Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung empedu atau di
dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., 2002). Kolelitiasis merupakan
masalah kesehatan yang penting di negara Barat, sedangkan di Indonesia kolelitiasis baru
mendapatkan perhatian (Lesmana, 2009). Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang mengenai
kandung empedu dan salurannya adalah penyakit kolelitiasis (Kumar et al., 2007).
Diperkirakan lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat menderita kolelitiasis (Ko dan
Lee, 2009) . Kolelitiasis juga merupakan penyakit tersering dan termahal dari seluruh penyakit
digestif di Amerika Serikat, setiap tahun, sekitar 1 juta orang dirawat dan 700.000 orang
menjalani kolesistektomi (Corte et al., 2008). Sekitar 2% dari dana kesehatan Amerika Serikat
dihabiskan untuk penyakit kolelitiasis dan komplikasinya (Kumar et al., 2007). Di Negara Asia
prevalensi kolelitiasis berkisar antara 3% sampai 10%. Berdasarkan data terakhir prevalensi
kolelitiasis di Negara Jepang sekitar 3,2 %, China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0%
(Chang et al., 2013). Angka kejadian kolelitiasis dan penyakit saluran empedu di Indonesia
diduga tidak berbeda jauh dengan angka negara lain di Asia Tenggara (Wibowo et al., 2002). Di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 didapatkan 101 kasus kolelitiasis
yang dirawat (Girsang JH, 2011).
Kolelitiasis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria (Tierney et al., 2010).
Menurut Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) dalam
Greenberger dan Paumgartner (2011), prevalensi kolelitiasis di Amerika Serikat yaitu 7,9% pada
laki-laki dan 16,6% pada perempuan. Perbandingan kejadian kolelitiasis pada pria dan wanita
yaitu 3:1, dan pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan perbandingan akan semakin kecil
(Kumar et al., 2007). Selain umur dan jenis kelamin, angka kejadian kolelitiasis juga dipengaruhi
oleh obesitas, kehamilan, intoleransi glukosa, resistensi insulin, diabetes mellitus,
hipertrigliseridemia, pola diet, penyakit Crohn’s, reseksi ileus terminal, dan faktor lain (Hunter
dan Oddsdettir, 2007; Conte et al., 2011). Kolelitiasis umumnya berada di kandung empedu,
tetapi kolelitiasis dapat juga berada di saluran empedu ketika batu di kandung empedu
bermigrasi, dan disebut batu saluran empedu sekunder. Sekitar 10%-15% pasien dengan batu di

i
kandung empedu juga memiliki batu di saluran empedu. Batu di saluran empedu juga dapat
terbentuk tanpa melibatkan kandung empedu, disebut sebagai batu saluran empedu primer
(Lesmana, 2009).
Sebagian besar pasien (80%) dengan kolelitiasis tidak bergejala, hanya sedikit pasien
yang mengeluhkan nyeri (Lesmana, 2009). Nyeri yang dirasakan pasien adalah nyeri kolik
(Kumar et al., 2007).

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami defenisi dari Kolelitiasis

2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari Kolelitiasis

3. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dari Kolelitiasis

4. Untuk mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan dari Kolelitiasis

1.3 Manfaat Penulisan

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah dan untuk menambah pengetahuan tentang
penyakit Kolelitiasis serta mengetahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan pasien.

ii
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Kolelithiasis
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau
di dalam saluran empedu atau kedua-duanya.Batu kandung empedu merupakan gabungan
beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu
di dalam kandung empedu atau saluran empedu.Komponen utama dari cairan empedu adalah
bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung
empedu bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu
campuran. Batu empedu mencetuskan paling sering karena kelebihan konsentrasi kolesterol
dalam empedu Tak ada diet khusus dapat mencegah pembentukan batu empedu atau mencegah
batu kecil mejadi besar. Komplikasi utama dihubungkan dengan kolelitiasis adalah empiema dan
perfosi kandung empedu dengan peritonitis (Evans& Harvey, 1991).
Penyakit batu kandung empedu (kolelitiasis) saat ini merupakan masalah penyakit yang
paling membebani biaya kesehatan dan merupakan gangguan saluran cerna dengan biaya
termahal di Amerika Serikat yaitu sekitar 6,5 juta dolar Amerika setiap tahunnya. 3 Insiden
kolesistitis akut akibat batu kandung empedu ialah komplikasi yang paling sering timbul pada
pasien-pasien dengan kolelitiasis. Menurut survei komprehensif dari Living Conditions of the
People on Health and Welfare, jumlah kasus kolesistitis akut meningkat dari 3,9 juta pada tahun
1979 menjadi lebih dari 10 juta pada tahun 1993. Diperkirakan hampir mencapai 10% penduduk
dunia memiliki batu kandung empedu.4 Batu kandung empedu diklasifikasikan berdasarkan
komposisi kimia yang terkandung dalam batu, yaitu: batu kolesterol (mengandung kolesterol
>50%), batu campuran (mengandung kolesterol 20- 50%), dan batu pigmen (mengandung
kolesterol <20%).
2.2 Etiologi
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa factor risiko dibawah ini . namun semakin
banyak factor risiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk kolelitiasis.
Factor risiko tersebut antara lain :
a. Jenis Kelamin

iii
wanita mempunyai risiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria
karena hormone estrogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolestrol oleh
kandung empedu. Kehamilan yang meningkatakan kadar estrogen juga meningkatkan
risiko kolelitiasis. Penggunaa pil kontrsepsi dan terapi hormone (estrogen) dapat
meningkatkan kolestrol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan
kandung empedu.
b. Usia
risiko untuk terkena kolelitiasis meningkt sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia lebih fdari 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang dengan usianya lebih muda.
c. Berat Badan ataui BMI
orang dengan body mass index (BMI) tinggi, mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini karena tingginya BMI maka kadar kolestrol dalam kandung empedu
tinggi, dan juga mengurasi garan empedu serta mengurangi kontraksi / pengososngan
kandung empedu
d. Makanan
intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat, seperti ( setelah operasi
gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat Keluarga
orang dengan keluarga kolelitiasis mempunyai risiko lebih besar dibandingkan dengan
tanpa riwayat keluarga.
f. Aktvitas Fisik
kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kolelitiasis.
Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
g. Penyakit Usus Halus
penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes,
anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik
h. Nutrisi Intravena Jangka Lama

iv
nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi , karena tidak ada makanan atau nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga
resiko untuk terbentuknuya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
2.3 Manifestasi klinis
Batu empedu bisa terjadi secara bersembunyi karena tidak menimbulkan rasa
nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut mungkin
ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk
gangguan yang tidak berhubungan sama sekali. Penderita penyakit kandung empedu
akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh
penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada
lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan
epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran
kanan atas abdomen, dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi setelah individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng, ikterik terjadi dengan
tersumbatnya duktus komunis empedu, urine berwarna sangat gelap, defesiensi vitamin
A, D, E dan K.
2.4 komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita kolelitiasis adalah :
a. Asimtomatik
b. Obstruksi Duktus Sistikus
c. Kolik Bilier
d. Kolesistisis Akut
1. Empyema
2. Perikolesistitis
3. Perforasi
e. Kolesistitis Kronis
1. Hidro Kandung Empedu
2. Empyema Kandung Empedu
3. Fistel Kolesistoenterik
4. Ileus Batu Empedu ( Gallstone Ileus)

v
kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan
kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dala kandung empedu terdorong
dan dapat menutupi duktus tistikus, batu dapat menetap ataupun terlepas lagi . apabila
batu menutupi duktus sistikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel,
bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu entiema, biasanya kandung
empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon ) , dan dapat juga membentuk
suatu fistel kolesisto duodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yng dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekitarnya) dan dapat membentuk suatu
fistelkolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat
terjadinya peritonitis generalisata. Batu empedu dapat maju masuk kedalam duktus
sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju
2.5 Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu, batu yang terutama tersusun dari pigmen dan dari
kolestrol. Batu pigmen kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonyugasi
dalam empedu mengadakan presipitasi ( pengendapan )sehingga terjadi batu. Batu ini
bertangggung jawab atas sepertiga dari pasien-pasien batu empedu di Amerika Serikat.
Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis, dan
infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan
operasi. Batu kolestrol bertanggung jawab atas sebgain besar kasus batu empedu karena
kolestrol merupakan unsur normal pembentuk empedu dan bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutan nya tergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid).
Pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis
asam empedu dan peningkatan sintesis kolestrol dalam hati. Keadaan ini mengakibatkan
keadaan supersaturasi getah emepdu oleh kolestrol yang kemudian keluar mengendap dan
membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolestrol merupakan predisposisi untuk
timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam
kandung empedu.
Jumlah wanita yang menderita batu kolestrol dan penyakit kandung empedu
empat kali lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40

vi
tahun, multipara dan obesitas. Insidens pembentukan batu empedu meningkat pada para
pengguna pil kontrasepsi, estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi
kolestrol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu. Disamping itu, resiko
terbentuk nya batu meningkat bersamaan dengan pertambahan umur. Peningkatan
insidens ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolestrol oleh hati dan menurunnya
sintesis asam empedu. Disamping itu resiko terbentuk nya batu empedu juga meningkat
akibat malabsorpsi garam-garam empedeu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal
atau fistla T-tube atau pada pasien yang pernah menjalani operasi pintasan reseksi ileum.
Insidens penyakit ini juga meningkat pada penderita diabetes.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sinar x abdomen
Pemeriksaan sinar x abdomen dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun
demikian, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat
tampak melalui pemeriksaan sinar x
2. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta akurat, dan
dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan icterus. Pemeriksaan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami
dilatasi
3. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi
Koleskintografi telah berhasil dalam membantu menegakkan diagnosis
kolesistitis. Dalam prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan secara intervena.
Pemeriksaan ini lebih mahal daripada USG, memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mengerjakannya, membuat pasien terpajan sinar radiasi, dan tidak dapat mendeteksi batu
empedu. Penggunaannya terbatas pada kasus0kasus yang dengan pemeriksaan USG,
diagnosisnya masih belum disimpulkan.
4. Kalesistografi

vii
Bila USG diragukan makan kalesistografi bisa digunakan. Kolangiografi oral
dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung
empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta
menggosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang disekresikan oleh
hati dan dipekatkan dalam kandung empedu diberikan kepada pasien.
2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Pembedahan
Jika tidak ditemukan gejala maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang timbul bias dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaa antara lain :
1. Koleksistektomi : kandung empedu diangkat setelah ligase duktus sistikus dan arteri
sistikus
2. Minikoleksistektomi : kandung empedu diangkat melalui insisi 4 cm
3. Koleksistektomi laparoskopi : dilakukan melalui insisi kecil atau pungsi yang dibuat
melalui dinding abdomen dalam umbilicus
b. Perbaikan status pernapasan
Ajarkan pasien untuk mengembangkan paru-paru dengan sempurna untuk mencegah atelaktasis;
tingkatkan ambulasi
c. Perbaikan status nutrisi
Nasihatkan pasien pada saat pulang untuk mempertahankan diit nutrisi dan menghindari lemak
yang berlebihan; pembatasan lemak biasanya berakhir dalam 4-6 minggu
d. Pemantauan dan pelaksanaan komplikasi
1. Perdarahan : kaji secara periodic terhadap peningkatan nyeri tekan dan kekakuan
abdomen dan laporkan; instruksikan pasien dan keluarga untuk melaporkan perubahan
warna feses
2. Gejala-gejala gastrointestinal ; kaji terhadap kehilangan selera makan, muntah, nyeri,
distensi abdomen, dan kenaikan suhu tubuh; laprkan segera
e. Penatalaksanaan non pembedahan
Sasaran utama terapi medical adalah untuk mengurangi insiden serangan akut nyeri kandung
empedu dan kolesistitis dengan penatalaksanaan suportif dan diit, daan jika memungkinkan ntuk

viii
menyingkirkan penyebab dengan fakmakoterapi, prosedu-prosedur endoskopi, atau intervensi
pembedahan.
1. Menghancurkan batu empedu dengan menginfus pelarut kedalam kandung empedu
2. Mengangkat batu empedu melalui endoskopi ERCP
f. Penatalaksanaan diit dan suportif
1. Mencapai remisi dengan istirahat, cairan IV, penghisapan nasogastric, analgesia, dan
antibiotic
2. Diit segera setelah serangan biasanya cairan rendah lemak
g. Farmakoterapi
1. Analgesic seperti meperidin mungkin dibutuhkan; hindari penggunaan morfin karena
dapat meningkatkan spasme sfingter Oddi
2. Asam senodeoksikolik adalah efektif dalam menghancurkan batu kolesterol utama
3. Tindak lanjut jangka panjang dan pemantauan enzim-enzim hepar harus dilakukan
h. Litotripsi
1. Litotripsi syok-gelombang ekstrakorporeal : kejutan gelombang berulang yang diarahkan
pada batu empedu yang terletak didalam kandung empedu dan duktus empedu komunis
untuk memecahkan batu empedu
2. Litotripsi syok-gelombang intrakorporeal : batu dapat dipecahkan dengan ultrasound,
tembakan laser, yang dipasang melalui endoskopi yang diarahkan pada batu empedu
2.8 Pathway
Terbentuk batu empedu
(cholelitasis)

Penyumbatan dectus sisticus penyumbatan duktus koleduktus


↓ ↓
Distensi kandung empedu obstruksi saluran empedu menuju deodenum
↓ ↓
Fundus empedu menyentuh dinding abdomen aliran balik bilirubin ke pembuluh darah
↓ ↓

ix
Gangguan rasa nyaman : Nyeri akumulasi bilirubin dalam darah

Bilirubin meningkat

Kulit & membrane mukosa menjadi kuning

Manifestasi : Gatal

ganggaun integritas kulit

2.9 Asuhan Keperawatan


PENGKAJIAN DATA DASAR
Riwayat atau adanya faktor-faktor risiko:
a. Diabetes Melitus
b. Anemia Sel Sabit
c. Pankreatitis
d. Sirosis Hepar
e. Obesitas
f. Penggunaan Kontrasepsi Oral Kronis
g. Kanker Kandung Empedu
2. Pemeriksaan fisik berdasarkan pada pengkajian abdomen (Apendiks B) dapat
menunjukkan :
a. kolik bilier yang dapat disertai dengan mual dan muntah. Ini temuan bermakna paling
umum. Kolik bilier adalah nyeri episodik berat pada sifat dan beratnya selama serangan akut.
Ini dikarakteristikkan oleh awitan tiba-tiba dari nyeri epigastrik berat atau kuadran kanan
atas, yang sering menyebar ke pungggung. Intensitas dari puncak nyeri dalam satu jam atau
kurang dan tetap menetap selama beberapa jam. Nyeri disebabkan oleh kontraksi kandung
empedu terhadap batu yang tersangkut pada leher kandung empedu atau duktus kistik. Nyeri
bekurang bila batu jatuh ke dalam kandung empedu atau masuk ke usus.
b. Demam

x
c. Tanda Murphy's positif (nyeri lokal tajam yang terjadi bila kandung meepdu dipalpasi dan
pasien diinstruksikan untuk napas dalam)

d. Ikterik (bila batu menyumbat duktus koledukus)

3. Pemeriksaan diagnostic

a. Amilase dan lipase serum sangat meningkat bila batu menyumbat duktus pankreas pada
sfingter Oddi.

b. Bilirubin serum meningkat bila duktus koledukus tersumbat.


c. Ultrasound adalah tes skrining awal untuk mendeteksi batu dalam kandung empedu tetapi
tidak dapat mengkaji kepatenan duktus koledukus. Ultrasound harus diikuti dengan skaning
radionukleida untuk memastikan diagnosa.
d. Koleskintigrafi memastikan diagnosa kolesistitis akut dan batu empedu yang ditunjukkan
dengan ultrasound dan mengkaji kepatenan dukter koledukus.
e. Kolesistogram oral dilakukan bila kapabilitas ultrasound taktersedia. Studi ini memberikan
data diagnostik tentang kontraksi kandung empedu, kepatenan duktus, dan komposisi batu.
f. JDL menunjukkan leukositosis.
g. Endoskopi retrograd kolangiopankreatografi (ERCP) berguna untuk mengkaji
koledukolitiasis (batu didalam duktus koledukus). Batu yang ditemukan pada duktus
koledukus dengan ERCF diangkat saat prosedur.
4. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, dan pemeriksan diagnostik.
DIAGNOSA KEPERAWATAN: NYERI
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN: Kolesistitis akut
BATASAN KARAKTERISTIK: Mengungkapkan ketidaknyamanan, mengerutkan dahi,
melindungi sisi yang sakit, merintih
HASIL PASIEN: Mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan
KRITERIA EVALUASI: Melaporkan nyeri berkurang, ekspresi wajah relaks, takada
merintih
INTERVENSI RASIONAL
1. Mempertahankan tirah baring dan Istirahat menurunkan stimulasi gastrik

xi
membantu memilih posisi nyam dan pankreas

2. Pertahankan pada posisi semi-Fowler's Untuk memfasilitasi pernapasan

3. Pasang selang NG dan sambungkan Penghisapan NG mencegah distensi gas-


pada penghisap intermiten sesuai trik. Distensi gastrik mencetuskan mual
pesanan. Irigasi selang prn dengan saling dan muntah. Salin normal adalah larutan
normal. pertahankan puasa. Berikan isotonik yang tidak menyebabkan kehi-
perawatan mulut setiap 4 jam saat puasa. langan cairan dan elektrolit. Memper-
Biarkan mulut basah setiap 2 jam dengan tahankan mukosa oral lembab mening
kain basah. katkan kenyamanan.

4. Siapkan pasien untuk pembedahan se- Persiapan praoperasi rutin membantu


suai pesanan. Lihat Perawatan Praope- menjamin pasien secara fisiologis siap
rasi dan Pascaoperasi (hal. 732). untuk pembedahan sehingga meminimal
kan risiko terhadap komplikasi pascaope-
rasi

5. Berikan analgesik narkotik yang dire- Analgesik narkotik diperlukan untuk


sepkan prn dan evaluasi keefektifannya nyeri hebat.

DIAGNOSA KEPERAWATAN : RESIKO TINGGI TERHADAP KERUSAKAN


INTEGRITAS JARINGAN
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN : adanya selang- T sekunder terhadap kolesistektomi
BATASAN KARAKTERISTIK : observasi selang –T pada tempat disambungkan wadah
penampung
HASIL PASIEN : integritas jaringan tetap utuh
KRITERIA EVALUASI : tak adanya manifestasi kebocoran empedu dan selang-T, sambungan
selang-T paten.

xii
1. Pantau warna dan jumlah drainase dari Normalnya, haluaran selang-T selama 24 jam
selang-T setiap 4 jam. Beri tahu dokter pertama setelah pemasangan direntang dari
bila haluaran berlanjut melebihi 500 300-500 mL. selain itu, haluaran menurun
mL sehari setiap hari sampai kurang dari 150 mL/hari.
Haluaran berlebihan menetap menandakan
obstruksi.
2. Jangan lakukan tindakan bila drainase Temuan-temuan ini menandakan kembalinya
dari selang- T secara bertahap menurun, kepatenan duktus koledukus
feses coklat, dan agak ikterik
3. Beri tahu dokter dengan segera bila Ini dapat menandakan kebocoran empedu
drainase dari selang-T tiba-btiba kedalam rongga peritoneal
berhenti dan pasien mengeluh nyeri
abdomen hebat. Periksa terhadap
lipatan dan bekuan darah pada selang
4. Jamin selang dari selang-T aman Untuk mencegah terlepasnya secara tiba-tiba
diplester pada pasien. Ingatkankan
pasien untuk menghindari berbaring
pada selang atau wadah penampung
5. Pertahankan wadah penanmpung pada Untuk membantu airan empedu karena
posisi tergantung gravitasi
6. Bila selang-T telah diklem pada Temuan menandakan obstruksi
persiapan pengangkatan, lepaskan klem
selang dengan segera dan beri tahu
dokter bila terjadi nyeri abdomen, mual
atau perasaan cemas.
7. Bila pulang kerumah dengan selang- T: Untuk menjamin penatalaksanaan aman dari
a. Ajarkan dan biarkan pasien alat dirumah. Risiko obstruksi duktus tetap
mempraktikkan : selama selang-T terpasang.
1. Pengosongan wadah

xiii
penampung dengan
menggunakan teknik aseptic.
Tekankan pentingnya mencuci
tangan sebelum menggosokkan
wadah penampung
2. Instruksikan pasien untuk
menghubungi dokter bila terjadi
demam, kemerahan , bengkak,
dan drainase disekitar selang,
peningkatan ikterik, urine
coklat, feses abu-abu, mual atau
muntah
8. Beri tahu pasien bahwa Temuan-temuan ini menunjukkan sindrom
ketidaknyamanan dapat berlanjut pascakolesistektomi. Kolestramin ( questran)
selama beberapa minggu. Anjurkan dapat diresepkan untuk mengontrol diare.
pasien untuk menghidari makanan yang Untuk nyeri bilier, sfingtirotomi endoskopik
dapat menyebabkan ketidaknyamanan mungkin dilakukan atau penyekar nitrat dan
bila terjadi dyspepsia. Instruksikan saluran kalsium dapat diresepkan untuk
pasien untuk memberi tahu dokter bila mengontrol spasme.
diarea atau nyeri bilier terjadi lagi
9. Lihat perawatan pra operasi dan pasca
operasi (hal.732) untuk mengingatkan
rencana keperawatan ini.

xiv
BAB III
ANALISA JURNAL
3.1 Judul Jurnal : Karakteristik Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Faktor Risiko di Rumah Sakit
Umum Daerah Koja

3.2 Penulis Jurnal : Febyan, Har R Singh Dhilion, Suzanna Ndraha, Marshell Tendean

3.3 Hasil Pembahasan :

Gambaran univariat memperlihatkan berdasarkan jenis kelamin sebanyak 64 responden


(63%) adalah perempuan, sebanyak 88 responden (86%) berusia lebih dari 40 tahun, kemudian
dari tingkat obesitas (IMT) berdasarkan tabel bahwa jumlah IMT obesitas tidak tinggi signifikan
bermakna diantara penderita yang mempunyai IMT yang normal. Berdasarkan riwayat keluarga

terdapat 83 (80,6%) responden mengaku tidak ada riwayat keluarga yang mengalami kolelitiasis,
70 responden (69 %) memiliki warna kulit yang kuning langsat (fair), kebanyakan responden
yang mempunyai 3 anak atau lebih 52 responden (52%), untuk kadar kolesterol total sebesar 52
(51%) responden memiliki kadar 201-300 mg/dL. Sedangkan sebanyak 61 (60%) responden
datang dengan keluhan dyspepsia. Gambaran selanjutnya untuk mengetahui besaran rata-rata
nilai kadar kolesterol total pada seluruh responden (n = 102) dan juga besaran rata-rata nilai
Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap jumlah seluruh responden.

xv
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung empedu
atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., 2002).
Kolelitiasis merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat, sedangkan di
Indonesia kolelitiasis baru mendapatkan perhatian (Lesmana, 2009). Diperkirakan lebih
dari 95% penyakit yang mengenai kandung empedu dan salurannya adalah penyakit
kolelitiasis (Kumar et al., 2007).

Kolelitiasis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria (Tierney et al.,
2010). Menurut Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III)
dalam Greenberger dan Paumgartner (2011), prevalensi kolelitiasis di Amerika Serikat
yaitu 7,9% pada laki-laki dan 16,6% pada perempuan. Perbandingan kejadian kolelitiasis
pada pria dan wanita yaitu 3:1, dan pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan
perbandingan akan semakin kecil (Kumar et al., 2007). Selain umur dan jenis kelamin,
angka kejadian kolelitiasis juga dipengaruhi oleh obesitas, kehamilan, intoleransi
glukosa, resistensi insulin, diabetes mellitus, hipertrigliseridemia, pola diet, penyakit
Crohn’s, reseksi ileus terminal, dan faktor lain (Hunter dan Oddsdettir, 2007; Conte et al.,
2011). Kolelitiasis umumnya berada di kandung empedu, tetapi kolelitiasis dapat juga
berada di saluran empedu ketika batu di kandung empedu bermigrasi, dan disebut batu
saluran empedu sekunder. Sekitar 10%-15% pasien dengan batu di kandung empedu juga
memiliki batu di saluran empedu. Batu di saluran empedu juga dapat terbentuk tanpa
melibatkan kandung empedu, disebut sebagai batu saluran empedu primer (Lesmana,
2009).

xvi
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth’s.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol2.E8.EGC:Jakarta

Tjokronegoro, Arjatmo.1999.Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam.Jilid1.balai penerbit FKUI:Jakarta

http://books.google.co.id.KeperawatanMedikalBedah.EGC

xvii

Anda mungkin juga menyukai