Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLELITIASIS

I. Pengertian
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran
empedu (duktus koledekus) atau keduanya. (muttaqin, 2011).
Kolelitiasis adalah batu empedu yang biasanya terbentuk dalam kandungan empedu
dari unsur-unsue padat yang membentuk cairan empedu. (suzane c. Smeltzer, 2002).
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat batu empedu didalam
kandung empedu (visika felea) dan unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu
yang memiliki ukuran bentuk dan komposisi yang bervariasi.

II. Etiologi
Batu dalam kandung empedu sebagian besar tersusun dari pigmen -pigmen empedu
dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Menurut Muttaqin
(2011) yang mengutip beberapa pendapat para ahli, menyebutkan faktor resiko dan
patogenesis batu empedu sebagai berikut.

Jenis Batu Faktor Resiko Patogenesis

Batu Jenis kelamin Perempuan lebih cenderung untuk mengembangkan batu


perempuan empedu kolesterol dari pada laki-laki, khususnya pada masa
Empedu reproduksi. Peningkatan batu empedu disebabkan oleh faktor
kolesterol esterogen-progesteron sehingga meningkatkan sekresi
kolesterol bilier (Wong, 2009)

Peningkatan Peningkatan usia baik pada pria maupun wanita keduanya


Usia meningkatkan resiko terbentuknya batu pada kandung empedu
(Ko, 1999)

Obesitas Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolisme umum,


resistensi insulin, diabetes melitus type II, hipertensi dan
hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi
kolesterol hepatika dan merupakan faktor resiko utama untuk
mengembangkan batu empedu kolesterol (Donovan 1999)

Kehamilan Kolesterol batu empedu lebih sering terjadi pada wanita yang
mengalami kehamilan multipel. Hal ini dianggap sebagai faktor
utama adalah progesteron pada saat kehamilan tinggi.
Progesteron yang mengurangi kontraktilitas kandung empedu,
menyebabkan retensi

berkepanjangan dan konsentrasi empedu lebih besar di


kandung empedu (Lindseth, 2004)

Statis Billier Kondisi stasis bilier menyebabkan peningkatan resiko batu


empedu. Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi stasis, seperti
cedera tulang belakang, puasa berkepanjangan atau pemebrian
diet nutrisi total parenteral (TPN, total parenteral nutrition) dan
perubahan berat badan yang berhubungan dengan kalori dan
pembatasan lemak (misalnya: diet, operasi bypass lambung).
Kondisi stasis bilier akan menurunkan produksi garam empedu
ke intestinal (Portincasa, 2006)

Obat-obatan Esterogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk


pengobatan kanker prostat meningkatkan resiko batu empedu
kolesterol (Wang, 2009). Clofibrate dan obat fibrate
hipolipidemic meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatik
melalui sekresi bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu
empedu kolesterol (Shaffer, 2005). Analog somastostatin
muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan
mengurangi pengosongan kandung empedu (Chiang, 2008)

Keturunan Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi


tampaknya adalah turun temurun, seperti yang dinilai penelitian
terhadap kembar identik dan fraternal (Heuman, 2009). Kasus
jarang pada sindrom fosfolipid rendah terkait kolelitiasis yang
terjadi pada individu dengan kekurangan turun-temurun dari
transportasi bilier lesitin protein yang diperlukan untuk sekresi
(Ko, 2002)

Infeksi Bilier Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan
sebagian pada peningkatan batu dengan meningkatkan
dekuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus akan
meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat
presipitasi. Infeksi lebih sering sebagi akibat pembentukan batu
empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan
batu (Ko, 2002)

Gangguan Pasien pasca reseksi dan penyakit crohn memiliki resiko


Intestinal penurunan atau kehilangan garam empedu dari intestinal.
Garam empedu merupakan agen pengikat kolesterol,
penurunan garam empedu jelas akan meningkatkan konsentrasi
kolestrasi dan meningkatkan resiko batu empedu (Sibernagi,
2007)

Batu Kalsium, Pada sebagian Kondisi batu empedu ini terjadi pada individu dengan
Bilirubin dan besar kasus ketidakseimbangan tinggi pada pergantian heme. Gangguan
Pigmen Hitam tidak ada faktor hemolisis berhubungan dengan batu empedu pigmen ternasuk
resiko yang anemia sel sabit sperocytosis herediter dan betatalasemia
dapat (Chiang, 2008). Pada sirosis hipertensi portal menyebabkan
diidentifikasi splenomegali, hal ini pada gilirannya menyebabkan karantina sel
darah merah, yang menyebabkan peningkatan turnover
hemoglobin. Sekitar setengah dari semua pasien memiliki
pigmen sirotik batu empedu (Ko, 2002)

Batu Pigmen Infeksi Bilier Prasyarat untuk pembentukan batu pigmen coklat meliputi
Coklat kolonisasi empedu dengan bakteri dan stasis intraduktal. Di
Amerika Serikat, kombinasi ini paling sering dujumpai pada
pasien dengan pasca operasi striktur bilier atau kista koledokus.
Dalam hepatolitiasias, suatu kondisi yang dihadapi terutama di
Asia Timur, pembentukan batu pigmen cokklat intraduktal
menyertai pada kondisi striktur ekstra hepatik, seluruh intra
hepatik, dan saluran empedu. Kondisi ini menyebabkan
kolangitis berulang pada predisposisi ke stasis bilier dan
cholangiocarsinoma. Etiologi tidak diketahui tapi hati telah
terlibat (Heuman, 2009)

Puasa Puasa menyebabkan gerakan kandung empedu lambat dan


menyebabkan empedu menjadi pekat sehingga mempermudah
terjadinya batu empedu.

Kehilangan Kehilangan berat badan yang cepat dapat menyebabkan


berat badan pengeluaran lebih banyak kolesterol oleh hati dan menyebabkan
pembentukan batu.

Diabetes. Penderita diabetes cenderung mengalami peningkatan kadar


trigliserid yang mempermudah terjadinya batu empedu

III. Patofisiologi
Ada 2 tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu

yang terutama tersusun dari kolesterol.

Batu pigmen kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkontinyugasi

dalam emepdi mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu ini

bertanggung jawab atas sepertiga dari pasien-pasien batu empedu di Amerika Serikat.

Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan

infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan

jalan operasi.

Batu kolesterol bertanggung jawab atas sebagian besar kasus yaitu emedu lainnya di

Amerika Serikat. Kolesterol yang merupakan unsure normal pembentuk empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin

(fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan

terjadi penurunan sintosis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati :

keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian

keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh

oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai

irisan yang meyebabkan peradangan dalam kandung empedu.

IV. Manifestasi Klinis


Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda dan gejala pasien dengan kolelitiasis, yaitu:
1. Rasa Nyeri dan Kolik Billier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu, akan mengalami
distensi dan akhirnya mengalami infeksi. Pasien akan mengalami panas dan mungkin
tersaba massa padat pada abdomen. Pasien akan mengalami kolik bilier disertai nyeri
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan. Rasa nyeri ini
biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat beberapa jam setelah
makan dalam porsi besar. Kolik bilier disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak
dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Keluhan ini
didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 20 menit sampai 12 jam.
2. Ikterus
Ikterus biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledukus. Akibat obstruksi pengaliran getah
empedu ke dalam duodenum akan terjadi peningkatan kadar empedu dalam darah. Hal ini
membuat kulit dan mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala
gatal-gatal pada kulit.
3. Perunahan Warna Urine dan Feses
Eksresi pigmen empedu oleh ginjal akan mebuat urin berwarna sangat gelap. Feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat yang
disebutclay-colored.
4. Devisiensi Vitamin
Obrtuksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak (Vitamin
A, D, E, dan K) karena itu pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin jika
obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan
darah yang normal. Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus
sistikus. Kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera
mereda dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu tersebut terus menyumbat saluran
tersebut, penyumbatan ini akan menyebabakan abses, nekrosis dan perforasi disertai
peritonitis generalisata.

V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien kolelitiasis adalah :
a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun,
hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak
melalui pemeriksaan sinar-x.

b. Foto polos abdomen, Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar di
fleksura hepatika. Walaupun teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier
sebab nilai diagnostiknya rendah.
c. Ultrasonografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi
oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukan pada
penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam
kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi.
d. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi
menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat ini
kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier.
Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar
kandung empedu dan percabangan bilier.
e. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai
duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus
serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus
tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga
memungkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam
duktus koledokus bagian distal untuk mengambil empedu.
f. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara menyuntikkan
bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan
kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier
(duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat
dilihat garis bentuknya dengan jelas.
g. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan teknik
pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen,
danradiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang
karena mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan
terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas
sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.
(Lesmana, 2006).
h. Tes laboratorium :
- Leukosit = 12.000 15.000 (N= 5000-10000 iu)
- Bilirubin = meningkat ringan (N=<0,4 mg/dl)
- Amilase serum = meningkat (N=17-15 unit/100 ml)
- Protombin = menurun, bila aliran empedu intestin menurun karena obstruksi
sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.

VI. Penatalaksanaan
Suratun (2010) menyebutkan terdapat dua bentuk penatalaksanaan medis yaitu bedah, non
bedah dan manajemen nutrisi yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Penatalaksanaan Non Bedah
a. Farmakologis
- Untuk menghancurkan batu : Irsidiol, Actigal. Efek samping : diare, bersifat hepatotoksik
pada fetus sehingga kontra indikasi untuk ibu hamil.
- Mengurangi konten kolesterol dalam nbatu empedu : Chenodiol/Chenix
- Untuk mengurangi gatal-gatal : Choletyramine (Questran)
- Menurunkan rasa nyeri : analgesik
- Mengobati infeksi : Antibiotik
b. Pengangkatan batu tanpa operasi
- Pelarutan batu empedu, dengan menginfuskan suatu bahan pelarut (mono-oktanoin atau
metil tertierbutil eter/MTBE) ke dalam batu empedu. Dapat diinfuskan atau melalui selang
kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu, melalui selang matau
drain yang dimasukkan melalui saluran T tube untuk melarutkan batu yang belum
dikeluarkan saat pembedahan, melalui ERCP atau kateter bilier transnasal.
- Pengangkatan non bedah, Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya
disisipkan melalui saluran T Tube, jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar
batu yang terjepit dalam dukts koledokus
- Extracorpreal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL), menggunakan gelombang kejut berulang
(repeated shock wave) yang diarahkan kepada batu empedu untuk memecah batu tersebut
menjadi sejumlah fragmen.
2. Pembedahan
a. Kolisistektomi
Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
Sebuah drain (penrose) ditempatkan dalm kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar
lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan srosanguinus dan getah empedu ke
dalam kasa basorben.
b. Minikolisistektomi
Prosedur ini untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi Laparaskopik
Dilakukan lewat insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus.
Rongga abdomen ditiup dengan gas karbon monoksida untuk pemasangan endoskop.
d. Koledokostomi
Insisi dilakukan pada duktus koledukus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan
biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu
sampai edema mereda. Kateter ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas.
3. Manajemen Nutrisi
a. Mengurangi pemasukan makanan selama fase akut
b. Pemasangan NGT untuk mengurangi mual dan muntah
c. Pembatasan lemak terutama pasien dengan obesitas

VII. Komplikasi

Girsang (2013) menyebutkan komplikasi dari kolelitiasis adalah :


1. Kolesistisis : Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat oleh batu
empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis : Peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar
melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh
sebuah batu empedu.
3. Hidrops : Disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu
pada kandung empedu yang normal.
4. Empiema : Kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa dan
membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
5. Perforasi : Perforasi lokal biasanya tertahan oleh adhesi yang ditimbulkan oleh peradangan
berulang kandung empedu. Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi mengakibatkan
kematian sekitar 30%.
6. Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan batu
empedu yang besar kedalam lumen usus.
Selain itu, komplikasi dari koleliatiasis menurun Suratun (2010) adalah :
1. Obstruksi duktus sistikus
2. Kolik bilier
3. Perikolistitis
4. Peradangan pankreas (pankreatitis)
5. Fistel kolesistoenterik
6. Batu empedu sekunder (pada 2-6% klien) saluran empedu menciut kembali dan batu
muncul lagi)

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan / spasme dutus. Proses implamasi istemik jaringan /


naktosis.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, muntah akibat
kolesistitis.
3. Resko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penghisapan gaster
berlebihan, muntah, distensi dan hipermotilitas gaster.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang tahu tentang penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA

Arif muttaqin dan kumala sari, (2011) Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah.
Brruner & suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Dongoes. M.E, 2000 Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Harisson. (2000). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Vol 4. Jakarta : EGC
Pearce, Evelyn C. (2006). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka
Utama : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai