Oleh, Elok Dwi Oktaviana, 1806139973, Profesi Ners FIK UI 2022, RSCM Gd A Lt 4a
Secara anatomis, kantung empedu atau vesica fellea terletak di antara dua lobus
hepar. Vesica fellea merupakan tempat penyimpanan asam empedu yang berbentuk
kantung piriformis, memiliki panjang 7-10 cm dan lebar 3-4 cm, serta dapat
menampung sebanyak 30-50 mL empedu. Vesica fellea terdiri dari tiga bagian yaitu
korpus, fundus, infundibulum dan kolum. Fundus membentang hingga 1 cm tepi bebas
antara corpus dan collum. Kantung Hartmann merupakan penonjolan pada permukaan
inferior infundibulum. Batu empedu dapat tersangkut disini dan menyebabkan
obstruksi duktus sistikus Vesica fellea akan berakhir pada duktus sistikus yang
Heister). Duktus sistikus akan mengalirkan empedu menuju duktus koledokus, dimana
duktus ini melalui caput pankreas akan berakhir pada sfingter Oddi yang menembus
dinding duodenum dan membentuk suatu bangunan yang disebut ampulla Vateri.
Hepar memiliki berbagai macam fungsi untuk menjaga tubuh dalam kondisi
fisiologis. Hepar memiliki fungsi dalam sintesis protein, sebagian besar protein
diproduksi oleh hepatosit yang nantinya akan digunakan oleh organ, jaringan dan sel
hepar juga memiliki fungsi dalam metabolisme karbohidrat, lemak, regulasi besi,
Empedu memiliki dua fungsi utama, berfungsi dalam penyerapan lemak dan
sebagai sarana eksresi kolesterol, besi dan tembaga. Asam empedu merupakan
komponen aktif utama dari sekresi bilier. Empedu disekresi oleh hepatosit melewati
membran kanalikular ke dalam celah kanalikular. Proses sekresi terjadi secara aktif dan
pasif, dimana fase aktif yang akan menghasilkan aliran empedu. Produk dari sekresi
aktif dikenal sebagai primary solutes dan dibentuk oleh asam empedu terkonjugasi,
bilirubin terkonjugasi, glutathione, hormon steroid konjugat. Zat yang dapat difiltrasi
dihasilkan dari sekresi pasif yang diinduksi oleh tekanan osmotik dan dikenal sebagai
secondary solutes. Zat tersebut berisi terutama plasma, glukosa, elektrolit, asam
Rerata jumlah aliran basal cairan empedu pada manusia adalah 620mL/d.
Cairan empedu terus diproduksi oleh sel hepar secara kontinu, tetapi umumnya akan
Volume maksimum yang dapat ditampung oleh kantung empedu adalah 30-60 mL,
namun sejumlah sekresi empedu selama 12 jam (umumnya berjumlah 450 mL) dapat
ditampung dalam kantung empedu karena air, natrium, klorida dan sejumlah elektrolit
kecil secara kontinu diserap oleh mukosa kantung empedu, dan memekatkan sisa cairan
empedu, tetapi agar terjadi proses pengosongan yang lebih efektif dibutuhkan adanya
relaksasi dari sfingter Oddi yang akan mengarahkan pengeluaran cairan empedu menuju
duodenum.
Sekitar 94% dari garam empedu yang telah disekresi akan diserap ke dalam
darah dan kembali ke hepar, ketika mencapai hepar hampir seluruh garam empedu
diserap oleh hepatosit dan mengalami resekresi. Sebagian kecil cairan empedu akan
terbuang melalui feses dan akan digantikan oleh produksi empedu baru dari hepar.
• Ekskresi bilirubin. Seperti disebutkan sebelumnya, bilirubin, yang berasal dari heme
sel darah merah tua, diserap oleh hati dari darah dan disekresikan ke dalam empedu.
Sebagian besar bilirubin dalam empedu dimetabolisme di usus kecil oleh bakteri dan
dibuang melalui tinja.
• Sintesis garam empedu. Garam empedu digunakan kembali di usus kecil untuk
emulsifikasi dan penyerapan lipid.
• Aktivasi vitamin D. Kulit, hati, dan ginjal berperan dalam mensintesis bentuk aktif
vitamin D.
Kolik bilier disebabkan oleh kontraksi kandung empedu, yang tidak dapat
melepaskan empedu karena terhalang oleh batu. Ketika membengkak, fundus
kandung empedu bersentuhan dengan dinding perut di daerah kartilago kosta
kesembilan dan kesepuluh kanan. Nyeri kolesistitis akut mungkin sangat parah
sehingga diperlukan analgesik.
V. Etiologi Penyakit
Kolelitiasis biasanya disebabkan oleh adanya batu empedu. Batu empedu biasanya
berkembang dan menghambat saluran empedu dan saluran kistik, seperti di saluran di
hati, saluran empedu kecil, dan saluran pankreas. Batu empedu terbentuk dari kolesterol
(sekitar 80%), kalsium bilirubinate, atau campuran yang terbentuk oleh perubahan
komposisi empedu. Batu empedu yang tidak dapat dikeluarkan akan menyebabkan statis
empedu. Statis empedu dapat menyebabkan munculnya infeksi bakteri sehingga
mengarah kepada kegawatdaruratan medis berupa kolangitis.
VII. Komplikasi
Komplikasi pada kolelitiasis seperti kolangitis (peradangan saluran empedu), nekrosis
atau perforasi kandung empedu, empyema (kumpulan drainase purulent di kantung
empedu), fistula, dan adenokarsinoma kandung empedu (William & Hopper, 2015).
Komplikasi akut dari kolelitiasis adalah pankeatitis akut dengan ductus pankreas
tersumbat (William & Hopper, 2015).
VIII. Pengkajian
Anamnesa (Doenges, Moorhouse, & Murr, 2014)
Pengkajian Hal yang mungkin ditemukan
Aktivitas
Kelelahan Kegelisahan
Sirkulasi Takikardia
Diaphoresis
Hipotensi, saat klien mengalami septik
Eliminasi
Perubahan warna urin dan feses Distensi abdomen
Teraba massa pada kuadran kanan atas
Urin berwarna gelap dan pekat
Tinja berwarna seperti tanah liat atau
disebut steatorrhea
Makanan atau Cairan
Anoreksia, mual, dan muntah Obesitas atau penurunan berat badan
Intoleransi makanan berlemak dan baru-baru ini
terjadi pembentukan gas, regurgi Bunyi usus normal hingga hipoaktif
berulang, mulas, gangguan
pencernaan, perut kembung, dyspepsia
Bersendawa
Nyeri atau Ketidaknyamanan
Nyeri perut bagian atas dan bagian Nyeri rebound, otot perut mengeras,
epigastrium yang parah, dapat kekakuan perut saat kuadran kanan
menjalar ke punggung tengah, bahu atas teraba
kanan dan skapula, atau ke bagian Terdapat Murphy’s sign
dada depan
Nyeri meningkat saat bergerak
Nyeri kolik midepigastrik berkaitan
dengan makanan yang dikonsumsi,
nyeri akan muncul terutama setelah
makan makanan yang kaya lemak
Nyeri yang parah atau berkelanjutan
akan dimulai secara tiba-tiba,
terkadang muncul di malam hari
dengan nyeri bertahan selama 1
hingga 5 jam
Nyeri sering muncul berulang
Pernapasan Peningkatan laju pernapasan
Pernapasan splinted ditandai dengan
pernapasan yang pendek dan dangkal
Keamanan Demam ringan
Demam tinggi dan menggigil yang
meunjukkan komplikasi septik
Jaundice dengan kulit kering dan gatal
(pruritus)
Cenderung mengalami perdarahan
disebabkan kekurangan vitamin K
Edukasi
Keluarga dengan riwayat batu empedu
Kehamilan dan persalinan baru-baru
ini dengan riwayat DM, penyakit
radang usus, dan diskrasia darah
Edukasi pasien terkait gaya hidup
sehat dan pola makan yang baik
Edukasi pasien pasca koleksistektomi
(Pengangkatan kantung empedu pada
prosedur kolesistektomi dapat
menimbulkan perubahan pola
pencernaan, metabolisme, dan status
nutrisi pasien pengangkatan kantung
empedu menyebabkan sekresi empedu
terus menerus langsung mengalir ke
dalam duodenum)
Diszharge Palnning
Diperlukan dukungan perubahan pola
makan dan penururnan berat badan
X. Prioritas Perawatan
(Doenges, Moorhouse, & Murr, 2014)
1. Meredakan nyeri dan meningkatkan istirahat
2. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Mencegah komplikasi
4. Memberikan informasi mengenai proses penyakit, faktor progrnosis, dan treatment
yang dibutuhkan
Risiko hipovolemia b.d. kehilangan cairan secara aktif seperti muntah atau perubahan proses pembekuan darah, kehilangan
cairan dengan rute yang abnormal seperti suction di lambung atau hipermotilitas pada lambung, dan penyimpangan yang
mempengaruhi pembatasan asupan (D.0034)
Risiko defisit nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan klien menelan makanan atau ketidakmampuan
klien mencerna makanan (berkaitan dengan penyumbatan aliran emepdu) (D.0032)
NOC NIC Rasional
Status Gizi Manajemen nutrisi
1. Mengatakan Observasi Observasi
meredanya mual dan - Identifikasi status nutrisi - Mengetahui status nutrisi klien
muntah - Identifikasi makanan yang disukai - Mengetahui makanan yang biasa dikonsumsi
2. Perkembangan - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis klien untuk mengetahui diet klien terdapat
menuju peningkatan nutrient kontraindikasi atau tidak
berat badan yang - Identifikasi perlunya penggunaan selang - Membantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi
diinginkan atau nasogastric - Mengkaji intake makanan yang adekuat dan
mempertahankan memantau berat badan klien
berat badan sesuai Terapeutik
dengan kebutuhan - Fasilitasi menentukan pedoman diet Terapeutik
individu - Membantu klien merencanakan diet yang sesuai
Edukasi dengan kebutuhan klien
- Anjurkan klien dalam posisi duduk, jika
mampu Edukasi
- Ajarkan diet yang diprogramkan - Memberikan kenyamanan kepada klien
Kolaborasi - Melatih klien melakukan program diet yang
- Kolaborasi pemberian medikasi sebeum sesuai
makan
- Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi untuk membantu
klien dalam mencerna makanan yang seharusnya
klien cerna menggunakan enzim dari empedu
yang terhambat
XIII. Treatment/pengobatan dan terapi /medikasi
Tindakan Terapeutik
Pengobatan akut kolesistitis berpusat pada pengendalian nyeri, pencegahan infeksi, dan
pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit (William & Hopper, 2015).
