Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CHOLELITHIASIS

Oleh:
DINA LINDA PRATIWI
I4B019042

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERWATAN
PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu
yang disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam
empedu, pigmen empedu, dan kolestrol serta timbulnya peradangan pada
kandung empedu (Barbara C. Long, 1996). Penyakit batu empedu
(cholelithiasis) sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas (Sudoyo, 2007). Dalam
“Third National Health and Nutrition Examination Survey” (NHANES III),
prevalensi cholelithiasis di Amerika Serikat pada usia pasien 30-69 tahun
adalah 7,9% pria dan 16,6% wanita, dengan peningkatan yang progresif
setelah 20 tahun. Sedangkan Asia merupakan benua dengan angka kejadian
cholelithiasis rendah, yaitu antara 3% hingga 15%, dan sangat rendah pada
benua Afrika, yaitu kurang dari 5% (Greenberger, 2009).
Kolelitiasis banyak ditemukan pada wanita dan makin bertambah
dengan meningkatnya usia. Prevalensi kolelitiasis bervariasi secara luas di
berbagai negara dan diantara kelompok-kelompok etnik yang berbeda-beda
pada satu negara. Faktor gaya hidup seperti diet, obesitas, penurunan berat
badan dan aktivitas tubuh yang rendah juga berpengaruh (Nurman dalam
Sulaiman, et al, 2007). Prevalensi kolelitiasis lebih rendah dari kejadian
sebenarnya, sebab sekitar 90% bersifat asimtomatik (Patrick, 2003). Sebagian
besar kolelitiasis tidak bertanda dan bergejala. Sedangkan di Indonesia angka
kejadian kolelitiasis tidak jauh berbeda dengan angka kejadian di negara lain
di Asia Tenggara, dan sejak tahun 1980 kolelitiasis identik dengan
pemeriksaan ultrasonografi (De Jong, Syamsuhidajat, 2005). Di Indonesia
kolelitiasis banyak ditemukan mulai dari usia muda di bawah 30 tahun,
meskipun rata-rata tersering ialah 40-50 tahun. Pada usia diatas 60 tahun,
insidensi kolelitiasis meningkat (De Jong, Syamsuhidajat, 2005).

1 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


Berdasarkan latar belakang diatas, laporan pendahuluan ini dibuat
bertujuan untuk mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan
gejala, pathway, pemeriksaan penunjang, pengkajian, diagnosa keperawatan,
dan fokus intervensi dari kolelitiasis. Diharapkan dengan adanya laporan
pendahuluan ini, dapat membantu dalam pemberian asuhan keperawatan yang
tepat pada pasien dengan diagnosA kolelitiasis.

B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dari kolelitiasis
2. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi dari kolelitiasis
3. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi dari kolelitiasis
4. Mahasiswa dapat menjelaskan tanda dan gejala dari kolelitiasis
5. Mahasiswa dapat menjelaskan pathway dari kolelitiasis
6. Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan penunjang dari kolelitiasis
7. Mengetahui pengkajian dari kolelitiasis
8. Mengetahui diagnosis keperawatan pada pasien kolelitiasis
9. Mengetahui fokus intervensi pada pasien kolelitiasis

2 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi kolelitiasis
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung
empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu
atau di dalam saluran empedu. Batu empedu merupakan endapan satu atau
lebih komponen empedu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium,
protein, asam lemak & fosfolipid (Price & Wilson, 2006). Batu yang
ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di
dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter,
edisi 72, 2011). Kolelitiasis adalah batu terbentuk oleh colesterol, kalsium,
bilirubinat atau campuran yang disebabkan oleh perubahan pada komposisi
empedu ( Marlyn E Doengoes, 2002).
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kantung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu,
batu empedu memilki ukuran, bentuk, dan komposisi yang sangat bervariasi.
Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi
insidensnya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah
itu, insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang
diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki batu
empedu (Brunner, 2003).

B. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein
dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang

3 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu, dan infeksi
kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah
kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi
jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu (Denis, 2005)
Menurut Lesmana (2000), Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa
faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang
dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis.
Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus
(kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit
putih, baru orang Afrika)

C. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1)
pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti
batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan
kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua

2 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi
bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan
kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut
dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair
oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi
oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi
kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi
sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik (Schwartz, 2000).
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain
diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan (Lesmana, 2000).
a. Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat
anion ini adalah bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen
(bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin
terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak
terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim
glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/
pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak
terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak, sehingga lama
kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa
menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
b. Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan
berpengaruh dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut
dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan
lesitin (fosfolipid).

3 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


D. Manifestasi klinis
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut
atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada
abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke
punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat banyak
dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi.
Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang.
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri
dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah
terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu
dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi.
Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis)
dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat
bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat
menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat,
sering menimbulkan peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung
empedu (Lesmana, 2000).
A. Rasa nyeri hebat dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung empedu
mengalami distensi kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba
massa pada kuadran I yang menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar ke
punggung dan bahu kanan sehingga menyebabkan rasa gelisah dan tidak
menemukan posisi yang nyaman. Nyeri akan dirasakan persisten (hilang
timbul) terutama jika habis makan makanan berlemak yang disertai rasa
mual dan ingin mual muntah pada pagi hari karena metabolisme di
kandung empedu akan meningkat.
Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran
empedu sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar
(bilirubin, garam empedu dan kolesterol) menyebabkan terjadinya proses
peradangan disekitar hepatobiliar yang mengeluarkan enzim-enzim SGOT
dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat

4 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan menekan
rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan
peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan makanan
tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat
muntah di medula oblongata dan pengaktifan saraf kranialis ke wajah,
kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot-otot abdomen
dan diafragma sehingga menyebabkan muntah.
Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas
usus di sistem pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas maka
terjadilah kembung.
B. Ikterik dan BAK berwarna kuning
Akibat adanya obstuksi saluran empedu menyebabkan eksresi
cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) menurun sehingga feses tidak
diwarnai oleh pigmen empedu dan feses akan berwarna pucat kelabu dan
lengket seperti dempul yang disebut Clay Colored. Selain mengakibatkan
peningkatan alkali fosfat serum, eksresi cairan empedu ke duodenum
(saluran cerna) juga mengakibatkan peningkatan bilirubin serum yang
diserap oleh darah dan masuk ke sirkulasi sistem sehingga terjadi filtrasi
oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin dieksresikan oleh ginjal sehingga
urin berwarna kuning bahkan kecoklatan.
C. Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D,
E, dan K yang larut dalam lemak. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal (Smeltzer, 2002).

E. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi
hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien
terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling

5 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung
empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan
USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil
USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi
batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta
mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien
jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke
kandung empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer, 2002).
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal. (Williams 2003).
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara
langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke
dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan
kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan
batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan
bilier.(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
5. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu)

6 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)

7 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


F. Pathway

Kolestrol

Pembentukan empedu

Mal absorpsi garam empedu penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu

Peningkatan sintesis kolestrol

Berperan sebagai penunjang iritan pada kandung empedu supersaturasi (kejenuhan)getah empedu oleh
kolestrol

Peradangan dalam peningkatan sekresi kolestrol kandung empedu

Kolesterol keluar dari getah empedu

Penyakit kandung empedu (kolesistitis)

Pengendapan kolestrol

Batu empedu

Aliran empedu Obstruksi saluran empedu

Distensi kandung empedu Intervensi bedah Alir balik cairan


Merangsang ujung-ujung saraf Preoperatif
Proses peradangan di
bradikinin dan serotonin Respon psikologis hepatobilier
pada perawatan dan
Saraf aferen simpatis penatalaksanaan pengobatan Pengeluaran enzim
SGOT+SGPT
Thalamus
Kecemasan Iritasi disaluran cerna
Saraf eferen
Merangsang nervus vagus

Menekan rangsangan
Gangguan rasa system saraf parasimpatis
nyaman:nyeri
Menurunya peristaltic
usus dilambung

Makanan tertahan dilambung

Peningkatan rasa mual

Pengaktifan pusat muntah

Gangguan Pembentukan Pengaktifan saraf cranial ke wajah,


Bilirubin kerongkongan serta neuron-neuron
motorik spinalis ke otot-otot abdomen
Ikterus
muntah
Seluruh tubuh menguning

Risiko Pemenuhan
Gangguan Integritas Kulit Nutrisi:kurang dari
kebutuhan tubuh

8 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


G. Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan. Data yang dikumpulkan
meliputi :
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul
meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu
posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien
merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
di riwayat sebelumnya.

9 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
a) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
c) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS)
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya
pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan
karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
d. Pola aktivitas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
anjuran bedrest
3) Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati
4) Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum
meningkat).
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.

H. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan obstruksi atau
spasmeduktus, proses inflamasi

10 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sekresi
bilirubin
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk ingesti dan absorpsi makanan.

I. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
. Kriteria hasil
1. Nyeri dan Tj: a. Observasi Membantu
gangguan rasa dan catat membedakan
Nyeri pada perut
nyaman (nyeri) lokasi,beratn penyebab nyeri
kuadran kanan
berhubungan ya (skala 1- dan memberikan
terkontrol
dengan obstruksi 0) dan informasi tentang
atau spasmeduktus, KH : karakter kemajuan
proses inflamasi. nyeri penyakit
- Pasien
Tanda & gejala (menetap, terjadinya
merasa
yang biasanya hilang komplikasi dan
nyaman
muncul: timbul, keefetifan
dan tidak
Subjektif: kolik) intervensi
merasa
- Pasien b. Jelaskan klien dapat
nyeri
mengatakan pada klien mengerti tentang
- Klien
merasakan tentang sebab nyeri yang
melapork
sakit perut akibat dialamiya dan
an
pada terjadinya bagaimana
nyerinya
kuadran nyeri dan mengatasinya.
berkuran
kanan atas cara
g dan
Objektif mengatasi
atau
nyeri
- Klien hilang
c. Tingkatkan
terlihat (skala 0- Berikan posisi
mobilisasi
meringis 3) fowler rendah ini
dan beri

11 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


menahan - Ekspresi posisi yang menunjukan
nyeri wajah nyaman bagi tekanan intra
- Klien tenang pasien. abdomen, namun
sesekali pasien akan
mengelus melakukan posisi
perut yang
karena menghilangkan
nyeri nyeri secara
alamiah.
d. Gunakan Menurunkan
sprei halus iritasi atau kulit
dan rapi, kering dan rasa
cairan gatal.
kelamin,
minyak
mandi,
kompres air
hangat atau
dingin sesuai
indikasi.
e. Berikan Meningkatkan
pengetahuan istirahat, dan
tekhnik dapat
relaksasi meningkatkan
latihan napas koping.
dalam, dan
berikan
waktu
istirahat.
f. Kolaborasi Dapat
dengan tim menghindari
dokter dalam kesalahan dalam

12 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


pemberian pemberian terapi
terapi obat/infus.
selanjutnya.
2. Resti integritas Tj : Sekresi a. Observasi Memberikan
kulit berhubungan bilirubin normal dan catat dasar untuk
dengan gangguan dan bilirubin derajat deteksi.
sekresi bilirubin terkonjugasi ikterus pada
normal kulit.
Tanda & gejala b. Jaga agar Mencegah
yang biasanya kuku tetap ekskoriasi kulit
muncul Kh: selalu akibat garukan.
Subjektif pendek.
- Kulit
- Klien c. Sering Mencegah
tampak
mengeluhk melakukan kekeringan kulit
normal
an gatal- perawatan dan
kembali
gatal pada kulit, meminimalkan
- Mempert
- Klien mandi tanpa pritus.
ahankan
mengetakan menggunaka
integritas
kulitnya n sabun dan
kulit
sudah gatal- melakukan
- Tidak
gatal dan massase
terdapat
atau kuning dengan
tanda-
…hari lotion
tanda
Objektif pelembut.
kerusaka
- Skelera
n
tampak
integritas
ikterik
kulit
- Kulit pasien
- Mengide
tampak
ntifikasi
kuning
faktor
- Kadar
risiko
bilirubin >

