sering berhubungan dengan hipoksia jaringan dan risiko
henti jantung. Hipoventilasi ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan
napas yang dangkal. Bila PaCO2 normal atau 40 mmHg, penurunan
ventilasi sampai 50% akan meningkatkan PaCO2 sampai 80 mmHg
(Philip, 2009).
F. Pathway
b. Hiperkapnia
Ringan : PaCO2 45 – 60 mmHg
B. Pengkajian Sekunder
1. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/
Irama gallop dan murmur, Hamman’s sign (bunyi udara
beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di
mediastinum), hipertensi atau hipotensi
2. Sistem pernafasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi
paru , keganasan, batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot
asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal,
perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak),
dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan
dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak.
3. Sistem integumen
Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas,
gelisah, bingung, stupor
4. Sistem musculoskeletal
Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
5. Sistem endokrin
Terdapat pembesaran kelenjar tiroid
6. Sistem gastrointestinal
Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
7. Sistem neurologi
Sakit kepala
8. Sistem urologi
Penurunan haluaran urine
9. Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada
rahim/serviks.
10. Sistem indera
a. Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa
kebutaan tiba-tiba.
b. Pendengaran : telinga berdengung
c. Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
d. Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
e. Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap
panas/dingin tajam/tumpul baik.
11. Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
12. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat
menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat
batuk.
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi
meringis.
a. Analisa Data
Symptoms Etiology Problems
Subjektif: Etiologi (kelainan pleura dan dinding dada, kelainan otot-otot Bersihan jalan napas tidak
- pasien tidak sadar pernapasan, kelainan sistem saraf pusat) efektif
↓
Objektif: Penurunan respon pernafasan
- RR diatas normal (>20x/menit) ↓
- Terdapat sumbatan sekret dijalan Kegagalan pernafasan ventilasi
napas ↓
- Suara napas tambahan (wheezing, Hipoventilasi alveoli
ronchi, gurgling, stridor) ↓
Gangguan difusi dan retensi CO2
↓
Hipoksia Jaringan
↓
Paru-paru
↓
Peningkatan Sekret, edema
↓
Bersihan jalan napas tidak efektif
Subjektif: Etiologi (penyakit infeksi paru, kelainan pleura dan dinding Pola napas tidak efektif
- Pasien tidak sadar dada, kelainan otot-otot pernapasan, kelainan sistem saraf pusat)
↓
Objektif: Penurunan respon pernafasan
- RR diatas normal (>20x/menit) ↓
Kegagalan pernafasan ventilasi
- Distress pernapasan: pernapasan
↓
cuping hidung, bradipneu, Hipoventilasi alveoli
takipneu ↓
Gangguan difusi dan retensi CO2
- Hiperesonan diatas berisi udara
↓
(pneumothoraks) Hipoksia Jaringan
↓
- Dullness di area paru berisi cairan
Paru-paru
(hemothoraks) ↓
Peningkatan PCO2
- Menggunakan otot bantu
↓
pernapasan Depresi pusat pernapasan
↓
- Sianosis
Hipoventilasi (Takipneu)
- Pergerakan dada tidak simetris ↓
Bradipneu
↓
Pola Napas Tidak Efektif
Subjektif: Etiologi (penyakit infeksi paru, kelainan pleura dan dinding Gangguan pertukaran gas
- Pasien tidak sadar dada, kelainan otot-otot pernapasan, kelainan sistem saraf pusat)
↓
Objektif: Penurunan respon pernafasan
- Nilai AGD (pH↑, HCO3↑, ↓
Kegagalan pernafasan ventilasi
PaCO2↑, PaO2↓)
↓
- RR diatas normal (>20x/menit) Hipoventilasi alveoli
↓
- Distress pernapasan: pernapasan
Gangguan difusi dan retensi CO2
cuping hidung, bradipneu, ↓
Hipoksia Jaringan
takipneu
↓
- Hiperesonan diatas berisi udara Paru-paru
↓
(pneumothoraks) Peningkatan PCO2
↓
- Dullness di area paru berisi cairan
Depresi pusat pernapasan
(hemothoraks) ↓
Hipoventilasi (Takipneu)
- Menggunakan otot bantu
↓
pernapasan Bradipneu
↓
- Sianosis
Gangguan pertukaran gas
- Pergerakan dada tidak simetris
b. Masalah Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
c. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan napas dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap
retensi sekret
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan ekspansi paru
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam interstitial area alveolar, hipoventilasi alveolar,
kehilangan surfaktan
d. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
Tujuan Rencana Keperawatan Rasional
1 Bersihan jalan napas Tujuan Jangka Panjang: 1. Pantau suara napas 1. Mengauskultasi suara napas
tidak efektif Bersihan jalan napas efektif 2. Lakukan suctioning akan membantu mengevaluasi
berhubungan dengan Tujuan Jangka Pendek: 3. Kolaborasi oksigenasi setiap kefektifan bersihan jalan
sumbatan jalan napas dan Setelah dilakukan tindakan sebelum melakukan suction napas
kurangnya ventilasi keperawatan bersihan jalan 4. Atur tekanan Suction tidak lebih 2. Suctioning merupakan
sekunder terhadap retensi napas efektif, ditandai dengan 100-120 mmHg tindakan yang dilakukan
sekret kriteria evaluasi: 5. Lakukan Suction berulang-ulang untuk menghisap sekret yang
- Jalan napas bersih sampai suara napas bersih ada dijalan napas, sehingga
- Tidak ada suara napas dengan dilakukan
tambahan penghisapan sekret dapat
membantu membuat jalan
napas menjadi efektif
3. Memberi cadangan oksigen
untuk menghindari terjadinya
hipoksia
4. Tekanan penghisap yang
berlebihan dapat merusak
mukosa jalan napas
5. Melakukan penghisapan
berulang-ulang akan
menjamin kefektifan jalan
napas
2 Pola napas tidak efektif Tujuan Jangka Panjang: 1. Lakukan pemeriksaan ventilator 1. Sebagai deteksi dini adanya
berhubungan dengan Pola napas menjadi efektif tiap 1-2 jam kelainan atau gangguan fungsi
kelemahan otot-otot Tujuan Jangka Pendek: 2. Monitor selang/cubbing ventilator
pernapasan, penurunan Setelah dilakukan tindakan ventilator dari terlipat, terlepas 2. Mencegah berkurangnya
ekspansi paru keperawatan diharapkan pola atau terjadi kebocoran aliran udara napas
napas pasien menjadi efektif 3. Pertahankan alat resusitasi 3. Mempermudah melakukan
ditandai dengan kriteria hasil: manual (Mask dan Bag) pada pertolongan bila sewaktu-
- Napas sesuai dengan irama posisi tempat tidur sepanjang waktu ada gangguan fungsi
ventilator waktu pada ventilator
- RR dalam batas normal (16- 4. Monitor suara napas dan 4. Mengevaluasi suara napas
20x/menit) pergerakan dada secara teratur dapat dijadikan indikator
- Tidak ada distress sebagai evaluasi keefektifan
pernapasan pola napas
(takipneu,bradipneu,
dipsneu)
- Retraksi otot dada tidak ada
- Pergerakan dada simetris
3 Gangguan pertukaran gas Tujuan Jangka Panjang: 1. Cek analisa gas darah setiap 10- 1. Mengetahui keefektifan
berhubungan dengan Tidak terjadi gangguan 30 menit setelah perubahan ventilator yang diberikan
akumulasi cairan dalam pertukaran gas setting ventilator 2. Dengan memonitor hasil
interstitial area alveolar, Tujuan Jangka Pendek: 2. Monitor hasil analisa gas darah AGD dan oksimetri
hipoventilasi alveolar, Setelah dilakukan tindakan atau oksimetri membantu mengevaluasi
kehilangan surfaktan keperawatan pasien akan 3. Pertahankan jalan napas bebas kemampuan bernapas pasien
memperlihatkan kemampuan dari sekresi 3. Sekresi akan menghambat
pertukaran gas yang kembali 4. Monitor tanda dan gejala kelancaran udara pada jalan
normal ditandai dengan kriteria hipoksia napas
hasil: 4. Sebagai deteksi dini jika
- Hasil analisa gas darah adanya kelainan seperti tanda
normal : pH (7,35-7,45), dan gejala terjadinya hipoksia
PaO2 (80-100 mmHg),
PaCO2 (35-45 mmHg), SpO2
(95-100%), HCO3 (22-26
mEq/L)
DAFTAR PUSTAKA
Boedi Swidarmoko dan Agus Dwi Susanto. 2010. Pulmonologi Intervensi Dan
Gawat Darurat Napas. Derpartemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteraan . Edisi IV. Jilid 2. Jakarta :
Mediaesculapius.
Suyono, S, et al. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI