Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

“ILEUS OSTRUKTIF”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners
“Keperawatan Gawat Darurat”

Disusun Oleh:

Wulandari Alfiani

NIM : 4006180042

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2018
I. Definisi
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus pada traktus intestinal (Price and Wilson, 2007).
Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah
aliran normal melalui saluran pencernaan (Brunner and Suddarth, 2001).
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus
dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau
menganggu jalannya isi usus (Nettina, 2001).

II. Etiologi
a. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering
ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa
disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau
proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh
adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi
abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat
menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
b. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional,
atau parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab
ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang
tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow)
juga bisa menyebabkan hernia.
c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal
dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap
bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau
pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal
adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai
inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital,
seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab
obstruksi usus besar.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau
usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi.
h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi,
terapi radiasi, atau trauma operasi.
i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
j. Benda asing, seperti bezoar.
k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi,
atau hernia Littre.
l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti
mekonium.

III. Manifestasi Klinik


a. (Mekanik sederhana – usus halus atas) kolik (kram) pada abdomen
pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah, peningkatan bising
usus, nyeri tekan abdomen.
b. (Mekanik sederhana – usus halus bawah) kolik (kram) signifikan
midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyeri tekan
abdomen.
c. (Mekanik sederhana – kolon) kram (abdomen tengah sampai bawah),
distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen),
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
d. (Obstruksi mekanik parsial) dapat terjadi bersama granulomatosa usus
pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan
dan diare.
e. (Strangulasi) gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus
menerus dan terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya
bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau
vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung
darah samar. (Price &Wilson, 2007)

IV. Patofisiologi
Ileus non mekanis dapat disebabkan oleh manipulasi organ
abdomen, peritonitis, sepsis dan lain-lain, sedang ileus mekanis
disebabkan oleh perlengketan neoplasma, benda asing, striktur dan lain-
lain. Adanya penyebab tersebut dapat mengakibatkan passage usus
terganggu sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan dalam lumen usus.
Adanya akumulasi isi usus dapat menyebabkan gangguan absorbsi H20
dan elektrolit pada lumen usus yang mengakibatkan kehilangan H20 dan
natrium, selanjutnya akan terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler
sehingga terjadi syok hipovolemik, penurunan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan, hipotensi dan asidosis metabolik.
Akumulasi cairan juga mengakibatkan distensi dinding usus
sehingga timbul nyeri, kram dan kolik. Distensi dinding usus juga dapat
menekan kandung kemih sehingga terjadi retensi urine. Distensi juga dapat
menekan diafragma sehingga ventilasi paru terganggu dan menyebabkan
sulit bernafas. Selain itu juga distensi dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Selanjutnya terjadi iskemik dinding usus, kemudian
terjadi nekrosis, ruptur dan perforasi sehingga terjadi pelepasan bakteri
dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi
sistem. Pelepasan bakteri dan toksin ke peritoneum akan menyebabkan
peritonitis septikemia.
Akumulasi gas dan cairan dalam lumen usus juga dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi komplet sehingga gelombang peristaltik
dapat berbalik arah dan menyebabkan isi usus terdorong ke mulut,
keadaan ini akan menimbulkan muntah-muntah yang akan mengakibatkan
dehidrasi. Muntah-muntah yang berlebihan dapat menyebabkan
kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung serta penurunan klorida
dan kalium dalam darah, hal ini merupakan tanda dan gejala alkalosis
metabolik.
Dari penjelasan diatas masalah yang muncul yaitu : nyeri akut,
retensi urinarius, pola nafas tak efektif, perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dan risiko kekurangan volume cairan.
V. Gambar
VI. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan
elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal.
A. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda -
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga
perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap
terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah
urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah
dan mengurangi distensi abdomen.
B. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi
gejala mual muntah.
C. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan
operasi: Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi
atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi
stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya
dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi
ileus:
a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan
bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya
pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi
atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang
“melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan
sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang
dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis.