13 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


normal individu
3. Kecemasan Tj : Untuk a. Jelaskan Informasi dapat
berhubungan mengurangi pada pasien menurunkan
dengan perubahan ansietas dan mengenai kecemasan.
status kesehatan. dapat segera prosedur
dilakukan awal dan
Tanda & gejala tindakan infasif persiapan
yang biasa muncul yang
Subjektif dilakukan.
- Klien dan Kh : b. Bantu pasien Dengan
atau - Ansietas untuk keterbukaan dan
keluarga teratasi menetapkan pengertian
mengatakan dan masalahnya tentang persepsi
takut akan tindakan secara jelas. diri dapat
penyakitny infasif diketahui dan
a dapat tindak lanjuti.
- Klien dan dilakuka
Dengan
keluarga n c. Tingkatkan
memberikan
mengatakan - Dapat harga diri
support dapat
takut mengide pasien dan
meningkatkan
terhadap ntifikasi berikan
harga diri pasien,
pengobatan verbaslis support
dan dengan
nya. asi, dan
meningkatkan
Objektif mendem
harga diri
onstrasik
- Klien dan mempunyai
an teknik
keluarga semangat untuk
menurun
terlihat berobat sampai
kan
cemas dan penyakitnya
kecemas
atau panic sembuh.
an
- Klien
- Menunju
terlihat
kkan

14 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


gemetar postur,
ekspresi
wajah,
perilaku,
tingkat
aktifitas
yang
mengga
mbarkan
kecemas
an
menurun
- Mampu
mengide
ntifikasi
dan
verbalisa
si
penyeba
b cemas
4. Resti Ketidak Tj : Nutrisi a. Jelaskan Meningkatkan
seimbangan nutrisi tubuh dapat pada klien pengetahuan dan
: kurang dari terpenuhi dampak dari memotivasi klien
kebutuhan tubuh nutrisi untuk makan.
berhubungan kurang dari
dengan Kh : kebutuhan
ketidakmampuan - Nutrisi tubuh.
untuk ingesti dan kembali b. Jelaskan Meningkatkan
absorbs makanan. normal pada klien motivasi klien
- Berat faktor- untuk melakukan
Tanda & gejala badan faktor yang tindakan
yang biasanya kembali dapat mengetahuai

15 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


muncul normal mengatasi mual.
Subjektif - Mempert mual.
- Klien ahankan c. Anjurkan
Dapat menambah
merasa TD, pada klien
nafsu makan
mual nadi, dan makan
pasien.
- Pasien suhu makanan
mengatakan tubuh yang
terkadang normal hangat.
muntah - Mempert
- Pasien ahankan
mengatakan elastisita
tidak selera s turgor
makan kulit,
Objektif lidah dan
- Klien membran
terlihat e
kurus mukosa
- BB klien lembab.
menurun
- Klien
terlihat
lemas
- Klien
terlihat
mengantuk

16 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman


DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses


keperawatan), Bandung.
Brunner & Sudarth. 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Doenges.E.,marilyn., dkk.2002. Rencana asuhan Keperawatan ed.3. Jakarta. EGC.
Greenberger NJ, Blumberg RS, Burakoff R (2009). Current diagnosis &
treatment gastroenterology, hepatology, & endoscopy. Second Edition
USA: McGraw-Hill, pp: 537-546.
Keperawatan, Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (9 ed.).
Jakarta,EGC.
Lesmana L, 2000, Batu empedu. Dalam :Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi
3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nucleus Precise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise
Nurman A (2007). Batu empedu. Dalam: Sulaiman A, Akbar N, Lesmana LA,
Noer S (eds). Buku ajar ilmu penyakit hati. Edisi pertama. Jakarta :
Jayabadi, pp : 161-173.
Patrick Davey. (2003). At a Glance Medicine. : Erlangga.
Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Schwartz, dkk., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta:
EGC.
Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

17 | Profesi Ners Angkatan ke-23 Universitas Jenderal Soedirman

Anda mungkin juga menyukai