Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

CHOLELITIASIS

SITI USFATUN KHASANAH


2011040025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020

1
A. Definisi
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran
empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Batu empedu bisa
terdapat pada kantung empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra
hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut kolesistolitiasis, dan yang
terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus koleduktus) disebut koledokolitiasis,
sedang bila terdapat di dalam saluran empedu intra hepatik disebelah proksimal duktus
hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis. Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut
dengan kolelitiasis.
B. Etiologi
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang degan usia yang lebih muda.
3. Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin, diabetes
militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi
kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko utama untuk pengembangan batu empedu
kolesterol.
4. Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu. Kondisi yang bisa
meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakan (medulla spinalis), puasa
berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total parenteral (TPN), dan penurunan berat
badan yang berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet rendah
lemak, operasi bypass lambung). Kondisi statis bilier akan menurunkan produksi garam
empedu, serta meningkatkan kehilangan garam empedu ke intestinal.

2
5. Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker prostat
meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat hipolipidemik
meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi bilier dan tampaknya
meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog somatostatin muncul sebagai faktor
predisposisi untuk batu empedu dengan mengurangi pengosongan kantung empedu.
6. Diet
Duet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam desoksikolat)
dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik. Karbohidrat dalam bentuk murni
meningkatkan saturasi kolesterol empedu. Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol
empedu.
C. Manifestasi Klinis
1. Asimtomstik
Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya,
adalah asimtomatik. Kurang dari 25% pasien yang benar-benar mempunyai batu
asimtomatik, akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah lima tahun.
Batu Empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan
hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu itu mungkin ditemukan secara
kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak
berhubungan sama sekali.
2. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat
pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh
makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berahir setelah beberapa jam dan
kemudian pulih. Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah, dan bertambah
hebat dalam waktu beberapa jam setelah memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali
serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan
intensitasnya. Pasien akan membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu
menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat
kolik melainkan presisten.
3. Perubahan Warna Urin dan Feses

3
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Feses
yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang
disebut dengan “ clay-colored”.
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut
lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika
defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu proses pembekuan
darah normal.
D. Patofisiologi
Batu empedu terdapat di dalam kandung empedu atau dapat bergerak kearea lain dari
sistem empedu. Pada saat pengosongan kandung empedu atau pengisian kandung empedu
batu dapat pindah dan terjebak dalam leher kandung empedu. Selain leher cysticduct (saluran
cyste), atau saluran empedu menyebabkan bebuntuan. Ketika empedu tidak bias mengalir
dari kandung empedu. Terjadi bendungan dan iritasi lokal dari batu empedu menyebabkan
radang batu empedu (cholecystitis).  Faktor yang mendukung :
1. Kadar kolesterol yang tinggi pada empedu
2. Pengeluaran empedu yang berkurang
3. Kecepatan pengosongan kandung empedu yang menurun
4. Perubahan pada konsentrasi empedu atau bendungan empedu pada kandung empedu.
E. Komplikasi
Berikut beberapa penjelasan tentang komplikasi kolelitiasis:
1. Hidrops
Hidrops biasanya disebabkan oleh stenosis atau obstruksi duktus sistikus sehingga tidak
dapat diisi lagi  oleh empedu. Dalam keadaan ini tidak terdapat peradangan akut dan
sindrom yang berkaitan dengannya, tetapi ada bukti peradangan kronis dengan adanya
mukosa gundul. Kandung empedu berdinding tebal dan terdistensi oleh materi steril
mukoid. Sebagian besar pasien mengeluh efek massa dalam kuadran kanan atas. Hidrops
kandung empedu dapat menyebabkan kolesistisi akut.
2. Kolesistitis akut
Hampir semua kolesistisi akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang
terjebak dalam kantung empedu. Trauma mukosa kantung empedu oleh batu dapat
menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin dalam empedu menjadi
lisolesitin yang bersifat toksik yang memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit,
peran bakteri sangat sedikit, tetapi kemudian dapat terjadi supurasi.

4
3. Kolangitis
Kolangitis dapat berkembang bila ada obstruksi duktus biliaris dan infeksi. Penyebab
utama dari infeksi ini adalah organisme gram negatif, dengan 54% disebebkan oleh sepsis
Klebesiella, dan 39% oleh Escherchia, serta 25% oleh organisme Enterokokal dan
Bacteroides. Empedu yang terkena infeksi akan berwarna coklat tua dan gelap. Duktus
koledokus menebal dan terjadi dilatasi dengan diskuamasi atau mukosa yang ulseratif,
terutama di daearah ampula vetri.
4. Pankreatitis
Radang pankreas akibat autodigesti oleh enzim yang keluar dari saluran pankreas. Ini
disebebkan karena batu yang berada di dalam duktus koledokus bergerak menutupi ampula
vetri
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu didalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin
juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.
Enzim hati AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar protrombin menurun
bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbs vitamin K.
2. Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan penyakit kandung
empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun demikian, hanya 15-
20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui
pemeriksaan sinar-X.
3. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu
yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. 
Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar di fleksura hepatika. Walaupun teknik ini murah, tetapi
jarang dilakukan pada kolik bilier sebab nilai diagnostiknya rendah.

5
4. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik
pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat
digunakan pada prndrita disfungsi hati dan icterus. Disamping itu, pemerikasaan USG tidak
membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil paling akurat
jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya dalam
keadaan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang
dipantulkan kembali.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang
terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara
didalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu
yang ganggren lebih jelas daripada di palpasi biasa.
USG (US) merupakan metode non-invasif yang sangat bermanfaat dan merupakan
pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan ketepatan mencapai 95%. Kriteria
batu kandung empedu pada US yaitu dengan acoustic shadowing dari gambaran opasitas
dalam kandung empedu. Walaupun demikian, manfaat US untuk mendiagnosis BSE relatif
rendah. Pada penelitian kami yang mencakup 119 pasien dengan BSE sensitivitas US
didapatkan sebesar 40%, spesifisitas 94%. Kekurangan US dalam mendeteksi BSE
disebabkan : a) bagian distal saluran empedu tempat umumnya batu terletak sering sulit
diamati akibat tertutup gas duodenum dan kolon dan b) saluran empedu yang tidka melebar
pada sejumlah kasus BSE.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Non-Pembedahan
Sasaran utama terapi medikal adalah untuk mengurangi insiden serangan akut nyeri
kandung empedu dan kolesistitis dengan penatalaksanaan suportif dan diit, dan jika
memungkinkan, untuk menyingkirkan penyebab dengan farmakoterapi, prosedur-prosedur
endoskopi, atau intervensi pembedahan.
a. Penatalaksanaan Supotif dan Diet
Sekitar 80% pasien dengan inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, pengisapan nasogastric, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus

6
ditunda sampai gejala akut mereda dan evaluasi yang lengkap dapat dilaksanakan,
kecuali jika kondisi pasien semakin memburuk.
b. Farmakoterapi
  Asam Kenodeoksikolat. Dosisnya 12-15 mg/kg/hari pada orang yang tidak
mengalami kegemukan. Kegemukan jelas telah meningkatkan kolesterol bilier, sehingga
diperlukan dosis 18-20 mg/kg/hari. Dosis harus ditingkatkan bertahap yang dimulai dari
500 mg/hari. Efek samping pada pemberian asam kenodeoksikolat adalah diare.
Asam ursodeoksikolat. Berasal dari beruang jepang berleher putih. Doasisnya 8-10
mg/kg/hari, dengan lebih banyak diperlikan jika pasien mengalami kegemukan. Asam
ursodeoksikolat melarutkan sekitar 30% batu radiolusen secara lengkap dan lebih cepat
daripada menggunakan asam kenodeoksikolat. Efek sampingnya tidak ada.
Kemungkinan kombinasi asam ursodeoksikolat 6,5 mg/kg/hari dangan 7,5 mg/kg/hari
asam kenodeoksikolat lebih murah dan sama efektif.
c. Pengangkatan batu tanpa pembedahan
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan
menginfuskan suatu bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier butyl eter [MTBE])
ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui selang atau kateter
yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu, atau melalui selang atau
drain yang dimasukkan melaui T-tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan
pada saat pembedahan, atau bisa juga melalui endoskop ERCP, atau kateter bilier
transnasal.
Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL). Prosedur noninvasif ini
menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves) yang diarahkan pada
batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud untuk
memecah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam
media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau muatan elektromagnetik.
Energi ini disalurkan ke dalam tubuh lewat rendaman air atau kantong yang berisi cairan.
Gelombang kejut yang dkonvergensikan tersebut dialirkan kepada batu empedu yang
akan dipecah. Setelah batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak spontan
dari kandung empedu atau duktus koledokus dan dikeluatkan melalui endoscop atau
dilarutkan dengan pelarut asam empedu yang diberikan per oral.
2. Penatalaksanaan Pembedahan
a. Koleksistektomi Terbuka

7
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna, cidera duktus biliaris, terjadi dalam
kurang dari 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini telah
terlihat dalam penelitian baru-baru ini, yaitu kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistisi akut.
Praktik pada saat ini mencakup kolesistektomi segera dalam pasien dengan kolesistisi
akut dalam masa perawatan di rumah sakit yang sama. Jika tidak ada bukti kemajuan
setelah 24 jam penanganan medis, atau jika ada tanda-tanda penurunan klinis, maka
kolesistektomi darurat harus dipertimbangkan.
b. Mini Kolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4cm. Jika diperlukan, luka insisi dapat diperlebar untuk mengeluarkan batu
kandung empedu yang berukuran lebih besar. Drain mungkin dapat atau tidak digunakan
pada mini kolasistektomi. Biaya yang ringan dan waktu rawat yang singkat merupakan
salah satu alasan untuk meneruskan bentuk penanganan ini.
c. Kolesistektomi laparoskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan batu empedu simtomatik tanpa adanya kolesistisis
akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai untuk
melakukan prosedur ini dalam pasien dengan kolesistisis akut dan dalam pasien dengan
batu duktus koledokus. Keuntungan secara toritis dari prosedur ini dibandingkan dengan
konvensional, kolesistektomi mengurangi perawatan di rumah sakit serta biaaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat bisa kembali bekerja, nyeri menurun, dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi mayor, seperti misalnya cidera duktus biliaris,
yang mungkin terjadi lebih sering selama kolisistektomi laparoskopik. Frekuensi dari
cidera mungkin merupakan ukuran pengalaman ahli bedah dan merupakan manifestasi
dari kurva pelatihan yang berkaitan dengan modalitas baru.
d. Bedah Kolesistotomi
Dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi yang
lebih luas, atau bila reaksi inflamasi yang akut membuat system bilier tidak jelas.
Kndung empedu dibuka melalui pembedahan, batu serta getah empedu atau cairan
drainase yang purulen dikeluarkan, dan kateter untuk drainase diikat dengan jahitan
kantung tembakau (purse-string-suture). Kateter itu dihubungkan dengan sistem drainase
untuk mencegah kebocoran getah empedu disekitar kateter atau perembesan getah

8
empedu ke dalam rongga peritoneal. Setelah sembuh dari serangan akut, pasien dapat
kembali lagi untuk menjalani kolesistektomi. Maeskipu resikonya lebih rendah, bedah
kolesistotomi memiliki angka moertalitas yang tinggi (yang dilaporkan sampai setinggi
20-30%) yang disebabkan oleh proses penyakit pasien yang mendasarinya.
H. Pathway

9
I. Pengkajian
Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua
data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung
jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran
kanan atas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif
atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu
bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar
kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal
atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal
tersebut.
(P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak
(Q): Nyeri dirasakan hebat
(R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar ke punggung
atau bahu kanan.
(S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi
(T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat
sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis.

10
c. Pemeriksaan fisik
Pendekatan dengan metode 6B:
1) B1-Breath
Pernapasan tertekan ditandai dengan napas pendek dan dangkal, terjadi peningkatan
frekuensi pernapasan sebagai kompensasi.
2) B2-Blood
3) Takikardi dan berkeringat karena peningkatan suhu akibat respon inflamasi.
4) B3-Brain
5) B4-Bladder
Urine pekat dan berwarna gelap, akibat dari pigmen empedu.
6) B5-Bowel
7) Feses berwarna kelabu “clay colored” akibat obstruksi duktus biliaris sehingga
pigmen empedu tidak dibuang melalui feses.
8) B6-Bone

J. Diagnosa Keperawatan Megacolon yang bisa muncul sesuai dengan SDKI, SLKI dan
SIKI

1. Nyeri Akut (D.0077)


Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas tingan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
Gejala dan Tanda
Gejala dan Tanda Minor
Mayor
S
u Su
Penyebab
b by
Obyektif Obyektif
ye rkt
kt if
if
1. Agen pencedera Mengelu 1. Tampak Ti 1. Tekanan darah
fisiologis (missal: h nyeri meringis da meningkat
inflamasi, 2. Bersikap k 2. Pola nafas berubah
iskemia, protektif (Misal: ter 3. Nafsu makan
neoplasma) waspada) sed berubah
2. Agen pencedera 3. Gelisah ia 4. Proses berpikir
kimia (missal: 4. Frekuensi nadi terganggu
terbakar, bahan meningkat 5. Menarik diri
kimia iritan) 5. Sulit tidur 6. Berfokus pada diri

11
3. Agen pencedera sendiri
fisik (Misal: 7. Diaphoresis
abses, terbakar
operasi, trauma)
Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom coroner akut
5. Glaucoma
*) pengkajian nyeri dapat menggunakan instrument skala nyeri, seperti:
1. FLACC Behavioral Pain Scale untuk usia kurang dari 3 tahun
2. Baker-Wong-Faces Scale untuk usia 3-7 tahun
3. Visual Analog Scale atau Numeric Rating Scale untuk usia lebih dari 7 tahun

Intervensi
SDKI SLKI (Kriteria Hasil) SIKI (Intervensi)
(Diagnos
a)
Nyeri Luaran utama: Intervensi utama
Akut Tingkat nyeri Manaj Pembe
Luaran Tambahan: emen rian
1. Fungsi gastrointestinal nyeri analge
2. Control nyeri sik
3. Mobilitas fisik Intervensi pendukung
4. Penyembuhan luka Aroma Pembe
5. Perfusi miokard terapi rian
6. Perfusi perifer obat
7. Pola tidur oral
8. Status kenyamanan Dukun Pembe
9. Tingkat cedera gan rian
Definisi: Pengalaman sensorik atau pengu obat
emosional yang berkaitan dengan ngkapa intrave
kerusakan jaringan actual atau n na
fungsional, dengan onset mendadak kebutu
atau lambat dan berintensitas tingan han
hingga berat dan konstan Eduka Pembe
Ekspetasi: Menurun si efek rian
Kriteria hasil: sampin obat
Indicator 1 2 3 4 5 g obat topical
Kemampuan Eduka Pengat
menuntaskan si uran
aktivitas manaje posisi
Keterangan: men
1: menurun nyeri
2: cukup menurun Eduka Peraw
3: sedang si atan
4: cukup meningkat proses kenya
5: menignkat penyak manan
Keluhan nyeri

12
Meringis it
Gelisah Eduka Teknik
Kesultan tidur si distrak
Menarik diri teknik si
Diaphoresis napas
Perasaan Kompr Teknik
depresi es imajin
Anoreksia dingin asi
Mual terbim
Muntah bing
Keterangan: Manaj Teknik
1: meningkat emen akupre
2: cukup meningkat kenya sur
3: sedang manan
4: cukup menurun lingku
5: menurun ngan
Frekuensi nadi Manaj Teknik
Pola nafas emen bantua
Tekanan darah medik n
Proses berpikir asi hewan
Focus Peman Teknik
Nafsu makan tauan humor
Keterangan: nyeri
1: memburuk Pembe Teknik
2: cukup memburuk rian muratt
3: sedang obat al
4: cukup membaik Manaj Terapi
5: membaik emen music
sedasi
Nabaje Terapi
neb ralksas
efek i
sampin
g obat

SIKI: Manajemen Nyeri (I.08238)


Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola pangalaman sensorik atau emoslonal yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan..
Tindakan:
Observasi:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, Intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hldup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

13
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnostis
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapl, teknik imalinasi terbimbing
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu nuangan, pencahayaan
kebisingan)
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemlihan strategi meredakan nyer
Edukasi:
14. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

SIKI: Penmberian Analgesik (I.08243)


Definisi: menyiapkan dan memberikan agen farmakologis untuk mengurangi atau menghilangkan
rasa sakit..
Tindakan:
Observasi:
20. Identifikasi karakteristik nyeri (Misal: pencetus, pereda kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
21. Identifikasi riwayat alergi obat
22. Identifikasi kesesuaian jenis analgesic (Misal: narkotika, non-narkotika, NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
23. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgesic
24. Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik:
25. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk mencapai analgesic yang optimal, jika perlu
26. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu
27. Tetapkan target efektivitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
28. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi:
29. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi:
30. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, sesuai indikasi

2. Resiko infeksi (D.0142)


Kategori : lingkungan
Subkategori : keamanan dan proteksi
Definisi : berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Faktor resiko Kondisi klinis terkait
i. Penyakit kronis (missal: diabetes mellitus) 1. AIDS
ii. Efek prosedur invasive 2. Luka bakar
iii. Malnutrisi 3. PPOK
iv. Peningkatan paparan organisme pathogen 4. Diabetes mellitus

14
lingkungan 5. Tindakan invasive
v. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: 6. Kondisi penggunaan terapi steroid
a. Gangguan peristaltic 7. Penyalahgunaan obat
b. Kerusakan integritas kulit 8. Ketuban pecah sebelum waktunya
c. Perubahan sekresi pH 9. Kanker
d. Ketuban pecah lama 10. Gagal ginjal
e. Merokok 11. Imunosupresi
vi. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: 12. Lymphedema
a. Penurunan hemoglobin 13. Leukositopenia
b. Imunosupreesi 14. Gangguan fungsi hati
c. Leukopenia
d. Supresi respon inflamasi
e. Vaksinasi tidak adekuat

Intervensi
SDKI SLKI (Kriteria Hasil) SIKI (Intervensi)
(Diagnos
a)
Resiko Luaran utama: Intervensi utama
infeksi Tingkat infeksi Manaj Penceg
Luaran Tambahan: emen ahan
a. Integritas kulit dan jaringan imunis infeksi
b. Control resiko asi
c. Status nutrisi atau
d. Status imun vaksin
Definisi: derajat infeksi asi
berdasarkan observasi atau sumber Intervensi pendukung
informasi Dukun Pengat
Ekspetasi: Menurun gan uran
Kriteria hasil: perawa posisi
Indicator 1 2 3 4 5 tan diri
Kebersihan Manaj Peraw
tangan emen atan
Kebersihan jalan area
badan nafas insisi
Nafsu makan Manaj Peraw
Keterangan: emen atan
1: menurun lingku luka
2: cukup menurun ngan
3: sedang Manaj Peraw
4: cukup meningkat emen atan
5: menignkat nutrisi selang
Demam Manaj Peraw
Kemerahan emen atan
Nyeri medik selang
Bengkak asi dada
Vesikel Pembe Peraw
Letargi rian atan
Keterangan: obat selang

15
1: meningkat gastroi
2: cukup meningkat ntestin
3: sedang al
4: cukup menurun Pembe Peraw
5: menurun rian atan
Kadar sel obat selang
darah putih intrave umbili
Kadar darah na cal
Kadar sputum Penceg Peraw
Kadar feses ahan atan
Kadar area luka sirkum
luka tekan sisi
Kadar urine
Keterangan:
1: memburuk
2: cukup memburuk
3: sedang
4: cukup membaik
5: membaik

SIKI: Manajemen Imunisasi atau Vaksinasi (I.14508)


Definisi: mengidentifikasi dan mengelola pemberian kekekbalan tubuh secara aktif dan pasif
Tindakan:
Observasi:
i. Identifikasi riwayat kesehatan dan alergi
ii. Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (Misal: reaksi anafilaksis terhadap vaksin
sebelumnya)
iii. Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan
Terapeutik:
1. Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral
2. Dokumentasikan informasi vaksinasi (Misal: nama produsen dan tanggal kadaluarsa)
3. Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
Edukasi:
a. Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal dan efek samping
b. Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (Misal, Hepatitis B, BCG, Didteri, Tetanus
dll)
c. Informasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah (Misal: Influenza, pneumokokus)
d. Informasikan vaksin untuk kejadian khusus (Misal: Rabies dan Tetanus)
e. Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti mengulang jadwal imunisasi
kembali
f. Informasikan penyedia layanan pecan imunisasi nasional yang menyediakan vaksin gratis

SIKI: Pencegahan Infeksi (I.14539)


Definisi: mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang organismen patogenik.
Tindakan:
Observasi:

16
i. Monitor tanda dan gejala infeksi local sistemik
Terapeutik:
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondis luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan menignkatkan asupan cairan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

3. Pola Nafas Tidak Efektif ( D.0005)


Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Definisi : inspirasi &/ ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Gejala dan Tanda
Gejala dan Tanda Minor
Mayor
S
u Su
Penyebab
b by
Obyektif Obyektif
ye rkt
kt if
if
4. Depresi pusat Dispneu 6. Penggunaan Ort 8. Pernapasan pursed
pernapasan ototbanyu op lip
5. Deformitas pernapasan ne 9. Pernapasan cuping
dinding dada 7. Fase ekspirasi u hidung
6. Hambatan upaya memanjang 10. Diameter anterior
nafas 8. Pola nafas posterior thorak
7. Gangguan abnormal meningkat
neuromuskuler (Misal: 11. Ventilasi semenit
8. Penurnan energy takipneu, menurun
9. Syndrome bradipneu, 12. Kapasital vital
hipoventilasi hiperventilasi, menurun
kussmaul, 13. Tekanna ekspirasi
cheyne-stroke) dan inspirasi
menurun
14. Ekskursi dada
berubah
Kondisi Klinis Terkait
1. Depresi system saraf pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian barre syndrome
5. Multiple sclerosis

17
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Intoksikasi alcohol

Intervensi
SDKI SLKI (Kriteria Hasil) SIKI (Intervensi)
(Diagnos
a)
Pola Luaran utama: Intervensi utama
nafas Pola nafas Manaj Peman
tidak Luaran Tambahan: emen tauan
efektif 1. Berat badan jalan respira
2. Keseimbangan asam-basa nafas si
3. Konservasi energy Intervensi pendukung
4. Status neurologis Dukun Pembe
5. Tingkat ansietas gan rian
6. Tingkat kelelahan emosio obat
7. Tingkat nyeri nal inhalas
Definisi: inspirasi &/ ekspirasi i
yang memberikan ventilasi adekuat Dukun Pembe
Ekspetasi: Membaik gan rian
Kriteria hasil: kepatu obat
Indicator 1 2 3 4 5 han intrave
Ventilasi progra na
semenit m
Kapasitas vital pengo
Tekanan batan
ekspirasi & Dukun Penceg
inspirasi gan ahan
Keterangan: ventila aspiras
1: menurun si i
2: cukup menurun Manaj Pengat
3: sedang emen uran
4: cukup meningkat jalan posisi
5: menignkat nafas
Dispneu buatan
Penggunaan Manaj Peraw
otot bantu emen atan
nafas ventila selang
Pemanjangan si dada
fase ekspirasi mekan
Ortopneu ik
Pernafasan Peman Peraw
pursed-lip tauan atan
Pernapasan neurol trakhe
cuping hidung ogis ostomi
Keterangan: Pembe Reduk
1: meningkat rial si
2: cukup meningkat analge ansieta

18
3: sedang sic s
4: cukup menurun Pembe Stabili
5: menurun rian sasi
Frekuensi obat jalan
nafas nafas
Kedalaman
nafas
Ekskursi dada
Keterangan:
1: memburuk
2: cukup memburuk
3: sedang
4: cukup membaik
5: membaik

SIKI: Manajemen Jalan Nafas (I.01011)


Definisi: mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas.
Tindakan:
Observasi:
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
2. Monitor bunyi nafas tambahan (gurgling, wheezing, ronkhi)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik:
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift
2. Posisikan semi fowler/fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

SIKI: Pemantauan Respirasi (I.01014)


Definisi: mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan
keefektifan pertukaran gas.
Tindakan:
Observasi:
1. Monitor frekuensi, kedalaman, irama, upaya nafas
2. Monitor pola nafas (missal: bradipneu, takipneu, hiperventilasi, kussmaul)
3. Monitor adanya produksi sputum
4. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
5. Auskultasi bunyi nafas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor nilai AGD
Terapeutik:
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

19
2. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedyur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4. Deficit nutrisi (D.0032)


Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi atau Cairan
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk mememnuhi kebutuhan metabolisme.
Gejala dan Tanda
Gejala dan Tanda Minor
Mayor
S
u
Penyebab
b Obyekt Subyrkt
Obyektif
ye if if
kt
if
1. Ketidakmampuan Tidak 1. Berat 1. Cepat 1. bising usus hiperaktif
menelan makanan tersedia badan kenyang 2. otot pengunyah lemah
2. Ketidakmampuan menurun setelah 3. otot menelan lemah
mencerna minimal makan 4. membrane mukosa
makanan 10% di 2. kram/nyeri pucat
3. Ketidkammapuan bawah abdomen 5. sariawan
mengabsorpsi rentang 3. nafsu makan 6. serum albumin turun
nutrient ideal menurun 7. rambut rontok
4. Peningkatan berlebihan
kebutuhan 8. diare
metabolism
5. Faktor ekonomi
6. Faktor psikologis
Kondisi Klinis Terkait
1. stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Kerusakan neuromuskuler
5. Luka bakar
6. Kanker
7. AIDS
8. Penyakit kronis

Intervensi
SDKI SLKI (Kriteria Hasil) SIKI (Intervensi)
(Diagnos
a)
Deficit Luaran utama: Intervensi utama
nutrisi Status nutrisi Manaj Promo
Luaran Tambahan: emen si berat
1. berat badan nutrisi badan
2. eliminasi Intervensi pendukung
fekal

20
3. fungsi Dukun Manaj
gastrointestinal gan eemn
4. nafsu makan kepatu hipergl
5. status han ikemia
menelan progra &
6. tingkat m hipogli
depresi pengo kemia
7. tingkat nyeri batan
Definisi: keadekuatan asupan Eduka Peman
nutrisi untuk memenuhi kebutuhan si diet tauan
metabolism pada bayi cairan
Ekspetasi: Membaik Konsel Peman
Kriteria hasil: ing tauan
Indicator 1 2 3 4 5 laktasi nutrisi
Porsi makanan Koselit Peman
yang n tauan
dihabiskan nutrisi TTV
Kekuatan otot Manaj Pembe
pengunyah emen rian
Keterangan: cairan makan
1: menurun an
2: cukup menurun Manaj Pembe
3: sedang emen rian
4: cukup meningkat elimin makan
5: menignkat asi an
Perasaan cepat fekal parent
kenyang eral
Nyeri Manaj Pembe
abdomen emen rian
Sariawan gangg obat
Rambut rontok uan intrave
Diare makan na
Keterangan: Manaj Terapi
1: meningkat emen menela
2: cukup meningkat energi n
3: sedang
4: cukup menurun
5: menurun
Berat badan
Indeks massa
tubuh
Frekuensi
makan
Bising usus
Keterangan:
1: memburuk
2: cukup memburuk
3: sedang
4: cukup membaik

21
5: membaik

SIKI: Manajemen Nutrisi (I.03119)


Definisi: mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.
Tindakan:
Observasi:
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan
intoleransi maaknan
3. Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis makanan
4. Monitor asupan makanan
5. Monitor berat badan
6. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik:
1. Fasilitasi menentukan program diet
2. Berikan makan tinggi kalori dan protein
3. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi:
1. Ajarkan diet yang diprogram
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

SIKI: Promosi Berat Badan (I.03136)


Definisi: memfasilitasi peningkatan berat badan
Tindakan:
Observasi:
1. Identifikasi kemngkinan penyebab berat badan berkurang
2. Monitor adanya mual muntah
3. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi
4. Monitor berat badan
5. Monitor albumin, limfosit, elektrolit dan serum
Terapeutik:
1. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
(missal: makanan cair melalui NGT)
2. Berikan suplemen jika perlu
3. Hidangkan makanan secara menarik
Edukasi:
1. Jelaskan makanan yang bergizi tinggi, namun
tetap terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
dibutuhkan

5. Gangguan Integritas Kulit atau Jaringan (D.0129)


Kategori : lingkungan
Subkategori : keamanan dan proteksi

22
Definisi : kerusakan kulit (Dermis atau epidermis) atau jaringan (Misal:
membrane mukosa, otot, tendon, tulang. Kartilago)
Gejala dan Tanda
Gejala dan Tanda Minor
Mayor
Su
Penyebab Sub
by
Obyektif yek Obyektif
ekt
tif
if
1. Perubahan sirkulasi Tidak 1. Kerusakan Tid 1. Nyeri
2. Perubahan status nutrisi tersedia jaringan ak 2. Perdarahan
3. Penurunan mobilitas atau lapisan ters 3. Kemerahan
4. Suhu lingkungan yang kulit edia 4. Hematoma
ekstrim
5. Kelembapan
6. Neurpati perifer
Kondisi Klinis Terkait
1. Imobilisasi
2. Gagal ginjal
3. Gagal jantung kongestif
4. Diabetes mellitus
5. Imunodefisiensi

Intervensi
SDKI SLKI (Kriteria Hasil) SIKI (Intervensi)
(Diagnos
a)
Ganggua Luaran utama: Intervensi utama
n Integritas kulit dan jaringan Peraw Peraw
integritas Luaran Tambahan: atan atan
kulit dan a. Pemulihan pasca bedah integrit luka
jaringan b. Penyembuhan luka as kulit
c. Perfusi perifer Intervensi pendukung
d. Respon alergi local Dukun Pembe
e. Status nutrisi gan rian
f. Status cairan perawa obat
Definisi: keutuhan kulit (dermis, tan diri kulit
epidermis) atau jaringan (mukosa, Eduka Pembe
kornea, otot, tendon) si rian
Ekspetasi: Meningkat perata obat
Kriteria hasil: n diri subkut
Indicator 1 2 3 4 5 an
Elastisitas Eduka Penjah
Hidrasi si itan
Perfusi pelaku luka
jaringan upaya
Keterangan: keseha
1: menurun tan
2: cukup menurun Konsul Peraw
3: sedang tar atan

23
4: cukup meningkat area
5: menignkat insisi
Kerusakan Manaj Peraw
jaringan emen atan
Kerusakan nyeri kuku
lapisan kulit Pelapo Peraw
Nyeri ran atan
Perdarah statis luka
Kemerahan keseht bakar
Nekrois an
Keterangan: Pembe Terapi
1: meningkat ruan lintah
2: cukup meningkat obat
3: sedang Pembe Skrini
4: cukup menurun rian ng
5: menurun obat kanker
Suhu kulit IV
Sensasi
Tektur
Pertumbuhan
rambut
Keterangan:
1: memburuk
2: cukup memburuk
3: sedang
4: cukup membaik
5: membaik

SIKI: perawatan Integritas kulit atau jaringan (I.11353)


Definisi: mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga keutuhan, kelembapan dan mencegah
perkembangan mikroorganisme
Tindakan:
Observasi:
1. Identifikasi penyebab gangguan integrita kulit
Terapeutik:
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang
3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode
4. Gunakan produk bebbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
5. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
Edukasi:
a. Anjurkan menggunakan pelembab
b. Anjurkan minum air yang cukup
c. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
e. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

24
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Suharjo B. (2009). Batu Empedu. Yogyakarta: Kanisus


Hadi, Sujono. (2002). Gastroenterologi. Bandung: Alumni
Kowalak , J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2011). Buku Ajar Patofisiologi . Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan. Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Jakarta: DPP PPNI.
Schwartz, Seymour I. (2000). Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku dari Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Suratun dan Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media
Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

25

Anda mungkin juga menyukai