Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


KOLELITIASI

DISUSUN OLEH :

1. Arif Ma’ruf (520013)


2. Dita Septy Ferdiana (520015)
3. Dyah Nur Madani (520029)
4. Eka Santi (520030)
5. Elina Farida Ulfa (520032)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
A. KONSEP DASAR

1. Definisi
Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang
penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi yang terjadi pada kandung
empedu serta kolesterol yang berlebihan yang mengendap di dalam kandung empedu
tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti, faktor hormonal selama proses
kehamilan, dapat dikaitkan dengan lambatnya pengosongan kandung empedu dan
merupakan salah satu penyebab insiden kolelitiasis yang tinggi, serta terjadinya
infeksi atau radang empedu memberikan peran dalam pembentukan batu empedu
(Rendi, 2012).
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih
dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan predisposisi
dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40 tahun, wanita,
obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu cepat. (Cahyono,
2014)
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya
empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan
fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri dari
unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran,
bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak lazim
dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidenya semakin sering pada
individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun (Haryono, 2012).

2. Etiologi
Menurut Cahyono 2014 etiologi Kolelitiasis yaitu:
1) Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi
Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya batu
tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin
tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu akan
membuat keadaan didalam kandung empedu menjadi jenuh akan kolesterol
(Supersaturasi kolesterol).
2) Pembentukan inti kolesterol
Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid, garam empedu
dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih tinggi maka ia akan diangkut
oleh vesikel yang mana vesikel dapat digambarkan sebagai sebuah lingkarandua
lapis. Apabila konsentrasi kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel
memperbanyak lapisan lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu,
pengangkut kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan
dengan adanya protein musin akan membentuk kristal kolesterol, kristal
kolesterol terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau disatukan.
3) Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding kandung empedu
memudahkan seseorang menderota batu empedu, kontraksi yang melemah akan
menyebabkan statis empedu dan akan membuat musin yang diproduksi
dikandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu
tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan
semakin pekat sehingga semakin menyukitkan proses pengosongan cairan
empedu. Beberapa keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksnteril
kandung empedu, yaitu : hipomotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan
cairan asam empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medula spinalis,
penyakit kencing manis.

3. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Syaifuddin, 2011) adalah sebagai
berikut:
1) Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning
pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang
merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosofolipid)
dalam empedu. Pada klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
2) Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat,
fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran
kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan, batu pigmen berwarna coklat
berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam inilebih jarang di
jumpai). Batu pigmen akan berbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi dalam
empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu.
Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada klien sirosis,
hemolisis, dan infeksi percabangan bilier.

4. Anatomi fisiologi
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas
anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong
berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan
hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya
bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati.
Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian
yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus
sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus
kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus
hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
a. Anatomi kandung empedu
1) Struktur empedu
Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir yang terlerak
pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh peritoneum
kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada permukaan bawah
hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.
2) Empedu terdiri dari:
a) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah tepi
inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi
rawan ujung kosta IX kanan.
b) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan
dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
komunis membentuk doktus koledukus.
3) Cairan empedu
Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna kuning keemasan
(kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel hepar lebih
kurang 500-1000ml sehari. Empedu merupakan zat esensial yang
diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak.
4) Unsur-unsur cairan empedu:
a) Garam – garam empedu: disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu
alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu berfungsi
membantu pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan kelenjar lipase
dari pankreas.
b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu) diresorpsi
dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan kembali ke hepar untuk
digynakan ulang.
c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan
menyekresinya ke dalam empedu. Pigmen empedu tidak mempunyai
fungsi dalam proses pencernaan.
d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin,
merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah menjadi
sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan feses
berwarna kuning.
5) Saluran empedu
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian bersatu
dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam kandung empedu.
Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari kandung
empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang dihasilkan dalam
membran mukosa dari bagian atas usus halus tempat masuknya lemak.
Kolesistokinin menyebab kan kontraksi otot kandung empedu. Pada waktu
bersamaan terjadi relaksasi sehingga empedu mengalir ke dalam duktus
sistikus dan duktus koledukus.
b. Fisiologi empedu
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung mucus,
mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa. Komposisi
empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin, lemak
dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari bilirubin dan bilverdin. Pada
saat terjadinya kerusakan butiran-butiran darah merah terurai menjadi globin
dan bilirubin, sebagai pigmen yang tidak mempunyai unsur besi lagi.
Pembentukan bilirubin terjadi dalam system retikulorndotel di dalam
sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan ke dalam
peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan bilirubin yang terdapat dalam
empsdu disebut kolebilirubin. Garam empedu dibentuk dalam hati, terdiri dari
natrium glikokolat dan natrium taurokolat. Garam empedu ini akan
menyebabkan kolesterol di dalam empedu dalam keadaan larutan.
Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam empedu
meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas yaitu amylase
tripsin dan lipase. Garam empedu meningkatkan penyerapan meningkatkan
penyerapan baik lemak netral maupun asam lemak. Empedu dihasilkan oleh hati
dan disimpan dalam kandung empedu sebelum diskresi ke dalam usus. Pada
waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu dalam keadaan
relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong empedu akan
meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu sehingga cairan empedu
mengalir dan masuk ke dalam duodenum. Rangsangan terhadap saraf simpatis
mengakibatkan terjadinya kontraksi pada kandung empedu (Syaifuddin, 2011).
5. Pathways

Kolestrol Sirosis hati, hemolisi

Supersaturasi kolestrol Pigmen empedu (bilirubin)

Pembentuk kristal kolestrol Presipitasi (pengendapan)

Batu kolestrol Kolelitiasi Batu pigmen


(Batu empedu)

Kontraksi
Batu terdorong menuju duktus sistikus

Obstruksi duktus sistikus

Distensi kantung Gangguan aliran Aliran balik Iritasi dinding


empedu empedu ke cairan empedu ke duktus sistikus
duodenum hepar, melalui
darah
Fundus empedu Respon inflamasi
Absorbsi vit A,
menyentuh D, E, K Jumlah bilirubin
dindin abdomen terganggu dalam darah Perubahan hemodinamik

Gesekan empedu
dengan dinding Defisiensi vit K Ikterus Penumpukan cairan
abdomen diinterstisial

Gangguan Terjadi
Nyeri abdomen pembekuan penumpukan Tekanan
kuadran kanan darah normal bilirubin pada intraabdomen
atas lapisanbawah
kulit Penekanan pada
Resiko
Nyeri Akut lambung
Perdarahan
Gatal-gatal
Mual, muntah,
Resiko kerusakan anoreksia
integritas kulit
Resiko
ketidakseimbangan
(Nurarif & Kusuma, 2013)
volume cairan
6. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan
fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel
yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan. Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat
anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada
kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena
adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan
karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang
bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi (Syaifuddin, 2011).

7. Manifestasi klinik
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah :
a. Sebagian bersifat asimtomatik
b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke
punggung atau region bahu kanan
c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifay kolik melainkan persisten
d. Mual dan muntah serta demam
e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa ke
dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai
dengan gejala gatal-gatal pada kulit
f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay
colored”
g. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu absorbsi
vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat memperlihatkan
gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier
berlangsumg lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan
darah yang normal

8. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kolelitiasis menurut (Sandra
Amelia,2013) adalah:
a. Pemeriksan sinar-X abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain.
Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup klasifikasi untuk
dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
b. Ultrasinografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan
kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat
dilakukam pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi.
c. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi
menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat ini
kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam
sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk
mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat-optim yang fleksibel ke dalam eksofagus hingga
mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam
duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memingkinkan visualisasi langsung
struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal
untuk mengambil empedu.
e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara menyuntikkan
bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan
kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem
bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung
empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan teknik
pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan
radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang
terang karena mempunyai intensitassinyal tinggi, sedangkan batu saluran
empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu
dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis
batu saluran empedu.

9. Komplikasi
Berikut penjelasan dari penyakit komplikasi akibat kolelitiasis, menurut Tanto, et.all
(2014) :
a. Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut terkait dengan batu empedu terjadi pada 90- 95% kasus yang
ditandai dengan kolik bilier akibat obstruksi duktus sistikus. Apabila obstruksi
berkanjut, kandung empedu mengalami distensi, inflamasi dan edema. Gejala
yang dirasakan adalah nyeri kuadran kanan atas yang lebih lama daripada
episode sebelumnya, demam, mual dan muntah.
b. Kolesistitis Kronik
Inflamasi dengan episode kolik bilier atau nyeri dari obstruksi duktus sitikus
berulang mengacu pada kolesistitis kronis. Gejala utama berupa nyeri (kolik
bilier) yang konstan dan berlangsung aekitar 1-5 jam, mual, muntah, dan
kembung.
c. Koledokolitiasis
Batu pada saluran empedu atau common bile ductus (CBD), dapat asimtomatis
dengan obstruksi transien dan pemeriksaan laboratorium yang normal. Gejala
yang dapat muncul adalah kolik bilier, ikterus, tinja dempul, dan urin berwarna
gelap seperti teh.
d. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi pada lapisan perut sebelah dalam yang dikenal
sebagai peritoneum. Komplikasi ini terjadi akibat pecahnya kantong empedu
yang mengalami peradangan parah. Tersumbatnya saluran ini menjadi rentan
terserang bakteri penyebab infeksi. Komplikasi ini umumnya dapat ditangani
dengan antibiotik dan prosedur kolangiopankreatografi retrograde endoskopik
(ERCP). Gejala pada infeksi ini adalah sakit di perut bagian atas yang menjalar
ke tulang belikat, sakit kuning, demam tinggi, dan linglung.
e. Kolangitis
Kolangitia merupakn komplikasi dari batu saluran empedu. Kolangitis akut
adalah infeksi bakteri asenden disertai dengan obstruksi duktus bilier. Gejala
yang ditemukan adalah demam, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan
atas, dan ikterik yang disebut trias charcot.
f. Abses Kantong Empedu
Nanah terkadang dapat muncul dalam kantong empedu akibat infeksi yang
parah. Jika ini terjadi, penanganan dengan antibiotik saja tidak cukup dan nanah
akan perlu disedot.
g. Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut juga merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi jika
batu empedu keluar dan menyumbat saluran pancreas. Peradangan pancreas ini
akan menyebabkan sakit yang hebat pada bagian tengah perut. Rasa sakit ini
akan bertambah parah dan menjalar ke punggung, terutama setelah makan.
h. Kanker Kantong Empedu
Penderita batu empedu memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker
kantong empedu. Walau demikian, kemungkinan terjadinya sangat jaran,
bahakan bagi orang yang berisiko karena faktor keturunan sekalipun. Operasi
pengangkatan kantong empedu akan dianjurkan untuk mencegah kanker.
Terutama jika anda mempunyai tingkat kalsium yang tinggi didalam kantong
empedu. Gejala kanker ini hampir sama dengan penyakit batu empedu yang
meliputi sakit perut, demam tinggi, serta sakit kuning.

10. Penatalaksanaan medis dan keperawatan


Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) penatalaksanaan pada kolelitiasis meliputi :
a. Penanganan Non bedah
1) Disolusi Medis
Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian
obat-obatan oral. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi
non operatif diantaranya batu kolestrol diameternya <20mm dan batu <4batu,
fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
2) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum sehingga
batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu besar, batu yang terjepit di
saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit
diperlukan prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingerotomi seperti
pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser
3) ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah pemecahan batu dengan
gelombang suara.
b. Penanganan bedah
1) Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung
empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2cm. kelebihan yang
diperoleh klien luka operasi kecil (2- 10mm) sehingga nyeri pasca bedah
minimal.
2) Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara mengangkat
kandung empedu dan salurannya dengan cara membuka dinding perut.
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan klien dengan
kolelitiasis sitomatik.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan dalam pemenuhan cairan dan elektrolit
ditujukan/difokuskan pada:
a. Faktor risiko terjadinya ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam
basa:
a) Usia: sangat muda, sangat tua
b) Penyakit kronik: kanker, penyakit kardiovaskular (gagal jantung
kongestif), penyakit endokrin (cushing, DM), malnutrisi, PPOK,
penyakit ginjal (gagal ginjal prorogresif), perubahan tingkat kesadaran.
c) Trauma: cedera akibat kecelakaan, cedera kepala, combostio.
d) Terapi: diuretik, steroid, terapi IV, nutrisi parental total.
e) Kehilangan melalui saluran gastrointestinal: gastroenteritis, pengisapan
nasogastrik, fistula.
b. Riwayat keluhan: kepala sakit/pusing/pening, rasa baal dan kesemutan.
c. Pola intake: jumlah dan tipe cairan yang biasa dikonsumsi, riwayat
anoreksia, kram abdomen, rasa haus yang berlebihan.
d. Pola eliminasi: kebiasaan berkemih, adakah perubahan baik dalam jumlah
maupun frekuensi berkemih, bagaimana karakteristik urine, apakah tubuh
banyak mengeluarkan cairan? Bila ya ! melalui apa? Muntah, diare,
berkeringat.
2) Pemeriksaan Fisik
Dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Pemeriksaan fisik meliputi:
a. Keadaan umum: iritabilitas, letargi, bingung, disorientasi
b. Berat badan
Timbang berat badan setiap hari untuk mengetahui risiko terkena gangguan
cairan dan elektrolit. Dengan demikian, retensi cairan dapat dideteksi lebih
dini karena 2,5–5 kg cairan tertahan di dalam tubuh sebelum muncul edema.
Perubahan dapat turun, naik, atau stabil.
c. Intake dan output cairan
Intake cairan meliputi per oral, selang NGT, dan parenteral. Output cairan
meliputi urine, feses, muntah, pengisapan gaster, drainage selang paska
bedah, maupun IWL. Apakah balance cairan seimbang, positif atau negatif.
Kaji volume, warna, dan konsentrasi urine
d. Bayi: fontanela cekung jika kekurangan volume cairan, dan menonjol jika
kelebihan cairan.
e. Mata:
a) Cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak ada
b) Edema periorbital, papiledema
f. Tenggorokan dan mulut :
Membran mukosa kering, lengket, bibir pecah-pecah dan kering, saliva
menurun, lidah di bagian longitudinal mengerut
g. Sistem kardiovaskular:
Inspeksi:
- Vena leher: JVP/jugularis vena pressur datar atau distensi
- Central venus pressure (CVP) abnormal
- Bagian tubuh yang tertekan, pengisian vena lambat
Palpasi:
- Edema: lihat adanya pitting edema pada punggung, sakrum, dan
tungkai (pre tibia, maleolus medialis, punggung kaki)
- Denyut nadi: frekuensi, kekuatan
- Pengisian kapiler
Auskultasi:
- Tekanan darah: ukur pada posisi tidur dan duduk, lihat perbedaannya,
stabil, meningkat, atau menurun.
- Bunyi jantung: adakah bunyi tambahan
h. Sistem pernapasan: dispnea, frekuensi, suara abnormal (creckles)
i. Sistem gastro intestinal:
- Inspeksi: abdomen cekung/distensi, muntah, diare
- Auskultasi: hiperperistaltik disertai diare, atau hipoperistaltik
j. Sistem ginjal: oliguria atau anuria, diuresis, berat jenis urine meningkat
k. Sistem neuromuskular :
- Inspeksi: kram otot, tetani, koma, tremor
- Palpasi: hipotonisit, hipertonisitas
- Perkusi: refleks tendon dalam (menurun/tidak ada,
hiperaktif/meningkat)
l. Kulit:
- Suhu tubuh: meningkat/menurun
- Inspeksi: kering, kemerahan
- Palpasi: turgor kulit tidak elastik, kulit dingin dan lembab.
(Rahayu, 2016)

2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut (D.0077)
2) Resiko perdarahan (D.0012)
3) Resiko kerusakan integritas kulit (D.0139)
4) Resiko ketidakseimbangan volume cairan (D.0036)

3. Rencana keperawatan

NO SDKI SIKI SLKI


1 Nyeri Akut (D. 0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri
Kategori : psikologis Subkategori: nyeri Definisi : pengalman Definisi: Mengidentifikasi
dan kenyamanan sensori atau emosional dan mengelola pengalaman
Definisi : pengalaman sensorik atau yang berkaitan dengan sensori atau emosional
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual yang berkaitan dengan
kerusasakan jaringan aktual atau atau fungsional dengan kerusakan jaringan atau
fungsional, dengan onset mendadak atau onset mendadak atau fungsional dengan onset
lambat dan berintensitas ringan hingga lambat dan berintesitas mendadak atau lambat dan
berat yang berlangsung kurang dari 3 ringan hingga berat dan berintensitas ringan hingga
bulan. konstan. berat dan konstan
Penyebab : Kriteria hasil : Tindakan
1. Agen pencedera fisiologis(mis, 1. keluhan nyeri Observasi
inflamasi, iskemia,neoplasma) menurun sekala 5 1. identifikasi lokasi,
2. Agen pencedera kimiawi(mis, menjadi meningkat 1 karakteristik, durasi,
terbakar, bahan kimia iritan) 2. meringis menurun frekuensi, kualitas,
3. Agen pencedera fisik(mis. Abses, sekala 5 menjadi intensitas nyeri.
amputasi, terbakar, terpotong, menungkat 1 Terapeutik
mengangkat berat, prosedur operasi, 3. sikap protektif 1. Berikan tehnik non
trauma, latihan fisik berlebihan) menurun sekala 5 farmakologis untuk
Gejala dan tanda mayor menjadi meningkat 1 mengurangi rasa
Subjektif : 4. gelisah menurun nyeri( mis, TENS,
1. Mengeluh nyeri sekala 5 menjadi hipnosis, akupresure,
Objektif : meningkat 1 terapi musik,
1. Tampak meringis 5. kesulitan tidur biofeedback, terapi
2. Bersikap protektif (misalnya . menurun sekala5 pijat, aroma terapi,
waspada, posisi menghindari nyeri) menjadi menurun 1 tehnik imajinasi
3. Gelisah terbimbing, kompres
4. Frekuensi nadi meningkat hangat/dingin, terapi
5. Sulit tidur bermain)
Gejala dan tanda minor 2. Kontrol lingkungan
Subjektif yang memperberat
(tidak tersedia) rasa nyeri (mis. Suhu
Objektif : ruangan,
1. Tekanan darah meningkat pencahayaan ,
2. Pola nafas berubah kebisingan)
3. Nafsu makan berubah Edukasi
4. Proses berfikir terganggu 1. Jelaskan penyebab,
5. Menarik diri periode, dan pemicu
6. Berfokus pada diri sendiri nyeri
7. Diaforesis 2. Jelaskan strategi
Kondisi klinis terkait meredakan nyeri
1. Kondisi pembedahan 3. Ajarkan tehnik non
2. Cedera traumatis farmakologis untuk
3. Infeksi mengurangi rasa
4. Syndrom koroner akut nyeri
5. Glaukoma Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgesik,jika perlu

2 Resiko Perdarahan (D.0012) Tingkat Perdarahan Pencegahan Perdarahan


Kategori : Fisiologis Subkategori : (L.02017) (I.02067)
Sirkulasi Setelah dilakukan tindakan Definisi
Definisi keperawatan selama 3 x 24 Mengidentifikasi dan
Beresiko mengalami kehilangan darah baik jam pada masalah resiko menurunkan risiko atau
internal (terjadi dalam tubuh) maaupun perdarahan dapat tera tasi komplikasi stimulus yang
eksternal (terjadi diluar tubuh). dengan indikator: menyebabkan perdarahan
Faktor Resiko: - Hemoglobin atau risiko perdarahan
- Aneurisma membaik Tindakan
- Gangguan gastrointestinal (mis. - Tekanan darah cukup Observasi
Ulkus lambung, polip, varises) membaik - Monitor tanda dan
- Gangguan fungsi hati (mis. Sirosis - Suhu tubuh membaik gejala perdarahan
hepatitis) - Monitor
- Komplikasi kehamilan (mis. Ketuban hematokrit/hemoglo
pecah sebelum waktunya, plasenta bin sebelum dan
previa/abrubsio, kehamilan kembar) setelah kehilangan
- Komplikasi pasca partum (mis. Atoni darah
uterus, retensi plasenta) Terapeutik
- Gangguan koagulasi (mis. - Pertahankan bed rest
Trombositopenia) selama perdarahan
- Efek agen farmakologis - Tindakan - Batasi tindakan
pembedahan invasive, jika perlu
- Trauma - Hindari pengukuran
- Kurang terpapar informasi tentang suhu rektal
pencegahan perdarahan Edukasi
- Proses keganasan - Jelaskan tanda dan
Kondisi Klinis terkait gejala perdarahan
- Aneurisma - Anjurkan
- Koagulopati intravaskuler diseminata meningkatkan
- Sirosis hepatis asupan cairan untuk
- Ulkus lambung menghindari
- Varises konstipasi
- Anjurkan
- Trombositopenia
menghindari aspirin
- Ketuban pecah sebelum waktunya
atau antikoagulan
- Plasenta previa/abrubsio
- Anjurkan
- Atonia uterus
meningkatkan
- Retensi plasenta asupan makanan dan
- Tindakan pembedahan vitamin K
- Kanker - Anjurkan segera
- Trauma melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
- Kolaborasi
pemberian produk
darah, jika perlu

3 Resiko gangguan integritas kulit Integritas Kulit / Perawatan Integritas


(D.0139) Jaringan (L.14125) Kulit (I.11353)
Definisi : Setelah melakukan Definisi
Berisiko mengalami kerusakan kulit pengkajian selama 3 × 24 Mengidentifikasi dan
(dermis atau epidermis) atau jaringan jam integritas kulit / merawat kulit untuk
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, jaringan meningkat, menjaga keutuhan,
tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan dengan kriteria hasil : kelembaban dan mencegah
ligamen). 1. Elastisitas cukup perkembangan
Faktor risiko : meningkat mikroorganisme
1. Perubahan sirkulasi 2. Hidrasi cukup Tindakan
2. Perubahan status nutrisi meningkat Observasi
3. Kekurangan/kelebihan volume cairan 3. Perfusi jaringan - Identifikasi penyebab
4. Penurunan mobilitas cukup meningkat gangguan integritas
5. Bahan kimia iritatif 4. Kerusakan jaringan kulit (mis. perubahan
6. Suhu lingkungan yang ekstrim cukup menurun sirkulasi, perubahan
7. Terapi radiasi 5. Kerusakan lapisan status nutrisi,
8. Kelembaban kulit cukup menurun penurunan
9. Proses penuaan 6. Nyeri cukup kelembaban, suhu
10. Perubahan pigmen menurun lingkungan ekstrem,
11. Neuropati perifer 7. Perdarahan cukup penurunan mobilitas)
12. Perubahan pigmentasi menurun Terapeutik
13. Perubahan hormon 8. Kemerahan cukup - Ubah posisi tiap 2
14. Penekanan pada tonjolan tulang menurun jam jika tirah baring
Kondisi klinis terkait 9. Hematoma cukup - Lakukan pemijatan
1. Imobilisasi menurun pada area penonjolan
2. Gagal jantung kongestif 10. Pigmentasi abnormal tulang, jika perlu
3. Gagal ginjal cukup menurun - Bersihkan perineal
4. Diabetes melitus 11. Jaringan parut cukup dengan air hangat,
5. Imunodefisiensi menurun terutama selama
6. Kateterisasi jantung 12. Nekrosis cukup periode diare
menurun - Gunakan produk
13. Abrasi kornea cukup berbahan petroleum
enurun dan minyak pada
14. Suhu kulit cukup kulit kering
membaik - Gunakan produk
15. Sensasi cukup berbahan
membaik ringan/alami dan
16. Tekstur cukup hipoalergik pada
membaik kulit sensitif
17. Pertumbuhan rambut - Hindari produk
cukup membaik berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering Edukasi
- Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
lotion, serum)
- Anjurkan minum air
yang cukup
- Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
- Anjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstrem
- Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal
30 saat berada di luar
rumah
- Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

4 Resiko Ketidakseimbangan Cairan Keseimbangan Ciran Pemantauan Cairan (I.


(D.0036) (l.03020) 03121)
Definisi : Definisi : Ekuilibrium Definisi :
Beresiko mengalami penurunan, antara volume cairan mengumpulkan dan
peningkatan atau percepatan perpindahan diruang intraseluler dan menganalisis data terkait
cairan dari intravaskuler, interstisal atau ekstraseluler tubuh pengaturan keseimbangan
intraseluler. KriteriaHasil : cauran
Faktor resiko : Setelah dilakukan tindakan Tindakan
1. Prosedur pembedahan mayor keperawatan selama 3x2 4 Observasi :
2. Trauma/pendarahan jam masalah 1. Monitor frekuensi
3. Luka bakar Keseimbangan cairan dan kekuatan nadi
4. Aferesis diharapakan menurun dan 2. Monitor frekuensi
5. Asites teratasi dengan indikator: napas
6. Obstruksi intestinal 1. Asupan cairan 3. Monitor tekanan
7. Peradangan pankreas menurun dari skala 5 darah
8. Penyakit ginjal dan kelenjar (meningkat) menjadi 4. Monitor berat badan
9. Disfungsi intestinal skala 1 (menurun). 5. Monitor waktu
Kondisi klinis terkait 2. Output urine menurun pengisian kapiler
1. Prosedur pembedahan dari skala 5 6. Monitor elastisistas
2. Penyakit ginjal dan kelenjar (meningkat) menjadi atau turgor kulit
3. Perdarahan skala 1 (menurun) 7. Monitor jumlah,
4. Luka bakar 3. Membrane mukosa warna, dan berat
lembab menurun dari jenis urine
skala 5 (meningkat) 8. Monitor kadar
menjadi skala 1 albumin dan rotein
(menurun) total
4. Edema menurun dari 9. Monitor hasil
skala 2 (cukup periksaan serum mis
meningkat) menjadi osmolaritas serum,
skala 5 (menurun) hemtokrit, natrium,
5. Dehidrasi menurun kalium, BUN
dari skala 2 (cukup 10. Monitor intake dan
meningkat) menjadi output cairan
skala 5 (menurun) 11. Identifikasi tanda-
6. Asites menurun dari tanda hypovolemia
skala 2 (cukup 12. Identifikais tanda-
meningkat) menjadi tanda hypervolemia
skala 5 (menurun) 13. Identifikasi factor
7. Konfusi menurun dari resiko
skala 2 (cukup ketidakseimbangan
meningkat) menjadi cairan
skala 5 (menurun) Terapeutik :
8. TTV (Tekanan darah, 1. Atur interval waktu
frekuensi nadi, pemantauan sesuai
kekuatan nadi, dengan kondisi
tekanan arteri rata- pasien
rata) membaik dari 2. Dokumentasikan
skala 2 (cukup hasil pemantaun
memburuk) menjadi Edukasi :
skala 5 (membaik) 1. Jelaskan tujuan dan
9. Turgor kulit membaik prosedur pemantauan
dari skala 2 2. Informasikan hasil
(cukupmemburuk) pemantauan jika
menjadi skala 5 perlu
(membaik)
10. Berat badan membaik
dari skala 2
(cukupmemburuk)
menjadi skala 5
(membaik)
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. S., (2014). Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi. Jakarta :
Sugeng Seto.
Djumhana,A. (2010). Jurnal Kedokteran Batu Empedu pada Wanita Lebih Besar. Bandung :
Fakultas kedokteran Unpad-Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23, No.63 JuliSeptember 2017)
Nurarif & Kusuma., (2013). Journal of Chemical Information and Modeling.
Rahayu, Sunarsih., (2016). Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan
Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika
Sandra, Amelia., (2013). Analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan pada pasien kolelitiasis diruang bedah lantai 5 RSPAD Gatot Soebroto.
FIK UI : Depok
Syaifuddin., (2011). Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan
dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Tanto, Chris et al. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Essensial of medicine. Jakarta: Media
Aesculapius.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai