SISTEM MUSKULOSKELETAL
Disusun Oleh :
Dr. Jainal Arifin, Sp.OT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
BAB I
GAIT
1. Inspeksi gait
Evaluasi gait (gaya berjalan) merupakan factor penting dalam penilaian spine secara menyeluruh.
Observasi gait selama ambulasi (pergerakan) juga dapat memberikan informasi penting mengenai
karakteristik dinamis dan statis dari vertebra servikal.
Satu siklus gait diukur mulai dari tahap heel-strike awal hingga heel-strike berikutnya, yang terdiri
dari stance phase (periode dimana kaki menapak pada permukaan tanah) dan swing phase (periode
dimana kaki melayang dan bergerak maju).
Pada tahap heel strike, tumit menyentuh lantai dengan kaki dalam posisi supinasi. Pada saat tungkai
memasuki bagian pertama dari stance phase, tungkai akan mengalami rotasi internal, tumit eversi, dan
kaki pronasi. Selama tahap toe-off, tungkai berotasi eksternal, tumit inversi, arkus longitudinal
terangkat, serta kaki supinasi. Secara keseluruhan, panjang dan waktu yang diperlukan dalam stance
phase harus sama untuk kedua tungkai.
initial contact
definisi: terjadi ketika kaki memulai kontak dengan permukaan tanah
kontraksi otot-otot ekstensor panggul
loading response (initial double limb support)
definisi: terjadi sejak kontak awal hingga elevasi tungkai kontralateral
otot tibialis anterior berkontraksi secara eksentrik untuk mengendalikan
momen plantar-fleksi
Short-leg gait
Merupakan respon terhadap adanya perbedaan panjang tungkai kanan dan kiri.
Tes tredelenburg
1) Pasien diminta untuk berdiri dengan bertumpu pada satu tungkai yang sehat
2) Perhatikan bahwa pelvis kontralateral terangkat naik, menandakan bahwa otot gluteus medius sisi
tersebut bekerja baik (Tes Tredelenburg negative)
3) Pasien lalu diminta untuk berdiri dengan bertupu pada satu kaki yang sakit
4) Perhatikan bahwa pelvis kontralateral akan turun/jatuh, menandakan kelemahan otot gluteus medius
pada sisi tersebut (Tes Tredelenburg positif)
BAB II
SPINE
kanan (C0-1); atlas dan axis membentuk sendi atlanto-aksial lateral dan atlanto-aksial medial (C1-2).
Ligamentum transversum atlas merupakan salah satu ligament yang mempertahankan dens pada
posisinya.
Ligamentum alar berfungsi sebagai ligamentum krusiatum pada kedua sisi dens axis. Keduanya
menghubungkan axis dengan bagian dalam dari kondilus oksipitalis (facet joint untuk sendi atlantooksipitalis). Tepi atas dari corpus vertebra C3-C7 memiliki ujung yang menonjol ke atas, yakni prosesus
uncinatus, yang menghubungkan corpus-corpus vertebra satu sama lain (sendi Luscka). Sendi-sendi ini
merupakan sendi synovial.
Vertebra servikal ketujuh disebut sebagai vertebra prominensia, oleh karena memiliki prosesus
spinosus yang lebih panjang disbanding vertebra servikal lainnya struktur ini sangat mudah di-palpasi.
Vertebra torakal
Dari semua vertebra, vertebra torakal merupakan prototype yang paling tepat dari sebuah vertebra
seperti yang dijelaskan di atas. Vertebra torakal pertama memiliki kemiripan dengan vertebra servikal,
sementara T11 dan T12 memiliki karakteristik vertebra lumbal.
Pada bagian mid-torakal, prosesus spinosus memiliki posisi sloping ke arah kadual, sehinga
bertumpang-tindih satu sama lain, seperti genteng atap; pada arah servikal dan lumbal, mereka memiliki
posisi yang lebih horizontal. Pada kedua sisi dari semua korpus vertebra torakal, dan pada prosesus
transversus dari T1-T10, facet joints berhubungan dengan costa (untuk kaput dan tuberkulum dari
berbagai kosta). T7 seringkali menjadi puncak kifosis dari torakal.
Vertebra lumbal
Vertebra lumbal memiliki corpus vertebra yang besar. Prosesus spinosus menebal pada ujungnya,
serta terletak hamper horizontal. Pada sisi lumbal dari prosesus transversus, juga dikenal sebagai
prosesus kostalis, yang merupakan kosta rudimenter. Prosesus aksesorius merupakan prosesus
transversus rudimenter yang terletak dorsal dari prosesus kostalis. Pada arah kranial dari prosesus
aksesorius dapat ditemukan penonjolan berbentuk putting: prosesus mammilaris. Corpus vertebra L4
membentuk dasar dari lordosis lumbal.
Sakrum
Tulang ini terdiri dari 5 vertebra sakralis yang terosifikasi. Prosesus spinosus menyatu menjadi krista
sakralia mediana, prosesus artikularis menjadi krista sakralis intermedius, serta prosesus transverus
menjadi krista sakralis lateralis.
Proses osifikasi menjadi komplit pada usia dewasa. Diskus intervertebralis tidak mengalamu osifikasi,
atau hanya terjadi pad usia pertengahan.
Tulang sacrum dan ilium dari pelvis bersama-sama membentuk sendi sakro-iliaka pada kedua sisi.
Permukaan sendi sangat ireguler. Sendi sakro-iliaka memiliki fungsi weight-bearing dan shock
absorbing pada berbagai direksi.
Koksigeus
Tulang ini umumnya terdiri dari 3 atau 4 vertebra koksigeus yang terosifikasi.
Inspeksi ini meliputi penilaian menyeluruh terhadap bentuk dan postur tulang belakang, mulai
dari kepala hingga tumit, dimulai dari sisi ventral, kemudian dorsal, lalu lateral kedua sisi. Posisi netral
(posisi awal) merupakan posisi dimana pasien berdiri tegak dengan lutut lurus (apabila memungkinkan),
dan kedua kaki berdampingan satu sama lain.
Prosedur:
1. Jelaskan kepada pasien tujuan serta langkah-langkah pemeriksaan, lalu minta persetujuan pasien
2. Mintalah secara sopan kepada pasien untuk melepas pakaiannya, terkeuali pakaian dalam.
3. Mintalah pasien untuk berdiri, kemudian lakukan inspeksi dari jarak 2-3 meter dari sisi dorsal.
4. Lakukan inspeksi dari arah kranial ke kaudal.
5. Pertama-tama nilai postur spontan (posisi netral individu), kemudian mintalah pasien untuk
meluruskan/mengekstensikan lututnya dan menempatkan kedua kaki di samping satu sama lain.
6. Lakukan penilaian bentuk/struktur tulang, kurvatura vertebra, postur tubuh, bandingkan kanan dan
kiri.
7. Perhatikan ada atau tidaknya:
- Lesi kulit: discolour, nevus, nodul kutaneus, ulkus/luka,
- gibbus
- pelvic obliquity; ketinggiaan SIAS/krista iliaka bilateral: jika terdapat perbedaan, perlu dilakukan
pemeriksaan leg-length discrepancy
- Malalignment (scoliosis, lordosis, kifosis, rotasional, etc.)
- Kelainan postur: head tilted, pelvis tilted
- Atrofi/hipertrofi otot
8. Ulangi inspeksi/penilaian dari kedua sisi lateral pasien; perhatikan kurvatura normal: cervical
lordosis, thoracic kyphosis
A, Normal sagittal alignment of the hip and pelvis. B, Simulated flexion contracture of the hip. C, Compensation with hyper-extension of the
lumbar spine
Latero-fleksi kiri/kanan
1) Minta pasien untuk menjulurkan lengan kanan ke bawah sepanjang tungkai kanan; ulangi gerakan
serupa pada lengan kiri di sepanjang tungkai kiri.
2) Pemeriksa dapat membantu menstabilisasi pelvis pasien dengan meletakkan tangan pada kedua krista
iliaka,
3) Perhatikan adanya asimetri antara kedua sisi, scoliosis, atau abnormalitas lainnya.
Ekstensi:
1) Mintalah pasien untuk membungkukkan tubuhnya ke belakang sejauh mungkin, dengan memfleksikan daerah pinggang
2) Rentang ekstensi dinilai dengan menghitung sudut yang dibentuk antara badan dan penampang
vertical (normal = 20-300)
Prosedur
1) Pertama-tama palpasi pasien dalam posisi berdiri, kemudian jika memungkinkan dalam posisi duduk
atau bending; selanjutnya dalam posisi pronasi
2) Pemeriksa berada di belakang pasien
3) Lakukan palpasi dengan menggunakan ujung jari-jari tangan
4) Mintalah pasien untuk mengindikasikan dimana dan kapan timbulnya nyeri. Apabila diperoleh temuan
abnormal, perhatikan lokasi titik nyeri maksimum (point of tenderness). Pada pasien dengan riwaat
trauma, adanya point of tenderness sangat mngindikasikan adanya fraktur atau disrupsi ligament yang
signifikan.
5) Perhatikan pula adanya:
- pembengkakan serta karakteristiknya;
- tonus otot (dengan cara menempatkan jari-jari secara transversa pada serat otot yang dinilai,
untuk menentukan derajat kontraktilitas; hipo- atau hipertonus)
- suhu pada perabaan
- gibbus
- diskontinuitas (step deformity)
- agilitas yang abnormal
Palpasi servikal
Teknik pemeriksaan:
1) Vertebra servikal umumnya di-palpasi dengan pasien dalam posisi duduk atau supinasi. Posisi
supinasi memungkinkan pasien untuk lebih rileks; namun pemeriksa tidak dapat secara
langsung memvisualisasi struktur-struktur yang di-palpasi. Posisi duduk dapat mengganggu
relaksasi otot, namun memungkinan visualisasi langsung dari struktur yang di-palpasi. Dalam
situasi gawat-darurat, pasien harus diperiksa dalam posisi sebagaimana dia pertama kali
dating, hingga pemeriksa yakin bahwa tidak terdapat ketidakstabilan vertebra servikal.
2) Pada pasien dengan posisi duduk, dahi pasien diistirahatkan/ditopang pada/oleh salah satu
tangan pemeriksa. Posisi ini dapat merelaksasikan otot-otot servikal dan ligamentum nukal.
3) Palpasi dilakukan dengan ujung jari tangan lainnya.
4) Palpasi vertebra servikal biasanya dimulai pada inion, yang terletak pada basis cranium, yang
berada tepat dibawah protuberansia oksiptalis eksterna.
5) Palpasi kemudian dilanjutkan ke arah distal pada linea mediana, dengan mengidentifikasi
prosesus-prosesus spinosus. Prosesus spinosus yang teridentifikasi pertama kali adalah C2.
Prosesus spinosus proksimal lebih mudah di-palpasi dalam posisi leher ekstensi.
Cat: lokalisasi C7 kadang-kadang sulit dibedakan dengan C6 dan T1 oleh karena juga
prominen. Untuk membedakannya dapat dilakukan dengan meminta pasien melakukan
gerakan fleksi dari posisi ekstensi: C6 biasanya akan menjadi kurang terpalpasi seiiring
gerakan fleksi.
3) Lakukan pengetukan prosesus spinosus dengan menggunakan sisi ulnar dari kepalan tangan
(mulai dari C7 ke arah kaudal); angulus ingerior scapula dapat menjadi patokan ketinggian
prosesus spinosus T7. Ketinggian vertebra lainnya dapat diperkirakan dengan menggunakan
patokan landmark.
4) Perhatikan timbulnya nyeri dengan palpasi/pengetukan. Nyeri lokal pada suatu level vertebra
menandakan adanya kondisi patologis pada level tersebut. Kondisi-kondisi yang dapat
menimbulkan nyeri antara lain sprain atau disrupsi ligament posterior, fraktur elemen posterior,
tumor elemen posterior, artritis degenerative, atau spondilosis.
5) Secara simultan, pemeriksa mengevaluasi alignment vertebra torakal dan lumbal. Perhatikan
alignment dan jarak antara prosesus spinosus, apakah terdapat step-off atau tidak.
6) Lakukan palpasi otot-otot paraspinalis. Pada tiap sisi dari prosesus spinosus terdapat kolum
muskuler dari otot-otot erektor spinal, yakni otot multifidus, longisimus, dan iliocostalis.
Perhatikan ada atau tidaknya spasme otot, yang dapat merupakan tanda adanya cedera otot lokal,
atau sebagai respon terhadap focus nyeri yang berdekatan.
7) Apabila terdapat spasme otot, maka pasien diminta untuk melakukan latero-fleksi ke arah yang
sakit, dengan pemeriksa tetap melanjutkan palpasi otot paraspinalis. Normalnya, otot paraspinalis
pada sisi yang difleksikan akan menjadi lebih rileks. Apabila otot pada sisi tersebut tetap teraba
tegang, maka dapat dikonfirmasi adanya spasme otot.
Perhatikan ada atau tidaknya nyeri palpasi otot paraspinalis dan trigger point. Adanya trigger
point dapat mengindikasikan fibromyalgia.
5. Menetapkan ROM kepala (terhadap C7):
Sendi yang berperan dalam gerakan kepala terhadap spine adalah sendi atlanto-oksipital dan sendi
atlanto-aksial. Sendi atlanto-oksipital memungkinan gerakan fleksi dan ekstensi, sedangkan sendi
atlanto-aksial memungkinkan gerakan rotasi fleksi, ekstensi, dan latero-fleksi yang terbatas.
Untuk dapat menilai ROM vertebra servikal secara tepat, maka vertebra torakal harus difiksasi. Hal ini
dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk duduk pada sebuah bangku dengan sandaran tegak dan
lurus. Idealnya, sandaran kursi harus mencapai mid-skapular, namun tidak melebihi di atasnya.
Ketika melakukan tes rotasi spine, pasien duduk dengan panggul dan lutut dalam fleksi 90o, sehingga
pelvis terfiksasi selama gerakan berlangsung.
Prosedur
1. Pasien dalam posisi duduk seperti dijelaskan di atas.
2. Jika diperlukan, lakukan contoh gerakan yang akan diuji, serta pandu dengan menggunakan kedua
tangan pemeriksa, khususnya untuk gerakan backward (ekstensi), dan ketika melakukan pemeriksaan
terhadap pasien berusia lanjut.
3. Fiksasi torso atau pelvis jika diperlukan.
4. Mintalah pasien untuk melakukan beberapa gerakan berikut (dalam posisi berdiri ataupun duduk):
Fleksi (chin to chest): pasien diminta untuk menyentuhkan dagunya ke dada dengan mulut
tertutup. Pasien engan vertebra servikal yang normal dapat mencapai kontak antara dagu dan
dada, atau sangat mendekatinya. Mengukur jarak antara dagu dan dada pada titik fleksi
maksimum merupakan cara termudah untuk meng-kuantifikasikan gerakan ini.
Ekstensi: pasien diminta untuk membengkokkan kepala ke arah belakang, sambil melihat ke
langit-langit. Ekstensi maksimum merupakan kombinasi gerakan servikal, torakal, dan oksipitoservikal. Normalnya, pasien dapat melakukan ekstensi hingga wajah berada dalam posisi parallel
dengan langit-langit. Derajat ekstensi berkuang pada kondisi artritis degenerative, atau deformitas
scoliosis atau kifosis.
Pemeriksa juga dapat meletakkan tangan di antara oksiput dan prosesus spinosus C7, lalu
meminta pasien untuk menjepit tangan pemeriksa dengan mengekstensikan lehernya. Gerakan
ekstensi leher memiliki ROM kurang-lebih 55o (20o pada sendi atlanto-oksipital).
Rotasi: bahu pasien difiksasi, kemudian pasien diminta untuk memutar lehernya ke kedua
sisi secara bergantian (mengarahkan dagu ke bahu). Prosesus spinosus akan terlihat berotasi
berlawanan arah dengan dagu. Gerakan rotasi normal mencapai 60o pada masing-masing
arah, namun dapat mencapai 90o pada beberapa individu. Sekitar 50% dari gerakan ini
berlangsung di sendi atlanto-aksial.
3. Pemeriksa meletakkan kedua tangannya pada puncak kepala pasien, kemudian menekannya
23ea rah kaudal sehingga timbul gaya aksial. Pemberian tekanan harus dilakukan secara halus
dan gradual, oleh karena dapat memicu respon nyeri yang hebat.
4. Pasien diminta untuk memberitahu apakah maneuver tersebut menimbulkan nyeri atau sensasi
yang tidak nyaman, serta bagiamana kualitas dan distribusi dari nyeri yang dihasilkan.
5. Tes distraksi dapat dilakukan untuk meredakan gejala.
A.
Tes Spurling
Apabila pemeriksa mencurigai adanya kondisi lateralisasi patologis, misalnya prolaps diskus,
maka maneuver kompresi dapat diulangi dengan berbagai posisi fleksi, ekstensi, later-fleksi, atau
rotasi dari vertebra servikal, dengan tujuan untuk mengetahui posisi yang memicu respon
maksimum. Pada Tes Spurling, leher di-ekstensikan dan dirotasikan ke arah yang terlibat,
sebelum dilakukan kompresi aksial.
BAB III
PELVIS
1. Palpasi pelvis
- Spina iliaka posterior superior (SIPS)
SIPS terletak pada ujung posterior dari krista iliaka, yang merupakan penanda utama
untuk palpasi pelvis dan panggul.
Pelvis forward or backward tilting: pelvis normalnya memiliki forward tilting 100 pada
laki-laki dan 25o pada perempuan.
Sacrum
Pada linea mediana posterior, penonjolan yang dibentuk oleh promontorium sakralis
biasanya mudah untuk dipalpasi. Nyeri pada sacrum dapat disebabkan oleh fraktur,
tumor, atau infeksi.
Coxygeus
Dengan menulusuri sacrum ke arah distal menuju natal crease, pemeriksa dapat
mengidentifikasi dan mem-palpasi tulang koksigeus. Oleh karena lokasinya, tulang ini
merupakan lokasi umum terjadinya nyeri, baik akibat terjatuh pada bokong maupun
akibat iritasi kronis setelah posisi duduk berkepanjangan. Coccyodynia atau painful
coccyx, dapat diebabkan oleh pengggunaan berlebihan, fraktur, atau disrupsi salah satu
sendi segmen-segmen kecil yang membentuk tulang koksigeus.
Bila terdapat indikasi, pemeriksaan coxygeus dilengkapi dengan colok dubur, yang
dilakukan dengan pasien berada pada posisi decubitus dan fleksi sendi panggul.
Pemeriksa melakukan pemeriksaan rektal dengan menggunakan jari telunjuk, sehingga
memungkinkan pemeriksa untuk menjepit koksigeus antara jari telunjuk (di dalam
rectum) dan ibu jari (dari luar). Koksigeus kemudian dapat dimanipulasi ke arah belakang
dan depan untuk melihat timbulnya nyeri,
Tuberositas isiadikus
Tuberositas isiadikus terletak pada tepi medial-inferior dari prominensia gluteal pada
pasien dalam posisi berdiri. Namun, palpasi tuberositas isiadikus jauh lebih mudah
dilakukan pada pasien dengan posisi supinasi dan sendi panggul difleksikan 45 o, dan
telapak kaki diistirahatkan di atas permukaan meja.
Nyeri pada palpasi tuberositas isiadikus dapat menandakan adanya fraktur avulsi akibat
kerja hamstring yang ber-origo di sana, ataupun akibat terjatuh langsung pada daerah
bokong. Inflamasi bursa, yang mengenai daerah tuberositas isiadikus pada individu yang
memiliki kebiasaan duduk di atas permukaan yang keras, dikenal dengan istilahweaver's
bottom.
2. Penilaian fleksi dan ekstensi, adduksi, abduksi dan rotasi sendi panggul
Pemeriksaan Gerakan Aktif
Pada posisi netral (starting point), pasien harus terbaring pada posisi supine diatas meja
pemeriksaan dan pelvis dapat dimiringkan (pemeriksa harus bisa menyelipkan tangannya di
antara meja pemeriksaan dan belakang pasien. Tungkai dan pinggul pada posisis ekstensi dan ibu
jari kaki menunjuk ke arah ventral.
Prosedur
1. Perhatikan posisi pasien di atas meja pemeriksaan (posisi spontan pada saat istirahat).
Perbedaan rotasional dari pinggul bisanya dapat langsung dilihat. Kemudian, temukan
apakah terdapat lordosis yang meningkat (disamarkan dengan kontraktur fleksi).Lakukan
pemeriksaan ini dengan menyelipkan tangan di antara meja pemeriksaan dan belakang
pasien. Biasanya hal ini dapat dilakukan.
2. Stabilisasikan pelvis dan juga tungkai atas bila diperlukan selama pemeriksaan. Lakukan
pemeriksaan awal dengan melakukan penekanan diatas Krista iliaka dengan
menggunakan telapak tangan pada SIAS.
3. Perhatikan gerakan dan nilai:
Rangkaian gerakan
digunakan untuk menilai kecurigaan dari kasus hipermobilitas atau cedera otot/tendon minor.
Bila menemukan hasil pemeriksaan yang abnormal, bandingkan dengan sisi sebelahnya.
Prosedur
1. Pasien berbaring dalam posisi supine di atas meja pemeriksaan ; tungkai dan panggul
harus ekstensi dan jari kaki harus menunjuk ke arah ventral.
2. Lakukan gerakan pasif di bawah ini pada pasien:
Fleksi
Selama manuver ini , instruksikan pasien untuk menekan kebawah tungkai
kontralateral di atas meja pemeriksaan (ekstensi aktif; ekstensi pasif tidak dinilai
karena tidak memberikan informasi tambahan). Bila selama inspeksi pada posisi
supine, perhatikan adanya peningkatan lordosis dan atau ekstensi terganggu selama
pemeriksaan gerakan aktif. Melakukan fleksi dengan menggunakan Thomas test
untuk fixed flexion deformity dari panggul. Catat apakah tungkai kontralateral secara
spontan fleksi pada panggul dan lutut. Bila fleksi terjadi pada pinggul dan lutut dari
tungkai kontralateral, kemampuan ekstensi dari pinggul terbatas and dapat
disimpulkan adanya kontraktur fleksi pada pinggul tersebut.
Fleksi
Tes Thomas
Berdiri di sisi di mana kamu akan melakukan pemeriksaan fleksi pada pinggul.
Selipkan tangan diantara belakang pasien dan meja pemeriksaan , kemudian tekukkan
pinggul dan lutut yang terdekat dengan kamu sampai mencapai fleksi maksimal.
Peningkatan lordosis lumbal menghilang karena memiringkan pelvis, sebagai akibat
dari kontraktur fleksi dari sisi kontralateral tidak dapat tersamarkan lebih lama
(perhatikan tungkai kontralateral).
Tes Thomas
Abduksi
Berdiri di sisi tungkai yang akan diperiksa (stabilisasikan pelvis kontralateral) dan
gerakkan tungkai yang ekstensi ke arah luar.
Abduksi
Adduksi
Berdiri di depan meja pemeriksaan, angkat satu tungkai yang ekstensi dan gerakkan
tungkai satunya yang akan diperiksa melewati garis tengah di bawah tungkai yg di
angkat sejauh mungkin yang disa dilakukan.
Adduksi
Eksorotasi dan Endorotasi
Berdiri di sisi tungkai yang akan diperiksa. Fleksikan pinggul dan lutut 90 pada
tungkai yang akan diperiksa. Pegang tumit dengan satu tangan dan tangan lainnya
memegang lutut. Untuk eksorotasi, gerakkan tungkai bawah ke arah dalam dan untuk
endorotasi gerakkan tungkai bawah ke arah luar.
Eksorotasi
Endorotasi
3. Nilai kembali:
Rangkaian gerakan
Range of motion maksimal
Ada tidaknya nyeri
Ada tidaknya krepitasi
Kontraktur dan atau gerakan kompensasi yang timbul
PANGGUL
Pemeriksaan gerakan aktif
Mintalah pasien untuk membuka pakaian , hanya menyisakan pakaian dalam.
Dalam 'posisi netral' (titik awal) pasien harus berbaring di posisi telentang di meja pemeriksaan
dan panggul dapat dimiringkan sedikit ke arah depan (yaitu pemeriksa harus hanya dapat
menggeser tangan antara meja dan punggung pasien) [10]. Kaki dan pinggul diluruskan dan 'titik'
jari-jari kaki bagian ventral. [11].
2.
3.
4.
Amati posisi pasien di atas meja pemeriksaan (postur spontan saat istirahat). Perbedaan
rotasi pinggul biasanya segera jelas terlihat. Selanjutnya , menentukan apakah ada
peningkatan lordosis (menutupi contracture fleksi!). Lakukan ini dengan menggeser tangan
antara meja pemeriksaan dan punggung pasien. Biasanya ini dilakukan hanya apabila
memungkinkan.
Stabilisasi panggul dan jika perlu kaki bagian atas selama pemeriksaan gerakan . Lakukan
ini dengan tegas awalnya menekan krista iliaka dengan telapak tangan pada posisi spina
iliaka anterior superior.
Periksa gerakan dan nilai :
Jalannya gerakan
Jangkauan maksimum gerak
Terjadinya nyeri
Terjadinya krepitasi
Kontraktur dan / atau gerakan kompensasi yang terlihat
Minta pasien untuk membuat gerakan-gerakan berikut :
Fleksi pada pinggul kaki homolateral dengan ekstensi kaki kontralateral (bagian belakang
lutut ditekan ke meja pemeriksaan), dan selanjutnya berlawanan untuk kaki yang lain
[12].
NB: Jika pasien tidak dapat meregangkan kaki kontralateral , namun pinggul dan lutut
memiliki kecenderungan untuk melenturkan, ini juga dapat menunjukkan fleksi
contracture pinggul pada sisi kontralateral!
Adduksi: secara pasif naikkan kaki kontralateral ke arah atas pada ujung kaki . Anjurkan
pasien bahwa selama gerakan ini jari-jari kaki harus menunjuk ke arah langit-langit [14].
Endoratasi: Posisi awal: periksa di 00 felxi pada pinggul [15] dengan lutut diluruskan ,
dan di 900 fleksi lutut dan pinggul [16]. Alasan untuk ini adalah bahwa ketegangan di
kapsul sendi panggul berbeda pada 00 dan pada 900, pada 00 komponen fleksi juga
dihilangkan.
Exoratasi: Posisi awal: periksa di 00 felxi pada pinggul [17] dengan lutut diluruskan, dan
di 900 fleksi lutut dan pinggul [18].
Gambar : Pemeriksaan rentang gerak pinggul totasi eksternal dan rotasi internal
Pemeriksaangerakanpasif
Prosedur
1.
2.
denganandasampaifleksimaksimal
tercapai.
Peningkatanlordosislumbalharusberkurangkarena kemiringandaripanggul, sebagai
akibat dimanacontracturefleksipada sisikontralateraltidak bisa lagiditutupi(amati
kakikontralateral).
panggulkontralateral)
dan
3.
NB:
Praktek
yang
umumadalah
untuk
memeriksarotasipasifpinggulpada
0
90 fleksipinggulkarenagerakan ini dapat dengan mudahterwujud dalamposisi ini, berbeda
denganrotasipada00 fleksipinggul.
Keterbatasanfleksipasiflebih
dari300 jarangterjadi.
Namun, ini bisamenjadi indikasi untukmenyelidikirotasipinggulpada00 fleksi.
Denganini nilai kembali:
Jalannya gerakan
Jangkauan maksimum gerak
Terjadinya nyeri
Ada atau tidaknya krepitasi
Kontraktur dan/atau gerakan kompensasi yang terlihat
7. Jika jarak spina iliaka anterior superior ke malleolus medialis adalah sama, maka true leg
leng adalah sama.
Metode Visual
Metode ini berguna apabila diskrepansi sangat kecil dan metode skrining apabila tidak ada
alat pengukuran
1. Pasien berbaring dalam posisi supine diatas meja periksa
2. Pemeriksa meluruskan pasien selurus mungkin dan memegang kaki pasien, geser
ekstremitas bawah sampai dapat ditarik garis lurus diantaranya melewati pusat pasien.
(gambar 5.13A)
3. Pemeriksa membandingkan posisi kedua malleolus medialis (gambar 5.13B dan C)
4. Jika salah satu lebih proksimal atau distal maka terdapat leg length diskrepansi.
5. Perbedaan posisi kedua malleolus menunjukkan leg length diskrepansi
Jika terdapat true leg length diskrepansi pemeriksaan berikutnya adalah untuk memastikan
apakah diskrepansinya pada femur atau tibia.
Memeriksa Femoral Leg Length Diskrepansi
1. Pasien berbaring dalam posisi supine pada meja periksa dengan pinggul dan lutut
difleksikan 90 derajat.
2. Jika salah satu femur lebih panjang, posisi tinggi lutut berbeda
Tibial Leg Length Diskrepansi
1. Pasien berada dalam posisi pronasi dengan lutut difleksikan 90 derajat
2. Jika panjang tibia berbeda, telapak kaki pasien berbeda tingginya diatas meja
pemeriksaan.
BAB IV
SHOULDER
1. Inspeksi posisi skapula
Skapula merupakan tulang pipih berbentuk triangular yang hampir keseluruhannya ditutupi oleh
kumpulan otot. Margo medial dari scapula memiliki orientasi parallel dengan prosesus spinosus
torakal. Fossa glenoid berada pada sudut atas lateral skapula. Struktur tulang yang paling mudah
terlihat ialah spina scapula, yang bermula dari tepi medial scapula dan berlanjut hingga sudut
supra-lateral, dan berakhir sebagai prosesus acromion. Spina tersebut membagi sisi posterior
scapula menjadi dua fossa. Otot supraspinatus mengisi fossa superior (fossa supraspinatus),
sementara otot infraspinatus dan teres minor mengisi fossa inferior (fossa infraspinatus). Spina
scapula merupakan lokasi insersi dari otot trapezius, serta origo dari sepertiga posterior otot
deltoideus.
Prosedur pemeriksaan:
1) Pemeriksa menjelaskan kepada pasien tujuan dan langkah-langkah pemeriksaan, kemudian
meminta persetujuan pasien.
2) Pasien diminta untuk membuka bajunya.
3) Pasien berdiri tegak dengan punggung menghadap pemeriksa.
4) Lakukan inspeksi terhadap struktur-struktur yang terdapat pada aspek posterior dari bahu:
spina scapula, margo medial scapula, otot supraspinatus, otot infraspinatus, otot teres minor,
otot trapezius, margo lateral scapula, otot rhomboideus, otot levator scapula, otot lattisimus
dorsi
A, B, and C, Posterior aspect of the shoulder and upper arm. A, spine of the scapula; B, medial border of the scapula; C, supraspinalus; D, infraspinatus; E,
teres minor; F, trapezius; G, lateral border of the scapula; H, rhomboid muscles; I, levator scapula; J, posterior deltoid; K, latissimus dorsi; L, triceps
brachii; M, soft spot
6) Perhatikan aligment dan kesimetrisan kedua scapula. Margo medial scapula seharusnya
parallel dengan prosesus spinosus vertebra torakal.
7) Minta pasien untuk melakukan gerakan rotasi internal sendi bahu. Gerakan ini akan
menyebabkan margo medial scapula menjadi lebih prominen.
Medial border of the scapula becomes more prominent when the shoulder is internally rotated
8) Perhatikan ada atau tidaknya winging of scapula (penonjolan margo medial scapula dalam
posisi netral, tanpa rotasi internal sendi bahu). Winging umumnya merupakan akibat
kelemahan otot seratus anterior, namun dapat pula ditimbulkan oleh kelemahan otot
romboideus dan trapezius.
9) Perhatikan ada atau tidaknya abnormalitas pada kulit maupun abnormalitas lainnya
(discolour, tumor, luka,
2. Tes fungsi otot pada bahu
Prosedur
1. Pasien berdiri atau duduk nyaman dengan lengan ke bawah.
2. Periksa otot-otot dengan menegangkan secara isometrik (tanpa gerakan). Selama periode
ini, berikan tahanan untuk kekuatan yang dihasilkan oleh pasien dengan meminta mereka
melakukan gerakan tertentu. Pastikan fiksasi yang baik dengan tangan yang lain (hati-hati
dengan gerakan kompensasi). Pada saat melakukan tes ini, tanyakan apakah adanya rasa
sakit. Jika terasa sakit, bandingkan kiri dengan kanan.
3. Jika perlu, palpasi otot:
- Untuk menentukan tonus dan titik maksimum nyeri
- Untuk membedakan lipoma dan sejenis dan herniasi otot
- Jika dicurigai suatu avulsi atau ruptur otot.
4. Pada prinsipnya, suatu tes isometrik untuk nyeri pada kelompok otot yang berbeda
harusnya mencukupi. Jika pasien merasakan gejala nyeri selama tes ini, diusahakan untuk
memeriksa kelompok otot secara individual (mengikuti perbandingan kiri-kanan).
Pastikan otot-otot ditegangkan seselektif mungkin.
- Anteflexi (terutama otot deltoid, pectoralis mayor, dan coracobrachialis)
- Retroflexi (terutama otot deltoid, teres mayor, dan latissimus dorsi)
- Abduksi (terutama otot deltoid dan supraspinatus)
- Adduksi (terutama otot pectoralis mayor dan latissimus dorsi)
- Putaran keluar (terutama otot infraspinatus dan teres minor)
- Putaran kedalam (terutama otot subscapularis, pectoralis mayor, latissimus dorsi, dan
teres mayor)
- Elevasi (terutama otot trapezius dan levator scapula)
- Ekstensi siku (terutama otot triceps brachii)
Kelainan : tendonitis, terutama yang dipengaruhi oleh bagian caput longum dari
otot bisep, yaitu ruptur caput longum otot bisep
3.Pemeriksaan Rentang Gerak (Range of Motion) Bahu
Posisi dasar (starting position) adalah posisi dimana lengan berada disamping torso dengan ibu
jari menunjuk ke arah ventral. Range of motion dinilai menggunakan posisi ini sebagai referensi.
Pergerakan aktif dari kedua bahu harus dilakukan oleh pasien secara simultan dan sesimetris
mungkin, untuk menghindari pergerakan dari torso dan untuk memungkinkan perbandingan
antara sisi yang diperiksa dan sisi kontralateral. Jika perlu, demonstrasikan pergerakannya.
Prosedur
1. Pasien harus berdiri atau duduk nyaman dengan lengan ke bawah, dan menghadap
pemeriksa.
2. Inspeksi pergerakan dan nilai:
- Jalannya pergerakan
- Maksimum range of motion
- Kejadian nyeri
- Kejadian krepitasi
- Kejadian kontraktur dan/atau pergerakan kompensasi
- Pergerakan di sendi acromioclavicular dan sternoclavicular
3. Untuk ini, lakukan enam gerakan gabungan:
- Antefleksi
- Retrofleksi
- Abduksi
- Adduksi horisontal
- Rotasi outward
- Rotasi inward
Harus diingat bahwa gerakan gabungan ini dicapai dengan pergerakan seluruh komponen
bahu, bukan hanya sendi humerus.
4. Juga inspeksi abduksi dan antefleksi pada bagian posterior, untuk menilai ritme
scapulohumeral
5. Jika ada kecurigaan kelainan sendi acromioclavicular atau sternoclavicular, penting untuk
meminta pasien melakukan gerakan berikut:
- Elevasi (menaikkan bahu)
- Depresi (mendorong bahu ke bawah)
- Protraksi (menggerakkan bahu ke depan)
- Retraksi (menggerakkan bahu ke belakang)
Gerakan : abduksi
Minta pasien untuk menahan lengan pada posisi vertikal. Pada bahu normal, lengan dapat
menyentuh telinga dengan memiringkan sedikit kepala. Normal range: 0-170.
Gerakan: adduksi dengan ekstensi
Letakkan satu tangan di bahu, fleksi di siku, ayunkan lengan didepan dada. Normal range: 050.
Gerakan: fleksi ke depan
Minta pasien untuk mengayunkan lengan ke depan dan angkat di atas kepala. Lihat pasien dari
arah samping. Normal range: 0-165.
Gerakan: ekstensi ke belakang
Minta pasien untuk mengayunkan lengan secara langsung ke belakang, kemudian lihat dan nilai
dari arah samping. Normal range: 0-60.
Gerakan: fleksi horisontal dan adduksi
Lengan digerakkan ke depan dari posisi abduksi 90. Lihat pasien dari atas. Normal range: 0140. Nyeri pada manuver ini biasa terdapat pada osteoartritis atau trauma pada sendi
acromioclavicular.
Gerakan: rotasi internal dengan abduksi
Abduksi bahu pada 90, dan fleksikan siku pada sudut yang benar. Minta pasien untuk
menurunkan lengan bawah dari kedudukan horisontal. Normal range: 70.
Gerakan: rotasi eksternal dengan abduksi
Dari posisi start yang sama, lengan bawah paralel dengan tanah, minta pasien untuk menaikkan
tangan, jaga bahu pada abduksi 90. Normal range: 100.
Gerakan: rotasi eksternal dengan ekstensi
Posisikan siku disamping dan fleksi pada 90 dengan tangan menghadap ke depan. Gerakkan
tangan ke lateral, bandingkan sisi yang satu dengan yang lain. Normal range: 70. Perhatikan
bahwa suatu peningkatan pada rotasi eksternal dengan ekstensi adalah tanda robekan otot
subscapularis.
Gerakan: rotasi internal dengan ekstensi
Gerakkan tangan ke dada dari posisi menghadap ke depan. Normal range: 70.
Gerakan: elevasi dan depresi bahu
Ini dapat diukur dengan pengukuran langsung, tapi Hallaceli dan Gunal menyarankan
penggunaan goniometer, dengan titik tengah pada jugular notch, dengan satu tangan vertikal dan
yang lain pada akromion. Normal range: elevasi 37, depresi 8. Elevasi memberikan penilaian
pada fungsi trapezius dan dapat juga digunakan untuk menilai penyembuhan tangan setelah
stroke. Gerakan ini juga terganggu pada kondisi yang melibatkan gerakan scapulothoracic.
BAB V
ELBOW
Pemeriksaan Range of Motion Siku
Posisi dasar (starting position) adalah: untuk fleksi/ekstensi: lengan atas dan bawah dalam posisi
segaris (fleksi 0), lengan bawah dalam posisi supinasi; untuk pronasi dan supinasi: siku dalam
posisi fleksi 90 dan telapak tangan dalam posisi sagital (midposition). Pergerakan dinilai secara
relatif dari posisi ini.
Prosedur
1. Pasien berdiri atau duduk nyaman dengan lengan ke bawah menghadap pemeriksa.
2. Inspeksi pergerakan pada sisi ventral dan nilai:
- Jalannya gerakan
- Maksimum range of motion
- Kejadian nyeri
- Kejadian krepitasi
3. Minta pasien untuk melakukan pergerakan berikut:
- Fleksi
- Ekstensi
- Pronasi
- Supinasi
Gerakan: fleksi
Rentang fleksi dapat diukur. Normal range = 145. Restriksi fleksi biasa terdapat setelah fraktur
di sekitar siku, dan segala bentuk artritis.
Gerakan: supinasi
Supinasi dapat direkam. Berikan pasien pensil untuk digenggam dan catat sudut yang dapat
dicapai dari posisi vertikal. Normal range = 80.
Gerakan: pronasi
Ini dapat dinilai dengan cara yang sama. Normal range = 75. Gerakan pronasi/supinasi dapat
berkurang setelah fraktur pada siku, lengan bawah dan pergelangan tangan (contoh sering setelah
fraktur Colles). Dapat juga terjadi setelah dislokasi siku dan rhematoid dan osteoartritis.
Kehilangan supinasi yang mutlak dapat terjadi pada anak-anak dengan siku tertarik.
BAB VI
WRIST AND HAND
Sendi pergelangan tangan(wrist joint)
Sendi pergelangan tangan ini terdiri dari 2 persendian yaitu sendi radiocarpal dan sendi
mediocarpal. Pada sendi radiocarpal, bagian distal dari tulang radius akan bersendi dengan tulang
scaphoid dan tulang lunate. Bersama sama dengan Head dari tulang ulna, bagian distal dari
radius akan membentuk sendi radiocarpal. Pada sendi ini dan pada sendi radioulnar proksimal
pronasi dan supinasi dari lengan bawah terjadi. Sedangkan sendi mediocarpal terbentuk dari faset
bagian distal dari tulang carpal proksimal (Scaphoid, Lunate, Triquetrum) yang bersendi dengan
faset bagian proksimal dari tulang carpal distal (trapezium, trapezoid, capitate, hamate).
Gerakkan yang mungkin terbentuk dari sendi pergelangan tangan ini antara lain:
Dorsal fleksi (Normalnya 90o)
Palmar fleksi (Normalnya 80o)
Abduksi radial (Normalnya 50o)
Abduksi ulnar (Normalnya 40o)
Pada bagian palmar dari sendi pergelangan tangan perjalanan dari terowongan carpal
yang terbentuk dari tulang tulang carpalia, ligament carpal transverse (pada sisi volar) dan
fleksor retinaculum. Melalui terowongan ini lewatlah beberapa struktur penting antara lain:
Tendon dari fleksor digitorum profundus
Tendon dari fleksor digitorum superficial.
Tendon dari otot fleksor pollicis longus.
Nervus medianus.
Didalam terowongan carpal, nervus medianus dapat mengalami kompresi oleh struktur struktur
disekitarnya, Yang akan menyebabkan terjadinya carpal tunnel syndrome.
Prosedur pemeriksaan
1. Mintalah pasien untuk melepaskan perhiasan, jam tangan dan aksesoris lainnya (bila
pasien menggunakan baju lengan panjang, gulunglah baju tersebut sampai diatas siku).
2. Persilahkan pasien duduk. Mintalah pasien untuk meletakkan lengan bawah dan telapak
tangan pada meja pemeriksaan
1.Inspeksi
a. Sisi Dorsal: Perhatikanlah bentuk dan posisi dari struktur berikut:
i. Tulang dan Sendi.
Sisi dorsal telapak tangan.A, Kuku jari tangan; B, kutikula; C, Sendi interphalang distal; D,Sendi interphalang proksimal;
E,Sendi metacarpophalangeal; F, web space; G, Phalangs distal; H. Phalangs medial; I, Phalangs proksimal; j,
metacarpal; K, Interoseus dorsal pertama; L, Tendon extensor (Jari telunjuk).
Sisi Palmar tepalak tangan. A, Gurattan jari telunjuk distal; B, Gurattan jari telunjuk proksimal; D,Gurattan telapak
tangan distal; E. Gurattan tangan proksimal; F, Lokasi dari sendi Metacarpophalangeal; G, thenar; H hypoihenar.
2.Palpasi
Mintalah pasien untuk duduk menghadap pemeriksa.
Palpasi dengan menggunakan ujung ujung jari tangan.
Mintalah pasien untuk menujukkan dengan tepat dimana dan kapan dia
merasakan nyeri (apabila ditemukan suatu kelainan maka bandingkan sisi kiri dan
kanan).
Sebagai tambahan, perhatikan bila ditemukan adanya:
o Pembengkakan dan sifat karateristiknya.
o Tonus otot pasien.
o Mobilitas abnormal.
o Struktur yang abnormal.
o Diskontuinitas.
Palpasilah secara sistematis (mulai dari proksimal ke distal)
o Palpasilah bagian distal dari tulang radius (apakah ditemukan adanya
fraktur, epiphysiolysis, Deformitas).
o
o
o
o
Gerakan: dorsofleksi
Dorsofleksi dapat diukur dengan goniometer. Normal range = 75. Hipermobilitas biasa pada
wanita. Bagaimana pun juga, jika hipermobilitas terlalu menyolok harus diperiksa untuk
menyingkirkan sindroma joint laxity.
Gerakan: palmarfleksi
Palmarfleksi dapat diukur dengan goniometer. Normal range = 75. Jika rentangnya lebih dari
ini, cari tanda lain dari hipermobilitas pergelangan tangan (dan sendi lain), seperti yang
dideskripsikan sebelumnya.
Gerakan: deviasi radial
Deviasi radial diukur berdasarkan sudut yang terbentuk antara lengan bawah dan garis tengah
metacarpal. Tes ini paling baik dilakukan pada midposisi dari rentang pronasi/supinasi. Normal
range = 20.
Gerakan: deviasi ulnar
Deviasi ulnar dapat diukur dengan cara yang sama. Normal range = 35.
Gerakan: pronasi
Untuk pengukuran yang akurat, beri pasien pensil untuk dipegang. Minta pasien untuk menjaga
siku tetap disamping badan dan mempronasi pergelangan tangan. Ukur sudut antara garis
vertikal dan pensil yang dipegang. Normal range = 75.
Gerakan: supinasi
Supinasi dapat diukur dengan cara yang sama. Normal range = 80. Siku diukur dengan
seksama karena dapat mempengaruhi pronasi dan supinasi, dan jika perlu ukur kurvatura radius.
4.Tes fungsi otot
Periksa fungsi otot pasien:
ii. Mintalah pasien untuk melepaskan semua perhiasan dan aksesori dari
tangannya.
iii. Letakkanlah tangan pasien diatas meja pemeriksaan dengan siku pasien di
tekuk 90o.
iv. Berikanlah tekanan pada daerah dari tangan pasien yang berlawanan
dengan tenaga dari pasien.
v. Ukurlah berapa kekuatan otot yang dapat dihasilkan oleh otot tersebut.
5.Tes Khusus
3. Tes khusus.
a. Finkelstein`s test
pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai adanya sindrom
De Quervain (tenosynovitis pada otot abductor pollicis longus dan otot
extensor pollicis brevis.)
i. Procedurnya:
Gengamlah pergelangan tangan pasien (biarkan jempol pasien
tetap bebas)
Lakukan pasif abduksi ke arah ulnar secara perlahan.
Kemudian gengamlah pergelangan tangan pasien tapi kali ini
gengamlah juga jempol tangan pasien.
Lakukan pasif abduksi ke arah ulnar secara perlahan.
Test positif bila keluhan nyeri yang dirasakan pertama dan kedua
mengalami peningkatan.
b. Test untuk suspek sindroma terowongan carpal test ini dilakukan bila
pasien mengeluhkan adanya rasa kesemutan dan/atau nyeri dan/atau hilangnya
kekuatan pada tangan (atrofi dari pada bagian thenar telapak tangan)
i. Test Tinel`s
Lakukan pengetukan dengan menggunakan jari tengah pemeriksa
atau dengan menggunakan palu refleks.
Pengetukan dilakukan pada sisi palmar pada petengahan level
ligament carpal di pergelangan tangan pasien.
Test dinyatakan positif bila pada saat pengetukan pasien
merasakan adanya nyeri dan/atau kesemutan pada perjalanan
nervus medianus.
Sendi carpometacarpal 1, yang merupakan sendi pelana kuda, yang dapat melakukan
beberapa gerakan antara lain:
Pada sendi metacarpophalangeal
o Fleksi (Lebih kurang 50o)
o Extensi (Lebih kurang 0o)
o Abduksi. (Sangat terbatas)
o Adduksi (Sangat terbatas).
Pada sendi interphalangeal
o Fleksi (Lebih kurang 90o).
o Ekstensi (lebih kurang 20o)
Sedangkan mulai dari jari telunjuk sampai ke jari manis (jari ke 2 sampai ke 5) dapat melakukan
gerakan gerakan sebagai berikut:
Sendi metacarpophalangeal
o Fleksi (lebih kurang 90o).
o Ekstensi (lebih kurang 35o).
o Abduction (lebih kurang 20o).
o Adduction (lebih kurang 20o).
o Rotasi (secara pasif)
Sendi Proksimal interphalangs.
o Fleksi (lebih kurang 100o).
o Ekstensi (lebih kurang 0o).
Sendi distal interphalangs
o Fleksi (lebih kurang 80o).
o Ekstensi (lebih kurang 20o)
Prosedur pemeriksaan
1. Mintalah pasien untuk melepaskan perhiasan, jam tangan dan aksesoris lainnya (bila
pasien menggunakan baju lengan panjang, gulunglah baju tersebut sampai diatas siku).
2. Persilahkan pasien duduk. Mintalah pasien untuk meletakkan lengan bawah dan telapak
tangan pada meja pemeriksaan.
3. Inspeksi
a. Sisi Dorsal: Perhatikanlah bentuk dan posisi dari struktur berikut:
i. Tulang dan Sendi.
Perhatikanlah tulang tulang metacarpal 1 sampai metacarpal 4
(Adakah deformitas, Angulasi, rotasi, Pemendekan, oedem, dll.)
Perhatikanlah sendi Metacarpophalangeal 2 sampai 5 (Adakah
deformitas, Angulasi, rotasi, oedem, dll.)
Sendi interphalangeal
Fleksi (lebih kurang 80o)
b. Gerakan pasif : Pada prinsipnya pemeriksaan gerakkan pasif hanya dilakukan bila
terdapat rasa nyeri dan atau terdapat keterbatasan gerakkan dan/atau jalur
gerakkan yang abnormal, dan/atau hipermobilitas atau cedera musculotendinosus
ringan pada saat gerakkan aktif.
Mintalah pasien untuk duduk menghadap pemeriksa.
Mintalah pasien untuk merilekskan pergelangan tangan dan tangan
pasien.
Untuk memeriksa pergerakan pada sendi sendi jari tangan
o Rabalah celah sendi pasien dengan menggunakan ibu jari
dan jari telunjuk.
o Kemudian dengan tangan yang lain peganglah bagian distal
dari jari tersebut dan gerakkanlah sambil meraba pergerakan
pada sendi tersebut.
Otot lumbricales
BAB VII
KNEE
1. Pemeriksaan Range of Motion
Pemeriksaangerakan aktif
Pasien harusberbaringbenar-benar datardengan pingguldan lututyang diluruskan(jika mungkin!).
'Posisi netral' (titik awal) dari sendi lututadalahdimanapinggul, lutut dan pergelangan
kakiberbaring disatu garisbila dilihat dari sisi lateral[56].
1.
2.
3.
Pemeriksaangerakanpasif
Prosedur
1.
2.
NB:
Jika
selamapemeriksaangerakan
aktifAndamengamatilateralisasi
yangabnormal,mungkin ada baiknyauntuk melakukanpalpasiinilagi sambilmerabapatella
dengan bebas antara ibu jari danjari telunjuk. Dengan cara ini Andamungkin
dapatmerealisasikandengan'pelacakan burukpatela. (Namun, literatur internasionaltidak
menyatakankapanlateralisasiini harus dianggapabnormal).
Untukexorotation[61] danendorotation[62]: Peganganadalah samaseperti yang dijelaskan
di atas. Namun, sekaranggunakantangan Anda(tempatkan di sekitarkalkaneus) untuk
memutarkaki(dalam posisi900 fleksi) lebih dulu ke arah luar(exoratation) dan kemudianke
arah dalam(endorotation). Perhatikanindikasinyeri(kerusakan meniskus).
3.
Tes Lachman
Drawer sign
Prosedur
Pasien berbaring dengan posisi supine, dengan lutut fleksi 90 dan seluruh permukaan
telapak kaki menempel pada meja pemeriksaan.
Berdiri di sisi lutut yang akan diperiksa. Letakkan jari-jari kedua tangan di belakang
lutut, dengan jari telunjuk merasakan tegangan dari otot Hamstrings dan jempol
diletakkan vertical pada ruang sendi (disebelah ligamen patella).
Stabilisasikan kaki pasien dengan menduduki kaki pasien dengan menggunakan paha.
Dengan pelan tarik tibia bagian proksimal ke ventral berkenaan dengan femur (tes
drawer anterior).
Catat:
o Mobilitas ke depan yang abnormal (ketegangan)
o Nyeri
o Muscular defence
o Perbandingan kanan dan kiri
Bila ditemui mobilitas ke depan yang abnormal (terutama unilateral ), berarti tes drawer
anterior positif.
Ulangi tes drawer anterior dengan tungkai bawah distabilkan dalam posisi eksorotasi
maskimal. Catat sekali lagi poin-poin yang tertera di atas. Normalnya bila kapsul intak,
ketidakstabilan apapun yang timbul pada posisi netral harus dikurangi selama eksorotasi
dan atau endorotasi. Jika tidak demikian, maka ketidakstabilan tersebut akan tetap sama
atau bahkan meningkat. Tes drawer anterior yang positif pada posisi ini (mobilitas yang
abnormal) menandakan bahwa adanya masalah pada ligament krusiata anterior, kondisi
ini meliputi kapsul posteromedial dan atau sruktur ligamennya juga.
Ulangi tes drawer anterior dengan tungkai bawah distabilkan dalam posisi endorotasi
maksimal.
Catat sekali lagi poin-poin yang tertera di atas. Tes drawer anterior yang positif pada
posisi ini berarti , disamping kondisi yang meliputi ligamen krusiata anterior, juga
meliputi kapsul posterolateral dan atau struktur ligamennya juga.
Selanjutnya letakkan tungkai bawah pada posisi tengah sekali lagi dan secara perlahan
dorong tibia bagian proksimal ke arah dorsal berkenaan dengan femur (tes posterior
drawer), Catat sekali lagi poin-poin yang siudah disebutkan sebelumnya.
Bila ada mobilitas yang abnormal (terutama unilateral) pada arah posterior, berarti
mengarah ke tes drawer posterior yang positif. Pada kasus ini, terdapat masalah pada
ligament krusiata posterior juga. Tes posterior drawer yang positif tidak boleh dinilai
pada kasus cedera ligament krusiata posterior bila tibia, sebelum tes ini dilakukan,
posisinya terlalu jauh ke dorsal (ini memberikan hasil tes drawer posterior yang falsenegative dan tes drawer anterior yang false-positive
4. Penilaian meniscus
Pemeriksaan meniscus lateral
Prosedur
1.
2.
3.
4.
5.
Pasien berbaring di meja pemeriksaan dalam posisi terlentang dengan pinggul dan lutut
diluruskan
Berdiri pada sisi kaki yang akan diperiksa dan membentuk sudut lutut fleksi 900. Dengan
satu tangan memegang calcaneus, dan gunakan jari-jari tangan lain untuk meraba ruang
sendi lateralis
Bentuk kaki hingga fleksi maksimum pada pinggul dan lutut [87], dan kemudian putar kaki
bagian bawah ke arah dalam.
Dari posisi ini luruskan lutut sementara anda masih meraba ruang sendi lateralis
Bandingkan kiri dan kanan
Tes ini positif jika gertakan menyakitkan di lutut terjadi (dengan kata lain dirasakan dan/atau
didengar) selama kaki diluruskan. Namun, rasa sakit tanpa gertakan selama manuver ini,
meskipun itu pada tingkat lebih rendah, juga dapat menunjukkan cedera meniscus. Krepitasi
pada puncak ruang sendi lateral yang mungkin merupakan indikasi dari degeneratif posterior
tanduk pecah.
Hasil tes positif membuat cedera pada meniskus lateral yang mungkin terjadi. Berbagai
penelitian telah menunjukkan, bagaimanapun, bahwa hasil negatif palsu sering terjadi.
NB: tes McMurray juga dilakukan dengan valgus dan varus stres oleh beberapa penulis. Namun,
kami berpendapat bahwa hal ini membuat tes lebih sulit untuk dilakukan dan diinterpretasi,
itulah sebabnya kami telah membatasi diri di sini untuk tes tradisional McMurray. Ada juga
berbagai tes meniskus lainnya (uji Steinmann, tes Apley, uji Bohler), namun keandalan tes ini
masih diperdebatkan.
BAB VIII
FOOT
2.
3.
4.
5.
Mintalah pasien untuk berdiri. Pergelangan kaki dan kaki diperiksa untuk melihat adanya
pembengkakan dan deformitas. Kaki varus mempunyai arkus abnormal yang tinggi. Kaki
rata mempunyai lengkung longitudinal yang lebih datar dibandingkan normal.
Mintalah pasien untuk duduk dengan kaki terjuntai di sisi tempat tidur. Palpasi maleolus
medialis dan lateralis. Palpasi tendon Achilles. Apakah ada nodulus? Apakah ada nyeri
tekan?
Periksalah rentang gerak pergelangan kaki yang mencakup dorsofleksi dan fleksi plantar.
Periksalah rentang gerak pada sendi subtalus, yang meliputi eversi dan inversi. Anda harus
memegang tungkai pasien dengan satu tangan dan memutar tumit dan kaki dengan tangan
lainnya untuk melakukan gerakan eversi dan inversi.
Periksalah rentang gerak pada sendi midtarsus, yang mencakup eversi dan inversi. Stabilkan
tumit dengan satu tangan dan putarlah kaki bawah menjadi eversi dan inversi.
Prosedur
1.
2.
3.
Terjadinya nyeri
Terjadinya krepitasi
Nilaiini dengan memintapasienuntuk melakukangerakanberikut:
Talocrural:
Dorsalfleksi[95]
Plantarfleksi[96]
Sendi Subtalar:
Inversi[97]
Eversi[98]
Inversidaneversiaktif
pada
kaki.
Secara
umumpasien
cenderunguntuk
memutarpinggulselama gerakanini. Untukmencegah hal ini, pemeriksadapat
menstabilkankedua
lututterlebih
dahulusehinggainversidan/ataueversidapat
diperiksatanpa efek yang mengganggu.
Sendi MTP, PIPdanDIPdanIP dari jari I:
Fleksi[99]
Extensi[100]
Fleksidanextensi
aktif
pada
sendi
MTP,
PIPdanDIPdansendiIPdarijariI.
Kalkaneusdanmidfootharus
distabilkanoleh
pemeriksadalam
posisinetral'untuk
mencegah sendilainnyajuga bergerak.
Pemeriksaangerakanpasif
Prosedur
1.
2.
3.
Untukpronasi[105] dansupinasi[106]:
lainmenggerakkanmidfoot.
satu
tanganmenstabilkancalcaneusdantangan
diselidiki.
satu
BAB IX
PENATALAKSANAAN
1. Reduksi Dislokasi
Reduksi Dislokasi Sendi Ekstremitas Bawah
Dislokasi sendi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan permukaan
caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi terjadi ketika caput femoris keluar dari
acetabulum. Kondisi ini dapat kongenital atau didapat (acquired). Dislokasi yang paling sering
ditemukan adalah dislokasi sendi panggul yang didapat akibat trauma (dislokasi panggul
traumatika). Ini merupakan suatu kegawat daruratan dibidang ortopedi dan harus segera
dilakukan reduksi dalam waktu kurang dari 6 8 jam setelah trauma untuk menimimalisir
osteonekrosis kaput femur.
Klasifikasi yang mudah dan sering digunakan adalah dislokasi sendi panggul posterior
dan dislokasi sendi panggul anterior. Dislokasi sendi panggul posterior merupakan dislokasi
yang paling sering terjadi. Dislokasi sendi panggul posterior terjadi sebanyak 90% dari kasus,
sedangkan dislokasi sendi panggul anterior terjadi sebanyak 10% dari seluruh kasus.
Dislokasi Sendi Panggul Posterior
Gejala klinis
1. Nyeri
2. Ekstremitas yang terkena tidak dapat digerakkan
Pemeriksaan Fisik
1. Terjadi pemendekan pada ekstremitas yang terkena
2. Posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi pada sendi panggul
Metode Allis
1. Pasien berbaring dalam posisi supine.
2. Seorang asisten menekan spina iliaca anterior superior.
3. Operator memegang tungkai yang mengalami dislokasi pada pergelangan kaki
menggunakan satu tangan.
4. Lengan bawah operator diletakkan di bawah lutut, lalu lakukan traksi longitudinal sejajar
deformitas.
5. Paha dalam posisi adduksi dan endorotasi, lalu difleksikan 90 derajat. Tindakan ini
merelaksasikan ligamen iliofemoral.
6. Setelah traksi dipertahankan, caput femoris diungkit ke dalam acetabulum dengan
abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi pinggul.
Maneuver Bigelow
1. Pasien dibaringkan di lantai dalam posisi supine.
2. Seorang asisten menekan spina iliaca anterior superior.
3. Angkat tungkai yang mengalami dislokasi dan fleksikan sendi pinggul dan lutut.
4. Rotasikan tungkai ke posisi netral.
5. Buat traksi yang mantap pada tungkai bawah ke arah atas, angkat caput femoris
ke dalam acetabulum.
6. Setelah traksi ke atas selesai, letakkan paha ke bawah dalam posisi ekstensi.
Leg-crossing maneuver
Kadang-kadang dislocasi dapat direduksi dengan cara membujuk pasien untuk perlahan-lahan
menyilangkan tungkai yang mengalami dislocasi ke arah tungkai sebelahnya (adduksi) dan
kemudian lakukan traksi lembut ketika asisten memandu caput femoris kembali ke posisi semula
dengan melakukan tekanan di sebelah anterior.
Teknik fulcrum
1. Pasien dibaringkan dalam posisi supine
2. Lutut operator diletakkan di bawah lutut pasien di sisi yang mengalami dislocasi.
3. Lutut operator digunakan sebagai titik tumpu untuk mengungkit caput femoris agar
kembali masuk ke acetabulum.
4. Tarik bagian distal dari bagian tubuh yang mengalami fraktur searah dengan tulangnya
(gambar a)
5. Saat fragmen-fragmen tersebut terpisah, posisikan kembali dengan membalikkan arah
gaya yang menyebabkan cedera (jika dapat diketahui) (gambar b)
6. Sejajarkan alignment di setiap bidang (gambar c)
7. Lakukan stabilisasi fraktur
1. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalami cedera (korban jangan
dipindahkan sebelum dibidai)
2. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan
dulu ada atau tidaknya patah tulang.
3. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.
Tanda dan gejala fraktur:
1. Pasien datang dengan keluhan nyeri dan riwayat trauma
2. Inspeksi terlihat jejas, deformitas, bengkak
3. Palpasi didapatkan nyeri, krepitasi
4. Berkurangya atau hilangnya fungsi dari bagian yang fraktur
Prosedur pembidaian
1. Berikan penanganan Basic Life Support
2. Tenangkan penderita. Jelaskan bahwa akan memberikan pertolongan kepadanya
3. Cari gejala dan tanda fraktur
4. Jelaskan secara singkat dan jelas mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan
5. Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan atau memindahkan korban
sam memindahkan korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika
keadaan mendesak (korban berada pada lokasi yang berbahaya, bagi korban dan atau
penolong)
6. Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan, kainnya
dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
7. Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkan luka dengan
cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril. Jika luka tersebut mendekati
lokasi fraktur, maka sebaiknya dianggap bahwa telah terjadi patah tulang terbuka.
Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang yang menyembul dengan bahan yang se-steril
mungkin
8. Lakukan reposisi fraktur jika diperlukan
9. Periksa keadaan neurovaskular distal dari lokasi fraktur
a. Periksa nadi distal dari fraktur (normal, melemah, atau menghilang), bandingkan
capillary refill time antara bagian yang cedera dengan bagian yang sehat
b. Periksa fungsi sensorik dan motorik distal dari fraktur
10. Lepaskan perhiasan/aksesoris pada ekstremitas yang mengalami fraktur
11. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur dahulu
pada bagian yang sehat
12. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di antara bagian
yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau penekanan
saraf, terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang
13. Ikat bidai dengan pengikat kain (mitella) dimulai dari sebelah atas dan bawah fraktur.
Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian fraktur. Simpul ikatan dibuat pada
permukaan bidainya, tidak pada permukaan anggota tubuh yang dibidai.
14. Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara
keseluruhan bagian tubuh yang parah tidak bergerak
15. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
4.Aspirasi Sendi
1. Aspirasi sendi harus selalu dilakukan dalam kondisi aseptik yang ketat.
2. Anestesi lokal dengan infiltrasi kulit
3. Tusukkan jarum 20G dan lakukan aspirasi sampel cairan sendi; bahkan jumlah cairan
yang sedikit (kurang dari 0,5mL) cukupuntuk analisis diagnostik
4. Catat volume cairan dan penampakannya
a. Cairan sinovial normal tampak jernih dan sedikitkuning
b. Cairan berawan atau keruh adalah karena adanya sel, biasanya tanda peradangan
c. Cairan dengan darah bisa ditemukan setelah cedera,tetapi juga terlihat
dalamgangguan inflamasi akut dan sinovitis nodular pigmented
5. Setetes cairan sinovial segar ditempatkan padakaca slide dan diperiksa menggunakan
mikroskop.
a. Sel darah mudah untuk diidentifikasi
b. leukosit yang banyakmemberi kesan infeksi
c. Kristal bisa dilihat, tapi ini biasanyamembutuhkanpencarian yang teliti;mereka lebih
bagus ditandai denganmikroskop cahayaterpolarisasi
6. Sapuan kering disiapkan dengan cairan heparinized;spesimen yang lebih terkonsentrasi
dapat diperoleh jika cairan disentrifus. Setelah pewarnaan yang sesuai (Wrights dan
Grams), apusan diperiksa untuk sel-sel nanah danorganisme.
Kondisi
Biokimia
Bakteri
Sama dengan
plasma
Artritis septik
Purulen
Rendah
Glukosa rendah
Artritis TB
Keruh
Rendah
Glukosa rendah
Artritis
Rheumatoid
Berawan
Rendah
++
Gout
Berawan
Normal
++
Urat
Pseudogout
Berawan
Normal
Pyrophosphate -
Osteoartritis
Kuning
jernih
Tinggi
Sedikit
Sering +
Normal
5.Removal of splinters
A. Memastikan adanya benda asing yang tertancap di jaringan lunak subkutaneus atau di
permukaan dan menentukan lokasinya
a. Keluhan dari pasien yang merasakan adanya benda asing di dalam kulitnya
b. Inspeksi benda asing yang dapat terlihat
c. Palpasi untuk memastikan adanya benda asing dan untuk mengetahui lokasi dan arahnya
d. Untuk benda asing yang sulit untuk dideteksi, cari tanda adanya benda asing yang
tertinggal: bengkak, nyeri, sinus yang merembes, selulitis, abses, limfangitis, bursitis,
synovitis, artritis, atau osteomyelitis
e. Untuk benda asing yang tidak bisa dideteksi dari pemeriksaan fisik, bisa dibantu
menggunakan roentgent (bagi benda-benda yang bersifat radioopak), CT scan, MRI, atau
USG
B. Splinters horizontal superfisial
1. Disinfeksi daerah di sekitar splinters
2. Anestesi lokal menggunakan lidokain 2%
3. Insisi kulit menggunakan pisau scalpel no. 15
sepanjang axis splinter sampai semua benda asing
terlihat
4. Angkat benda asing menggunakan ujung pisau atau
pinset
5. Disinfeksi daerah yang telah bebas dari benda
asing
6. Balut luka
7. Injeksi tetanus toxoid bila diperlukan
C. Splinters vertikal
1. Disinfeksi daerah di sekitar splinters
2. Anestesi lokal menggunakan lidokain 2%
3. Insisi kulit superfisial menggunakan pisau scalpel
no. 15 mengelilingi splinter, kemudian lakukan
insisi yang lebih dalam mengililingi splinter
4. Lakukan eksisi elips mengelilingi jalur masuk
benda asing
5. Angkat jaringan yang dieksisi beserta benda asing
menggunakan pinset
6. Disinfeksi daerah yang telah bebas dari benda asing
7. Balut luka
8. Injeksi tetanus toxoid bila diperlukan
D. Splinter subungual
1. Disinfeksi jari yang tertancap benda asing
2. Anestesi lokal (blok nervus digital) menggunakan
lidokain 2%
3. Potong kuku yang menutupi benda asing
menggunakan gunting yang kecil dengan bentuk
V, dengan sudut bentuk V tersebut berada di
ujung proksimal dari benda asing.
4. Kuku yang dipotong dilepaskan menggukan nail
elevator dan pinset
5. Cabut benda asing dengan hati-hati menggunakan
pinset, jangan sampai mendorong benda asing
lebih ke dalam dari nail bed
6. Disinfeksi daerah yang telah bebas dari benda asing
7. Balut luka
8. Berikan antibiotik topikal
9. Injeksi tetanus toxoid bila diperlukan
7. Balut luka
8. Lepas turniket
permukaan balutan. Balutan ini juga dapat digunakan pada daerah yang berdarah karena
bahan ini dapat membantu menghentikan perdarahan. Ketika serat kering menyerap
eksudat, maka berubah menjadi gel yang dapat diangkat tanpa nnyeri dari dasar ulkus
3. Pembalutan luka
Begitu status sirkulasi dikaji dan adekuat untuk penyembuhan (ABI diatas 0,5), maka dapat
diberikan balutan bedah untuk menjaga suasana lembab. Metode palling sederhana adalah
menggunakan bahan kontak (misalnya: tegapore) tepat pada dasar luka dan ditutup dengan
kasa. Tegapore dapat menjaga suasana lembab, dapat didiamkan selama beberapa hari, dan
tidak akan mengganggu dasar kapiler ketika diangkat untuk evaluasi. Hydrocolloid (duoderm
CGF restore, comfeel, tegasorb) bisa juga digunakan untuk mempercepat timbulnya jaringan
granulasi dan reepitelisasi. Mereka juga memberikan benteng perlindungan karena melekat
erat pada dasar luka dan jaringan sekitar. Tetapi luka dalam dan luka terinfeksi tidak boleh
ditutup dengan hydrocolloid. Balutan hidrocolloid menyebabkan suasana anaerobik dan
dapat meningkatkan insiden infeksi anaerob.
4. Terapi oksigen hyperbarik dapat dipertimbangkan pada terapi topikal. Peningkatan kadar
tekanan oksigen sampai 30 mmHg akan meningkatkan proliferasi fibroblas dan kolagen.