Pengendalian nyeri dicapai dengan analgesik (William & Hopper, 2015). Penanganan
mual dan muntah diberikan antiemetik (William & Hopper, 2015).
Kolaborasi
1. Terapi konservatif
- ERCP dengan sfingterotomi endoskopik (papilotomi) dapat digunakan untuk
pengangkatan batu (Lewis, et al., 2014). ERCP memungkinkan visualisasi sistem
bilier, dilatasi (sfingteroplasti balon), dan penempatan stent dan sfingterotomi jika
diperlukan. Kateter khusus dengan keranjang kawat atau ujung balon tiup dapat
digunakan untuk menghilangkan batu. Endoskopi dialirkan ke duodenum. Dengan
pisau elektrodiatermi yang terpasang pada endoskopi, batu tersebut biasanya
tertinggal di duodenum agar keluar secara alami di dalam tinja. Ketika stent
dipasang, biasanya dilepas atau diganti setelah beberapa bulan (Lewis, et al.,
2014).
(Lewis, et al., 2014)
- Extracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL) adalah pengobatan alternatif
yang digunakan ketika batu tidak dapat dihilangkan dengan pendekatan
endoskopi (Lewis, et al., 2014). Dalam ESWL, seorang litotriptor menggunakan
gelombang kejut berenergi tinggi untuk menghancurkan batu empedu setelah
ditemukan dengan USG (Lewis, et al., 2014). Biasanya dibutuhkan waktu 1
hingga 2 jam untuk menghancurkan batu. Setelah pecah, fragmen melewati
saluran empedu umum dan masuk ke usus kecil. Biasanya ESWL dan terapi
disolusi oral digunakan bersamaan (Lewis, et al., 2014). Extracorporeal shock-
wave lithotripsy (ESWL) sekarang lebih jarang dilakukan karena ketersediaan
kolesistektomi laparoskopi (William & Hopper, 2015). Prosedur ini
menggunakan gelombang kejut untuk menghancurkan batu di kantong empedu
atau saluran empedu (William & Hopper, 2015). Pasien yang memiliki sedikit
batu kolesterol yang tidak mengalami kalsifikasi adalah jenis batu yang paling
mungkin untuk ESWL (William & Hopper, 2015). Setelah ESWL, pasien
biasanya diberikan obat pelarutan oral untuk memastikan pengangkatan seluruh
batu dan pecahan batu.
2. Teapi pembedahan
Terapi pembedahan yang dapat dilakukan pada klien kolelitiasis dengan melakukan
volves cholecystectomy (pengangkatan kandung emepedu) (William & Hopper,
2015). Pengangkatan kolesistektomi dapat dilakukan melalui operasi laparoskopi atau
operasi terbuka (William & Hopper, 2015). Laparoskopi kolesistektomi yaitu
prosedur yang memasukkan laparoskop melalui empat lubang kecil di abdomen
(William & Hopper, 2015). Sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi
(Lewis, et al., 2014). Laparoskop, yang dilengkapi kamera, dan tang penjepit
dimasukkan ke dalam perut melalui tusukan (Lewis, et al., 2014). Lokasi sayatan
dapat bervariasi (Lewis, et al., 2014). Dengan menggunakan monitor sirkuit tertutup
untuk melihat rongga perut, ahli bedah akan menarik dan membedah kantong empedu
dan mengangkatnya dengan tang penjepit (Lewis, et al., 2014). Ini adalah prosedur
yang aman dengan morbiditas minimal.
Pasien biasanya dapat dipulangkan setelah 24 jam atau kurang (William & Hopper,
2015). Kebanyakan pasien mengalami nyeri pascaoperasi minimal dan dipulangkan
pada hari operasi atau lusa (Lewis, et al., 2014). Mereka biasanya dapat melanjutkan
aktivitas normal dan kembali bekerja dalam waktu 1 minggu (Lewis, et al., 2014).
Komplikasi utama adalah cedera pada saluran empedu. Beberapa kontraindikasi
kolesistektomi laparoskopi termasuk peritonitis, kolangitis, gangren atau perforasi
kandung empedu, hipertensi portal, dan gangguan perdarahan serius (Lewis, et al.,
2014).
Pada saat proses pengangkatan kandung empedu, T-tube dapat dimasukkan ke dalam
saluran empedu untuk memastikan bahwa drainase empedu tidak terhalang (William
& Hopper, 2015). Aliran empedu dikeluarkan dari tubuh keluar abdomen agar tidak
ada penumpukan cairan empedu dalam tubuh (William & Hopper, 2015).
(William & Hopper, 2015)
4. Terapi medikasi
Pelarutan batu nonkalsifikasi kecil (kurang dari 2 sentimeter) menggunakan obat
asam empedu ursodiol (Actigall) digunakan untuk klien yang tidak dapat
menjalankan prosedur pembedahan (William & Hopper, 2015). Pengobatan dengan
obat pelarutan bisa memakan waktu berbulan-bulan dan batu bisa kembali (William
& Hopper, 2015). Menurut Lewis et al (2014), asam empedu (pelarut kolesterol)
seperti asam ursodeoxycholic (ursodiol) dan asam chenodeoxycholic (chenodiol)
digunakan untuk melarutkan batu. Batu empedu bisa kambuh.
Obat yang paling umum digunakan dalam pengobatan penyakit kandung empedu
adalah analgesik, antikolinergik antispasmodik, vitamin yang larut dalam lemak, dan
garam empedu (Lewis, et al., 2014). Morfin dapat digunakan pada awalnya untuk
manajemen nyeri. NSAID (mis., Ketorolac) juga telah terbukti membantu dalam
manajemen nyeri (Lewis, et al., 2014). Antikolinergik seperti atropin dan
antispasmodik lainnya dapat digunakan untuk mengendurkan otot polos dan
menurunkan tonus duktal. Jika pasien menderita penyakit kandung empedu kronis
atau obstruksi saluran empedu, vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K)
mungkin perlu diberikan (Lewis, et al., 2014). Garam empedu dapat diberikan untuk
memperlancar pencernaan dan penyerapan vitamin. Kolestiramin dapat meredakan
pruritus. Cholestyramine adalah resin yang mengikat garam empedu di usus,
meningkatkan ekskresinya dalam tinja. Ini diberikan dalam bentuk bubuk, dicampur
dengan susu atau jus. Efek samping termasuk mual, muntah, diare atau sembelit, dan
reaksi kulit.
Setelah kolesistektomi laparoskopi, anjurkan pasien untuk minum sepanjang hari dan
makan makanan ringan selama beberapa hari. Jika kolesistektomi insisional
dilakukan, pasien akan beralih dari makanan cair ke diet biasa setelah bising usus
kembali. Jumlah lemak dalam diet pasca operasi bergantung pada toleransi pasien
terhadap lemak. Diet rendah lemak dapat membantu jika aliran empedu berkurang
(biasanya hanya pada periode awal pasca operasi) atau jika pasien kelebihan berat
badan. Kadang-kadang pasien diinstruksikan untuk membatasi lemak selama 4
sampai 6 minggu. Jika tidak, tidak diperlukan instruksi diet khusus selain makan
makanan bergizi dan menghindari asupan lemak yang berlebihan.
XIV. Referensi
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C. (2014). Nursing care plans: guidelines
for individualizing client care across the life span. Ninth Edition. F.A. Davis
Company: Philadelphia
Lewis, et al. (2014). Medical-surgical nursing: Assessment and management of clinical
problems 9th Ed. Elsevier Mosby
Martini, F.H., Nath, J.L. & Bartholomew, E.F. (2012). Fundamentals of anatomy &
physiology. Ninth edition. USA: Pearson Education.
Smeltzer, S. C., et al. (2010). Brunner &Suddarth's textbook of medical-surgical-nursing.
12th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
PPNI. (2016). Standar diagnosis keperawatan indonesia: definisi dan indikator
diagnostik, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: definisi dan tindakan
keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Strandar luaran keperawatan indonesia: definisi dan kriteria hasil
keperawatan, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tortora, G.J & Derrickson, B. (2012). Principles of anatomy & physiology 13th edition.
USA: John Wiley & Sons, Inc.
William, L.S. & Hopper, P.D. (2015). Understanding medical surgical nursing. Fifth
Edition. Philadelphia: F.A. Davis Company