Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR DI RUANGAN HIGH CARE UNIT (HCU)

RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

DISUSUN OLEH :

NAMA : NADYA IMA MUSTIKA

NIM : 4006180043

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

( ) ( )

PROGRAM PROFESI NERS

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMORAL

I. DEFINISI

Fraktur didefinisikan sebagai gangguan pada kontinuitas tulang, tulang

rawan (sendi), dan lempeng epifisis (Kapita Selekta Kedokteran, 2014)

Fraktur femur didefiniskan sebagai hilangnya kongtinuitas jaringan tulang

paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka,

yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan

pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup dapat disebabkan oleh trauma

langsung pada paha (Zairin, 2012)

II. ETIOLOGI

A. Fraktur traumatik, cedera ini merupakan cedera traumatik pada tulang yang

dapat sibebakan oleh :

1. Cedera langsung merupakan trauma langsung yang dialami oleh tulang

contohnya seperti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang

patah.Pada cedera tulang ini dapat menyeabkan terjadinya open fraktur.

2. Cedera tidak langsung merupakan trauma yang terjadi jauh dari daerah

fraktur namun menyebabkan tulang tersebut patah, contohnya jatuh dari

ketinggian.

3. Cedera yang diakibatkan oleh kontraksi yang berlebihan atau kontraksi

yang keras dari otot yang kuat.


B. Fraktur patologik, cedera ini disebabkan adanya gangguan pada tulang

berupa penyakit yang mana apabila terjadi sedikit trauma dapat

menyebabkan fraktur. Adapun beberapa penyakit tulang sebaga berikut :

1. Tumor tulang (jinak atau ganas), adanya pertumbuhan jaringan baru

yang tidak terkendali dan bersifat progresif.

2. Infeksi tulang (osteomielitis), adanya infeksi yang menyerang tulang

dan menyebabkan timbulnya rasa nyeri.

3. Rakhitis, hal ini terjadi akibat defisiensi vitamin D yang biasanya terjadi

akibat kegagalan absorbsi vitamin D atau terjadi juga akibat kurangnya

asupan kalsium atau fosfat dalam tubuh.

C. Fraktur spontan yang disebaban oleh stres tulang yang berlangsung terus

menerus, contohnya pada kasus polio dan orang yang bertugas dikemiliteran

(Gupta, Rani, & Kumar, 2016)

III. MANIFESTASI KLINIS

A. Nyeri

Akan terus bertambah nyeri hingga fragmen tulang dimobilisasi

B. Pergeseran fragmen

Menyebabkan deformitas ekstremitas yang dapat diketahui dengan

membandingkannya dengan ekstremitas yang normal.

C. Pemendekan tulang

Leg Length Discrepancy (LLD) atau perbedaan panjang tungkai bawah

yang disebabkan oleh osteomyelitis, tumor, fraktur, hemihipertrofi.


D. Krepitasi tulang

Diakibatkan oleh gerakan fragmen satu dengan fragmen lainnya.

E. Pembengkakan dan perubahan warna tulang

Terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur, tanda ini

terjadi setelah beberapa jam atau hari (Smeltzer dan Bare, )

IV. PATOFISIOLOGI

Menurut Kisner, saat terjadi gangguan pada jaringan lunak baik akibat

cedera mekanis (termasuk pasca operasi) maupun iritasi kimia, memiliki respon

sel dan vaskuler yang sama. Kisner membagi respon tersebut menjadi tiga

tahap, yaitu :

A. Acute Stage

Tahap ini biasanya terjadi 4-6 hari. Pada tahap ini terjadi bengkak, nyeri saat

istirahat dan kehilangan fungsi. Nyeri yang timbul diakibatkan oleh

teriritasinya saraf oleh cairan kimia lokal didaerah cedera (oedem). Saat

adanya gerakan, nyeri akan timbul dan menyebabkan pasien cenderung

menahan atau membatasi gerakan. Apabila hal ini terjadi secara terus

menerus dalam waktu yang lama akan megakibatkan perunan aktifitas otot

dan kekakuan sendi.

B. Subacute Stage

Pada tahap ini sudah terjadi penurunan nyeri progresif. Nyeri saat adanya

gerakan sudah berkurang atau nyeri timbul saat adanya gerakan maksimal.

Pada tahap ini terjadi kelemahan otot akibat dari tahap sebelumnya dan
mengakibatkan keterbatasan fungsional. Tahap ini biasanya berlangsung

selama 10-17 hari.

C. Chronic Stage

Pada tahap ini tanda-tanda peradangan sudah tidak lagi muncul.

Keterbatasan gerak masih terjadi akibat dari adanya kontraktur atau adhesi

serta adanya kelemahan otot yang menyebabkan keterbatasan fungsional.

Selain kelemahan otot, penyebab dari terjadinya keterbatasan fungsional

juga dikarenakan oleh daya tahan otot yang berlangsung 6bulan-1tahun

tergantung tingkat kerusakan dari jaringannya (Kisner & Colby, 2007)

Saat terjadi fraktur yang diakibatkan oleh jatuh dari ketinggian, terjadi

pembebanan yang berlebih pada tulang femur sehingga tulang tidak mampu

menahan beban dan terjadilah fraktur. Patahnya fragmen tulang ini

menyebabkan robeknya pembuluh darah pada tulang dan jaringan lunak

disekitarnya sehingga terjadinya hematoma (Nasar, Marwoto, Himawan, 2010).

Nyeri timbul beriringan dengan rusaknya jaringan sekitar fragmen tulang

dan adanya proses hematoma. Kondisi ini akan menyebabkan pasien atau

penderita membatasi pergerakannya bahkan enggan untuk bergerak karena

khawatirakan rasa nyeri yang timbul (Bhandari, M. 2012). Tidak terjadinya

gerakan berarti tidak adanya aktifitas dari otot yang dapat mengurangi kekuatan

otot.
V. GAMBAR

VI. PENATALAKSANAAN

A. Fraktur tertutup

Tujuan dari penatalaksanaan fraktur adalah untuk menyatukan fragmen

tulang yang terpisah. Secara umum, prinsip dari tata laksana fraktur adalah

reduksi, fiksasi, dan rehabilitasi. Reduksi tidak perlu dilakukan apabila :

1. Fraktur tidak disertai natau hanya terjadi sedikit displacement.

2. Pegeseran yang terjadi tidak bermakna (misalnya pada klavikula)


3. Reduksi tidak dapat dilakukan (misalnya pada fraktur kompresi

vertebrata)

Reduksi tertutup harus dilaksanakan dengan anestesi dan relaksasi otot.

Manuver reduksi tertutup dilakukan secara spesifik untuk masing-masing

lokasi, namun pada prinsipnya reduksi tertutup dilakukan dengan tiga

langkah berikut :

1. Menarik bagian distal searah dengan sumbu tulang.

2. Reposisi fragmen ke tempat semula dengan gaya berlawanan dari gaya

penyebab trauma dan

3. Menyusun agar fragmen terletak secara tepat di masing-masing bidang.

Reduksi terbuka pada fraktur tertutup diindikasikan pada kondisi-

kondisi berikut:

1. Ketika reduksi tertutup gagal

2. Terdapat fragmen artikular yang besar atau

3. Untuk traksi pada fraktur dengan fragmen yang terpisah.

B. Fraktur terbuka

Tata laksana fraktur terbuka bergabtubg pada derajat fraktur.

Klasifikasi derajat fraktur terbuka yang banyak digunakan adalah klasifikasi

Gustilo.

1. Tipe I : luka kecil, bersih, pin point atau kurang dari 1 cm. cedera

jaringan lunak minimal tanpa remuk. Fraktur yang terjadi bukan fraktur

kominutif.
2. Tipe II : luka dengan panjang lebih dari 1 cm, tanpa hilangnya kulit

penutup luka. Cedera jaringan lunak tidak banyak. Remuk dan

komunion yang terjadi sedang.

3. Tipe III : laserasi luas, kerusakan kulit dan jaringan lunak yang hebat,

hingga kerusakan vaskuler

 IIIA : laserasi luas namun tulang yang fraktur masih dapat ditutup

oleh jaringan lunak.

 IIIB : peiosteal stripping ekstensif dan fraktur tidak dapat ditutup

tanpa flap.

 IIIC : terdapat cedera arteri yang memerlukan penanganan khusu,

dengan atau tanpa cedera jaringan lunak.

Berdasarkan standar manajemen fraktur terbuka pada ekstremitas

bawah oleh British Orthophaedic Association Dan British

Association Of Plastic, Reconstructive And Aesthetic Surgeons

2009, fraktur tebuka semua derajat harus mendapatkan antibiotik

dalam 3 jam setelah trauma. Antibiotik yang menjadi pilihan adalah

ko-amoksiklav atau sefuroksim. Apabila pasien alergi golongan

penisilin, dapat diberikan klindamisin. Pada saat debridement,

antibiotik gentamisin ditambahkan pada regimen tersebut (Kapita

Selekta Kedokteran, 2014)

Selain itu, menurut Helmi (2014), penatalaksanaan fraktur femur

adalah sebagai berkut :

1. Profilaksis antibiotic
a. Debridement, pembersihan luka dan debridement harus

dilakuakn dengan sesedikit mungkin penundaan. Jika

terdapat kematian jaringan atau kontaminasi yang jelas, luka

harus diperluas dan jaringan yang mati dieksisi dengan hati-

hati. Luka akibat penetrasi fragmen tulang yang tajam juga

perlu dibersihkan dan dieksisi, tetapi cukup dengan

debridemen terbatas saja.

b. Stabilisasi, Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau

fiksasi.

c. Penundaan penutupan.

d. Penundaan rehabilitasi.

e. Fiksasi eksterna.

f. Penatalaksanaan fraktur batang femur tertutup adalah

sebagai berikut.

a) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum

dilakukan terapi definitive untuk mengurangi spasme

otot.

b) Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada

sendi lutut. Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat

komunitif dan segmental.

c) Menggunakan cast brasting yang dipasang setelah terjadi

union fraktur secara klinis. b. Terapi operatif

d) Pemasangan plate dan screw (Helmi, 2014 : 515).


VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK

A. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis

fraktur.

B. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan

fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.

C. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.

D. Hitung darah lengkap : Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi)

atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh

padamultipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal

setelah trauma.

E. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien dengan

gangguan ginjal.

F. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi

mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).

G. ASUHAN KEPERAWATAN

A. DATA FOKUS PENGKAJIAN

1. Identitas pasien

Meliputi ; nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang

digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi golongan


darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan

diagnosis medis.

2. Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa

nyeri. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri

pasien, perawat dapat menggunakan PQRST.

a) Provokating incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri

adalah trauma pada bagian paha.

b) Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien, apakah

seperti terbakar, berdenyut/menusuk.

c) Region, Radiation, Relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.

d) Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa

jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh

trauma/kecelakaan degenerative dan patologis yang didahului dengan

perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri,

bengkak, kebiruan, pucat/perubhan warna kulit dan kesemutan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur femur) atau

pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya

5. Riwayat penyakit keluarga

Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita osteoporosis, arthritis,

dan tuberkolosis/penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.

6. Riwayat Psikososial Spiritual

Kaji respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya, peran

pasien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau pengaruhnya

dalam kehidupan sehari-hari aik dalam keluarga maupun dalam

masyarakat.

7. Pola fungsi kesehatan

Dalam tahap pengkajian perawat juga perlu mengetahui pola-pola

fungsi kesehatan dalam proses keperwatan pasien fraktur femur.

8. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pasien fraktur akan merasa takut terjadi kecacatan pada dirinya dan

harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

penyembuhan tulangnya. Selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan

hidup pasien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu

metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat mengganggu

keseimbangan pasien dan apakah pasien melakukan olahraga atau tidak.


9. Pola nutrisi dan metabolisme

Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun

menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan

ketika di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.

10. Pola eliminasi

Kebiasaan miksi/defkasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi

dikarenakan imobilisasi.

11. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari

fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh

perwat/keluarga.

12. Pola persepsi dan konsep diri

Dampak yang timbul pada pasien fraktur adalah timbul ketakutan akan

kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan

pandangan terhadap dirinya yang salah atau gangguan citra diri.

13. Pola sensori dan kognitif

Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,

sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan,

selain itu timbul nyeri akibat fraktur.


14. Pola penanggulangan stress

Pada pasien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu

ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme

koping yang ditempuh pasien dapat tidak efektif.

15. Pola tata nilai dan keyakinan

Pasien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terutama

frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat disebabkan

oleh nyeri dan keterbatasan gerak pasien. Adanya kecemasan dan stress

sebagai pertahanan dan pasien meminta perlindungan/mendekatkan diri

dengan Tuhan YME.

Pada pemeriksaan fisik regional fraktur batang femur terbuka,

umumnya di dapatkan hal-hal berikut ini.

 Look : Terlihat adanya luka terbuka pada paha dengan deformitas

yang jelas.Kaji berapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat.

Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan

apakah terdapat adanya kerusakan pada arteri yang beresiko akan

meningkatkan respons syok hipovolemik. Pada fase awal trauma

sering didapatkan adanya serpihan di dalam luka terutama pada

trauma kecelakaan lalu lintas darat yang mempunyai indikasi pada

resiko tinggi infeksi.

 Feel : Adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi.

 Move : Gerakan pada daerah tungkai yang patah tidak boleh

dilakukan karena akan memberikan respons trauma pada jaringan


lunak disekitar ujung fragmen tulang yang patah. Pasien terlihat

tidak mampu melakukan pergerakkan pada sisi yang patah

(Helmi,2014 : 511).

Pada pemeriksaan fisik regional fraktur femur tertutup, umumnya

didapatkan hal-hal berikut.

 Look : Pasien fraktur femur mempunyai komplikasi delayed union,

non-union, dan malunion. Kondisi yang paling sering didapatkan di

klinik adalah terdapatnya malunion terutama pada pasien fraktur

femur yang telah lama dan telah mendapat intervensi dari dukun

patah. Pada pemeriksaan lookakan didapatkan adanya pemendekan

ekstremitas dan akan lebih jelas derajat 30 pemendekan dengan cara

mengukur kedua sisi tungkai dari spina iliaka ke maleolus.

 Feel : Adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah

paha.

 Move : Pemeriksaan yang didapat seperti adanya

gangguan/keterbatasan gerak tungkai. Didapatkan ketidakmampuan

menggerakkan kaki dan penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah

dan melakukan pergerakkan.


B. ANALISA DATA

No Symptomp Etiologi Problem


1 Ds : Fraktur Gangguan
 Klien mengatakan nyeri rasa nyaman :
dengan karakteristik: Pergeseran fragmen nyeri
P : kaki terasa sakit baik tulang
digerakan maupun tidak
Q : nyeri seperti tertusuk Terputusnya
benda tajam kontinuita jaringan
R : nyeri berada di kaki kanan
S : skala nyeri 5 Merangsang
T : nyeri terasa setiap saat neurotrasnmitter
terutama ketika digerakkan. nyeri
 klien mengeluh nyeri pada
luka kaki kanan yang Pelepasan mediator
mengalami patah tulang. nyeri (histamin,
bradikinin,
DO : prostaglandin)
 Masih tampak gap separasi
fraktur yang relative sama Nyeri dipersesikan
bila dibandingkan foto
sebelmnya, sudah tampak
terbentuk kallus Gangguan rasa
 Masih tampak lesi lussen nyaman nyeri
pada fragmen proksimal dan
distal fraktur
 Tampak soft tissue swelling
region
 Pasien tampak meringis
kesakitan
 Pasien terlihat melindungi
daerah yang nyeri
 TD : 130/90 mmhg, RR :
24x/menit, nadi 110x/menit.

2 DS : - Fraktur Kerusakan
DO : integritas
 Terdapat jaringan nekrosis Diskontinuitas kulit
pada sekitar luka. tulang
 Terdapat luka yang terbuka
bekas debridement. Perubahan jaringa
 kerusakan integritas kulit sekitar
pada 1/3 distal ekstremitas
dextra Laserasi kulit
 terdapat destruksi jaringan
pada 1/3 distal ekstremitas Kerusakan integritas
dextra kulit
 terdapat pus pada luka
3 DS : Fraktur Gangguan
 Klien mengatakan merasa mobilita fisik
kesulitan untuk merubah Diskontinuitas
posisi tulang
DO :
Indeks Katz: Pergeseran fragmen
- Bathing : tergantung ( mandi tulang
dibantu oleh keluarga)
- Dressing : tergantung (tidak Deformitas
dapat berpakaian sendiri)
- Toiletting : mendapat Gangguan fungsi
bantuan orang lain ekstremitas
- Transferring: tidak dapat
melakukan sendiri Gangguan mobilitas
- Continence: mandiri (dapat fisik
mengontrol BAB dan BAK
sendiri)
- Feeding : mandiri

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen

tulang

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi

ekstreimtas, deformitas

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit


D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Rencana keperawatan
Dignosa keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Gangguan rasa nyaman nyeri NOC : NIC :
berhubungan dengan pergeseran Pain Level, pain control, comfort level  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
fragmen tulang Setelah dilakukan tinfakan keperawatan termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
selama …. Pasien tidak mengalami kualitas dan faktor presipitasi
nyeri, dengan kriteria hasil:  Observasi reaksi nonverbal dari
 Mampu mengontrol nyeri (tahu ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menggunakan tehnik nonfarmakologi menemukan dukungan
untuk mengurangi nyeri, mencari  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
bantuan) nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang kebisingan
dengan menggunakan manajemen  Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
 Mampu mengenali nyeri (skala, intervensi
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
 Menyatakan rasa nyaman setelah dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
nyeri berkurang dingin
 Tanda vital dalam rentang normal  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
 Tidak mengalami gangguan tidur ……...
 Tingkatkan istirahat
 Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Kerusakan integritas kulit NOC NIC
berhubungan dengan laserasi Tissue Integrity : Skin and Mucous Pressure Management
Membranes Wound Healing : primer  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
dan sekunder yang longgar
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Hindari kerutan pada tempat tidur
selama….. kerusakan integritas kulit  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
pasien teratasi dengan kriteria hasil: kering
 Integritas kulit yang baik bisa  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
dipertahankan (sensasi, elastisitas, dua jam sekali
temperatur, hidrasi, pigmentasi)  Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Tidak ada luka/lesi pada kulit   Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
Perfusi jaringan baik yang tertekan
 Menunjukkan pemahaman dalam  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
proses perbaikan kulit dan mencegah  Monitor status nutrisi pasien
terjadinya sedera berulang  Memandikan pasien dengan sabun dan air
 Mampu melindungi kulit dan hangat
mempertahankan kelembaban kulit  Kaji lingkungan dan peralatan yang
dan perawatan alami menyebabkan tekanan
 Menunjukkan terjadinya proses  Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman
penyembuhan luka luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
 Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka
 Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,
vitamin
 Cegah kontaminasi feses dan urin
 Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
 Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada
luka
Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC : Exercise therapy : ambulation
berhubungan dengan gangguan Joint Movement : Active, Mobility  Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
fungsi ekstreimtas, deformitas Level, Self care : ADLs, Transfer dan lihat respon pasien saat latihan
performance  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
Setelah dilakukan tindakan keperawatan rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
selama….gangguan mobilitas fisik  Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
teratasi dengan kriteria hasil: berjalan dan cegah terhadap cedera
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
 Mengerti tujuan dari peningkatan tentang teknik ambulasi
mobilitas  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
 Memverbalisasikan perasaan dalam  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
meningkatkan kekuatan dan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
kemampuan berpindah  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan
 Memperagakan penggunaan alat Bantu bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
untuk mobilisasi (walker)  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
IX. DAFTAR PUSTAKA

Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk.

Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014

Bhandari, M. Evidence-Based Orthopedics. Blackwell. ISBN-13:

978-1- 4051-8476-2. 2012

Gupta, G. K., Rani, S., & Kumar, R. Analysis Of Management Of

Supracondylar Femur Fracture By Locking Compression Plate.

(2016).

Kisner, C., & Colby, L. A.. Therapeutic Exercise. Vasa. (2007)

Lukman Nurna Ningsih. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sisytem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba

Medika. 2009

Nasar, I M., Himawan, S., & Marwoto, W. Buku Ajar Patologi II

(Khusus) Edisi Ke-1. Jakarta : Sagung Seto. 2010

Noor Helmi, Zairin,; Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; jilid 1.

Jakarta : Salemba Medika, 2012

Smeltzer, Susan C. Keperawatan Medikal Bedah (Handbook For

Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-Surgical Nursing

edisi 12 . Jakarta: EGC. 2013

Wilkinson, J., & Ahern, n. R. Buku Saku Diagnosis Keperawatan

Edisi 9 Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC.

Jakarta: EGC. 2013

Anda mungkin juga menyukai