VII. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis
dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh
lipatan usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis
metabolic.
VIII. Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
Identitas Pasien
B. KELUHAN UTAMA
Nyeri perut, distensi abdomen, mual, muntah dan konstipasi.
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Nyeri pada perut, muntah, konstipasi (tidak dapat BAB dan flatus
dalam beberapa hari)
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Biasanya klien sebelumnya menderita penyakit hernia, divertikulum.
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ada keluarga dengan riwayat atresia illeum dan yeyenum.
F. ADL
Nutrisi : Nutrisi terganggu karena adanya mual dan muntah.
Eliminasi : Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus
karena peristaltik usus menurun/ berhenti.
Istirahat :Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan
muntah.
Aktivitas :Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat
dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas.
Personal Hygiene : klien tidak mampu merawat dirinya.
G. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum lemah, kesadaran menurun sampai syok, hipovolemia,
suhu normal/ meningkat, pernapasan meningkat, nadi meningkat,
tekanan darah menurun.
Pemeriksaan Fisik
a. Kepala/ Leher : Konjungtia pucat pada anemia, mata cowong dan
selaput mukosa mulut kering.
b. Dada : Adanya tarikan otot intercostae, pernapasan cepat, HR
meningkat dan kadang disertai peritonitis dan odema paru yang
ditandai dengan adanya ronchi dengan adanya ronchi dan perkusi
paru redup.
c. Perut : Distensi abdomen, nyeri tekan, hipertimpani, bising usus
meningkat/ menurun, turgor kulit menurun bila dehidrasi, adanya
skibala.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal
dari gas dan cairan dalam usus.
b. Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
c. Leukosit: normal atau sedikit meningkat
d. Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl rendah
e. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
f. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab
(batu empedu, volvulus, hernia).
g. Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.
I. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Timbul (Marylin E
Doengoes, 1994 : 487) :
a) Nyeri berhubungan dengan adanya akumulasi gas pada abdomen
sekunder terhadap kontraksi otot proksimal usus halus in adekuat.
b) Resiko tinggi kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan hilangnya cairan gastro intestinal abnormal sekunder
terhadap mual dan muntah.
c) Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan penurunan
peristaltik usus sekunder terhadap obstruksi usus.
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
status puasa.
e) Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit.
f) Resiko tinggi infeksi berhubungan kemungkinan nekrosis dan
ruptus usus.
g) Kurang pengetahuan tentang kondisi , prognosis, pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi


Gangguan rasa Tujuan :Gangguan rasa nyaman 1. Pantau status abdomen tiap 4 jam.
nyaman (nyeri) (nyeri) dapat teratasi. R/ Diduga inflamasi peritoneal,
Kriteria Hasil : Individu memerlukan intervensi medis yang
menggambarkan nyeri cepat.
berkurang, melaporkan 2. Dorong ambulasi dini dan hindari
aktivitas yang meningkat dan duduk yang lama.R/ Menurunkan
mengurangi nyeri, adanya kekakuan otot dan sendi ambulasi
bising usus dan flaktus. dan perubahan posisi sering
menurunkan tekanan perianal.
3. Pasang selang gastrointestinal yang
diprogramkan R/Menurunkan
tekanan intra abdomen dengan cara
mengeluarkan cairan dari
abdomen.
4. Pertahankan klien pada posisi semi
fowler R/Menurunkan tekanan
diafragma yang terdorong oleh
organ viseral.
5. Ajarkan teknik relaxasi dan
distraksi R/Mengurangi nyeri
dengan mengalihkan perhatian
klien ke hal yang lain.
6. Berikan analgesik sesuai program
dan evaluasi keefektifannya. R/
Menurunkan ambang nyeri,
meningkatkan kenyamanan.
Gangguan Tujuan :Tidak terjadi gangguan 1. Kaji TTV, turgor kulit dan
keseimbangan keseimbangan cairan dan kelembaban mukosa. R/
elektrolit. Menunjukkan status dehidrasi dan
cairan dan
Kriteria Hasil Memperlihatkan kemungkinan kebutuhan untuk
elektrolit. tidak adanya tanda dan gejala dilakukan penggantian cairan.
dehidrasi, mempertahankan BJ. 2. Observasi intake dan output
Urine dalam batas normal R/Indikator keseimbangan cairan
1.003 – 1.030 terutama kehilangan cairan.
3. Batasi masukan es batu selama
periode intubasi gaster.
R/Mengurangi sekresi lambung dan
mencuci elektrolit
4. Berikan cairan tambahan intravena
sesuai indikasi. R/Mempertahankan
perfusi jaringan secara adequat.
Gangguan Tujuan :Gangguan eliminasi 1. Catat adanya distensi abdomen dan
eliminasi alvi (konstipasi) teratasi. auskultasi peristaltik usus. R/
Kriteria Hasil :Memperlihatkan Distensi usus dan perlambatan
(konstipasi)
/ melaporkan peningkatan peristaltik usus menandakan
eliminasi alvi, BAB lancar dan adanya obstruksi yang menetap.
terbentuk setiap harinya. 2. Berikan penjelasan pada klien dan
Rencana tindakan keluarga tentang konstipasi.
R/Konstipasi karena fungsi
absorbsi air terganggu
3. Tinjau pola diet, jumlah atau tipe
masukan cairan. R/Masukan
adequat dari serat dan makanan
kasar memberikan bulle, cairan
faktor penting dalam konsistensi
feses.
4. Gunakan bedpan sampai klien
mampu BAB turun dari TT.R/
Memudahkan dalam BAB sebagai
latihan melakukan BAB seperti
biasa.
5. Berikan obat Laksantif, pelembek
feses sesuai kebutuhan. R/ Sebagai
antibiotik dan menurunkan resiko
konstipasi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC: Jakarta
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih Bahasa Setiawan,
dkk. Jakarta
Price and Wilson. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC
Donna Ignatavician, (2006). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis
Missouri: Elsevier Sounders
Lewis Heitkemper Diksen, (2007). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St.
Louis Missouri: Mosby Elsevier.
Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jilid III edisi IV ; 2007. 1405-1410

Anda mungkin juga menyukai