A. Pengertian
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolel
itiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandu
ng empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material miri
p batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise N
ewsletter, edisi 72, 2011). Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam
kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin
dan Sari, 2011).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid
(Price & Wilson, 2005). Kolelitiasis atau biasa disebut batu empedu merupakan
endapan satu atau lebih komponen empedu yaitu kolesterol, bilirubin, garam empedu,
kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid (Price, 2006).
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011).
B. Etiologi
Batu dalam kandung empedu sebagian besar tersusun dari pigmen -pigmen
empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Menurut Muttaqin (2011) yang mengutip beberapa pendapat para ahli, menyebutkan
faktor resiko dan patogenesis batu empedu sebagai berikut:
Batu Empedu
Peningkatan Ikterus
Sekresi Klesterol
Oklusi dan
Obstruksi dari
batu
Intervensi Bedah, Intervensi Obstruksi Duktus
Litotripsi, Intervensi Endoscopy Sistikus Atau Duktus
Pola Napas Tidak Biliaris
Efektif
Tekanan Diduktus
Preoperatif Pascaoperatif Biliaris Akan
Meningkat Dan
Peningkatan Kontraksi
Respon Psikologis Respon Lokal Peristaltik
Port de entree
Misinterpretasi Saraf
Pascabedah
Perawatan Dan
Penatalaksanaan
Pengobatan Nyeri Nyeri
Gangguan Respon
Kerusakan Gastrointestinal
Sistemik
Resiko Infeksi Jaringan
cemas Pasca Bedah
Mual, Muntah Peningkatan
Kelelahan, Malaise, Anoreksia suhu tubuh
Pemakaian Energi
Berlebihan Pasca-
Nyeri
Intake Nutrisi Hipertermi
Cairan Tidak
Adekuat
Intoleransi
Aktivitas Perubahan Nutrisi Kekurangan
Kurang Dari Cairan Dan
Penurunan
Kebutuhan Tubuh Elektrolit
Cairan
Tubuh
F. Faktor Resiko
1. Adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya
2. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
3. Usia lebih dari 40 tahun .
4. Kegemukan (obesitas).
5. Faktor keturunan
6. Aktivitas fisik
7. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
8. Hiperlipidemia
9. Diet tinggi lemak dan rendah serat
10. Pengosongan lambung yang memanjang
11. Nutrisi intravena jangka lama
12. Dismotilitas kandung empedu
13. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
14. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis
dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu).
G. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas dan istirahat:
Subyektif : kelemahan
Obyektif : kelelahan
2. Sirkulasi : Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3. Eliminasi :Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas,
urine pekat.
4. Makan / minum (cairan)
Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
- Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
- Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
- Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
- Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
- Kegemukan.
- Kehilangan berat badan (kurus).
5. Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
- Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
- Nyeri apigastrium setelah makan.
- Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif : Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku
hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak
nyaman.
7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung
perdarahan ( defisiensi Vit K ).
8. Belajar mengajar :
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu
kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran
cerna bagian bawah.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
b. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
c. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
d. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena
obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2
- 6 mnt).
e. Enzim hati serum-AST (SGOT) ;ALT (SGPT);LDH;agak meningkat, ditandai
obstruksi bilier
f. Ultrasond : menyatakan kalkuli dan distensi kandung empedu dan / duktus
empedu
g. Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik : memperlihatkan percabangan
bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum
h. Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran denganfluoroskopi
antara penyakit kandung empedu dan kanker pankreas (bila ikterik ada)
i. Kolesistogram ( untuk kolesistitis kronik ) : menyatakan batu pada sistem
empedu. Kontraindikasi pada kolesistitis karena pasien terlalu lemah untuk
menelan zat lewat mulut
j. Skan CT : dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu dan
membedakan antara ikterik obstruksi / non obstruksi
k. Skan hati ( dengan zat radioaktif ) : menunjukkan obsruksi percabangan bilier
l. Foto abdomen ( multiposisi) : menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu
empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu
m. Foto dada : menunjukkan pernapasan yang menyebabkan penyebaran nyeri
I. Penatalaksaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah
dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
a. Penatalaksanaan Non bedah
1) Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan
antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan
evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
memburuk (Smeltzer, SC dan Bare, BG 2002).
Manajemen terapi :
- Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
- Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
- Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
- Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi
syok.
- Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2) Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acidlebih dipilih dalam
pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih
banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,
peningkatan aminotransferase dan hiperkolesterolemia sedang.
3) Disolusi kontak
Terapi contact dissolutionadalah suatu cara untuk menghancurkan batu
kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu
melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter
nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini
dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan
batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat
menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu.
b. Penatalaksanaan Bedah
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak
ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan
ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan
di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali
bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih
sering selama kolesistektomi laparoskopi.
J. Analisa Data
Post operasi
1 DS : Agen injuri biologis nyeri
- Biasanya Pasien
mengeluh nyeri
DO :
- Pasien tampak
meringis kesakitan
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak pucat
Post Operasi
Post operasi
1 Nyeri Setelah dilakukan tindakan PAIN MANAGEMENT
berhubung keperawatan selama.....x 24 jam (Manajemen nyeri)
an dengan klien tidak mengalami nyeri, 6. Lakukan pengkajian
agen dengan kriteria hasil: nyeri secara
Injury Pain Level komprehensif termasuk
biologis Indikator Ir Er lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
Mengontrol nyeri
kualitas dan faktor
Melaporkan nyeri presipitasi
7. Observasi reaksi
Mengenali nyeri nonverbal dari
Rasa nyaman ketidaknyamanan
8. Bantu pasien dan
Tanda vital normal keluarga untuk mencari
Gangguan tidur dan menemukan
dukungan
Ket : 9. Kontrol lingkungan
1. : kuat yang dapat
2. : berat mempengaruhi nyeri
3. : sedang seperti suhu ruangan,
4. :Ringan pencahayaan dan
5. : Tidak ada kebisingan
10. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
13. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: ……...
14. Tingkatkan istirahat
15. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
16. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
2 Perubahan Setelah di lakukan tidakan NUTRIONAL
Nutrisi: keperawatan selama… x 24 jam MANAGEMENT
kurang di harapkan Gg.pemenuhan (Manajemen Nutrisi)
dari Nutrisi teratasi 1. Kaji Pola Makan Klien
kebutuhan kriteria hasil: 2. Kaji Adanya Alergi
tubuh Nutritional Status Makanan.
intake b/d: 3. Kaji Makanan Yang
nutrisi Indikator Ir Er Disukai Oleh Klien.
yang tidak Bb Stabil 4. Kolaborasi Dg Ahli
adekuat Tidak Maal Nutrisi Gizi Untuk Penyediaan
akibat Energi Adekuat Nutrisi Terpilih Sesuai
mual,munt Nutrisi Adekuat Dengan Kebutuhan
ah dan Ket : Klien.
nafsu 1 : Kuat 5. Anjurkan Klien Untuk
makan 2 : Berat Meningkatkan Asupan
yang 3 : Sedang Nutrisinya.
menurun 4 :Ringan 6. Yakinkan Diet Yang
5 : Tidak Ada Dikonsumsi
Mengandung Cukup
Serat Untuk Mencegah
Konstipasi.
7. Berikan Informasi
Tentang Kebutuhan
Nutrisi Dan Pentingnya
Bagi Tubuh Klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor Bb Setiap Hari
Jika Memungkinkan.
2. Monitor Respon Klien
Terhadap Situasi Yang
Mengharuskan Klien
Makan.
3. Monitor Lingkungan
Selama Makan.
4. Jadwalkan Pengobatan
Dan Tindakan Tidak
Bersamaan Dengan
Waktu Klien Makan.
5. Monitor Adanya Mual
Muntah.
6. Monitor Adanya
Gangguan Dalam
Proses Mastikasi/Input
Makanan Misalnya
Perdarahan, Bengkak
Dsb.
7. Monitor Intake Nutrisi
Dan Kalori.
3 Kekurang Setelah dilakukan tindakan FLUID MANAGEMENT
. an volume keperawatan selama …x 24 jam (Managemen cairan)
cairan diharapkan keseimbangan cairan 1. Pertahankan catatan
berhubung klien terpenuhi intake dan ouput yang
an dengan Kriteria Hasil : akurat
kegagalan Fluid balance 2. Monitor status hidrasi
mekanisa Indikator Ir Er 3. Monitor vital sign
me Tanda-tanda vital 4. Monitor masukan
pengatura dalam batas normal makanan atau cairan
n akibat Tidak ada hipotensi 5. Kolaborasi pemberian
pendaraha cairan atau makanan
n Nadi perifer teraba 6. Monitor status nutrisi
ekstraselul dengan jelas 7. Dorong masukan oral
er Intake dan output 24 8. Berikan pengganti
jam seimbang nasogatrik sesuai
Berat badan stabil output
9. Dorong keluarga untuk
Tidak ada pusing membantu klien makan
Hidrasi kulit
Membrane mukosa
lembab
1. Keluhan ekstrem
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
4 Pola napas Setelah dilakukan tindakan AIRWAY MANAGEMENT
tidak keperawatan selama ….x24 jam (manajemen jalan
efektif diharapkan pola napas tidak napas)
berhubung efektif teratasi 1. Buka jalan napas,
an dengan Kriteria hasil : gunakan tehnik chin lift
nyeri Respiratory status: airway atau jaw thrust bila
patency perlu
Indikator Ir Er 2. Posisikan pasien untuk
Frekuensi memaksimalkan
pernapasan sesuai ventilasi
yang diharapkan 3. Identifikasi pasien
Irama napas sesuai perlu adanya
yang diharapkan pemasangan alat jalan
napas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
Kedalaman 5. Lakukan fisioterapi
inspirasi dada bila perlu
6. Keluarkan secret
Bernapas mudah dengan batuk atau
Pengeluaran suction
sputum pada jalan 7. Lakukan suction pada
napas mayo
Bersuara secara 8. Berikan bronkodilator
adekuat bila perlu
Ekspulsi udara 9. Berikan pelembab
Tidak terdapat udara
konstraksi dada 10. Atur intake untuk
Tidak didapatkan cairan mengoptimalkan
dispnea keseimbangan
11. Monitor respirasi dan
Auskultasi suara
status O2
sesuai yang
diharapkan
Asukultasi vocal
sesuai yang
diharapkan
\
Daftar Pustaka
Arif muttaqin dan kumala sari, 2011 Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah.
Dongoes. M.E, 2000 Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC