Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT KOLELITIASIS
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Oleh :
Fina Susantri
NIM. 20300017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
2020 / 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KOLELITIASIS

A. Tinjauan Teoritis

1. Konsep Penyakit

a. Definisi

Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus.

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam

kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa

unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam

kandung empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam

kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di

dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam

saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter,

edisi 72, 2011).

Kolelitiasis atau koledokotiasis merupakan adanya batu di

kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada

umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol (NANDA NIC-NOC

2015).
Kolelithiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu

yang disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam

empedu, pigmen empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada

kandung empedu (Nurarif & Kusuma, 2015).

Kolelitiasis adalah endapan satu atau lebih komponen di antaranya

empedu kolesterol, bilirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam

lemak da fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung

empedu terdiri dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu.

Batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat

bervariasi. (Meylinda, 2020)

b. Penyebab (etiologi)

Penyebab pasti dari kolelitiasis atau koledolitiasis atau batu

empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat

menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah

beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi empedu di

kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami

supersaturasi menjadi mengkristal dan mulai membentuk batu. Tipe lain

batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium

bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan

kalsium (NANDA NIC-NOC, 2015).

Penyebab dari cholelithiasis adalah sebagai berikut (Haryono,

2012) :

1. Eksresi garam empedu

Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam

empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau

dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi.
Jadi dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin

menyebabkan terbentuknya batu empedu

2. Kolesterol empedu

Kenaikan kolestreol empedu dapat di jumpai pada orang

gemuk, dan diet kaya lemak

3. Substansia mucus

Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus

dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batu empedu

4. Pigmen empedu

Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan

karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat

terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa

larutan bilirubin glukorunid

5. Infeksi

Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung

empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan

demikian menaikan pembentukan batu

c. Anatomi dan Fisiologi

1) Anatomi

Normal Cholelithiasis
(Meylinda, 2020)

Menurut Meilinda (2020), kandung empedu merupakan sebuah

kantong berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan viseral.

Kandung empedu diliputi oleh peritoneum kecuali bagian yang

melekat pada hepar, terletak pada permukaan bawah hati di antara

lobus dekstra dan lobus quadrates hati. Bagian-bagian dari kandung

empedu menurut Syaifuddin (2012) adalah:

a) Fundus vesika falea, merupakan bagian kandung empedu yang

paling akhir setelah korpus vesika falea.

b) Korpus vesika falea, bagian dari kandung empedu yang

didalamnya berisi getah empedu.

c) Leher kandung kemih, merupakan dari leher kandung empedu

yaitu saluran pertama masuknya getah empedu ke kandung

empedu.

d) Duktus sistikus, panjang 30% cm berjalan dari leher kandung

empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus, membentuk

saluran empedu ke duodenum.

e) Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.

f) Duktus koledukos saluran yang membawa empedu ke duodenum.

2) Fisiologi Kandung Empedu

a) Struktur empedu

Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir

yang terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi

oleh peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak

pada permukaan bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus

quadratus hati
b) Empedu terdiri dari

(1) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di

bawah tepi inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior

abdomen setinggi rawan ujung kosta IX kanan

(2) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral

hati mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri

(3) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang

berjalan dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan

duktus hepatikus komunis membentuk doktus koledukus

c) Cairan empedu

Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna

kuning keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus

menerus oleh sel hepar lebih kurang 500-1000ml sehari

d) Unsur-unsur cairan empedu

(1) Garam empedu berfungsi membantu pencernaan

lemak,mengemulsi lemak dengan kelenjar lipase dari pankreas

(2) Sirkulasi enterohepatik : garam empedu (pigmen empedu)

diresorpsi dari usus halus ke dalam vena portae, dialirkan

kembali ke hepar untuk digunakan ulang

(3) Pigmen-pigmen empedu : merupakan hasil utama dari

pemecahan hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin

dari plasma dan menyekresinya ke dalam empedu. Pigmen

empedu tidak mempunyai fungsi dalam proses pencernaan

(4) Bakteri dalam usus halus : mengubah bilirubin menjadi

urobilin, merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus,


dubah menjadi sterkobilin yang disekresi ke dalam feses

sehingga menyebabkan feses berwarna kuning

e) Saluran empedu

Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus

kemudian bersatu dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan

dalam kandung empedu Empedu mengalami pengentalan 5-10

kali, dikeluarkan dari kandung empedu oleh aksi kolesistektomi,

suatu hormon yang dihasilkan dalam membran mukosa dari bagian

atas usus halus tempat masuknya lemak

d. Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi cholelithiasis yaitu sebagai berikut

(Nurarif & Kusuma, 2015) :

1) Batu kolestrol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol
2) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama
3) Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk seperti bubuk
dan kaya akan zat hitam yang tak terekstraksi

e. Manifestasi Klinik (tanda dan gejala)

Tanda gejala menurut (Brunner & Suddarth, 2014):

1) Perut atas, epigastric, atau sakit abdominal kanan atas yang dapat

menyebar ke bahu kanan.


2) Rasa sakit pada Right Upper Quadrant (RUQ) meningkat dengan

palpasi abdomen kanan atas selama inspirasi (tanda Murphy)

menyebabkan pasien berhenti mengambil nafas panjang.

3) Mual dan muntah, terutama setelah makan makanan berlemak

4) Selera makan hilang.

5) Demam.

6) Udara bertambah pada saluran usus (bersendawa, kentut).

7) Kulit gatal – gatal karena terbentuknya garam empedu.

8) Feses berwarna tanah liat karena kurangnya urobilinogen didalam

usus (biasanya dikonversi dari bilirubin yang telah diblok dengan

aliran empedu)

9) Penyakit kuning-kulit warna kekuningan dan membrane mukosa

berubah warna.

10) Ikterus-perubahan warna menjadi kekuningan pada sklera (putih pada

mata)

11) Urine warna gelap dan berbusa karena ginjal berusaha membersihkan

bilirubin.

f. Patofisiologi dan Patway

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1)

pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan

inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan.

Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam

pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu

dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid

(terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara

normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang

mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik

dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,

atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan

keadaan yang litogenik.

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau

inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal

kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk

suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin

bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang

lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S

2000).
Pathway Cholelithiasis (Nurarif & Kusuma, 2015).

Proses degenerasi penyakit hati Penurunan fungsi hati Gangguan metabolisme


Peradangan dalam
Pengendapan kolesterol sekresi kolesterol Sintesis kolesterol
kandung empedu
Batu empedu

Menyumbat aliran
getah pankreas

Distensi kandung Risiko Infeksi


kemih empedu Aliran balik getah empedu
(duktus kolediktus ke
Bagian fundus menyentuh pankreas) Port de entry pasca
bagian abdomen IX, X bedah
Iritasi lumen
Merangsang ujung saraf
eferen hipotalamus Inflamasi Intervensi pembedahan

Termostrat di
Hasilkan substansi P hipotalamus Enzim SGOT &
SGPT
Serabut saraf eferen
di hipotalamus
Peningkatan suhu Bersifat iriatif di
saluran cerna
Nyeri hebat pada kuadran atas
dan nyeri tekan daerah Hipertermi
epigastrium Merangsang nervus
vagal
Permeabilitas
Nyeri Akut Menekan saraf
Cairan shif ke
parasimpatis
peritonium

Penurunan
Risiko peristaltik
Hipovolemia
Makanan tertahan di
lambung

Rasa mual dan


muntah

Defisit
Nutrisi
g. Komplikasi

Komplikasi dari penyakit cholelithiasi yaitu sebagai berikut (Nabu,

2019) :

1) Kolesistitis

Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu, saluran

kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi

dan peradangan kandung empedu

2) Kolangitis

Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi

karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil

setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu

3) Hidrops

Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus

sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang

normal. Kolesistektomi bersifat kuratif

4) Empiema

Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini

dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat

segera

h. Pemeriksaan diagnostik/penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan

cholelithiasis, yaitu sebagai berikut (Nabu, 2019) :

1) Pemeriksan sinar-X abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan

akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab

gejala yang lain


2) Radiologi : pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral

sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat

dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada

penderita disfungsi hati dan ikterus. Prosedur ini akan memberikan

hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam

harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi

3) Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG

meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu

empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan

pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan

isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena

liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu

yang mengalami obstruksi

4) Sonogram : dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding

kandung empedu telah menebal

5) ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) : Pemeriksaan

ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya

dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi

endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga

mencapai duodenum pars desendens

6) Pemeriksaan Laboratorium : kenaikan serum kolesterol, kenaikan

fosfolipid, penurunan ester kolesterol, kenaikan protrombin serum

time, kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl),

penurunan urobilirubin, peningkatan sel darah putih: 12.000 -

15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu), Peningkatan serum amilase, bila

pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama (Normal: 17 - 115

unit/100ml)
i. Penatalaksanaan medis/pengobatan

Penanganan non bedah:

1) Penatalaksanaan pendukung dan diet

Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung

empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan

nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda

sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat

dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.

Manajemen terapi :

a) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein

b) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.

c) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign

d) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk

mengatasi syok.

e) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2) Disolusi medis

Harus memenuhi kriteria terpi non operatif, seperti batu

kolesterol diameternya < 20 mm dan batu < 4 batu, fungsi kandung

empedu baik, dan duktus sistik paten.

3) Endoscopic retrogradecholangio pancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,

kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras

radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di

dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak

lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah

ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada


90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal

dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman

dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif

dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang

kandung empedunya telah diangkat

4) Extracoporeal Shock Wave Lithotripsy

Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut

berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu

didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud

memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. (ESWL)

merupakan pemecahan batu dengan gelombang suara.

Penanganan bedah:

1) Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar tebaik untuk penanganan

pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum

untuk kolesistektomiadalah kolik libiaris lekuren, diikuti oleh

kolesisitis akut.

2) Kolesistektomi laparoskopik

Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut,

atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2

cm. kelebihan yang diperoleh pasien luka operasi kecil (2-10 mm)

Sehingga nyeri pasca bedah minimal. Sasaran utama terapi medis

adalah untuk mengurangi insidensi episode nyeri akut kantung

empedu dan kolesistitis dengan penatalaksanaan suportif dan diet

dan, jika memugkinkan, menghilangkan penyebebnya dengan

menggunakan farmakoterapi, prosedur endoskopik, atau intervensi

bedah (Brunner & Suddart 2014)


B. Konsep asuhan keperawatan (teoritis)

1. Pengkajian

Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan .Data yang dikumpulkan

meliputi :

a. Identitas

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,

pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,

diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut

untuk menentukan tindakan selanjutnya.

2) Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan

jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul

meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien

dan alamat.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat

pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri

abdomen pada kuadran kanan atas.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode

PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh

klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu

posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien

merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan

nyeri/gatal tersebut.

3) Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah

di riwayat sebelumnya.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit

kolelitiasis

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan Umum

a) Penampilan Umum

Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien

b) Kesadaran

Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan

klien.

c) Tanda-tanda Vital

Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi

(TPRS)

2) Sistem endokrin

Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya

pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh

tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.

d. Pola aktivitas

1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan

2) Aktivitas

Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan

anjuran bedrest

3) Aspek Psikologis

Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati

4) Aspek penunjang

a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum

meningkat) 

b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut

Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang lebih 3 bulan.

Penyebab

1) Agen pencedera fisiologis ( mis.inflamasi, iskemia, neoplasma)

2) Agen pencedera kimiawi ( mis. terbakar, bahan kimia iritan)

3) Agen pecedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

a) Mengeluh nyeri a) Tampak meringis

b) Bersikap protekti

c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat

e) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

a) Tekanan darah meningkat

b) Pola nafas berubah

c) Nafsu makan berubah

d) Proses berfikir terganggu

e) Menarik diri

f) Berfokus pada diri sendiri

g) Diaforesis
Kondisi klinis terkait

a) Kondisi pembedahan

b) Cedera traumatis

c) Infeksi

d) Sindrom kororer akut

e) Glaukoma

b. Hipertermia

Definisi

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

Penyebab

1) Dehidrasi

2) Terpapar lingkungan panas

3) Proses penyakit (mis.infeksi, kanker)

4) Ketidaksesuaian pakaian denga suhu lingkungan

5) Peningkatan laju metabolisme

6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan

8) Penggunaan inkubator

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

a) Suhu Tubuh di atas nilai normal


Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

a) Kulit merah

b) Kejang

c) Takikardi

d) Takipnea

e) Kulit terasa hangat


Kondisi klinis terkait

a) Proses infeksi

b) Hipertiroid

c) Stroke

d) Dehidrasi

e) Trauma

f) Prematuritas

c. Defisit Nutrisi

Definisi

Asuhan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

Penyebab

1) Ketidakmampuan menelan makanan

2) Ketidakmampuan mencerna makanan

3) Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient

4) Peningkatan kebutuhan metabolisme


5) Faktor ekonomi

6) Faktor psikologis

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

a) Berat badan menurun minimal

10% dibawah rentang ideal


Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

a) Cepat kenyang setelah a) Bising usus hiperaktif

makan b) Otot pengunyah lemah

b) Kram/ Nyeri abdomen c) Otot menelan lemah

d) Membran mukosa pucat


c) Nafsu makan menurun
e) Sariawan

f) Serum albumen turun

g) Rambut rontok berlebihan

h) Diare
Kondisi klinis terkait

a) Stroke

b) Parkinson

c) Kaker

d) Infeksi

e) Aids

f) Penyakit crohn’s

g) Enterocolitis

h) Fibrosis Kistik
3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Luaran Intervensi


1. Nyeri akut bd agen Setelah dilakukan Manejemen nyeri
pencedera fisiologis intervensi keperawatan Observasi
(mis.inflamasi) selama 3 x 24 jam maka 1. Indentifikasi
Tingkat Nyeri Menurun lokasi,
dengan kriteria hasil : karakteristik,
1. Keluhan Nyeri durasi, frekuensi,
menurun kualitas, intesitas
2. Frekuensi nadi nyeri
membaik 2. Indentifikasi skala
3. Ketegangan otot nyeri
menurun 3. Indentifikasi
4. Meringis menurun respon nyeri non
- verbal
Teraupetik
1. Berikan Teknik
non farmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkan Teknik
non farmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik jika perlu
2. Hipertermi bd Setelah dilakukan Manajemen hipertemia
Proses penyakit intervensi keperawatan Observasi
(mis.infeksi) selama 3x24 jam maka 1. Identifikasi penyebab
termoregulasi membaik hipertermi
dengan kriteria hasil 2. Monitor suhu tubuh
1. Mengigil menurun 3. Monitor komplikasi
2. Suhu tubuh menurun akibat hipertermi.
3. Suhu kulit membaik Terapeutik
4. Takikardia menurun 1. Sediakan lingkungan
yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Berikan cairan oral
4. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin.
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
3 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan intervensi keperawatan Observasi
mengabsorpsi selama 3x24 jam maka 1. Identifikasi status
nutrient status nutrisi membaik nutrisi
dengan kriteria hasil 2. Monitor asupan
1. Nafsu makan makanan
membaik 3. Monitor hasil
2. Nyeri abdomen pemeriksaan
menurun laboratorium
3. Porsi makan yang Terapeutik
dihabiskan 1. Berikan makanan
meningkat tinggi serat untuk
4. Frekuensi makan mencegah konstipasi
membaik 2. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kaori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
M.Clevo Rendi & Margareth TH. (2010). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Meylinda. (2020). Asuhan Keperawatan pada Pasien Pre dan Post Operasi
Cholelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit. (Skripsi). Samarinda :
POLTEKKES Samarinda
Nabu. (2019). Asuhan Keperawatan pada Nn. E.S dengan Kolelitiasis di Ruang
Cendana Rumah Sakit Bhayangkara Drs. Titus Ully Kupang. (Skripsi).
Kupang : POLTEKKES Kupang
Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose
medis nanda NIC NOC Jilid 2. Yogjakarta : MediAction
Nanda International. (2015). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Nucleus Prescise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT Nucleus Precise
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai