Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLELITIASIS

Disusun Oleh :

1. Amelia Fransiskawati P27220019053

2. Ananda Lutvi V P27220019054

3. Ashri Rahmadhani P272220019055

4. Asri Mardila Suci P27220019056

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

SURAKARTA 2021
LAPORAN PENDAHULUAN KOLELITIASIS

A. Pengertian
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi
kolesterol lebih dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan
kolesterol dan predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan usia
yang lebih dari 40 tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta penurunan
berat badan yang terlalu cepat. (Cahyono, 2014).
Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu
yang penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi
beberapa faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu
dan infeksi yang terjadi pada kandung empedu serta kolesterol yang
berlebihan yang mengendap di dalam kandung empedu tetapi
mekanismenya belum diketahui secara pasti, faktor hormonal selama
proses kehamilan, dapat dikaitkan dengan lambatnya pengosongan
kandung empedu dan merupakan salah satu penyebab insiden kolelitiasis
yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang empedu memberikan
peran dalam pembentukan batu empedu(Rendi, 2012).
B. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun, 2016) adalah
sebagai berikut:
1. Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau
oval, berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium
dan pigmen. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk
empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung
pada asam-asam empedu dan lesitin (fosofolipid) dalam empedu. Pada
klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan
sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
2. Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion
(bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang).
Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna
hitam kecoklatan, batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan
infeksi empedu kronis (batu semacam inilebih jarang di jumpai).
Batu pigmen akan berbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi
dalam empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan)
sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini
semakin besar pada klien sirosis, hemolisis, dan infeksi
percabangan bilier.
C. Etiologi
Menurut (Cahyono,2014) etiologi Kolelitiasis yaitu:
1. Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi
Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya
batu tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan
lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah
kandungan garam empedu akan membuat keadaan didalam kandung
empedu menjadi jenuh akan kolesterol (Supersaturasi kolesterol).
2. Pembentukan inti kolesterol
Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid,
garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih
tinggi maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana vesikel dapat
digambarkan sebagai sebuah lingkarandua lapis. Apabila konsentrasi
kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel memperbanyak lapisan
lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu, pengangkut
kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan
dengan adanya protein musin akan membentuk kristal kolesterol,
kristal kolesterol terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau
disatukan.
3. Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding
kandung empedu memudahkan seseorang menderota batu empedu,
kontraksi yang melemah akan menyebabkan statis empedu dan akan
membuat musin yang diproduksi dikandung empedu terakumulasi
seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung
empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat
sehingga semakin menyukitkan proses pengosongan cairan empedu.
Beberapa keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksnteril
kandung empedu, yaitu : hipomotilitas empedu, parenteral total
(menyebabkan cairan asam empedu menjadi lambat), kehamilan,
cedera medula spinalis, penyakit kencing manis.
D. Pathway
E. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1)
pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan
inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan.
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu
dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid
(terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik
dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,
atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan
keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk
suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang
lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. Batu pigmen
terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada
kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi
karena adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi
diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase
tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin
tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam
air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan
bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini
jarang terjadi (Suratun, 2016).
F. Komplikasi
Adapun jenis komplikasi menurut (Suratun, 2016) sebagai berikut:
1. Kolesistis
Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran
kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan
infeksi dan peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi
karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus
kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu
empedu.
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan
hidrops kandung empedu . Dalam keadaan ini, tidak ada
peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops
biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak
dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal.
Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi
ini dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi
darurat segera.
G. Manifestasi Klinis
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2016) tanda dan gejala
kolelitiasis adalah :
1. Sebagian bersifat asimtomatik
2. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang
menjalar ke punggung atau region bahu kanan
3. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifay kolik melainkan
persisten
4. Mual dan muntah serta demam
5. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum
akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang
tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah
dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejala gatal-gatal pada kulit
6. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh
ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang disebut “clay colored”
7. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
8. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu
absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien
dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika
obstruksi atau sumbatan bilier berlangsumg lama. Penurunan
jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.

H. Penatalaksanaan
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2016) penatalaksanaan pada kolelitiasis
meliputi:
1. Penanganan Non bedah
a. Disolusi Medis
Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran batu
dengan pemberian obat-obatan oral. Disolusi medis
sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolestrol diameternya <20mm dan batu <4
batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
b. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket
kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar
menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama
tinja. Untuk batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu
atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit
diperlukan prosedur endoskopik tambahan sesudah
sfingerotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik
dan litotripsi laser.
c. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah
pemecahan batu dengan gelombang suara.
2. Penanganan bedah
a. Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut,
atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih
dari 2cm. kelebihan yang diperoleh klien luka operasi kecil (2-
10mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
b. Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan
cara mengangkat kandung empedu dan salurannya dengan cara
membuka dinding perut (Sahputra, 2016). Operasi ini
merupakan standar terbaik untuk penanganan klien dengan
kolelitiasis sitomatik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Status Perkawinan,
Agama, Warga Negara, Bahasa yang digunakan,
Pendidikan, Pekerjaan, Alamat Rumah, Diagnosa
medis.
2. Catatan masuk rumah sakit, diagnosa medis
3. Identitas penanggung jawab
Nama, Alamat, Hubungan dengan pasien.
4. Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang :
Merupakan pengembangan diri dari keluhan
utama melalui metode PQRST, paliatif atau
provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri
dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri
menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak
kapan klien merasakan nyeri tersebut.
b. Riwayat kesehatan lalu :
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit
sama atau pernah memiliki riwayat penyakit
sebelumnya
c. Riwayat kesehatan keluarga :
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien
pernah menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit
kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki
pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat.
Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis
mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan
tanpa riwayat keluarga.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pemeriksaan keadaan umum berupa :
1) Kesan keadaan sakit
2) Kesadaran, penilaian kesadaran secara kualitatif sebagai
berikut :
a) Kompos Mentis (conscious), yaitu
kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dan
dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.

b) Apatis, yaitu pasien dalam keadaan


sadar, tetapi acuh ak acuh dengan
keadaan sekitar, dan dapat memberi
respon adekuat jika diberi stimulus

c) Somnolen (letargi, obtundasi, dan


hipersomnia), yaitu kondisi ini ditandai
dengan mengantuk, selalu ingin tidur,
tidak responsif dengan stimulus ringan,
tetapi masih dapat dipulihkan bila diberi
rangsangan yang kuat. Namun, saat
rangsangan dihentikan, orang tersebut
akan tertidur lagi.

d) Soporous atau stupor, yaitu keadaan


mengantuk yang dalam. Pengidapnya
masih bisa dibangunkan dengan
rangsangan kuat. Namun, mereka tidak
terbangun sepenuhnya dan tidak dapat
memberi jawaban verbal yang baik. Pada
soporous/stupor, refleks kornea dan pupil
baik, tetapi BAB dan BAK tidak
terkontrol.

e) Koma, yaitu penurunan kesadaran yang


terjadi sangat dalam. Pada tubuh pasien
tidak ada gerakan spontan, refleks pupil
terhadap cahaya tidak ada dan tak ada
respon terhadap nyeri yang dirasakan.

f) Delirium, yaitu penurunan tingkat


kesadaran seseorang yang disertai
kekacauan motorik dan siklus tidur
bangun yang terganggu. Pasien akan
tampak disorientasi, gelisah, iritatif, salah
persepsi terhadap rangsangan sensorik
sehingga mengalami halusinasi.

b. TTV
Didapatkan angka normal dalam TTV
(WHO) sebagai berikut :
Tekanan darah : ≤ 120/80 mmHg
Nadi : 60-80 x/menit
Respiratory rate :12-20
siklus/menit Suhu : 36,1 ℃ - 37,5 ℃
c. Antropometri

TB, BB, LILA, Lingkar dada, Lingkar kepada, dan Lingkar


perut, IMT.
d. Pemeriksaan head to toe
1) Kulit
Warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis, rash lesi,
bintik–bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti apa, warna,
bentuknya ada cairan atau tidak, kelembaban dan turgor
kulit baik atau tidak..
2) Kepala
Simetris
3) Wajah
4) Mata
Nampak edema pada kelopak mata, konjungtiva anemis,
pupil anisokor, dan skelera anemis.
5) Telinga
Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, warna, ada
serumen atau tidak, ada tanda – tanda infeksi atau tidak,
palpasi adanya nyeri tekan atau tidak.
6) Hidung
Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi,
sumbatan, perdarahan tanda–tanda infeksi, adakah
pernapasan cuping hidung atau tidak dan nyeri tekan.
7) Mulut
Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan stomatitis.
Langit–langit keras (palatum durum) dan lunak,
tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret,
kesimetrisan bibir dan tanda–tanda sianosis.
8) Dada
Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada, adakah
bunyi napas tambahan (seperti ronchi, wheezing,
crackels), adakah bunyi jantung tambahan seperti (mur
mur), takipnea, dispnea,
peningkatan frekuwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul).
9) Abdomen
Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal adanya
nyeri tekan, palpasi hepar, adakah distensi, massa,
dengarkan bunyi
bising usus, palpasi seluruh kuadran abdomen.
Biasanya pada Kolelitiasis terdapat nyeri pada perut
bagian kanan
atas.
10) Genitalia dan rectum
11) Ekstremitas.
Inspeksi pergerakan tangan dan kaki, kaji kekuatan
otot, palpasi ada nyeri tekan, benjolan atau massa.

6. Pengkajian Pola Fungsional Gordon


a. Pola persepsi kesehatan
b. Pola nutrisi metabolic
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola istirahat tidur
Penilaian status fungsional, dibedakan menjadi 5 kategori :
1) 0-4 : ketergantungan total
2) 5-8 : ketergantungan berat
3) 9-11 : ketergantungan sedang
4) 12-19 : ketergantungan ringan
5) 20 : mandiri
f. Pola kognitif
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola peran dan hubungan
i. Pola reproduksi-seksual
j. Pola mekanisme koping dan toleransi
k. Pola system nilai kepercayaan

B. Diagnosa
1) Nyeri akut
2) Risiko gangguan integritas kulit
3) Risiko defisit nutrisi
4) Kekurangan volume cairan/ hipovolemia
C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan (Manajemen nyeri
(D.0077) tindakan I.08238)
keperawatan  Identifikasi
diharapkan tingkat lokasi,
nyeri menurun. karakteristik
Kriteria hasil: nyeri, durasi,
Tingkat nyeri frekuensi,
(L.08066) intensitas nyeri
 Nyeri  Identifikasi skala
berkurang nyeri
dari skala  Identifikasi
 Wajah faktor yang
rileks memperberat dan
 Pasien memperingan
dapat nyeri
beristirahat  Berikan terapi
dengan non farmakologis
nyaman untuk
mengurangi rasa
nyeri
 Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
 Anjurkan
monitor nyeri
secara mandiri
 Ajarkan teknik
non farmakologis
untuk
mengurangi nyeri
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, bila
perlu
2 Risiko gangguan Setelah dilakukan (Perawatan integritas
integritas kulit tindakan kulit I. 11353)
(D.0139) keperawatan  Identifikasi
diharapkan risiko penyebab
gangguan gangguan
integritas kulit integritas kulit
dapat teratasi.  Ubah posisi tiap
Kriteria hasil: 2 jam jika tirah
Integritas kulit dan baring
jaringan (L.14125)  Gunakan produk
 Elastisitas berbahan
kulit petrolium atau
meningkat minyak pada
 Hidrasi kulit kering
meningkat  Gunakan produk
 Perfusi berbahan ringan
jaringan dan hipoalergik
meningkat pada kulit sensitif
 Kerusakan  Anjurkan
jaringan menggunakan
menurun pelembab
 Suhu dan  Anjurkan minum
tekstur air putih yang
kulit cukup
membaik  Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
3 Risiko defisit Setelah dilakukan (Manajemen nutrisi
nutrisi (D.0032) tindakan I.03119)
keperawatan  Identifikasi status
diharapkan risiko nutrisi
defisit nutrisi  Identifikasi alergi
dapat teratasi. dan intoleransi
Kriteria hasil: makanan
Status nutrisi  Identifikasi
(L.03030) kebutuhan kalori
 Porsi dan jenis nutrien
makanan  Monitor asupan
yang makan
dihabiskan  Monitor berat
meningkat badan
 Pengetahua  Fasilitasi
n tentang menentukan
standar pedoman diet
asupan  Berikan
nutrisi suplemen
meningkat
 Nafsu makanan, jika
makan perlu
membaik  Ajarkan diet yang
 IMT diprogramkan
membaik

4 Kekurangan Setelah dilakukan (Manajemen


volume cairan/ tindakan hipovolemia I.03116)
hipovolemia keperawatan  Periksa tanda dan
(D.0023) diharapkan gejala
hipovolemia dapat hipovolemia
teratasi.  Monitor intake
Kriteria hasil: dan output cairan
Status  Hitung
cairan(L.03028) kebutuhan cairan
 Kekuatan  Berikan posisi
nadi modified
meningkat Tredelenburg
 Turgor  Berikan asupan
kulit cairan oral
meningkat  Anjurkan
 Output urin memperbanyak
meningkat asupan cairan
 Pengisian oral
vena  Kolaborasi
meningkat pemberian cairan
 Perasaan
lemah
menurun
 Keluhan
haus
menurun
 Intake
cairan
membaik
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, B. S. 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi.


Jakarta : Sugeng Seto. Djumhana,A. 2010. Jurnal Kedokteran Batu Empedu
pada Wanita Lebih Besar. Bandung : Fakultas kedokteran Unpad-Rumah
Sakit Hasan Sadikin.

Nurarif & Kusuma, 2016. Journal of Chemical Information and


Modeling. https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.004

Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah dan Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika.

Suratun.(2016). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Penyakit Cholelitiasis


Di Ruang Rawat Inap Rsi Surakarta. Naskah Publikasi, 1-18

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai