Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA Ny.

T DENGAN
DIAGNOSA MEDIS CHOLELITHIASIS DI INSTALASI BEDAH
SENTRAL RSUD PURWOREJO, JAWA TENGAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik KGD dalam konteks Anestesi II

Dosen Pembimbing : Umi Istianah, S.Kep.Ns, M.Kep. Sp.MB

Disusun Oleh :

Meiris Dwi Anita


NIM : P07120214020

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

D – IV KEPERAWATAN

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Perianestesi Pada Ny. T dengan Diagnosa Medis


Cholelithiasis di Instalasi Bedah Sentral RSUD Purworejo, Jawa Tengah

Disusun oleh :

Meiris Dwi Anita


P07120214020

Telah diperiksa dan disetujui pada Mei 2018

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

Umi Istianah, S.Kep.Ns, M.Kep. Sp.MB Asriani Azis, SST


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anestesi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
tata laksana untuk me “matikan” rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa tidak
nyaman yang lain sehingga pasien merasa nyaman, dan ilmu ini
mempelajari tata laksana untuk menjaga/ mempertahankan hidup dan
kehidupan pasien selama mengalami “kematian” yang diakibatkan obat
bius (Mangku & Senapathi, 2010).
Pelayanan anestesi merupakan bagian integral dari pelayanan
perioperatif yang memiliki pengaruh besar dalam menetukan keberhasilan
tindakan pembedahan yang adekuat dan aman bagi pasien. Anestesi yang
ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran
dengan cepat segera sesudah pemberian anestesi dihentikan (Majid dkk,
2011).
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan
(elektif/emergency) harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya
dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap
harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental
dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan
persiapan pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri
dari premedikasi, masa anestesi, dan pemeliharaan, serta tahap pemulihan
dan perawatan post anestesi.

Cholelithiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary


calculus. Istilah cholelithiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di
dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk
di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di
dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam
saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter,
edisi 72, 2011).
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu,
tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam
saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu
saluran empedu sekunder. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu
dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra atau ekstra-hepatik
tanpa melibatkan kandung empedu.

B. Rumusan Masalah
Pada bagian ini, penulis mengambil kasus pada pasien Ny. T
dengan diagnosa medis cholelithiasis yang akan di lakukan tindakan
cholecystectomy di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Purworejo.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan anestesi ini adalah
untuk mendapatkan pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan anestesi mulai dari pre operasi, intra operasi dan post
operasi pada klien dengan cholelithiasis dengan general anestesi.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran mengenai pengkajian asuhan keperawatan
perianestesia pada pasien cholelithiasis dengan general anestesi.
b. Memberikan gambaran mengenai diagnosa keperawatan yang
timbul pada asuhan keperawatan perianestesia pada pasien
cholelithiasis dengan general anestesi.
c. Memberikan gambaran mengenai perencanaan keperawatan pada
asuhan keperawatan perianestesia pada pasien cholelithiasis
dengan general anestesi.
d. Memberikan gambaran mengenai implementasi keperawatan pada
asuhan keperawatan perianestesia pada pasien cholelithiasis
dengan general anestesi.
e. Memberikan gambaran mengenai evaluasi keperawatan pada
asuhan keperawatan perianestesia pada pasien cholelithiasis
dengan general anestesi.
D. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan perianestesi dilakukan
pada tanggal 26 Mei 2018, tempat pelaksanaan asuhan keperawatan
perianestesi dilakukan di instalasi bedah sentral (IBS) RSUD Purworejo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Teori General Anestesi (GA)


A. Pengertian General Anestesi
Pengertian secara harfiah anestesi berasal dari bahasa Yunani “an”
yang berarti berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh. Anestesi berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan tidak atau tanpa dan “aesthētos”, persepsi atau kemampuan
untuk merasa, secara umum rasa sakit pada tubuh (Mangku dan Senapathi,
2010).
Obat anestesi dapat digunakan untuk induksi anestesi,
pemeliharaan anestesi atau sedasi tergantung dari dosis yang diberikan.
Obat anestesi diberikan intravena sebagai cairan atau gas sebagai inhalasi.
Anestesi intravena (IV) biasa digunakan untuk induksi dan agen inhalasi
digunakan untuk pemeliharaan (Keat, Aleksander dan Sarah, 2013).

B. Indikasi
1. Infant dan anak usia muda
2. Dewasa yang memilih anestesi umum
3. Pembedahannya luas / eskstensif
4. Penderita sakit mental
5. Pembedahan lama
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
7. Riwayat penderita toksik / alergi obat anestesi lokal
8. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia dan bedah anak biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan

C. Kontra Indikasi
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada
organ yang mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat
pada:
1. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis
terhadap hepar atau dosis obat diturunkan
2. Jantung yaitu obat-obat yang mendepresi miokardium atau menurunkan
aliran darah koroner
3. Ginjal yaitu obat yang di ekskresi di ginjal
4. Paru-paru yaitu obat yang merangsang sekresi paru
5. Endokrin yaitu hindari obat yang meningkatkan kadar gula darah/
hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis
pada diabetes karena bisa menyebabkan peningkatan gula darah.

D. Teknik
General anestesi menurut Mangku & Senapathi (2010) membagi
anestesi menjadi 3 komponen yang disebut trias anestesi dengan teknik
general anestesi antara lain:
1. General Anestesi Intravena
Merupakan salah satu teknik general anestesi yang dilakukan
dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam
pembuluh darah vena. Obat induksi bolus disuntikkan dengan
kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi hemodinamik
harus selalu diawasi dan diberikan oksigen.
2. General Anestesi Inhalasi
Merupakan teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau
cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung
ke udara inspirasi.Menurut Mangku & Senapathi (2010) ada beberapa
teknik general anestesi inhalasi antara lain:
a. Inhalasi sungkup muka
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi
yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan.
Dilakukan pada operasi kecil dan sedang di daerah permukaan
tubuh, berlangsung singkat dan posisi terlentang.
b. Inhalasi Sungkup Laryngeal Mask Airway (LMA)
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi
yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan.
Dilakukan pada operasi kecil dan sedang didaerah permukaan tubuh,
berlangsung singkat dan posisi terlentang.
c. Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas spontan
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi
yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan.
Dilakukan pada operasi di daerah kepala-leher dengan posisi
terlentang, berlangsung singkat dan tidak memerlukan relaksasi otot
yang maksimal.
d. Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas kendali
Inhalasi ini menggunakan obat pelumpuh otot non depolarisasi,
selanjutnya dilakukan nafas kendali. Komponen anestesi yang
dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot. Teknik ini
digunakan pada operasi yang berlangsung lama >1jam (kraniotomi,
torakotomi,laparatomi, operasi dengan posisi lateral dan pronasi).
3. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan menggabungkan kombinasi
obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi
atau kombinasi teknik general anestesi dengan anestesi regional untuk
mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.

E. Komplikasi (Miller, 2010)


1. Trauma pada jaringan lunak gigi dan mulut
2. Hipertensi sistemik dan takikardi
3. Aspirasi cairan lambung
4. Barotrauma paru
5. Spasme laring
6. Edema laring

Konsep Teori Cholelithiasis


A. Pengertian
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk
dalam kantung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan
empedu, batu empedu memilki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat
bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa
muda tetapi insidensnya semakin sering pada individu berusia diatas 40
tahun. Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu
tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan
memiliki batu empedu (Brunner &Sudarth, 2003).
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung
empedu, biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada
duktus kistik, menyebabkan distensi kantung empedu (Doenges,2009;
521).

B. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun
faktor predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan
infeksi kandung empedu,
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor
terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu
empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk
membentuk batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan super
saturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-
insur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter
oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon
kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan
pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel
atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi
lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding panyebab
terbentuknya batu.

C. Manifestasi Klinis
Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya
gangguan pada epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa
penuh diperut, distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan
atas.
a. Rasa nyeri hebat dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung empedu
mengalami distensi kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba
massa pada kuadran I yang menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar
ke punggung dan bahu kanan. Nyeri akan dirasakan persisten (hilang
timbul) terutama jika habis makan makanan berlemak yang disertai
rasa mual dan ingin mual muntah pada pagi hari karena metabolisme
di kandung empedu akan meningkat.
b. Ikterik dan BAK berwarna kuning
Ekskresi cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) juga
mengakibatkan peningkatan bilirubin serum yang diserap oleh darah
dan masuk ke sirkulasi sistem sehingga terjadi filtrasi oleh ginjal yang
menyebabkan bilirubin dieksresikan oleh ginjal sehingga urin
berwarna kuning bahkan kecoklatan.
c. Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D, E,
dan K yang larut lemak.Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.

D. Komplikasi
- Asimtomatik
- Obstruksi duktus sistikus
- Kolik bilier
- Kolesistitis akut
- Perikolesistitis
- Peradangan pankreas (pankreatitis)
- Perforasi
- Kolesistitis kronis
- Hidrop kandung empedu
- Empiema kandung empedu
- Fistel kolesistoenterik
- Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali
dan batu empedu muncul lagi)
- Ileus batu empedu (gallstone ileus)

E. Penatalaksanaan
- Open Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan
batu empedu simtomatik.
- Kolesistektomi Laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah.
- Extracorporeal Shock-wave-lithotripsy (ESWL)
Batu empedu dapat dipecahkan dengan gelombang kejutan yang
dihasilkan di luar badan oleh alat elektrohidrolik, elektromagnetik atau
elektrik-Pieza. Biasanya USG digunakan untuk mengarahkan
gelombang ke arah batu yang terletak di kandung empedu. Gelombang
akan melewati jaringan lunak dengan sedikit absorbsi sedangkan batu
akan menyerap enersi dan terpecahkan. Biasanya tehnik ini disertai
pemberian asam empedu oral CDCA atau UDCA.

Asuhan Keperawatan Peri Anestesi


1. Pre Anestesi
a. Pengkajian Pre Anestesi dilakukan sejak pasien dinyatakan akan
dilakukan tindakan pembedahan baik elektif maupun emergensi.
Pengkajian pre anestesi meliputi :
- Identitas pasien
- Riwayat kesehatan pasien dan riwayat alergi
- Pemeriksaan fisik pasien meliputi : Tanda-tanda vital pasien,
pemeriksaan sistem pernapasan (breathing), sistem kardiovaskuler
(bleeding), sistem persyarafan (brain), sistem perkemihan dan
eliminasi (bowel), sistem tulang, otot dan integument (bone).
- Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, rontgen, CT-scan,
USG, dll.
- Kelengkapan berkas informed consent.

b. Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat
menilai klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa digunakan
untuk menentukan diagnosa keperawatan, tujuan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi pre anestesi.

c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Pre


Anestesi
1) Dx : Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan
Tujuan : Cemas berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
- Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat
anestesi/pembiusan.
- Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan.
- Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif secara tepat.
- Pasien tampak tenang dan kooperatif.
- Tanda-tanda vital normal.
Rencana tindakan :
- Kaji tingkat kecemasan.
- Orientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi.
- Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.
- Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
- Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas.
- Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam.
- Kolaborasi untuk memberikan obat penenang.
Evaluasi :
- Pasien mengatakan paham akan tindakan pembiusan atau
anestesi.
- Pasien mengatakan siap dilakukan prosedur anestesi dan
operasi.
- Pasien lebih tenang.
- Ekspresi wajah cerah.
- Pasien kooperatif ditandai tanda-tanda vital dalam batas normal.
2) Dx : Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d
vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi.
Tujuan : keseimbangan cairan dalam ruang intrasel dan ekstrasel
tubuh tercukupi.
Kriteria hasil :
- Pasien menyatakan tidak haus/tidak lemas
- Akral kulit hangat.
- Haemodinamik normal.
- Masukan dan keluaran cairan seimbang.
- Urine output 1-2 cc/kgBB/jam.
- Hasil laborat elektrolit darah normal.
Rencana tindakan :
- Kaji tingkat kekurangan volume cairan.
- Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit.
- Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit.
- Monitor hemodinamik pasien.
- Monitor perdarahan.
Evaluasi :
- Kebutuhan volume cairan seimbang.
- Lokasi tusukan infus tidak bengkak dan tetesan infus lancar.
- Cairan masuk dan keluar pasien terpantau.
- Hemodinamik normal.
- Laboratorium.

2. Intra Anestesi
a. Pengkajian Intra Anestesi dilakukan sejak pasien dilakukan
pembedahan. Pengkajian Intra anestesi meliputi :
- Persiapan pasien, alat anestesi dan obat-obat anestesi.
- Pelaksanaan anestesi
- Monitoring respon dan hemodinamik pasien yang kontinu setiap 5
menit sampai 10 menit.

b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa
keperawatan, tujuan, perencanaan, implementasi dan evaluasi intra
anestesi.

a. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi intra


anestesi
1) Dx : Pola nafas tidak efektif b/d penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan: Pola napas pasien menjadi efektif/normal.
Kriteria hasil :
- Frekuensi napas normal.
- Irama napas sesuai yang diharapkan.
- Ekspansi dada simetris.
- Jalan napas pasien lancar tidak didapatkan adanya sumbatan.
- Tidak menggunakan obat tambahan.
- Tidak terjadi sianosis, saturai O2 96-100%.
Rencana tindakan:
- Bersihkan secret pada jalan napas.
- Jaga patensi jalan napas.
- Pasang dan beri suplai oksigen yang adekuat.
- Monitor perfusi jaringan perifer.
- Monitor ritme, irama dan usaha respirasi.
- Monitor pola napas dan tanda-tanda hipoventiasi.
Evaluasi :
- Pola napas efektif dan tidak ada tanda-tanda sianosis.
- Napas spontan, irama dan ritme teratur.
2) Dx : Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : Tidak akan terjadi aspirasi
Kriteria hasil :
- Pasien mampu menelan.
- Bunyi paru bersih.
- Tonus otot yang adekuat.
Rencana tindakan:
- Atur posisi pasien.
- Pantau tanda-tanda aspirasi.
- Pantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek muntah,
kemampuan menelan.
- Pantau bersihan jalan napas dan status paru.
- Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
- Tidak ada muntah.
- Mampu menelan.
- Napas normal tidak ada suara paru tambahan.

3) Dx: Resiko kecelakaan cedera b/d efek anestesi umum.


Tujuan : Pasien aman selama dan setelah pembedahan.
Kriteria hasil :
- Selama operasi pasien tidak bangun/tenang.
- Pasien sadar setelah anestesi selesai.
- Kemampuan untuk melakukan gerakan yang bertujuan.
- Kemampuan untuk bergerak atau berkomunikasi.
- Pasien aman tidak jatuh
Rencana tindakan:
- Atur posisi pasien, tingkatkan keamanan bila perlu gunakan tali
pengikat.
- Jaga posisi pasien immobile.
- Atur meja operasi atau tubuh pasien untuk meningkatkan fungsi
fisiologis dan psikologis.
- Cegah resiko injuri jatuh.
- Pasang pengaman tempat tidur ketika melakukan transportasi
pasien.
- Pantau penggunaan obat anestesi dan efek yang timbul.
Evaluasi :
- Pasien aman selama dan setelah pembiusan.
- Pasien nyaman selama pembiusan, tanda-tanda vital stabil.
- Pasien aman tidak jatuh.
- Skor aldrete pasien ≥ 9 untuk bisa dipindahkan ke ruang rawat.

3. Post Anestesi
a. Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai dilakukan
tindakan pembedahan dan pasien akan dipindahkan ke ruang
pemulihan. Pengkajian Post anestesi meliputi :
- Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
- Status respirasi dan bersihan jalan napas.
- Penilaian pasien dengan skala Aldrete (untuk anestesi general pasien
dewasa), Stewart (untuk anestesi general pasien anak) dan skala
Bromage (untuk anestesi regional)
- Instruksi post operasi.

b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa
keperawatan, tujuan, perencanaan, implementasi dan evaluasi intra
anestesi.

a. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan dan Evaluasi Post Anestesi


1) Dx: Bersihan jalan napas tidak efektif b/d mukus banyak, sekresi
tertahan efek dari general anestesi.
Tujuan: bersihan jalan napas pasien efektif.
Kriteria hasil :
- Pola napas normal : frekuensi dan kedalaman, irama.
- Suara napas bersih.
- Tidak sianosis.
Rencana tindakan:
- Atur posisi pasien.
- Pantau tanda-tanda ketidakefektifan dan pola napas.
- Ajarkan dan anjurkan batuk efektif.
- Pantau respirasi dan status oksigenasi.
- Buka jalan napas dan bersihkan sekresi.
- Beri oksigenasi dan ajarkan napas dalam
- Auskultasi suara napas dan pantau status oksigenasi dan
hemodinamik.
Evaluasi :
- Jalan napas efektif.
- Napas pasien spontan dan teratur.
- Tidak ada tanda-tanda sianosis.
- Status hemodinamik pasien stabil.
2) Dx : Gangguan rasa nyaman mual muntah b/d pengaruh sekunder
obat anestesi.
Tujuan : Mual muntah berkurang.
Kriteria hasil :
- Pasien menyatakan mual berkurang.
- Pasien tidak muntah.
- Pasien menyatakan bebas dari mual dan pusing.
- Hemodinamik stabil dan akral kulit hangat.
Rencana tindakan:
- Atur posisi pasien dan tingkatkan keseimbangan cairan.
- Pantau tanda vital dan gejala mual muntah.
- Pantau turgor kulit.
- Pantau masukan dan keluaran cairan.
- Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
- Perasaan pasien lega, tidak pusing dan terbebas dari rasa mual.
- Akral kulit hangat tidak pucat/sianosis.
- Nadi teratur dan kuat
- Status hemodinamik stabil.
3) Dx : Nyeri akut b/d agen cidera fisik (operasi)
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Pasien menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
- Pasien mampu istirahat.
- Ekspresi wajah tenang dan nyaman.
Rencana tindakan:
- Kaji derajat, lokasi, durasi, frekuensi dan karakteristik nyeri.
- Gunakan tehnik komunikasi terapeutik.
- Ajarkan tehnik relaksasi.
- Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
- Rasa nyeri berkurang atau hilang.
- Hemodinamik normal.
- Pasien bisa istirahat dan ekspresi wajah tenang.
4) Dx: Hipotermi b/d berada atau terpapar di lingkungan dingin.
Tujuan : Pasien menunjukan termoregulasi.
Kriteria hasil :
- Kulit hangat dan suhu tubuh dalam batas normal.
- Perubahan warna kulit tidak ada.
- Pasien tidak menggigil kedinginan.
Rencana tindakan:
- Mempertahankan suhu tubuh selama pembiusan atau operasi
sesuai yang diharapkan.
- Pantau tanda-tanda vital.
- Beri penghangat.
Evaluasi :
- Suhu tubuh normal.
- Tanda-tanda vital stabil.
- Pasien tidak menggigil.
- Warna kulit tidak ada perubahan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 57 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Samping, Kemiri, Purworejo
No RM : 4929xx
Diagosa pre operasi : Cholelithiasis
Tindakan operasi : Cholecystectomy
Tanggal operasi : 26 Mei 2018
Dokter bedah : dr. Syamsul Burhan, Sp.B
Dokter anestesi : dr. Bambang H, Sp.An
2. Anamnesa
a. Keluhan utama : Pasien mengatakan perutnya terasa sakit, pasien
mengeluh haus.
b. Riwayat penyakit sekarang : Pasien dengan diagnosa cholelithiasis.
c. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak memiliki riwayat asma,
hipertensi maupun DM. Pasien menyatakan belum pernah dirawat di
rumah sakit, pasien menyatakan belum pernah operasi sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga : pasien mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi, asma dan DM.
3. Pemerikasaan Fisik
a. Kesadaran umum dan tanda vital
1) Pre-Anestesi
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
BB : 55 kg TB : 155 cm
IMT : 22,9 kg/m2 N : 70 x/mnt
TD : 121/60 mmHg
RR : 20 x/mnt
2) Intra-Anestesi
Pasien terintubasi dengan ETT no. 7
TD : 114/66 mmHg
RR : 18 x/mnt
N : 60 x/mnt
3) Post-Anestesi
Pasien sadar penuh
TD : 130/71 mmHg
RR : 20 x/mnt
N : 62 x/mnt
b. B1 : Breathing
1) Pre-Anestesi
 Respirasi Rate : 20 x/menit
 Nafas spontan, bunyi nafas vesikuler, nafas kuat dan dalam, tidak
ada wheezing dan ronkhi
 Pengembangan kedua dada saat inspirasi simetris
 SpO2 : 100%
2) Intra-Anestesi
 Respirasi Rate: 18 x/menit,
 Pengembangan kedua dada saat inspirasi simetris
 Volume tidal 450 ml
 SpO2 : 99%
3) Post-Anestesi
 Respirasi Rate : 20x/menit
 SpO2 : 99%
c. B2 : Bleeding (Kardiovaskuler / Sirkulasi)
1)Pre-Anestesi
 Frekuensi Nadi : 70 x/menit, denyutan teraba kuat
 S1 S2 reguler
 CRT < 3 detik
 Tidak terdapat edema
 Konjungtiva tidak anemis
 Hb : 12,6 mg/dL
2)Intra-Anestesi
 Frekuensi Nadi : 60 x/menit denyutan teraba kuat
 CRT < 3 detik
 Daerah perifer tidak sianosis
 Konjungtiva tidak anemis
 Perdarahan intra anestesi : 100 cc
3)Post-Anestesi
 Frekuensi Nadi : 62 x/menit, denyutan teraba kuat
 CRT < 3 detik
 Daerah perifer tidak sianosis
 Konjungtiva tidak anemis
d. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
1) Pre-Anestesi
 GCS : E4V5M6
 Kesadaran compos mentis
2) Intra-Anestesi
 Tingkat kesadaran koma
3) Post-Anestesi
 GCS : E3V4M6
 Pasien compos mentis tersedasi
 Ekstermitas masih lemah saat digerakkan
e. B 4 : Bladder (Perkemihan - Eliminasi)
1) Pre-Anestesi
 Pasien terpasang urine catheter no. 16, jumlah urin dari bangsal
pukul 12.00 yaitu 100 cc.
2) Intra-Anestesi
 Produksi urine selama operasi 150cc
3) Post-Anestesi
 Produksi urine post operasi 50 cc
f. B 5 : Bowel (Pencernaan - Eliminasi Alvi/Gastrointestinal)
1) Pre-Anestesi
 Pasien menyatakan tidak ada gangguan pencernaan
 Bising usus : 8x/menit
 Terdapat nyeri tekan pada abdomen kanan atas
2) Intra-Anestesi
 Pasien dalam efek obat anestesi
3) Post-Anestesi
 Pasien masih dalam efek obat anestesi
 Bising usus : 8x/menit
 Tidak mengalami mual dan muntah
g. B 6 : Bone (Tulang-Otot-Integumen)
 Warna kulit tampak kuning
 Suhu : 36,5 oC
 Pasien tampak lemah, masih dalam efek sedasi
4. Psikologis
Pasien kooperatif, pasien dapat menjawab semua pertanyaan assesment
yang diajukan.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: tanggl 26 Mei 2018
 Darah rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12.6 11,7 - 15,5 g/dl
Hematokrit 37 35 - 47 %
Leukosit 9.6 3,6 -11,00 ribu/ul
Trombosit 266 150 - 400 ribu/ul
Eritrosit 4.2 3,80 - 5,20 juta/ul
Eosinofil L 1,80 2-4%
Basofil 0,20 0–1%
Netrofil 63,50 50 – 70 %
Limfosit 26,60 22 – 40 %
Monosit 7,90 2–8%

Gula darah sewaktu 102 74 – 106 mg/dL


Kreatinin H 0,88 0,45 – 0,75 mg/dL

b. USG Abdomen Atas


- Suspect cholecystolithiasis, dd soft tissue lesion dinding VF
- Tak tampak kelainan pada hepar, lien, pancreas dan kedua ren
- Tak tampak lymphadenopathy parasoris abdominalis
6. Diagnosis Anestesi
Perempuan umur 57 tahun, diagnosa medis cholelithiasis status fisik
ASA II, direncanakan operasi cholecystectomy dengan general anestesi
dengan teknik Endotracheal Tube non kinking.

B. Persiapan penatalaksanaan anestesi


1. Persiapan Alat
a. Mesin anestesi dihubungkan dengan sumber gas dan mengecek ulang
kelengkapan serta fungsinya, pastikan vaporizer sudah terisi agen,
absobser tidak berubah warna, dan sambungkan dengan sumber listrik.
b. Pastikan bag mask, circuit, konektor sesuai tempatnya.
c. Siapkan monitor lengkap dengan manset, finger sensor dan lead EKG.
d. Persiapan STATICS (Stetoscope; Laringoscope type Machintos blade
no. 3 dan 4; ETT no. 6,5, 7, 7,5; OPA, plester, stilet, connector,
suction, spuit cuff).
e. Siapkan lembar laporan durante anestesi.
2. Persiapan obat
a. Premedikasi
Miloz 2,5 mg
Fentanyl 50 mcg
b. Obat muscle relaxan
Notrixum 20 mg
c. Obat induksi
Fresofol 100 mg
d. Obat Analgetik
Ketorolac 30mg
e. Cairan infus
Kristaloid : Tutofusin
3. Persiapan pasien
a. Pasien tiba di IBS pukul: 11.30 WIB
b. Serah terima pasien dengan petugas ruangan, memeriksa status pasien
termasuk informed consent, dan obat-obatan yang telah diberikan di
ruang perawatan.
c. Memindahkan pasien ke brankar IBS
d. Memperkenalkan diri kepada pasien, mengecek ulang identitas pasien,
nama, alamat dan menanyakan ulang puasa makan dan minum, riwayat
penyakit dan alergi, serta berat badan saat ini.
e. TD : 110/60 mmHg; N : 70x/mnt; SpO2: 100 %; RR : 20x/mnt
f. Memeriksa kelancaran infus dan alat kesehatan yang terpasang pada
pasien.
g. Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, pasien
mengatakan sakit pada bagian perut bagian kanan atas.
h. Melakukan pemeriksaan pulmo pasien
Inspeksi : dada simetris, pasien bernapas dalam menggunakan
pernapasan abdomen.
Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+
i. Observasi pasien pukul 12.00 WIB TD : 121/60 mmHg N : 70x/menit
RR: 20x/mnt, SpO2: 100%, lapor dokter anestesi hasil observasi, dari
kolaborasi dengan dokter anestesi pasien dipindahkan ke meja operasi.
4. Penatalaksanaan anestesi
Penatalaksanaan anestesi di mulai dari memasang alat pelindung diri
(APD), alat monitor, manset, finger sensor, memberitahu pasien akan di
bius, menganjurkan pasien untuk berdo’a, memulai persiapan general
anestesi, menyuntikan obat-obatan premedikasi, muscle relaxan, induksi,
memantau intra operatif, pengakhiran anestesi sampai dengan perawatan di
recovery room.
Pasien dipindahkan di meja operasi dilakukan pemasangan monitor
tekanan darah, saturasi oksigen , hasil pengukuran monitor :
TD : 121/60 mmHg; N: 70x/mnt; SpO2: 100%; RR : 20x/mnt, pernapasan
spontan.
a. Memberikan Premedikasi
Pasien diberikan premedikasi Fentanyl 50 mcg dam Midazolam 2,5
mg melalui IV.
b. Memberikan obat muscle relaxan dan obat induksi
− Pasien pada posisi supinasi.
− Injeksi obat muscle relaxan (Notrixum 20 mg)
− Injeksi obat induksi (Fresofol 100 mg)
− Monitor pernafasan pasien dengan memperhatikan
TD : 121/60 mmHg; N : 70x/mnt; SpO2: 100%; RR : 20x/mnt,
pernapasan spontan
− Melakukan evaluasi pemberian obat
TD : 114/66 mmHg ; N : 60 x/mnt; SpO2: 99 %; RR : 18x/mnt
c. Pasien mulai dilakukan insisi pukul 12.20 WIB yang sebelumnya
dilakukan time out.
d. Pasien selesai operasi dilsakukan sign out
e. Pukul 14.00 WIB operasi selesai
f. Pasien dipindahkan ke recovery room pada pukul 14.10 WIB

C. Maintenance
Maintenance menggunakan:
 Balance cairan:
 Maintance (M)
4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 35 = 35
Jumlah = 95 cc
 Pengganti Puasa (PP) = 8 jam x 95 = 760 cc
 Stress operasi (SO) = 8 x 55 = 440 cc (operasi besar)
 Kebutuhan Cairan :
Jam 1 : M + 1/2PP + SO = 95 + ½ . 760 + 440 = 915 cc
Jam 2 : M + 1/4PP + SO = 95 + ¼ . 760 + 440 = 725 cc

D. Monitoring Selama Operasi


N2O
O2 Sevoflurane
JAM TD N SpO2 lt/mn Respirasi Tindakan
lt/mnt % vol
t

Memberikan premedikasi
Fentanyl 50 mcg, Miloz 2,5 mg
12.15 121/60 70 100% 2 2 2 20
Injeksi Notrixum 20 mg, Fresofol
100 mg
Monitor TTV
12.20 114/66 60 100% 2 2 2 18
Mulai insisi kulit
12.25 120/64 58 99% 2 2 2 18
12.30 118/64 59 99% 2 2 2 18
12.35 112/66 61 99% 2 2 2 18
12.40 110/62 60 99% 2 2 2 18
12.45 115/65 64 99% 2 2 2 18
12.50 110/62 62 9% 2 2 2 18
12.55 115/67 63 99% 2 2 2 18
13.00 104/60 61 99% 2 2 2 18
13.05 102/60 58 99% 2 2 2 18
13.10 110/68 59 99% 2 2 2 18
13.15 114/66 60 99% 2 2 2 18
13.20 111/62 60 100% 2 2 2 18
2 Mengganti cairan dengan
13.25 116/67 58 99% 2 2 18
Tutofusin 500 cc
13.30 110/72 60 100% 2 2 2 18
13.35 112/69 64 99% 2 2 2 18
13.40 109/62 62 100% 2 2 2 18
13.45 110/62 63 99% 2 2 2 18
13.50 118/60 59 99% 2 2 2 20
13.55 120/62 58 99% 4 0 0 20 Memberikan injeksi Torasic 30 mg
14.00 125/68 61 99% 4 0 0 20 Operasi selesai
14.05 128/70 61 98% 4 0 0 20 Ekstubasi ETT
14.10 130/71 62 99% 4 0 0 20 Pindah ke ruang RR

E. Pengakhiran Anestesi
1. Operasi selesai jam 14.00 WIB, napas spontan
2. Monitor tanda vital sebelum pasien di bawa ke ruang pemulihan TD:
130/71 mmHg; N : 62 x/mnt; SpO2 : 99 %; RR: 20 x/mnt.
3. Pasien dipindahkan ke recovery room dan dilakukan monitor selama 15
menit lalu dipindahkan ke bangsal.
F. Pemantauan di Recovery Room
Pasien di RR dilakukan pemantauan tanda vital dan pengawasan post operasi apakah
ada tanda-tanda perdarahan, perubahan hemodinamik akibat operasi dan anestesi,
keluhan pasien post operasi dan pengawasan terhadap alat kesehatan yang terpasang
pada pasien (infus, kateter, drain).
Jam
TD N SpO2 O2 RR Tindakan
JAM
Pasien tiba di RR dilakukan monitor
14.10 130/71 62 99% - 20
tanda vital
14.15 130/71 64 99% - 20
14.20 133/70 64 99% - 20 Pasien dipindah ke bangsal
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI

A. Analisa Data

NO DATA MASALAH ETIOLOGI


Pre Anestesi
1 DS: Resiko Vasodilatasi
- Pasien mengatakan puasa sejak
gangguan pembuluh darah
pukul 04.30 WIB
keseimbangan dampak obat
- Pasien mengeluh haus
DO: cairan dan anestesi
 N: 70 x/menit elektrolit
 R: 20x/menit
 Bibir pasien tampak kering
Intra Anestesi
2 DS: - Pola nafas tidak Disfungsi
DO: efektif neuromuscular
 Menggunakan obat Notrixum 20 mg dampak sekunder
 TD: 114/66 mmHg obat pelumpuh

 N: 60 x/menit otot pernapasan

 RR: 18 x/menit
Pasca Anestesi
3 DS: - Bersihan jalan Mukus banyak,
DO: nafas tidak sekresi tertahan
 Tampak banyak sekret pada mulut efektif efek dari general
pasien anestesi
 Pasien tampak gelisah
 Pasien stridor (ngorok)
 RR: 18 x/menit
4 DS: - Resiko Efek anestesi
DO: kecelakaan umum
 Pasien masih dalam efek sedasi cidera
 Pasien bergerak tak terkontrol
 Pasien belum sadar penuh
5 DS : Pasien mengeluh nyeri di bekas Nyeri akut Agen cidera fisik
operasi (tindakan operasi)
DO :
- Pasien gelisah dan merintih
- Pasien tampak memegangi bagian
perut yang sakit

B. Diagnosa

1. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi yang ditandai dengan pasien
mengatakan puasa sejak pukul 04.30 WIB, pasien mengeluh haus, N: 70x/menit,
RR: 20x/menit, bibir pasien tampak kering.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuscular dampak
sekunder obat pelumpuh otot pernafasan yang ditandai dengan menggunakan obat
Notrixum 20 mg, TD: 114/66 mmHg, N: 60x/menit, RR: 18x/menit.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus banyak, sekresi
tertahan efek dari general anestesi yang ditandai dengan tampak banyak sekret pada
mulut pasien, pasien tampak gelisah, pasien stridor (ngorok), RR: 18x/menit.
4. Resiko kecelakaan cidera berhubungan dengan efek anestesi umum yang ditandai
dengan pasien masih dalam efek sedasi, pasien bergerak tak terkontrol dan pasien
belum sadar penuh.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan operasi) yang ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri di bekas operasi, pasien gelisah dan meritih, pasien
tampak memegangi bagian perut yang sakit.
C. Perencanaan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Pre Anestesi
Resiko gangguan NOC: NIC :
keseimbangan cairan dan
elektrolit berhubungan  Fluid balance Fluid Management Fluid Management
dengan vasodilatasi  Hydration 1. Monitor keakuratan 1. Mengetahui penyebab
pembuluh darah dampak  Nutritional status : food and intake dan output cairan untuk menentukan
fluid
obat anestesi intervensi penyelesaian
 Intake
2. Monitor status hidrasi 2. Mengurangi risiko
(membran mukus, kekurangan volume
Setelah dilakukan asuhan
tekanan ortostatik, cairan semakin
keperawatan selama operasi
keadekuatan denyut bertambah
berlangsung, keseimbangan
nadi)
cairan dalam ruang intrasel 3. Monitor vital signs
dan ekstrasel tubuh tercukupi, 3. Mengetahui keadaan
dengan kriteria: umum pasien
4. Monitor pemberian
- Mempertahankan urine 4. Rehidrasi optimal
terapi IV
output sesuai dengan usia
dan BB ( 0,5-1 cc/kgBB/ Electrolyte Monitoring
jam ), BJ urine normal, HT Electrolyte Monitoring
normal 1. Identifikasi
- Hemodinamik dalam batas kemungkinan penyebab 1. Mengetahui
normal ketidakseimbangan perkembangan rehidrasi
- Tidak ada tanda-tanda elektrolit
dehidrasi, elastisitas turgor 2. Monitor adanya
kulit baik, membran mukosa kehilangan cairan dan 2. Evaluasi intervensi
lembab, tidak ada rasa haus elektrolit
berlebih 3. Monitor adanya
mual,muntah dan diare 3. Mengetahui keadaan
umum pasien

Vital Signs Monitoring


Vital Signs Monitoring
1. Monitor vital sign
klien 1. Mengetahui keadaan
umum pasien
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Intra Anestesi
Pola nafas tidak efektif NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Mempertahankan
disfungsi neuromuscular Setelah dilakukan tindakan 1. Jaga patensi jalan napas. keadekuatan supplay
dampak sekunder obat keperawatan selama intra oksigen
pelumpuh otot pernafasan operasi pasien menunjukkan 2. Memenuhi kebutuhan
2. Pasang dan beri suplai
pola nafas efektif, dengan oksigen paru-paru
oksigen yang adekuat. 3. Keadekuatan supplay
kriteria :
3. Monitor perfusi jaringan
 Irama napas teratur oksigen ke jaringan
perifer.
 Jalan napas pasien lancar perifer
 Tidak terjadi sianosis,
4. Monitor ritme, irama dan 4. Ritme, irama dan usaha
saturasi 96-100%. usaha respirasi. respirasi merupakan
keadekuatan pernafasan
5. Monitor pola napas dan 5. Pola nafas adekuat dan
tanda-tanda hipoventiasi. tidak ada hipoventilasi
menunjukkan pola nafas
yang efektif
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Pasca Anestesi
Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Atur posisi pasien 1. Memberikan posisi
efektif berhubungan dengan keperawatan selama 5 menit nyaman
mukus banyak, sekresi jalan nafas pasien bersih 2. Pantau tanda – tanda 2. Mengetahui kepatenan
tertahan efek dari general dengan kriteria: ketidakefektifan dan jalan nafas fan pol nafas
anestesi - Pola nafas normal pola nafas
- Suara nafas bersih 3. Pantau respirasi dan 3. Mengetahui adekuatnya
- Tidak sianosis status oksigenasi respirasi dan oksigenasi
4. Buka jalan nafas 4. Membuka jalan nafas
5. Bersihkan sekresi 5. Mencegah obstruksi
atau aspirasi.
Penghisapan dapat
diperlukan bia klien tak
mampu mengeluarkan
6. Beri hyperoksigenasi sekret sendiri
antar tindakan suction 6. Meringankan kerja paru
untuk memenuhi
kebutuhan oksigen serta
memenuhi kebutuhan
oksigen dalam tubuh.
Resiko kecelakaan cidera Setelah dilakukan asuhan 1. Tingkatkan keamanan 1. Memberikan rasa aman,
berhubungan dengan keperawatan diharapkan tidak dan ketajaman nyaman dan mengetahui
anestesi umum terjadi cidera, dengan kriteria: kondisi pasien
- Pasien sadar setelah 2. Cegah resiko injuri/jatuh 2. Mencegah terjadinya
anestesi selesai kecelakaan atau cidera
- Pasien dapat mengontrol post operasi
gerakan 3. Pasang pengaman tempat
3. Mencegah terjadinya
- Pasien aman dan tidak tidur
cidera
jatuh dari brankar 4. Pantau penggunaan obat
4. Mengetahui respon atau
anestesi dan efek yang
efek yang akan timbul
timbul
dan mencegah pasien
terjadinya injuri

Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan teknik 1. Dapat menurunkan
dengan agen cidera fisik keperawatan selama 1x24 jam komunikasi terapeutik kecemasan
(tindakan operasi) diharapkan nyeri berkurang 2. Ajarkan teknik relaksasi 2. Mengurangi nyeri
atau hilang dengan kriteria dengan cara non
hasil : farmakologi
- Pasien menyatakan nyeri 3. Kolaborasi dengan 3. Analgetik untuk
berkurang atau hilang dokter pemberian menurunkan rasa nyeri
- Ekspresi wajah tenang analgetik
D. Implementasi dan Evaluasi

TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
WAKTU

26 Mei Resiko gangguan keseimbangan


2018 cairan dan elektrolit

- Memonitor keakuratan intake S:


dan output cairan - Pasien mengatakan puasa sejak
- Memonitor keadekuatan pukul 04.30 WIB
denyut nadi - Pasien mengeluh haus
- Memonitor vital signs O:
- Memonitor pemberian terapi - Kebutuhan cairan jam pertama
IV 915 cc
- Mengidentifikasi - Intake cairan : 900 cc
kemungkinan penyebab - Perdarahan : 100 cc
- Urine output 150 cc
ketidakseimbangan elektrolit
- TD : 121/60 mmHg
- Memonitor adanya
- N : 70x/menit, teraba kuat
kehilangan cairan dan
elektrolit A : Resiko gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit teratasi
sebagian

P:
- Monitor kebutuhan cairan
- Monitor tanda – tanda vital
- Pemberian terapi cairan di
bangsal 16 tpm

Pola nafas tidak efektif S:-

- Menjaga patensi jalan napas. O :


- Memasang dan memberi - Pasien terpasang ETT dengan
suplai oksigen yang adekuat. nafas kendali aliran O2 2 lt/menit
- Memonitor ritme, irama dan - Pola nafas efektif
usaha respirasi. - Tidak sianosis
- TD: 114/66 mmHg, N:
60x/menit, RR: 18 x/menit

A : Pola nafas tidak efektif teratasi


TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
WAKTU

P : Monitor pola nafas


TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
WAKTU

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

- Mengatur posisi pasien S:-


- Memantau tanda – tanda
ketidakefektifan dan pola O:
nafas - Melakukan suction
- Memantau respirasi dan - Mengatur posisi kepala chin lift
- Airway clear (tidak ada sekresi di
status oksigenasi
- Membuka jalan nafas mulut dan hidung)
- Membersihkan sekresi
A : Bersihan jalan nafas tidak
efektif teratasi

P : Monitor patensi jalan nafas dan


tanda – tanda vital
Resiko kecelakaan cidera
- Meningkatkan keamanan
pasien S:-
- Mencegah resiko injuri/jatuh
- Memasang pengaman tempat O :
tidur - Memasang tanda “fall risk”
- Memantau penggunaan obat pada gelang pasien
anestesi dan efek yang timbul - Memasang handrail bed pasien
- Pasien belum sadar penuh

A : Resiko kecelakaan cidera


teratasi
Nyeri akut
- Menggunakan teknik P : Pasien dipindah ke bangsal
komunikasi terapeutik
- Mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam S : Pasien mengatakan nyeri sedikit
berkurang

O : Pasien terlihat lebih tenang

A : Nyeri akut teratasi sebagian

P : Kolaborasi dengan dokter


pemberian analgetik
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penatalaksanaan asuhan keperawatan perianestesi pada Ny. T dengan
diagnosa medis cholelithiasis di Instalasi Bedah Sentral RSUD Purworejo
didapatkan 5 diagnosa keperawatan anestesi yaitu :

1. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan


dengan vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi yang
ditandai dengan pasien mengatakan puasa sejak pukul 04.30 WIB,
pasien mengeluh haus, N: 70x/menit, RR: 20x/menit, bibir pasien
tampak kering, masalah teratasi sebagian dengan 3 tujuan tercapai.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuscular
dampak sekunder obat pelumpuh otot pernafasan yang ditandai
dengan menggunakan obat Notrixum 20 mg, TD: 114/66 mmHg, N:
60x/menit, RR: 18x/menit, masalah teratasi dengan 3 tujuan tercapai.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mukus banyak,
sekresi tertahan efek dari general anestesi yang ditandai dengan
tampak banyak sekret pada mulut pasien, pasien tampak gelisah,
pasien stridor (ngorok), RR: 18x/menit, masalah teratasi dengan 3
tujuan tercapai.
4. Resiko kecelakaan cidera berhubungan dengan efek anestesi umum
yang ditandai dengan pasien masih dalam efek sedasi, pasien bergerak
tak terkontrol dan pasien belum sadar penuh, masalah teratasi dengan
2 tujuan tercapai.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan operasi)
yang ditandai dengan pasien mengeluh nyeri di bekas operasi, pasien
gelisah dan meritih, pasien tampak memegangi bagian perut yang
sakit, masalah teratasi sebagian dengan 2 tujuan tercapai.
B. Saran
1. Seorang perawat anestesi harus mahir dalam melakukan pengkajian,
merumuskan diagnosa, menetapkan intervesi, melaksanakan
implementasi dan mengevaluasi respon pasien pasien pada tahap pre
anestesi, intra anestesi hingga post anestesi.
2. Perawat anestesi harus segera tanggap tanda kegawatan yang terjadi
pada pasien dan dapat mencegah agar kegawatan tidak terjadi.
3. Perawat anestesi harus bisa bermitra baik dengan dokter anestesi
secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Sudarth. 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Doengoes, Marlyn E.2009.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta:EGC.

Keat, Sally, Simon Townend Bate, Alexander Bown dan Sarah Lanham. 2013.
Anaesthesia On The Move. Indeks. Jakarta

Majid, A., Judha, M., Istianah, U. 2011. Keperawatan Perioperatif. Yogyakarta:


Gosyen Publishing.

Mangku, G. dan Senapathi, I.G.A. 2010. Buku Ajar Ilmu Anastesi dan Reanimasi.
Jakarta : Indeks Jakarta.

Miller, RD., 2010. Miller’s Anesthesia. Missouri: Elsevier.

Nucleus Precise Newsletter. 2011. Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise.

Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai