Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY FAILURE

DISUSUN OLEH:
ARIE GUSTIAN
(4006180044)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY FAILURE

I. Definisi
Respiratory failure atau yang biasa disebut gagal nafas adalah suatu
kondisi ketidakmampuan sistem pernapasan untuk memasukan oksigen yang
cukup dan membuang karbondioksida, yang disebabkan oleh kelainan sistem
pernapasan ataupun sistem lainnya (Rokhaeni, 2009).
Gagal nafas adalah suatu keadaan dimana terjadi kegagalan sistem
respirasi untuk mempertahankan O2 dan CO2 dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan (Musliha, 2010).
Gagal nafas adalah suatu keadaan dimana pertukaran gas yang tidak
adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi
karbondioksida didalam arteri), dan asidosis (Vincent, 2011).

II. Etiologi
a. Kelainan pleura dan dinding dada
1) Efusi pleura
2) Hemothoraks
3) Pneumothoraks
4) Emfisema
5) Asma bronchial
b. Kelainan neurologis
1) Depresi sistem saraf pusat
2) Trauma atau infark serebral
3) Trauma medula spinalis
4) Ensefalitis
III. Manifestasi Klinis
Menurut Susan tahun 2010 manifestasi gagal napas terdiri dari:
a. Gagal napas total
- Aliran udara dimulut dan hidung tidak dapat dirasakan ataupun
didengar
- Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan
intercosta serta tidak ada pengembangan dada pada saat inspirasi
b. Gagal napas parsial
- Terdengar suara napas tambahan seperti snoring, wheezing dan
gurgling
- Ada retraksi dada
c. Gejala umum: penurunan kesadaran, lelah, sesak napas, berkeringat
d. Gejala kardiovaskular: takikardi dan vasodilatasi perifer
e. Gangguan pernapasan lainnya seperti dipsneu, apneu, takipmeu,
hipoventilasi

IV. Patofisiologi
Mekanisme gagal nafas menggambarkan ketidak mampuan tubuh untuk
melakukan oksigenasi dan/atau ventilasi dengan adekuat yang ditandai oleh
ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasok oksigen yang cukup atau
membuang karbon dioksida. Pada gagal nafas terjadi peningkatan tekanan
parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 50mmHg, tekanan parsial
oksigen arteri (PaO2) kurang dari 60 mmHg, atau kedua-duanya. Hiperkarbia
dan hipoksia mempunyai konsekuensi yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak
mempengaruhi metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar ekstrim
(>90 mmHg). Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat menyebabkan depresi
susunan saraf pusat dan henti nafas. Untuk pasien dengan kadar PaCO2 rendah,
konsekuensi yang lebih berbahaya adalah gagal napas baik akut maupun kronis.
Hipoksemia akut, terutama bila disertai curah jantung yang rendah, sering
berhubungan dengan hipoksia jaringan dan risiko henti jantung. Hipoventilasi
ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan napas yang dangkal.
Bila PaCO2 normal atau 40 mmHg, penurunan ventilasi sampai 50% akan
meningkatkan PaCO2 sampai 80 mmHg. Dengan hipoventilasi, PaCO2 akan
turun kira – kira dengan jumlah yang sama dengan peningkatan PaCO2.
Kadang-kadang, pasien yang menunjukkan pertanda retensi CO2 dapat
mempunyai saturasi oksigen mendekati normal.
VI. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan gagal napas atau respiratory failure lebih
bersifat kolaboratif, sebagai berikut:
a. Terapi oksigen: pemberian oksigen rendah nasal atau masker
b. Ventilator mekanik dengan memberikan tekanan positif kontinu
c. Inhalasi nebulizer
d. Pengobatan: bronkodilator, steroid (Rokhaeni, 2009)

VII. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
1) Analisa Gas Darah (AGD)
AGD dilakukan untuk mengetahui pH meningkat, HCO3 meningkat,
PaCO2 meningkat, PaO2 menurun).
2) Cek darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk melihat anemia yang
menyebabkan hipoksia jaringan.
b. Radiologi
1) Rontgen Thoraks
Rontgen thoraks dilakukan untuk membantu mengidentifikasi
kemungkinan penyebab gagal napas seperti ateletaksis dan penyakit
paru lainnya.
2) EKG (Elektrokardiogram)
EKG dilakukan untuk mengetahui jika gagal napas akut disebabkan
oleh penyakit jantung
3) Uji Faal Paru
Uji faal paru sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik
(volume tidal <500ml).
(Sundana, 2014).
VIII. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Data Fokus Pengkajian
1) Airway
- Sumbatan jalan napas
- Terdapat suara napas tambahan (wheezing, gurgling, stridor,
ronchi)
2) Breathing
- Distress pernapasan: pernapasan cuping hidung, bradipneu,
takipneu
- Hiperesonan diatas berisi udara (pneumothoraks)
- Dullness di area paru berisi cairan (hemothoraks)
- Menggunakan otot bantu pernapasan
- Sianosis
- Pergerakan dada tidak simetris
3) Circulation
- Takikardi
- Penurunan curah jantung
- Penurunan kesadaran
- Tekanan darah hipertensi/hipotensi
b. Analisa Data
Symptoms Etiology Problems
Subjektif: Etiologi (kelainan pleura dan dinding dada, kelainan otot-otot Bersihan jalan napas tidak
- pasien tidak sadar pernapasan, kelainan sistem saraf pusat) efektif

Objektif: Penurunan respon pernafasan
- RR diatas normal (>20x/menit) ↓
- Terdapat sumbatan sekret dijalan Kegagalan pernafasan ventilasi
napas ↓
- Suara napas tambahan (wheezing, Hipoventilasi alveoli
ronchi, gurgling, stridor) ↓
Gangguan difusi dan retensi CO2

Hipoksia Jaringan

Paru-paru

Peningkatan Sekret, edema

Bersihan jalan napas tidak efektif

Subjektif: Etiologi (penyakit infeksi paru, kelainan pleura dan dinding Pola napas tidak efektif
- Pasien tidak sadar dada, kelainan otot-otot pernapasan, kelainan sistem saraf pusat)

Objektif: Penurunan respon pernafasan
- RR diatas normal (>20x/menit) ↓
Kegagalan pernafasan ventilasi
- Distress pernapasan: pernapasan

cuping hidung, bradipneu, Hipoventilasi alveoli
takipneu ↓
Gangguan difusi dan retensi CO2
- Hiperesonan diatas berisi udara

(pneumothoraks) Hipoksia Jaringan

- Dullness di area paru berisi cairan
Paru-paru
(hemothoraks) ↓
Peningkatan PCO2
- Menggunakan otot bantu

pernapasan Depresi pusat pernapasan

- Sianosis
Hipoventilasi (Takipneu)
- Pergerakan dada tidak simetris ↓
Bradipneu

Pola Napas Tidak Efektif
Subjektif: Etiologi (penyakit infeksi paru, kelainan pleura dan dinding Gangguan pertukaran gas
- Pasien tidak sadar dada, kelainan otot-otot pernapasan, kelainan sistem saraf pusat)

Objektif: Penurunan respon pernafasan
- Nilai AGD (pH↑, HCO3↑, ↓
Kegagalan pernafasan ventilasi
PaCO2↑, PaO2↓)

- RR diatas normal (>20x/menit) Hipoventilasi alveoli

- Distress pernapasan: pernapasan
Gangguan difusi dan retensi CO2
cuping hidung, bradipneu, ↓
Hipoksia Jaringan
takipneu

- Hiperesonan diatas berisi udara Paru-paru

(pneumothoraks) Peningkatan PCO2

- Dullness di area paru berisi cairan
Depresi pusat pernapasan
(hemothoraks) ↓
Hipoventilasi (Takipneu)
- Menggunakan otot bantu

pernapasan Bradipneu

- Sianosis
Gangguan pertukaran gas
- Pergerakan dada tidak simetris

c. Masalah Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
d. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan napas dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap
retensi sekret
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan ekspansi paru
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam interstitial area alveolar, hipoventilasi alveolar,
kehilangan surfaktan
e. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
Tujuan Rencana Keperawatan Rasional
1 Bersihan jalan napas Tujuan Jangka Panjang: 1. Pantau suara napas 1. Mengauskultasi suara napas
tidak efektif Bersihan jalan napas efektif 2. Lakukan suctioning akan membantu mengevaluasi
berhubungan dengan Tujuan Jangka Pendek: 3. Kolaborasi oksigenasi setiap kefektifan bersihan jalan
sumbatan jalan napas dan Setelah dilakukan tindakan sebelum melakukan suction napas
kurangnya ventilasi keperawatan bersihan jalan 4. Atur tekanan Suction tidak lebih 2. Suctioning merupakan
sekunder terhadap retensi napas efektif, ditandai dengan 100-120 mmHg tindakan yang dilakukan
sekret kriteria evaluasi: 5. Lakukan Suction berulang-ulang untuk menghisap sekret yang
- Jalan napas bersih sampai suara napas bersih ada dijalan napas, sehingga
- Tidak ada suara napas dengan dilakukan
tambahan penghisapan sekret dapat
membantu membuat jalan
napas menjadi efektif
3. Memberi cadangan oksigen
untuk menghindari terjadinya
hipoksia
4. Tekanan penghisap yang
berlebihan dapat merusak
mukosa jalan napas
5. Melakukan penghisapan
berulang-ulang akan
menjamin kefektifan jalan
napas
2 Pola napas tidak efektif Tujuan Jangka Panjang: 1. Lakukan pemeriksaan ventilator 1. Sebagai deteksi dini adanya
berhubungan dengan Pola napas menjadi efektif tiap 1-2 jam kelainan atau gangguan fungsi
kelemahan otot-otot Tujuan Jangka Pendek: 2. Monitor selang/cubbing ventilator
pernapasan, penurunan Setelah dilakukan tindakan ventilator dari terlipat, terlepas 2. Mencegah berkurangnya
ekspansi paru keperawatan diharapkan pola atau terjadi kebocoran aliran udara napas
napas pasien menjadi efektif 3. Pertahankan alat resusitasi 3. Mempermudah melakukan
ditandai dengan kriteria hasil: manual (Mask dan Bag) pada pertolongan bila sewaktu-
- Napas sesuai dengan irama posisi tempat tidur sepanjang waktu ada gangguan fungsi
ventilator waktu pada ventilator
- RR dalam batas normal (16- 4. Monitor suara napas dan 4. Mengevaluasi suara napas
20x/menit) pergerakan dada secara teratur dapat dijadikan indikator
- Tidak ada distress sebagai evaluasi keefektifan
pernapasan pola napas
(takipneu,bradipneu,
dipsneu)
- Retraksi otot dada tidak ada
- Pergerakan dada simetris

3 Gangguan pertukaran gas Tujuan Jangka Panjang: 1. Cek analisa gas darah setiap 10- 1. Mengetahui keefektifan
berhubungan dengan Tidak terjadi gangguan 30 menit setelah perubahan ventilator yang diberikan
akumulasi cairan dalam pertukaran gas setting ventilator 2. Dengan memonitor hasil
interstitial area alveolar, Tujuan Jangka Pendek: 2. Monitor hasil analisa gas darah AGD dan oksimetri
hipoventilasi alveolar, Setelah dilakukan tindakan atau oksimetri membantu mengevaluasi
kehilangan surfaktan keperawatan pasien akan 3. Pertahankan jalan napas bebas kemampuan bernapas pasien
memperlihatkan kemampuan dari sekresi 3. Sekresi akan menghambat
pertukaran gas yang kembali 4. Monitor tanda dan gejala kelancaran udara pada jalan
normal ditandai dengan kriteria hipoksia napas
hasil: 4. Sebagai deteksi dini jika
- Hasil analisa gas darah adanya kelainan seperti tanda
normal : pH (7,35-7,45), dan gejala terjadinya hipoksia
PaO2 (80-100 mmHg),
PaCO2 (35-45 mmHg), SpO2
(95-100%), HCO3 (22-26
mEq/L)
DAFTAR PUSTAKA

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017


Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC

Musliha, S. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika

Rokhaeni, H. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Sundana, K. (2014). Ventilator Pendekatan Praktis Di Unit Perawatan Kritis.


Bandung: CICU Bandung

Vincent, J. (2011). Textbook of Critical Care Sixth Edition, Elsevier Sunders,


328-479

Anda mungkin juga menyukai