DISUSUN OLEH :
Sianet Tampi
C12113734
PRESEPTOR KLINIK
PRESEPTOR INSTITUSI
(..)
(.)
PROFESI NERS
Program Study Ilmu Keperawatan
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya.Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan
membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran
empedu.Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu,
fosfolipid dan kolesterol.Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa
batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran.
Lokasi batu empedu bisa bermacam macam yakni di kandung empedu,
duktus sistikus, duktus koledokus, ampula vateri, di dalam hati.Kandung empedu
merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus
kanan hati.Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk kesaluran
empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu
membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang akan bersatu membentuk duktus
hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus
terpenting
adalah
gangguan
metabolisme
yang
penderita batu empedu kolesterol memproduksi empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu untuk
membentuk batu empedu (Price & Wilson, 2006).
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
yang progresif pengendapan kimia dan pegendapan unsure tersebut.Gangguan
kontrasksi kandung empedu atau spasme sfingter oddi atau keduanya dapat
menyebabkan terjadinya statis.Faktor hormonal terutama selama kehamilan dapat
dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu.Dan menyebabkan
tingginya insiden dalam kelompok ini (Price & Wilson, 2006).
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu.Mucus perperan dalam meningkatkan viskositas kandung empedudan unsure sel
atau abkteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi.Akan tetapi infeksi lebih timbul
sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, disbanding sebagai penyebab
terbentuknya batu empedu (Price & Wilson, 2006).
C. Manifestasi Klinik
Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan
gejala.Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu, yang
seringkali terjadi karena batu kecil yang kedalam duktus koledokus.Penderita batu
empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut atau kronis.Bentuk akut ditandai oleh
nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan kanan atas,
nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan.Penderita dapat menderita banyak
atau berjalan mondar-mandir atau berguling kr kanan atau ke kiri, diatas tempat
tidur.Nausea dan muntah merupakan hal yang sering terjadi.Nyeri dapat berlangsung
selama berjam-jam atau dapat mereda, kelolitaiasis akut sering disertai sumbatan batu
4
dalam duktus sistikus dan sering dosebut kolik bilier.Gejala kolesistitis kronis mirip
dengan gejala kolistitis akut, tetapi berat gejalanya dan tanda-tanda fisik kufrang
nyata.Pasien sering memiliki riwayat dyspepsia.Intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau
flatulen yang berlangsung lama.
D. Anatomi Fisiologi
Cairan Empedu
Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna kuning
keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel hepar
lebih kurang 500 1.000 ml sehari.empedu merupakan zat esensial yang
diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak (Syaifuddin, 2011).
Unsur unsur cairan empedu:
a.
b.
c.
digunakan ulang.
Pigmen pigmen empedu : merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin. Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan
menyekresinya ke dalam empedu. pigmen empedu tidak mempunyai
fungsi dalam proses pencernaan.
d.
2.
berwarna kuning
Saluran Empedu
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian
bersatu dengan duktus sistikus, karena tersimpan dalam kandung
empedu.Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari
kandung empedu oleh aksi koleksistokinin, suatu hormone yang dihasilkan
dalam membrane mukosa dari bagaian atas usus halus tempat masuknya
lemak.kolesistokinin menyebabkan kontraksi otot kandung empedu. pada
waktu bersamaan terjadi relaksasi sehingga empedu mengalir kedalam
duktus sistikus dan duktus koledukus (Syaifuddin, 2011).
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung
mukus,
mempunyai
warna
kehijauan
dan
mempunyai
reaksi
yang
mengganggu
atau
semakin
sering
atau
berat
dan
adanya
Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah
selayaknya batu itu diangkat.Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat
diangkat dan segera dibuang.Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil
atau berkisar 2-3 mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu
dilakukan.
F. Komplikasi
Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam
kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah atau dapat menyebabkan
timbulnya komplikasi.Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi kandung
empedu dan obstruksi duktud sistikus atau duktus koledokus yang dapat bersifat
sementara, intermiten atau permanen kadang-kadang batu dapat menembus dinding
kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan
terjadinya peritonitis atau rupture kandung empedu.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium.Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi lekositosis. Apabila terjadi sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus
koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum
biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.
2. Pencitraan
yang
bersifat
ultrasonografi
mempunyai
derajat
spesifisitas
dan
sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran
saluran empedu intrahepatic maupun ekstra hepatic. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di
dalam usus.Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras
cukup baik karena relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat
batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.Cara ini
memerlukan
lebih
banyak
waktu
dan
persiapan
dibandingkan
10
1. Patofisiologi kolelitiasis
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang mengandung 2050% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung
<20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara
lainadalah keadaan stasis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang
tidak sempurna dan kosentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid
membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi
tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium,
bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu.
Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan
tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu.Factor
motilitas
kandung
empedu
dan
biliary
stasis
merupakan
predisposisi
dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan
bergabung menjadi vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin
akan membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada
akhirnya akan di lem (disatukan) oleh protein empedu membentuk batu
kolesterol.
14
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala
:
Kelelahan
Tanda
:
gelisah
b. SIRKULASI
Tanda
:
Takikardi, diaphoresis, dan hipotensi bila septik
ELIMINASI
c. Gejala
:
Tanda
15
Gejala
nyeri
lepas,
otot
tegang,
atau
kekakuan
perut
Peningkatan
g. Keamanan :
tingkat
pernapasan,
splint
respirasi
16
kesalahpahaman,
tidak
akurat
permintaan
menngikuti
17
tentang
perkembangan
penyakit
atau
resolusi,
perhatian
dan
dapat
meningkatkan koping.
7) Berikan aktivitas pengalihan.
Luangkan waktu untuk mendengarkan dan menjaga sering kontak
denganclient.
Membantu dalam mengurangi kecemasan dan memfokuskan kembali
perhatian , yangbisa menghilangkan rasa sakit.
Kolaboratif
8) pertahankan status puasa :
memasukkan dan memelihara
nasogastric ( ng ) hisap , seperti yang ditunjukkan.
Menghapus
sekresi
lambung
yang
merangsang
18
a) Antiemetik
seperti
ondansetron
zofran
atau
anti
infeksikombinasi
sistemik.
Pengobatan
untuk
akutkolesistitis
kejang, denyut
19
hematemesis,
melena.
Protrombin berkurang dan waktu koagulasi berkepanjangan ketika
aliran empedu terhambat, meningkatkan risiko perdarahan atau
perdarahan.
5) Gunakan jarum gauge kecil- untuk injeksi dan berikan tekanan untuk
lebih lama dari biasanya setelah.
Mengurangi Trauma, Risiko
Perdarahan,
Dan
Pembentukan
Hematoma.
Kolaborasi
6) Pertahankan pasien puasa seperti biasanya
Mengurangi Sekresi Gastrointestinal (GI) Hipermotilitas.
7) Masukkan selang NG, hubungkan ke penghisap, dan mempertahankan
patensi, sesuai indikasi
mengistirahatkan Saluran Pencernaan Dan mencegah Muntah.
8) Berikan antiemetik, seperti promethazine (phenergan), proklorperazin
(compazine), atau ondansetron (zofran).
Membantu dalam mengurangi mual dan muntah sering dikaitkan
dengan
kolesistitis dan, khususnya, saluran empedu obstruksi.
9) Studi Ulasan Laboratorium Seperti Hb / Ht, Elektrolit, Gas Darah
Arteri (GDA) (Ph), Dan Waktu Pembekuan.
Bertujuan dalam mengevaluasi volume sirkulasi, mengidentifikasi
defisit, dan pengaruh pilihan intervensi untuk penggantian atau
koreksi.
10) Berikan Cairan IV, Elektrolit, Dan Vitamin K.
mempertahankan
20
status gizi
21
parenteral
alternatif
atau
mungkin
enteral
yang
diperlukan
diperlukan.
tergantung
pada
kesalahpahaman,
tidak
akurat
permintaan
menngikuti
proses
penyakit
prognosis
dan
komplikasi
22
dimana
klien
dapat
atau mata; gatal; urin gelap; tinja berwarna tanah liat; darah dalam
urin, tinja, atau muntah; atau perdarahan dari selaput lendir.
Indikatif dari perkembangan proses penyakit dan pengembangan
komplikasi yang memerlukan intervensi lebih lanjut.
7) Anjurkan beristirahat dalam posisi semi-Fowler setelah makan.
Meningkatkan aliran empedu dan relaksasi umum selama awal proses
pencernaan.
8) Sarankan klien membatasi mengunyah, mengisap sedotan, permen
keras, atau merokok.
Memicu pembentukan gas, yang dapat meningkatkan distensi lambung
dan ketidaknyamanan.
9) Diskusikan menghindari aspirin mengandung produk, kuat meniup
hidung, mengejan untuk buang air besar, dan olahraga kontak.
rekomendasikan penggunaan sikat gigi yang lembut dan pisau cukur
listrik.
Mengurangi risiko perdarahan yang berhubungan dengan perubahan
koagulasi waktu, iritasi mukosa, dan trauma.
Daftar Pustaka
24
Anonim. (n.d.). universitas sumatera utara. Retrieved Maret 2014, 20, from
http://repository.usu.ac.id:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/Chapter%20II.pdf
Doenges, E. M., Moorhouse, m. F., & Murr, C. A. (2010). Nursing care plans
Guidlines for individualizing client care across the life span. philadepia
United Atated of America: davis nurding resource centre.
Hinchliff, s. (1999). Kamus keperawatan edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit edisi 6, vol 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K, M. s., & Setiati, s. (2009). Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing.
25