Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN

PERKEMBANGAN ANAK YANG MENGALAMI SINDROM REET

RITA PURNAMASARI

SR142080059

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2016 / 2017


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ditahun 1966 Andreas Rett, seorang dokter Austria, mengenali suatu


sindroma pada 22 anak perempuan yang tampaknya memiliki perkembangan normal
selama periode sekurang kurangnya enam bulan, diikuti oleh pemburukan
perkembangan yang menakutkan.4 Pada mulanya ia melaporkan suatu penemuan
klinis dan berkarakteristik, sepertia ataksia, apraksia, kesulitan bernafas, gambaran
EEG yang abnormal, dan kejang. Andreas Rett juga menemukan beberapa gejala yang
menyerupai gejala autis. Setelah itu, Bengt Hagbert dan teman temannya melaporkan
penemuan yang sama setelah mengamati gejala ini pada 35 kasus anak perempuan, dan
sindrom rett menjadi lebih dikenal ketika Hagberg dan teman temannya
mempublikasikan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1983

Perkembangan yang terlambat sering digunakan untuk menggambarkan anak-


anak dibawah umur 5 tahun dengan menunjukkan keterlambatan secara signifikan
dalam menunjukkan kemampuan ketrampilan motorik kasar dan halus, kemampuan
berbicara dan bahasa, fungsi kognisi, sosial, ketrampilan pribadi, dan kemampuan
untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Istilah retardasi mental sering disinonimkan dengan perkembangan yang


terlambat, tetapi juga harus divalidasi dengan intellegence test (tes IQ). Retardasi
mental mempengaruhi sekitar 1 sampai 2 persen dari populasi umum. Penyebab
gangguan retardasi mental yang berat, dapat diidentifikasi pada 60 hingga 70 persen
dari kasus dan kebanyakan berhubungan dengan kelainan genetik yang mengubah
perkembangan dan fungsi otak, sehingga menimbulkan penyimpangan pada fungsi
kognitif, tingkah laku, dan fisik. Gangguan retardasi mental yang sering ditemui antara
lain sindrom rett.

Sindrom rett sejauh ini hanya dilaporkan terjadi pada anak perempuan, yang
telah dirinci dasar onsetnya, perjalanan penyakitnya, serta pola gejalanya. Secara khas
ditemukan bahwa di samping suatu pola perkembangan awal yang normal atau
mendekati normal terdapat suatu kehilangan ketrampilan gerakan tangan yang telah
didapat, sebagian atau menyeluruh dan kemampuan berbicara, bersamaan dengan
terdapatnya kemunduran perlambatan pertumbuhan kepala, yang biasanya terjadi
sekitar usia 7 sampai 24 bulan.

Gejala yang khas adalah, gerakan tangan seperti memeras sesuatu yang
strereotipik, hiperventilasi, serta hilangnya kemampuan untuk gerakan tangan yang
bertujuan. Perkembangan fungsi sosialisasi dan bermain terhenti pada usia 2 atau 3
tahun pertama, tetapi perhatian sosial cendrung untuk tetap dipertahankan. Pada usia
menengah anak terdapat ataksia tubuh, apraksia, disertai skoliosis atau kifoskoliosis,
dan kadang terdapat koreoatetosis. Selalu terjadi suatu dampak gangguan jiwa yang
berat, pertama berkembang pada masa kanak awal atau menengah

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan data di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak yang mengalami Syndrome
Rett.

1.3 Tujuan Penelitian

hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak yang mengalami

Syndrome Rett.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

1.4.2 Tujuan khusus


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Konsep Syndrome Rett

2.1.1 Pengertian

Sindrom Rett (RS) adalah sindrom perkembangan fisik, mental, dan sosial
anak yang muncul antara usia lima bulan dan empat tahun pada anak-anak yang
perkembangannya normal sebelumnya. Terjadi hanya pada anak perempuan, sindrom
ini melibatkan gangguan koordinasi, gerakan berulang, melambatnya pertumbuhan
kepala, dan retardasi mental yang berat atau mendalam, serta keterampilan sosial dan
komunikasi terganggu.

Sindrom Rett terjadi akibat kelainan genetik yang mempengaruhi cara otak
berkembang. Sindrom ini terjadi secara eksklusif pada anak perempuan. Sindrom Rett
mengakibatkan gejala mirip dengan autisme. Banyak bayi dengan sindrom Rett
berkembang secara normal pada awalnya, tetapi perkembangannya sering terhambat
pada saat mencapai usia 18 bulan. Seiring waktu, anak-anak dengan sindrom Rett fungsi
motorik untuk menggunakan tangan, berbicara, berjalan, mengunyah dan bahkan
bernapas mereka tidak normal.

Autisme bukan suatu penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala)


terjadi penyimpangan perkembangan sosial, gangguan kemampuan berbahasa dan
kepedulian terhadap sekelilingnya sehingga anak seperti hidup dalam dunianya sendiri.
Dengan kata lain mada anak autisme terjadi kelainan emosi,perilaku,intelektual,dan
kemauan (yatim,2007).

Istilah autisme berasal dari bahasa yunani. Kata autos yang berarti diri sendiri
dan isme yang berarti paham. Ini berarti bahwa autisme memiliki makna keadaan yang
menyebabkan anak-anak hanya memiliki perhatian terhadap dunianya sendiri. Autisme
adalah kategori ketidakmampuan yang ditandai dengan adanya gangguan dalam
komunikasi, interaksi sosial,pola bermain,dan perilaku emosi.gejala autisme mulai
terlihat sebelum anak-anak berumur tiga tahun. Keadaan ini akan dialami di sepanjang
hidup anak-anak tersebut (Muhammad,2008).

Menurut Huzaemah (2010), autisme adalah gangguan perkembangan


kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak,sehingga mengakibatkan
gangguan pada perkembangan komunikasi,perilaku,krmampuan sosialis,sensoris, dan
belajar. Biasanya gejala sudah mulai tampak sebelum usia anak 3 tahun.
Gulo (1982), menyebabkan autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan
khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran
subjektifnya sendiri dari pada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu penderita autisme disebut orang yang hidup di alamnya sendiri
(Muhammad,2008).

Autisme menurut para ahli dari National Society For Children And Adult With
Autism adalah gejala kelainan perilaku yang menifestasinya muncul sebelumusia 30
bulan dengan karakteristik gambaran : 1)gangguan pola dan kecepatan perkembangan;
2) gangguan respon terhadap berbagai stimuli sensori; 3) gangguan bicara, bahasa,
kognisi dan komunikasi nonverbal; dan 4) gangguan dalam kemampuan mengenal
orang, kejadian dan objek (Tsai et al, 2001).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa autisme merupakan


gejala kelainan perkembangan pada anak yang disebabkan karena kerusakan otak,
sehingga menimbulkan gangguan dalam interaksi sosial, gangguan bicara dan
berbahasa, komunikasi nonverbal, kognisi, dan gangguan perilaku yang cenderung
stereotip. Gangguan ini sudah tampak pada anak di bawah usia 3 tahun.

Perilaku autistik menurut Handojo (2003), digolongkan menjadi 2 jenis yaitu:

1. Perilaku yang eksesif (berlebihan) adalah perilaku yang hiperaktif dan tantrum
(mengamuk) berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar dan memukul,
dan juga sering menyakiti diri sendiri.
2. Perilaku yang defisit (berkekurangan) ditandai dengan gangguan bicara, perilaku
sosial kurang sesuai (naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tapi untuk
meraih kue), bermain tidak benar, dan emosi tanpa sebab (misalnya tertawa
tanpa sebab, menangis tanpa sebab).

2.1.2 Penyebab

Penyebab terjadinya autisme adalah adanya kelainan pada otak (Handojo, 2003).
Menurut eskariyanti (2008), autisme disebabkan karena kondisi otak yang secara
struktural tidak lengkap, atau sebagian sel otaknya tidak berkembang sempurna,
ataupun sel-sel otak mengalami kerusakan pada masa perkembangannya. Penyebab
sampai terjadinya kelainan atau kerusakan pada otak belum dapat dipastikan, namun
ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab kelainan tersebut, antara lain faktor
keturunan (genetika), infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, obat-
obatan serta akibat polusi udara, air, dan makanan;banyak mengandung Monosodium
Glutamate (MSG), pengawet atau pewarna.
Gangguan atau kelainan otak tersebut terjadi sejak janin dalam kandungann, yaitu
saat fase pembentukan organ-organ (organogenesis) pada usia kehamilan trimester
pertama (0-4 bulan).

Kelainan pada hipokampus mengakibatkan gangguan fungsi kontrol terhadap


agresi dan emosi serta fungsi belajar dan daya ingat, sehingga anak autisme kurang
dapat mengendalikan emosi, terlalu agresif atau sangat pasif, timbulnya perilaku atau
gerakan yang diulang-ulang, aneh, dan hiperaktif serta kesulitan menyimpan informasi
baru.

Kelainan ini mengakibatkan gangguan berbagai rangsang sensoris


(pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan rasa takut).

2.1.2. Manifestasi Klinik


Secara umum karakteristik klinik yang ditemukan pada anak autisme
menurut Yatim (2007), meliputi :
1. Sangat lambat dalam perkembangan bahasa, kurang menggunakan
bahasa, pola berbicara yang khas atau penggunaan kata-kata tidak
disertai arti yang normal.
2. Sangat lambat dalam mengerti hubungan sosial, sering menghindari
kontak mata, sering menyendiri, dan kurang berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya.
3. Ditandai dengan pembatasan aktivitas dan minat, anak autisme sering
memperlihatkan gerakan tubuh berulang, seperti bertepuk-tepuk tangan,
berputar-putar, memelintir atau memandang suatu objek secara terus
menerus.
4. Pola yang tidak seimbang pada fungsi mental dan intelektual, anak
autisme sangat peka terhadap perubahan lingkungan, dan bereaksi secara
emosional. Kemampuan intelektual sebagian besar mengalami
kemunduran atau inteligensia yang rendah dan sekitar 20 persen
mempunyai inteligensia di atas rata-rata.
5. Sebagian kecil anak autisme menunjukan masalah perilaku yang sangat
menyimpang seperti melukai diri sendiri atau menyerang orang lain.

Ada 3 kelompok gejala yang harus diperhatikan untuk dapat mendiagnosis


autisme, yaitu dalam interaksi sosial, dalam komunikasi verbal, dan nonverbal serta
bermain dan dalam berbagai aktivitas serta minat.

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbul balik. Minimal harus ada
2 gejala dari gejala-gejala ini:
Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata
sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang setuju.
Tidak bisa main dengan teman sebaya.
Tidak bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Kurangnya hubungan sosial dan emosional timbal balik

2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti, minimal 1 dari gejala-


gejala di bawah ini:
Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang (dan tidak ada
usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).
Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru.

3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan
kegiatan, sedikitnya harus ada satu gejala dibawah ini:
Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas
dan berlebih-lebihan.
Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik dan rutinitas yang tidak ada
gunanya.
Ada gerakan-gerakan yang aneh, khas dan diulang-ulang.
Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.

Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang:

Interaksi sosial
Bicara dan berbahasa.
Cara bermain yang kurang variatif

Bukan disebabkan oleh Sindrom Rett atau Gangguan Disintegratif masa kanak.

2.1.3 Penatalaksanaan Terapi

Tujuan terapi pada anak dengan gangguan autisme menurut Kaplan dan

Sadock (2010), adalah mengurangi masalah perilaku serta meningkatkan

kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam keterampilan

bahasa. Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang
komprehensif dan bersifat individual, dimana pendidikan khusus dan terapi

wicara merupakan komponen yang paling utama.

Menurut Danuatmaja (2003), penatalaksanaan terapi anak autisme ada 5 jenis,

diantaranya:

2.1.3.1. Terapi medikamentosa

Terapi dengan obat-obatan yang bertujuan memperbaiki komunikasi, respon

terhadap lingkungan, dan menghilangkan perilaku aneh serta diulang-ulang.

2.1.3.2. Terapi biomedis

Terapi ini bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan

pemberian suplemen. Terapi ini didasarkan banyaknya gangguan fungsi tubuh, seperti

gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh rentan, dan keracunan logam berat.

2.1.3.3. Terapi wicara

Terapi ini umumnya menjadi keharusan bagi anak autisme karena mereka

mengalami gangguan bicara dan kesulitan berbahasa.

2.1.3.4. Terapi perilaku

Terapi ini bertujuan agar anak autisme dapat mengurangi perilaku tidak wajar

dan menggantinya dengan perilaku yang diterima oleh masyarakat.

2.1.3.5. Terapi okupasi

Terapi ini diberikan pada anak yang memiliki gangguan perkembangan motorik

kurang baik. Bertujuan untuk menguatkan, memperbaiki koordinasi, dan keterampilan

motorik halus.
2.2 Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Saku Bahasa

Indonesia (2010), pola adalah model, cara, sistem, kerja atau ragam sedangkan kata

asuh adalah menjaga, merawat, dan mendidik anak. Pola asuh adalah interaksi sosial

awal yang berguna untuk mengenalkan anak pada aturan dan norma tata nilai yang

berlaku pada masyarakat (Hurlock, 2008). Pengasuhan anak adalah bagian dari

proses sosialisasi tata pergaulan keluarga yang mengarah pada terciptanya kondisi

kedewasaan dan kemandirian anggota keluarga atau masyarakat (Godam, 2008).

Menurut Petranto (2006), pola asuh orang tua ini sangat mempengaruhi

bagaimana kelak anak berperilaku, bentuk-bentuk kepribadian anak secara

keseluruhan. Pola asuh anak akan mempengaruhi harga dirinya dikemudian hari.

Harga diri seseorang bisa dikatakan baik bila ia merasa diterima oleh kelompok

sosialnya, merasa mampu, dan merasa berharga. Hal-hal ini adalah yang diinginkan

oleh setiap orang tua pada anaknya. Setiap orang tua yang merasa memiliki anak-

anak dengan perasaan tersebut di atas tentu bangga dan merasa tidak sia-sia

membesarkannya dan merasa apa yang telah diperbuatnya kepada anak memang

adalah hal yang benar. Jadi pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang

diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola

perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif maupun positif.

Kreativitas anak tidak terlepas dari pengasuhan orang tua/pendidik dalam

arti bahwa kreativitas anak erat hubungannya dengan pola asuh yang diberikan oleh

orangtua/pendidik juga orang tua berperan membenahi mental hygiene anak,

karena itu merupakan prasyarat utama bagi terbentuknya kepribadian yang

mantap. Pada tahap selanjutnya kepribadian ini merupakan modal bagi penyesuaian

diri anak dengan lingkungannya yang memberikan dampak bagi kesejahteraan

keluarga secara keseluruhan. Melalui pendidikan yang diberikan oleh orang tua,
anak akan memenuhi sifat kemanusiaannya dan berkembang dari insting-insting

biogenetik yang primitif untuk belajar terhadap respon-respon yang diterimanya

(Aisyah, 2010).

2.2. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Hurlock (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu:
a. Pendidikan orang tua
Orang tua yang mendapat pendidikan yang baik, cenderung menetapkan pola asuh
yang lebih demokratis ataupun permisif dibandingkan dengan orang tua yang
pendidikannya terbatas. Pendidikan membantu orang tua untuk lebih memahami
kebutuhan anak.
b. Kelas sosial dan Pekerjaan
Orang tua dari kelas sosial menengah cenderung lebih permisif dibanding dengan
orang tua dari kelas sosial bawah.
c. Konsep tentang peran orang tua
Tiap orang tua memiliki konsep yang berbeda-beda tentang bagaimana seharusnya
orang tua berperan. Orang tua dengan konsep tradisional cenderung memilih pola
asuh yang ketat dibanding orang tua dengan konsep nontradisional.
d. Kepribadian orang tua
Pemilihan pola asuh dipengaruhi oleh kepribadian orang tua. Orang tua yang
berkepribadian tertutup dan konservatif cenderung akan memperlakukan anak
dengan ketat dan otoriter.
e. Kepribadian Anak
Tidak hanya kepribadian orang tua saja yang mempengaruhi pemilihan pola asuh,
tetapi juga kepribadian anak. Anak yang ekstrovert akan bersifat lebih terbuka
terhadap rangsangan-rangsangan yang datang pada dirinya dibandingkan dengan
anak yang introvert.
f. Usia anak
Tingkah laku dan sikap orang tua dipengaruhi oleh anak. Orang tua yang
memberikan dukungan dan dapat menerima sikap anak usia pra sekolah.

Anda mungkin juga menyukai