Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

Cholelitiasis (Batu Empedu)

A. Pengertian
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolel
itiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandu
ng empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material miri
p batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise N
ewsletter, edisi 72, 2011). Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam
kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin
dan Sari, 2011).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid
(Price & Wilson, 2005). Kolelitiasis atau biasa disebut batu empedu merupakan
endapan satu atau lebih komponen empedu yaitu kolesterol, bilirubin, garam empedu,
kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid (Price, 2006).
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011).

B. Etiologi
Batu dalam kandung empedu sebagian besar tersusun dari pigmen -pigmen
empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Menurut Muttaqin (2011) yang mengutip beberapa pendapat para ahli, menyebutkan
faktor resiko dan patogenesis batu empedu sebagai berikut:

Jenis Faktor Resiko Patogenesis


Batu
Batu Jenis kelamin Perempuan lebih cenderung untuk mengembangkan
Empedu perempuan batu empedu kolesterol dari pada laki-laki, khususnya
kolesterol pada masa reproduksi. Peningkatan batu empedu
disebabkan oleh faktor esterogen-progesteron
sehingga meningkatkan sekresi kolesterol bilier
(Wong, 2009)
Peningkatan Peningkatan usia baik pada pria maupun wanita
Usia keduanya meningkatkan resiko terbentuknya batu
pada kandung empedu (Ko, 1999)
Obesitas Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolisme
umum, resistensi insulin, diabetes melitus type II,
hipertensi dan hiperlipidemia berhubungan dengan
peningkatan sekresi kolesterol hepatika dan
merupakan faktor resiko utama untuk
mengembangkan batu empedu kolesterol (Donovan
1999)
Kehamilan Kolesterol batu empedu lebih sering terjadi pada
wanita yang mengalami kehamilan multipel. Hal ini
dianggap sebagai faktor utama adalah progesteron
pada saat kehamilan tinggi. Progesteron yang
mengurangi kontraktilitas kandung empedu,
menyebabkan retensi berkepanjangan dan konsentrasi
empedu lebih besar di kandung empedu (Lindseth,
2004)
Statis Billier Kondisi stasis bilier menyebabkan peningkatan resiko
batu empedu. Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi
stasis, seperti cedera tulang belakang, puasa
berkepanjangan atau pemebrian diet nutrisi total
parenteral (TPN, total parenteral nutrition) dan
perubahan berat badan yang berhubungan dengan
kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet, operasi
bypass lambung). Kondisi stasis bilier akan
menurunkan produksi garam empedu ke intestinal
(Portincasa, 2006)
Obat-obatan Esterogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau
untuk pengobatan kanker prostat meningkatkan resiko
batu empedu kolesterol (Wang, 2009). Clofibrate dan
obat fibrate hipolipidemic meningkatkan pengeluaran
kolesterol hepatik melalui sekresi bilier dan
tampaknya meningkatkan resiko batu empedu
kolesterol (Shaffer, 2005). Analog somastostatin
muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu
dengan mengurangi pengosongan kandung empedu
(Chiang, 2008)
Keturunan Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor
predisposisi tampaknya adalah turun temurun, seperti
yang dinilai penelitian terhadap kembar identik dan
fraternal (Heuman, 2009). Kasus jarang pada sindrom
fosfolipid rendah terkait kolelitiasis yang terjadi pada
individu dengan kekurangan turun-temurun dari
transportasi bilier lesitin protein yang diperlukan
untuk sekresi (Ko, 2002)
Infeksi Bilier Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat
memegang peranan sebagian pada peningkatan batu
dengan meningkatkan dekuamasi seluler dan
pembentukan mukus. Mukus akan meningkatkan
viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi.
Infeksi lebih sering sebagi akibat pembentukan batu
empedu dibanding infeksi yang menyebabkan
pembentukan batu (Ko, 2002)
Gangguan Pasien pasca reseksi dan penyakit crohn memiliki
Intestinal resiko penurunan atau kehilangan garam empedu dari
intestinal. Garam empedu merupakan agen pengikat
kolesterol, penurunan garam empedu jelas akan
meningkatkan konsentrasi kolestrasi dan
meningkatkan resiko batu empedu (Sibernagi, 2007)
Batu Pada sebagian Kondisi batu empedu ini terjadi pada individu dengan
Kalsium, besar kasus ketidakseimbangan tinggi pada pergantian heme.
Bilirubin tidak ada Gangguan hemolisis berhubungan dengan batu
dan faktor resiko empedu pigmen ternasuk anemia sel sabit sperocytosis
Pigmen yang dapat herediter dan betatalasemia (Chiang, 2008). Pada
Hitam diidentifikasi sirosis hipertensi portal menyebabkan splenomegali,
hal ini pada gilirannya menyebabkan karantina sel
darah merah, yang menyebabkan peningkatan
turnover hemoglobin. Sekitar setengah dari semua
pasien memiliki pigmen sirotik batu empedu (Ko,
2002)
Batu Infeksi Bilier Prasyarat untuk pembentukan batu pigmen coklat
Pigmen meliputi kolonisasi empedu dengan bakteri dan stasis
Coklat intraduktal. Di Amerika Serikat, kombinasi ini paling
sering dujumpai pada pasien dengan pasca operasi
striktur bilier atau kista koledokus. Dalam
hepatolitiasias, suatu kondisi yang dihadapi terutama
di Asia Timur, pembentukan batu pigmen cokklat
intraduktal menyertai pada kondisi striktur ekstra
hepatik, seluruh intra hepatik, dan saluran empedu.
Kondisi ini menyebabkan kolangitis berulang pada
predisposisi ke stasis bilier dan cholangiocarsinoma.
Etiologi tidak diketahui tapi hati telah terlibat
(Heuman, 2009)
Puasa Puasa menyebabkan gerakan kandung empedu lambat
dan menyebabkan empedu menjadi pekat sehingga
mempermudah terjadinya batu empedu.
Kehilangan Kehilangan berat badan yang cepat dapat
berat badan menyebabkan pengeluaran lebih banyak kolesterol
oleh hati dan menyebabkan pembentukan batu.
Diabetes. Penderita diabetes cenderung mengalami peningkatan
kadar trigliserid yang mempermudah terjadinya batu
empedu
C. Tanda dan gejala
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan, rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar.
Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan
nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan
inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum
akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal
pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu,
dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored”.
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
D. Patofisiologi
Ada 2 tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan
batu yang terutama tersusun dari kolesterol. Batu pigmen kemungkinan akan
terbentuk bila pigmen yang tak terkontinyugasi dalam emepdi mengadakan presipitasi
(pengendapan) sehingga terjadi batu.
Batu ini bertanggung jawab atas sepertiga dari pasien-pasien batu empedu di
Amerika Serikat. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien
sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan
harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol bertanggung jawab atas sebagian besar kasus yaitu emedu
lainnya di Amerika Serikat. Kolesterol yang merupakan unsure normal pembentuk
empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam
empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu.
Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan
sintosis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati : keadaan ini
mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari
getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh
kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai
irisan yang meyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
Phatway
Bakteri
Kehamilan
Anemia hemolitik (Kolangitis,
Sirosis hepatis Kolestitis)
Peningkatan kadar
progesteron Penurunan
puasa berkepanjangan, atau Bilirubin Tidak Pembentukan
Terkonjugasi Misel
pemberian diet nutrisi total
parenteral (TPN, total parental Statis Bilier
nutrition), dan penurunan berat
badan yang berhubungan dengan Kalsium Kalsium
Penurunan Garam Bilirubinat Palmitat Dan
kalori dan pembatasan lemak
Empedu Stearat
(misalnya diet, vagotomi, dan
operasi bypass lambung) Batu Pigmen

Obesitas, Resistensi Insulin,


Diabetes Militus Tipe II, Hipertensi, Batu Kolesterol
Dan Hiperlipidemia

Batu Empedu
Peningkatan Ikterus
Sekresi Klesterol
Oklusi dan
Obstruksi dari
batu
Intervensi Bedah, Intervensi Obstruksi Duktus
Litotripsi, Intervensi Endoscopy Sistikus Atau Duktus
Pola Napas Tidak Biliaris
Efektif

Tekanan Diduktus
Preoperatif Pascaoperatif Biliaris Akan
Meningkat Dan
Peningkatan Kontraksi
Respon Psikologis Respon Lokal Peristaltik
Port de entree
Misinterpretasi Saraf
Pascabedah
Perawatan Dan
Penatalaksanaan
Pengobatan Nyeri Nyeri
Gangguan Respon
Kerusakan Gastrointestinal
Sistemik
Resiko Infeksi Jaringan
cemas Pasca Bedah
Mual, Muntah Peningkatan
Kelelahan, Malaise, Anoreksia suhu tubuh
Pemakaian Energi
Berlebihan Pasca-
Nyeri
Intake Nutrisi Hipertermi
Cairan Tidak
Adekuat
Intoleransi
Aktivitas Perubahan Nutrisi Kekurangan
Kurang Dari Cairan Dan
Penurunan
Kebutuhan Tubuh Elektrolit
Cairan
Tubuh

Gambar 2.2 Patofisiologi Kolelitiasis (Muttaqin, 2011)


E. Komplikasi
Girsang (2013) menyebutkan komplikasi dari kolelitiasis adalah :
1. Kolesistisis : Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat
oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis : Peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran
menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Hidrops : Disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi
lagi empedu pada kandung empedu yang normal.
4. Empiema : Kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan
jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
5. Perforasi : Perforasi lokal biasanya tertahan oleh adhesi yang ditimbulkan oleh
peradangan berulang kandung empedu. Perforasi bebas lebih jarang terjadi
tetapi mengakibatkan kematian sekitar 30%.
6. Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan
batu empedu yang besar kedalam lumen usus.
Selain itu, komplikasi dari koleliatiasis menurun Suratun (2010) adalah :
1. Obstruksi duktus sistikus
2. Kolik bilier
3. Perikolistitis
4. Peradangan pankreas (pankreatitis)
5. Fistel kolesistoenterik
6. Batu empedu sekunder (pada 2-6% klien) saluran empedu menciut kembali dan
batu muncul lagi)

F. Faktor Resiko
1. Adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya
2. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
3. Usia lebih dari 40 tahun .
4. Kegemukan (obesitas).
5. Faktor keturunan
6. Aktivitas fisik
7. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
8. Hiperlipidemia
9. Diet tinggi lemak dan rendah serat
10. Pengosongan lambung yang memanjang
11. Nutrisi intravena jangka lama
12. Dismotilitas kandung empedu
13. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
14. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis
dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu).

G. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas dan istirahat:
Subyektif : kelemahan
Obyektif : kelelahan
2. Sirkulasi : Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3. Eliminasi :Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas,
urine pekat.
4. Makan / minum (cairan)
Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
- Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
- Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
- Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
- Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.

Obyektif :

- Kegemukan.
- Kehilangan berat badan (kurus).
5. Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
- Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
- Nyeri apigastrium setelah makan.
- Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif : Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku
hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak
nyaman.
7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung
perdarahan ( defisiensi Vit K ).
8. Belajar mengajar :
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu
kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran
cerna bagian bawah.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
b. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
c. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
d. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena
obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2
- 6 mnt).
e. Enzim hati serum-AST (SGOT) ;ALT (SGPT);LDH;agak meningkat, ditandai
obstruksi bilier
f. Ultrasond : menyatakan kalkuli dan distensi kandung empedu dan / duktus
empedu
g. Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik : memperlihatkan percabangan
bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum
h. Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran denganfluoroskopi
antara penyakit kandung empedu dan kanker pankreas (bila ikterik ada)
i. Kolesistogram ( untuk kolesistitis kronik ) : menyatakan batu pada sistem
empedu. Kontraindikasi pada kolesistitis karena pasien terlalu lemah untuk
menelan zat lewat mulut
j. Skan CT : dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu dan
membedakan antara ikterik obstruksi / non obstruksi
k. Skan hati ( dengan zat radioaktif ) : menunjukkan obsruksi percabangan bilier
l. Foto abdomen ( multiposisi) : menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu
empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu
m. Foto dada : menunjukkan pernapasan yang menyebabkan penyebaran nyeri

I. Penatalaksaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah
dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
a. Penatalaksanaan Non bedah
1) Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan
antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan
evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
memburuk (Smeltzer, SC dan Bare, BG 2002).
Manajemen terapi :
- Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
- Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
- Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
- Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi
syok.
- Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2) Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acidlebih dipilih dalam
pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih
banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,
peningkatan aminotransferase dan hiperkolesterolemia sedang.

3) Disolusi kontak
Terapi contact dissolutionadalah suatu cara untuk menghancurkan batu
kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu
melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter
nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini
dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan
batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat
menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu.

4) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)


Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung
empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut
menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer & Bare, 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis
biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini.

5) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak
masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi.
Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu
yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus.
ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus.
Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7%
mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan
pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu
saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.

b. Penatalaksanaan Bedah
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak
ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan
ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan
di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali
bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih
sering selama kolesistektomi laparoskopi.

J. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Pre Operasi
1 DS: Penyakit/trauma Hipertermi
- Biasanya Pasien
mengeluh demam
DO:
- Pasien tampak teraba
panas
- Wajah pasien tampak
memerah
- Suhu tubuh diatas
rentang normal
2. DS : Agen injuri biologis nyeri
- Biasanya Pasien
mengeluh nyeri
DO :
- Pasien tampak
meringis kesakitan
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak pucat

3 DS : Kurang informasi cemas


- Klien mengatakan
cemas terhadap
prosedur pembedahan
yang akan dilakukan
DO :
- Kontak mata kurang
- Kurang istirahat
- Berfokus pada diri
sendir
- Iritabilitas
- Takut
- Nyeri perut
- Penurunan TD dan
denyut nadi
- Diare, mual,
kelelahan
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut
kering
- Peningkatan TD,
denyut nadi, RR

Post operasi
1 DS : Agen injuri biologis nyeri
- Biasanya Pasien
mengeluh nyeri
DO :
- Pasien tampak
meringis kesakitan
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak pucat

2 DS: intake nutrisi yang Ketidakseimbangan


- Biasanya Pasien tidak adekuat akibat Nutrisi: kurang dari
mengatakan tidak mual,muntah dan kebutuhan tubuh
nafsu makan nafsu makan yang
- pasien mengalami menurun
penurunan berat badan
- klien mudah merasa
kenyang sesaat setelah
makan
DO :
- konjungtiva tampak
pucat
- tampak lemah
- tampak kurang
berminat terhadap
makanan
3 DS: kegagalan Kekurangan volume
- biasanya Pasien mekanisame cairan dan elektrolit
mengatakan sering pengaturan akibat
merasa haus dan lemas pendarahan
DO : ekstraseluler
- Mukosa bibir kering
- Kulit kering
- Suhu tubuh meningkat
- Penurunan denyut nadi
dan tekanan darah
4 DS : nyeri Pola napas tidak
- Biasanya Pasien efektif
mengatakan sesak
DO :
- Napas pendek
- Tampak Tahap
ekspirasi berlangsung
sangat lama
- Tampak
Menggunakan otot
pernapasan tambahan
5 DS : - Ketidakadekuatan Resiko infeksi
DO : - system imun
6 DS: Ketidakseimbangan Intolenransi aktivitas
- Biassanya Pasien antara suplai oksigen
mengatakan sering dengan kebutuhan
merasa lelah, lemas
susah melakukan
kegiatan hari-hari
DO:
- Pasien tampak
kelalahan dan lemas
- ADL di bantu
- Adanya dyspnea saat
beraktivitas
K. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
2. Nyeri berhubungan dengan agen injuri biologis
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi

Post Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri biologis


2. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat akibat mual,muntah dan nafsu makan yang menurun
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisame
pengaturan akibat pendarahan ekstraseluler
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan nyeri
5. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan system imun\
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan tubuh

L. Nursing Care Planning

N Diangnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


o Keperawat (Nursing Outcome) (Nursing Intervention
an Classication)
Pre operasi
1 Hiperterm Setelah di lakukan tindakan FEVER TREATMENT
i b/d keperawatan selama …. x 24 jam 1. Monitor suhu sesering
penyakit di harapkan suhu klien dalam mungkin
rentang normal 2. Monitor IWL
kriteria hasil: 3. Monitor warna dan
Thermoregulation suhu kulit
Indikator Ir Er 4. Monitor tekanan darah,
Temperature kulit nadi dan respirasi
sesuai dengan yang 5. Monitor tingkat
diharapkan penurunan kesadaran
Temperature tubuh 6. Monitor WBC,Hb, HCt
sesuai dengan yang 7. Monitor intake dan
diharapkan output
Tidak ada sakit 8. Berikan antipiretik
kepala 9. Berikan pengobatan
Tidak ada nyeri otot untuk mengatasi
Tidak ada perubahan demam
warna kulit 10. Selimuti pasien
Tidak ada tremor 11. Lakukan tapid sponge
atau gemetar 12. Berikan cairan
Berkeringat saat intravena
kepanasan 13. Kompres pasien pada
Menggigil saat lipat paha dan aksila
kedinginan 14. Tingkatkan sirkulasi
Denyut nadi sesuai udara
yang diharapkan 15. Bedrest
Hidrasi adekuat 16. Berikan pengobatan
Pernafasan sesuai untuk mencegah
dengan yang terjadinya menggigil
diharapkan
Melaporkan
kenyamanan suhu
tubuh
ket:
1. Keluhan Ekstrim
2. Keluhan Berat
3. Keluhan Sedang
4. Keluhan Ringan
5. Keluhan Tidak ada
2 Nyeri Setelah dilakukan tindakan PAIN MANAGEMENT
berhubung keperawatan selama.....x 24 jam (Manajemen nyeri)
an dengan klien tidak mengalami nyeri, 1. Lakukan pengkajian
agen dengan kriteria hasil: nyeri secara
injury Pain Level komprehensif termasuk
biologis Indikator Ir Er lokasi, karakteristik,
Mengontrol nyeri durasi, frekuensi,
Melaporkan nyeri kualitas dan faktor
Mengenali nyeri presipitasi
Rasa nyaman 2. Observasi reaksi
Tanda vital normal nonverbal dari
Gangguan tidur ketidaknyamanan
Ket : 3. Bantu pasien dan
1. : kuat keluarga untuk mencari
2. : berat dan menemukan
3. : sedang dukungan
4. :Ringan 4. Kontrol lingkungan
5. : Tidak ada yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
5. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
7. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri:
……...
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
3 Cemas Setelah dilakukan asuhan selama Anxiety Reduction
berhubung ….x 24 jam klien kecemasan (penurunan kecemasan)
an dengan teratasi dgn 1. Gunakan pendekatan
kurangnya kriteria hasil: yang menenangkan
informasi - KOntrol kecemasan 2. Nyatakan dengan jelas
- Koping harapan terhadap
Indikator Ir Er pelaku pasien
Klien mampu 3. Jelaskan semua
mengidentifikasi prosedur dan apa yang
dan dirasakan selama
mengungkapkan prosedur
gejala cemas 4. Temani pasien untuk
Mengidentifikasi, memberikan keamanan
mengungkapkan dan mengurangi takut
dan menunjukkan 5. Berikan informasi
tehnik untuk faktual mengenai
mengontol cemas diagnosis, tindakan
Vital sign dalam prognosis
batas normal 6. Libatkan keluarga
untuk mendampingi
Postur tubuh, klien
ekspresi wajah, 7. Instruksikan pada
bahasa tubuh dan pasien untuk
tingkat aktivitas menggunakan tehnik
menunjukkan relaksasi
berkurangnya 8. Dengarkan dengan
kecemasan penuh perhatian
1. Keluhan ekstrem 9. Identifikasi tingkat
2. Keluhan berat kecemasan
3. Keluhan sedang 10. Bantu pasien mengenal
4. Keluhan ringan situasi yang
5. Tidak ada keluhan menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
12. Kelola pemberian obat
anti cemas:....

Post operasi
1 Nyeri Setelah dilakukan tindakan PAIN MANAGEMENT
berhubung keperawatan selama.....x 24 jam (Manajemen nyeri)
an dengan klien tidak mengalami nyeri, 6. Lakukan pengkajian
agen dengan kriteria hasil: nyeri secara
Injury Pain Level komprehensif termasuk
biologis Indikator Ir Er lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
Mengontrol nyeri
kualitas dan faktor
Melaporkan nyeri presipitasi
7. Observasi reaksi
Mengenali nyeri nonverbal dari
Rasa nyaman ketidaknyamanan
8. Bantu pasien dan
Tanda vital normal keluarga untuk mencari
Gangguan tidur dan menemukan
dukungan
Ket : 9. Kontrol lingkungan
1. : kuat yang dapat
2. : berat mempengaruhi nyeri
3. : sedang seperti suhu ruangan,
4. :Ringan pencahayaan dan
5. : Tidak ada kebisingan
10. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
13. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: ……...
14. Tingkatkan istirahat
15. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
16. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
2 Perubahan Setelah di lakukan tidakan NUTRIONAL
Nutrisi: keperawatan selama… x 24 jam MANAGEMENT
kurang di harapkan Gg.pemenuhan (Manajemen Nutrisi)
dari Nutrisi teratasi 1. Kaji Pola Makan Klien
kebutuhan kriteria hasil: 2. Kaji Adanya Alergi
tubuh Nutritional Status Makanan.
intake b/d: 3. Kaji Makanan Yang
nutrisi Indikator Ir Er Disukai Oleh Klien.
yang tidak Bb Stabil 4. Kolaborasi Dg Ahli
adekuat Tidak Maal Nutrisi Gizi Untuk Penyediaan
akibat Energi Adekuat Nutrisi Terpilih Sesuai
mual,munt Nutrisi Adekuat Dengan Kebutuhan
ah dan Ket : Klien.
nafsu 1 : Kuat 5. Anjurkan Klien Untuk
makan 2 : Berat Meningkatkan Asupan
yang 3 : Sedang Nutrisinya.
menurun 4 :Ringan 6. Yakinkan Diet Yang
5 : Tidak Ada Dikonsumsi
Mengandung Cukup
Serat Untuk Mencegah
Konstipasi.
7. Berikan Informasi
Tentang Kebutuhan
Nutrisi Dan Pentingnya
Bagi Tubuh Klien.

Monitor Nutrisi
1. Monitor Bb Setiap Hari
Jika Memungkinkan.
2. Monitor Respon Klien
Terhadap Situasi Yang
Mengharuskan Klien
Makan.
3. Monitor Lingkungan
Selama Makan.
4. Jadwalkan Pengobatan
Dan Tindakan Tidak
Bersamaan Dengan
Waktu Klien Makan.
5. Monitor Adanya Mual
Muntah.
6. Monitor Adanya
Gangguan Dalam
Proses Mastikasi/Input
Makanan Misalnya
Perdarahan, Bengkak
Dsb.
7. Monitor Intake Nutrisi
Dan Kalori.
3 Kekurang Setelah dilakukan tindakan FLUID MANAGEMENT
. an volume keperawatan selama …x 24 jam (Managemen cairan)
cairan diharapkan keseimbangan cairan 1. Pertahankan catatan
berhubung klien terpenuhi intake dan ouput yang
an dengan Kriteria Hasil : akurat
kegagalan Fluid balance 2. Monitor status hidrasi
mekanisa Indikator Ir Er 3. Monitor vital sign
me Tanda-tanda vital 4. Monitor masukan
pengatura dalam batas normal makanan atau cairan
n akibat Tidak ada hipotensi 5. Kolaborasi pemberian
pendaraha cairan atau makanan
n Nadi perifer teraba 6. Monitor status nutrisi
ekstraselul dengan jelas 7. Dorong masukan oral
er Intake dan output 24 8. Berikan pengganti
jam seimbang nasogatrik sesuai
Berat badan stabil output
9. Dorong keluarga untuk
Tidak ada pusing membantu klien makan
Hidrasi kulit

Membrane mukosa
lembab

1. Keluhan ekstrem
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
4 Pola napas Setelah dilakukan tindakan AIRWAY MANAGEMENT
tidak keperawatan selama ….x24 jam (manajemen jalan
efektif diharapkan pola napas tidak napas)
berhubung efektif teratasi 1. Buka jalan napas,
an dengan Kriteria hasil : gunakan tehnik chin lift
nyeri Respiratory status: airway atau jaw thrust bila
patency perlu
Indikator Ir Er 2. Posisikan pasien untuk
Frekuensi memaksimalkan
pernapasan sesuai ventilasi
yang diharapkan 3. Identifikasi pasien
Irama napas sesuai perlu adanya
yang diharapkan pemasangan alat jalan
napas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
Kedalaman 5. Lakukan fisioterapi
inspirasi dada bila perlu
6. Keluarkan secret
Bernapas mudah dengan batuk atau
Pengeluaran suction
sputum pada jalan 7. Lakukan suction pada
napas mayo
Bersuara secara 8. Berikan bronkodilator
adekuat bila perlu
Ekspulsi udara 9. Berikan pelembab
Tidak terdapat udara
konstraksi dada 10. Atur intake untuk
Tidak didapatkan cairan mengoptimalkan
dispnea keseimbangan
11. Monitor respirasi dan
Auskultasi suara
status O2
sesuai yang
diharapkan
Asukultasi vocal
sesuai yang
diharapkan

17. Keluhan ekstrem


18. Keluhan berat
19. Keluhan sedang
20. Keluhan ringan
21. Tidak ada keluhan

5 Resiko Setelah dilakukan tindakan INFECTION CONTROL


infeksi keperawatan selama……x 24 jam 1. Bersihkan lingkungan
berhubung diharapkan infeksi tidak terjadi setelah dipakai pasien
an dengan Kriteria hasil : lain
ketidakade Risk Control 2. Perhankan tehnik
kuatan Indikator Ir Er isolasi
status Pengetahuan tentang 3. Batasi pengunjung bila
imun resiko perlu
Memonitor faktor 4. Instruksikan pada
resiko dari pengunjung untuk
lingkungan mencuci tangan saat
Memonitor faktor berkunjung
resiko dari perilaku meninggalkan pasien
personal 5. Gunakan sabun anti
Mengembangkan mikroba untuk cuci
strategi control tangan
resiko yang efektif 6. Cuci tangan sebelum
Mengatur strategi dan sesudah tindakan
pengontrolan resiko keperawatan
seperti yang 7. Gunakan baju, sarung
dibutuhkan tangan sebagau
pelindung diri
Berkomitmen dengan 8. Ganti letak IV perifer
strategi control dan line central dan
resiko yang dressing sesuai dengan
direncanakan petunjuk umum
Memodifikasi gaya 9. Gunakan kateter
hidup untuk intermiten untuk
mengurangi resiko menurunkan infeksi
Mengenali perubahan kandung kencing
status kesehatan 10. Tingkatkan intake
Keterangan : nutrisi
1. Keluhan ekstrem 11. Berikan terapi
2. Keluhan berat antibiotic bila perlu
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
6 Intolenran Setelah dilakukan tindakan ACTIVITY THERAPY
si aktivitas keperawatan selama …...x24 jam 1. Tentukan penyebab
b/d diharapkan aktivitas klien toleransi aktivitas
ketidaksei meningkat (fisik, psikologi, atau
mbangan Kriteria hasil : motivasional)
suplai Activity Tolerance 2. Berikan periode
oksigen Indikator Ir Er istrahat selama
dengan Saturasi oksigen beraktivitas
kebutuhan dalam rentang 3. Pantau respon
tubuh normal kardiopulmonal
Tanda-tanda vital sebelum dan setelah
dalam rentang melakukan aktivitas
normal 4. Minimalkan kerja
EKG dalam batas kardiovaskular dengan
normal memberikan posisi dari
tidur ke posisi setengah
Warna kulit duduk
Langkah berjalan 5. Jika memungkinkan
tingkatkan aktivitas
kuat secara bertahap (dari
Jarak berjalan duduk, jalan, aktivitas
Laporan ADL maksimal)
6. Pastikan perubahan
Ket : posisi klien secara
6. Keluhan ekstrem perlahan dan monitor
7. Keluhan berat gejala dari intoleransi
8. Keluhan sedang aktivitas
9. Keluhan ringan 7. Monitor dan catat
10. Tidak ada keluhan kemampuan untuk
mentoleransi aktivitas
8. Monitor intake nutrisi
untuk memastikan
kecukupan sumber
energy
9. Ajarkan klien
bagaimana
menggunakan tehnik
mengontrol pernapasan
ketika beraktivitas.

\
Daftar Pustaka

Arif muttaqin dan kumala sari, 2011 Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah.

Brruner & suddarth, 2001 Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Dongoes. M.E, 2000 Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Harisson. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Vol 4. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai