Anda di halaman 1dari 10

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Health Seeking Behavior Pasien

Acute Coronary Syndrome (ACS) di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad
Provinsi Riau
Rohama ubaydillah1, Asmiyati2, Hellena Deli2

1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru 2013.
2
Staf Dosen Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes
Hang Tuah Pekanbaru.

Email: Ubaydillah26rohama@gmail.com

ABSTRAK

Acute coronary syndrome (ACS) merupakan kasus kegawatdaruratan medis dengan angka kematian
tinggi di rumah. yang dapat disebabkan oleh health seeking behavior (HSB). Jarak waktu antara
timbul gejala dengan pengobatan dapat memengaruhi kondisi pasien. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan HSB terutama yang dilakukan oleh keluarga
pasien ACS di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan
desain Cross sectional dan sampel sebanyak 36 responden dengan menggunakan consecutive
sampling. Analisis yang digunakan adalah univariat dan bivariat untuk faktor HSB, yaitu dengan
menggunakan uji Chi Square (pekerjaan, budaya, persepsi, dan sumber daya masyarakat), Fisher
Exact (jenis kelamin, status pernikahan, dan sumber daya keluarga), dan Kolmogorov Smirnov
(usia, pendidikan, pengetahuan, dan kebutuhan). Hasil analisis univariat menunjukkan mayoritas
responden adalah dewasa (25-60 tahun) 33 orang (91,7%), perempuan 25 orang (69,4%), menikah
30 orang (83,3%), pendidikan menengah 28 orang (77,8%), tidak bekerja 20 orang (55,6%), budaya
positif dan negatif masing-masing 18 orang (50%), pengetahuan cukup 21 orang (58,3%), persepsi
positif dan negatif masing-masing 18 orang (50%), asuransi kesehatan 33 orang (91,7%), bersumber
daya masyarakat baik 22 orang (61,6%), takut hal buruk akan terjadi pada pasien 22 orang (61,6%),
dan akses pelayanan kesehatan > 6 jam 20 orang (55,6%). Hasil analisis bivariat menunjukkan p
value > 0,05 pada semua faktor, yang artinya tidak terdapat hubungan antara faktor-faktor tersebut
dengan health seeking behavior pasien ACS. Meningkatkan lima tugas pokok dalam keluarga dapat
memperbaiki HSB, terutama pada pasien ACS.

Kata kunci : Acute coronary syndrome, keluarga, health seeking behavior

ABSTRACT
Acute coronary syndrome (ACS) is a medical emergency case with a high mortality rate at home,
it’s can be caused by health seeking behavior (HSB). Time interval between onset of symptoms and
treartment can be influence of patient’s condition. This research aims to determined the factors that
related to HSB, especially on family of ACS patients at the Regional Public Hospital of Arifin
Achmad in Riau Province. This study used quantitative research with cross sectional design and
composed by 36 respondents that selected by consecutive sampling. Data than analyzed by
univariate and bivariate with Chi Square test (job, culture, perception, and community resource),
Fisher Exact (sex, marital status, and family resources), and Kolmogorov Smirnov (age, education,
knowledge, and needs). The univariate data showed that the majority of respondents were adults
(25-60 years old) 33 people (91,7%), women 25 people (69,4%), married 30 people (83,3%),
middle education 28 people (77, 8%), unemployment 20 people (55,6%), positive and negative
culture each 18 people (50%), sufficient knowledge 21 people (58,3%), positive and negative
perception respectively 18 people (50%), health insurance 33 people (91,7%), good community
1
resources 22 people (61,6%), fear of bad thing will happened to patient 22 people (61,6%), and
access health service > 6 at 20 people (55.6%). The bivariate data showed p value > 0,05 on all
factors, that means didn’t relation between these factors with health seeking behavior of ACS
patient. Increase the five basic tasks in the family can improve HSB, especially in ACS patients.

Keywords: Acute coronary syndrome, family, health seeking behavior.

PENDAHULUAN
Menurut WHO, penyakit jantung di luar rumah 23,6%. Penyebab kematian
merupakan salah satu penyebab utama akibat ketidaktahuan pasien dan anggota
kematian di dunia. Pada tahun 2012, kematian keluarga terhadap kondisi pasien yang sudah
akibat penyakit jantung menempati urutan parah (Limantara, Herjunianto, dan Arma,
tertinggi, yakni 17,5 juta kematian (46% dari 2015). Penyebab lain menurut Farshidi,
seluruh kematian akibat penyakit tidak Shafei, Ahmadnoor, Sarah, dan
menular) (WHO, 2014). Sementara itu, di Abdoulhossain (2013) adalah kecenderungan
Australia pada tahun 2011, diperkirakan seseorang yang melakukan pengobatan secara
69.900 orang berusia ≥ 25 tahun mengalami mandiri.
serangan jantung, yang setara dengan 190 Hasil penelitian DeVon, Nancy, Ami, dan
kasus perharinya. Penyakit jantung koroner Moshe (2011) didapatkan, 1/5 dari pasien
berkontribusi 15% dari semua kematian di ACS datang ke rumah sakit dalam waktu satu
Australia (Australian Commission on Safety jam dari onset gejala, sementara 40% pasien
and Quality in Health Care, 2014). mengalami keterlambatan lebih dari enam
Acute coronary syndrome (ACS) jam. Boermsa, Arthur, Jaap, dan Maarten
merupakan salah satu manifestasi klinis (1996) mengemukakan bahwa reperfusi pada
penyakit jantung koroner (PJK) yang utama. arteri koroner yang tersumbat dalam waktu 30
ACS menggambarkan suatu keadaan iskemi menit setelah oklusi dapat mencegah nekrosis,
atau infark yang diakibatkan oleh gangguan sedangkan kerusakan permanen miokardium
aliran darah pada pembuluh darah koroner biasanya terjadi antara 1-2 jam setelah oklusi,
secara mendadak (Amsterdam et all, 2014). serta hanya sedikit yang dapat diselamatkan
Angina atau nyeri dada merupakan gejala atau bahkan tidak dapat diselamatkan setelah
klasik dari ACS (Kasliwal, et all, 2009). 6 jam dari oklusi arteri koroner.
Bagian dari ACS meliputi infark miokard Berdasarkan hasil wawancara dengan
dengan elevasi segmen ST (STEMI, ST keluarga pasien dengan riwayat ACS pada
Segment Elevation Myocardial Infarction), tanggal 14-17 November 2016 di RSUD
infark miokard dengan non elevasi segmen Arifin Achmad Provinsi Riau dan berdasarkan
ST (NSTEMI, Non ST Segment Elevation fenomena yang dilihat peneliti, secara umum
Myocardial Infarction), dan angina pektoris digambarkan bahwa pasien maupun keluarga
tidak stabil (UAP, Unstable Angina Pectoris) tidak terpapar informasi mengenai ACS,
(PERKI, 2015). penanganan pada kondisi darurat, serta obat
Menurut PERKI (2015), ACS menjadi yang dapat digunakan dalam menanganai
penyebab tingginya angka perawatan rumah kondisi tersebut. Pencegahan sebelum kritis
sakit dan angka kematian. Angka kejadian dapat dilakukan oleh keluarga. Keluarga
rawat inap ACS di Riau, khususnya di Rumah dengan keterbatasan informasi akan
Sakit Umum Daerah Provinsi Riau periode berdampak terhadap perilaku yang mengacu
Oktober-Desember 2016 sebanyak 56 pasien, pada keterlambatan dalam membawa pasien
dengan total kematian yang terjadi sebanyak 2 ke pelayanan kesehatan, sehingga sangat
pasien. Handajani, Betty, dan Herty (2010) perlu dipertimbangan mengenai faktor-faktor
menjelaskan bahwa, persentase tempat apa saja yang berhubungan dengan health
kematian tertinggi di Indonesia akibat seeking behavior pasien Acute Coronary
penyakit sistem sirkulasi adalah di rumah Syndrome (ACS) di Rumah Sakit Umum
36,4%, disusul fasilitas kesehatan 31,8%, dan Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau.

2
METODOLOGI PENELITIAN Variabel Frekuensi Persentase
(f) (%)
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif N=36
dengan desain Cross-sectional. Penelitian ini Mendidikan menengah 28 77,8
dilakukan di RSUD Arifin Achmad, Provinsi Pendidikan tinggi 2 5,5
Status pekerjaan
Riau, di ruangan CVCU (Cardiovascular Bekerja 16 44,4
Care Unit), ruang rawat inap jantung Tidak bekerja 20 55,6
Flamboyan, dan, IGD (Instalasi Gawat Budaya
Positif 18 50
Darurat) pada tanggal 15 April - 14 Juni 2017, Negatif 18 50
dengan responden 36 orang. Pengambilan Pengetahuan
sampel dilakukan dalam bentuk non- Baik 7 19,4
Cukup 21 58,4
probability sampling dengan teknik Kurang 8 22,2
consecutive sampling. Sampel dalam Persepsi
penelitian ini adalah keluarga pasien ACS Positif 18 50
Negatif 18 50
dengan kriteria inklusi: keluarga yang tinggal Sumber daya keluarga
serumah dengan pasien ACS, keluarga yang Umum 3 8,3
memiliki anggota keluarga dengan riwayat Asuransi kesehatan 33 91,7
Sumber daya masyarakat
ACS, keluarga yang membawa pasien ke Baik 22 61,1
pelayanan kesehatan, keluarga yang Kurang baik 14 38,9
mengetahui kondisi pasien dimulai dari onset Kebutuhan
Takut hal buruk terjadi 22 61,1
gejala pertama kali muncul, dan keluarga Ingin mengetahui jenis 11 30,6
yang dapat berbahasa Indonesia penyakit
Analisis univariat dalam penelitian ini Alasan lain (ingin 3 8,3
sembuh)
meliputi, variabel usia, jenis kelamin, status Health seeking behavior
pernikahan, pendidikan, pekerjaan, budaya, ≤ 6 jam (Cepat) 16 44,4
pengetahuan, persepsi, sumber daya keluarga, > 6 jam (Lambat) 20 55,6
sumber daya masyarakat, kebutuhan, dan
health seeking behavior. Analisa bivariat Tabel 2. Analisis bivariat menggunakan uji
dilakukan untuk menganalisa faktor-faktor Chi square
Health seeking
yang berhubungan dengan health seeking behavior p
behavior pasien ACS di RSUD Arifin Variabel
≤ 6 jam > 6 jam value
Achmad Provinsi Riau dengan menggunakan f % f %
uji Chi Square, Fisher Exact, dan Status pekerjaan
Bekerja 6 37,5 10 62,5
Kolmogorov smirnov. Hasil dikatakan Tidak bekerja 10 50 10 50
0,453
berhubungan jika p value < 0,05. Budaya
Positif 10 55,6 8 44,4
0,180
Negatif 6 33,3 12 66,7
HASIL PENELITIAN Persepsi
Tabel 1. Analisis univariat Positif 10 55,6 8 44,4
0,180
Variabel Frekuensi Persentase Negatif 6 33,3 12 66,7
(f) (%) Sumber daya masyarakat
N=36 Baik 7 31,8 15 68,2
0,056
Usia Kurang baik 9 64,3 5 35,7
Remaja (Usia 10-24 1 2,7
tahun)
Dewasa (Usia 25-60 33 91,7 Tabel 3. Analisis bivariat menggunakan uji
tahun) Fisher exact
Lansia (Usia > 60 tahun) 2 5,6 Health seeking
Jenis kelamin behavior p
Variabel
Laki-laki 11 30,6 ≤ 6 jam > 6 jam value
Perempuan 25 69,4 f % f %
Status pernikahan Jenis kelamin
Belum menikah/tidak 6 16,7 Laki-laki 5 45,5 6 54,5
menikah 1,00
Perempuan 11 44 14 56
Menikah 30 83,3 Status pernikahan
Pendidikan Belum menikah/tidak
Pendidikan dasar 6 16,7 1 16,7 5 83,3 0,196
menikah

3
sering terkena gangguan mood, seperti
kecemasan. hal ini mengakibatkan perempuan
lebih sering mengalami kekhawatiran pada
Health seeking anggota keluarganya yang mengalami sakit
behavior
Variabel
≤ 6 jam > 6 jam
p seperti takut kehilangan anggota keluarga,
value kehilangan pencari sumber nafkah, dan
f % f %
Menikah 15 50 15 50 kehilangan peran, sehingga berekasi mencari
Sumber daya keluarga pelayanan kesehatan.
Umum 0 0 3 100
Asuransi kesehatan 16 48,5 17 51,5
0,238 Harris dan Thoresen (2005)
mengatakan, pemeliharaan hubungan yang
Tabel 4. Analisiss bivariat menggunakan uji kuat dan sehat melalui pernikahan dikaitkan
dengan perilaku positif, memperpanjang
Kolmogorov smirnov
Health seeking
umur, gejala degeneratif lebih sedikit,
behavior p kesejahteraan mental dan kepuasan hidup
Variabel
≤ 6 jam > 6 jam value yang lebih baik. Perilaku positif yang
f % f % dimaksud mungkin berkaitan dengan
Usia
Remaja (usia 10-24 kemampuan seseorang menyelesaikan
0 0 1 100 masalah, seperti memutuskan untuk
tahun)
Dewasa (usia 25-60
16 48,5 17 51,5 1,00 mengakses pelayanan kesehatan secepatnya
tahun)
Lansia (usia > 60
ketika sakit, sehingga menimbulkan kepuasan
0 0 2 100 ketika usaha berhasil dilakukan.
tahun)
Pendidikan Pendidikan berkontribusi pada modal
Pendidikan dasar 2 33,3 4 66,7
Pendidikan
manusia dengan mengembangkan berbagai
13 46,4 15 53,6 keterampilan dan sifat, seperti kemampuan
menengah 1,00
Pendidikan tinggi 1 50 1 50 kognitif, kemampuan memecahkan masalah,
Pengetahuan
Tinggi 5 71,4 2 28,6
keefektifan belajar, dan kontrol pribadi.
Cukup 7 33,3 14 66,7 Akibatnya, pendidikan mempengaruhi
0,817
Rendah 4 50 4 50 kesehatan dengan cara yang bervariasi
Kebutuhan
Takut hal buruk
(Mirowsky dan Catherine, 2005). Pendidikan
10 45,5 12 54,5 memengaruhi anggota keluarga dalam
terjadi
Ingin mengetahui pengambilan keputusan. Tingkatan
penyakit yang 4 36,4 7 63,6 1,00
diderita
pendidikan yang tidak didasari pengetahuan
Alasan lain (ingin mengenai ACS akan menyebabkan perbedaan
2 66,7 1 33,3
sembuh) persepsi dan tindakan, serta penyelesaian
masalah. Pendidikan menengah mungkin
PEMBAHASAN memiliki pengetahuan yang memadai.
Pembahasan data univariat Ibu rumah tangga dinilai memiliki
Usia dewasa merupakan usia waktu yang lebih banyak dengan keluarga dan
pertengahan antara remaja dan lansia, dan dapat memantau keadaan anggota keluarga
cenderung mendominasi dalam proses lainnya. Hussein dan Musiana (2014)
pengambilan keputusan. Masyarakat di memaparkan, individu yang tidak bekerja
budaya Timur umumnya dalam pengambilan memiliki waktu yang cukup banyak untuk
keputusan, termasuk keputusan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan, seperti
mengakses pelayanan kesehatan sangat dari proses administrasi sampai proses
dipengaruhi oleh keluarga inti terutama yang pengobatan yang membutuhkan waktu yang
berusia dewasa (Zaidin, 2009). lumayan lama, sehingga bagi mereka yang
Gard dan Kriing (2007) memaparkan tidak bekerja akan lebih fokus untuk
stereotip umum di budaya Barat dan Timur membawa pasien ACS ke pelayanan
menunjukkan, perempuan lebih emosional kesehatan tanpa diganggu oleh pekerjaan.
daripada pria, terutama saat merespon emosi Isniati (2012) memaparkan, cara
negatif. Pandangan ini mungkin yang pandang masyarakat dan ungkapan
menyebabkan mengapa perempuan lebih masyarakat terhadap suatu permasalahan
4
kesehatan yang terjadi dalam masyarakat yang kurang baik dapat memperpanjang
memengaruhi cara pandang seseorang. waktu dalam mengakses pelayanan kesehatan
Sebagai contoh, masyarakat yang sehingga berdampak pada kematian terutama
menganggap bahwa tanda dan gejala ACS di rumah. Mayoritas responden yang sumber
lebih kepada masalah pada pencernaan akan daya masyarakatnya kurang baik terkendala
membuat seseorang mempersepsikan hal yang oleh kurangnya ketersediaan alat medis di
sama. Dengan demikian individu cenderung pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
melakukan tindakan yang sifatnya tradisional jarak tempuh yang jauh ke pelayanan
atau cenderung diam tanpa berusaha mencari kesehatan yang lebih memadai seperti di
tahu jenis penyakit yang diderita ke pelayanan RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
kesehatan. Responden dalam penelitian ini lebih banyak
Pengetahuan yang minim berdampak sebagai pasien rujukan dari berbagai tempat,
besar terhadap derajat kesehatan. Secara baik puskesmas maupun klinik dan mayoritas
umum, responden tidak mengetahui jenis bertempat tinggal di wilayah pedesaan dengan
penyakit yang diderita anggota keluarga, sarana pelayanan kesehatan utama puskesmas
sehingga mereka dapat menilai dan dan klinik.
mengevalusai bahwa kondisi tersebut Tomb (2004) mengatakan, kecemasan
merupakan kondisi kegawatdaruratan dan adalah suatu perasaan takut yang tidak
harus menerima pertolongan cepat, ketika menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan
mereka telah menerima informasi dari petugas yang diserta dengan gejala fisiologis.
kesehatan. Responden yang mengakses Penyebab kecemasan dapat dideteksi dan
pelayanan kesehatan lebih mengacu kepada dikenali. Sebagian besar pasien dibawa ke
kekhawatiran akan kematian pada anggota pelayanan kesehatan ketika kondisi sudah
keluarga, dibandingkan dengan pengetahuan kritis, sehingga meningkatkan kecemasan
bahwa penanganan harus dilakukan dengan pada anggota keluarga lain, fenomena ini
cepat dan tepat sesuai waktu waktunya. yang menjadikan ketakutan sebagai dasar dari
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kebutuhan akan layanan kesehatan serta
seringkali persepsi baik yang dimiliki pengobatannya.
keluarga ditekan oleh persepsi dari pasien, Alasan perpanjangan waktu dalam
sehingga keputusan untuk mengakses mengakses pelayanan > 6 jam kesehatan
pelayanan kesehatan lebih banyak diputuskan diantaranya yaitu jarak rumah dengan rumah
oleh pasien. Hidayat, Erwin, dan Ari (2014) sakit, ketidaktahuan akan gejala dari ACS,
menjelaskan bahwa, masih banyak pasien individu mampu menahan gejala, waktu
yang beranggapan penyakit jantung tidak timbulnya gejala seperti di malam hari atau di
perlu ditangani dengan cepat. Padahal jika pagi hari dan gejala cenderung hilang timbul,
ditinjau kembali, menunda penanganan sama serta tidak adanya petugas medis dengan
saja bersiap untuk dampak yang lebih buruk spesialis yang dekat dengan tempat tinggal
hinga kematian. Saberi, Mohsen, dan Javad (2014).
Gobel dan Renti (2006) memaparkan, Keterlambatan pengobatan untuk ACS akan
asuransi kesehatan dapat memberikan berpotensi meningkatkan kejadian
perlindungan terhadap berbagai risiko berupa komplikasi.
kompensasi atau penggantian biaya perawatan Giugliano dan Eugene (2003) telah
dan tindakan medis yang dibutuhkan. memaparkan, pemulihan aliran arteri dalam
Penggunaan asuransi kesehatan yang waktu 30 menit akan menurunkan atau
disediakan oleh pemerintah memudahkan dan menggugurkan kejadian infark secara optimal,
meringankan responden dari segi pembiayaan reperfusi dalam 2-6 jam dapat menyelamatkan
pengobatan. Penggunaan asuransi kesehatan fungsi miokard walaupun tidak secara
juga memengaruhi penurunan tingkat stress keseluruhan, serta hanya sedikit yang dapat
anggota keluarga apabila hari rawat inap lebih diselamatkan atau bahkan tidak dapat
panjang dari yang diperkirakan sebelumnya. diselamatkan setelah 6 jam.
Handajani, Betty, dan Herti (2010)
menjelaskan bahwa, sumber daya masyarakat Pembahasan data bivariat
5
Berdasarkan analisis bivariat, nilai p tidak menjadi dasar seseorang dalam
value > 0,05 pada semua faktor yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
menyatakan tidak terdapat hubungan antara Farshidi, Shafei, Ahmadnoor, Sarah,
faktor-faktor tersebut dengan health seeking dan Abdoulhossain (2013) memaparkan,
behavior pasien ACS yang dilakukan oleh seseorang yang buta huruf ditemukan sebagai
keluarga. Tidak adanya hubungan ini prediktor signifikan untuk penundaan dalam
dikaitkan dengan kemauan dan kesadaran dari mengakses pelayanan kesehatan. Sementara
pasien. Ketidaktahuan pasien dan keluarga itu Sari, et all (2008) menambahkan waktu
mengenai gejala ACS turut memengaruhi pendidikan < 9 tahun menjadi faktor
dalam cepat dan lambatnya dalam penyebab penundaan dalam mencari
pengambilan keputusan untuk datang ke perawatan pada pasien infark miokard akut di
pelayanan kesehatan. Turki. Namun, baik pendidikan rendah,
Nguyen, Jane, Joel, dan Robert (2010) menengah, maupun tinggi, ketika seseorang
menjelaskan, keterlambatan lebih banyak butuh pengobatan, maka status pendidikan
pada pasien yang tua (≥ 65 tahun) tidak menjadi penghalang seseorang untuk
dibandingkan dengan usia muda. menuju pelayanan kesehatan.
Keterlambatan ini disebabkan oleh ras kulit Pasien yang memiliki keluarga dengan
putih, status sosial ekonomi yang rendah, status pekerjaan “bekerja” menunggu anggota
riwayat angina, diabetes, hipertensi, keluarga pulang dari pekerjaannya, sehingga
konsultasi dengan pasangan atau kerabat, mengalami keterlambatan dalam mengakses
perawatan secara mandiri, menunggu gejala pelayanan kesehatan. Penyebab lain yang
hilang, tidak melihat gejala sebagai suatu hal memperpanjang waktu dalam mencari
yang serius, dan kurang pengetahuan pengobatan adalah ketidaktahuan akan
mengenai gejala dari ACS. Keadaan yang ini penyakit ACS dan responden tidak dapat
memengaruhi keluarga dalam pengambilan mengaitkan gejala yang dirasakan dengan
keputusan untuk mengakses pelayanan masalah pada organ jantung. Namun
kesehatan. demikian, dalam penelitian ini responden
Keluarga dan pasien yang memiliki yang bekerja maupun tidak bekerja sama-
pendidikan sama cenderung memiliki sama mengakses pelayanan kesehatan
pengetahuan dan persepsi yang serupa Kim, dikarenakan mereka membutuhkan
et all (2017) menjelaskan, diantara beberapa pengobatan tersebut.
pasien perempuan dengan pendidikan dan Ghazawy, Amany, dan Eman (2015)
pengetahuan yang rendah, lebih lama dalam menjelaskan, faktor yang terkait dengan
memutuskan untuk ke pelayanan kesehatan penundaan prehospital yang berkepanjangan
karena tidak mengetahui tanda dan gejala dari mungkin berbeda antar populasi karena
infark miokard. Sementara pasien laki-laki keragaman etnis, budaya, status sosial
dengan riwayat cardiovascular disease ekonomi, sistem organisasi perawatan
(CVD) menunda untuk memutuskan ke kesehatan, dan sebagainya. Dracup et all
pelayanan kesehatan ≥ 60 menit, disebabkan (2003) menambahkan, variasi waktu dalam
oleh kurang tertarik pada kesehatannya mengakses pelayanan kesehatan khusus pada
sendiri, sehingga cenderung memperlihatkan pasien ACS berbeda di tiap negara, hal ini
perilaku yang buruk seperti penundaan dalam dihubungkan dengan konteks sosial dan
mengakses pelayanan kesehatan. budaya yang unik dari masing-masing negara.
Anggota keluarga kurang diberi Sebagai contoh, secara global tentunya
kesempatan dalam memutuskan mengenai budaya Indonesia akan berbeda dengan
perkara pengobatan terutama pada kasus budaya Barat dalam pandangannya mengenai
seperti ACS yang tanda gejalanya sering kesehatan, sehingga berdampak pada persepsi
dianggap ringan. Responden yang tidak mengenai penyakit dan pemanfaatan
menikah/bercerai dan yang menikah memiliki pelayanan kesehatan.
pola yang sama yaitu khawatir akan kondisi Banyaknya keluarga yang mengakses
pasien, sehingga status pernikahan keluarga pelayanan kesehatan > 6 jam terutama pada
kategori pengetahuan cukup kemungkinan
6
berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan seharusnya diakses keluarga saat gejala ACS
pemahaman yang diperoleh, serta muncul, namun tidak dimanfaatkan oleh
pengetahuan dari pasien itu sendiri yang responden yang bersumber daya masyarakat
seringkali meyakinkan keluarga bahwa pasien baik. Kedekatan tempat tinggal seharunya
dalam keadaan baik-baik saja, sehingga menjadi motivasi bagi pasien dan keluarga
berkontribusi terhadap cepat dan lambatnya untuk cepat mengakses pelayanan kesehatan.
dalam mengakses pelayanan kesehatan. Selain Namun, kembali lagi pada pengetahuan dan
itu, pengalaman yang diperoleh juga turut persepsi, secara umum kemauan pasien yang
serta memengaruhi pola pikir keluarga pasien mendasari untuk ingin segera atau menunda
ACS. Mussi, et all (2014) menyatakan bahwa, dalam mengakses pelayanan kesehatan.
kurangnya pengetahun pasien tentang Sebagian besar keluarga maupun pasien tidak
keparahan penyakit menyebabkan mengetahui berapa jam ideal penanganan bagi
perpanjangan waktu tunda mencari pasien-pasien ACS sehingga membuat pasien
pertolongan. Sebagian besar pasien (83,5%) dan keluarga tidak segera datang ke
melaporkan mengalami manifestasi dari pelayanan kesehatan.
infark miokard akut, namun pasien tidak Fathi, Aysan, Mohammad, dan Nader
terbiasa terhadap gejala tersebut, sehingga (2015) menjelaskan, pasien ACS dan keluarga
sulit untuk mengenali potensi keseriusan dari yang tempat tinggalnya berada > 30 km jauh
gejala yang dirasakan. dari rumah sakit banyak yang melakukan
Ribeiro, et all (2014) menjelaskan, ada penundaan untuk mencari perawatan medis.
perbedaan persepsi diantara pasien laki-laki Namun, hasil lainnya juga menggambarkan,
dan perempuan, dibandingkan pasien laki- jarak yang pendek antara rumah dengan
laki, pasien perempuan memiliki kesadaran pelayanan kesehatan tidak serta merta
yang kurang mengenai tanda dan gejala ACS. mengurangi penundaan dalam mencari
Secara tidak langsung, persepsi anggota perawatan medis. Hasil penenelitian ini
keluarga akan mengikut kepada persepsi diduga berkaitan dengan pasien dan keluarga
pasien, sebab pasien memunculkan keadaan yang cederung mengaitkan tanda dan gejala
fisik yang baik tanpa keluhan yang berarti. bukan pada jantung, melainkan pada organ
Ada beberapa pasien bahkan tidak tubuh lain.
mengeluhkan rasa tidak nyamannya kepada Tingkat kebutuhan tertinggi disebabkan
siapapun, dan baru diketahui oleh keluarga oleh ketakutan akan hal buruk yang terjadi
ketika sudah dalam keadaan gawatdarurat. pada pasien, namun lagi-lagi ketakutan ini
Asuransi kesehatan seharusnya mampu hanya dimiliki oleh anggota keluarga, bukan
memacu masyarakat terutama pasien ACS pasien. Pasien belum berasa butuh akan
untuk mengakses pelayanan kesehatan lebih pelayanan kesehatan kecuali keadaan mereka
cepat. Namun pada kenyataannya, sudah sangat tidak baik, seperti tangan yang
ketersediaan asuransi kesehatan yang kebas serta nyari pada dada kiri yang
disediakan pemerintah tidak menjamin pola menyebar dan amat menyiksa. Kecemasan
pikir dan perilaku masyarakat menjadi lebih yang muncul pada pasien timbul ketika nyeri
baik, seperti segera ke pelayanan kesehatan. sudah tidak dapat tertahankan lagi.
Alasan lain yang membuat pasien dan Kecemasan yang terjadi dapat membuat
responden tidak terlalu memikirkan waktu kepanikan yang secara tidak langsung akan
dalam mengakses pelayanan kesehatan adalah menularkan pada anggota keluarga. Keluarga
pengetahuan yang minim mengenai ACS. Hal yang merasa panik, tentunya akan mencari
ini terjadi juga pada pasien dan keluarga yang penyelesaian masalah berupa mendatangi
melakukan pembayaran secara umum. pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan, sebanyak Selain itu, faktor kebutuhan juga
22 anggota keluarga memiliki jarak dengan dikaitkan dengan keseriusan penyakit yang
pelayanan kesehatan < 5 km, baik itu dirasakan, individu yang merasa penyakitnya
puskesmas, praktik dokter, maupun klinik merupakan penyakit serius akan lebih banyak
kesehatan, hal ini menunjukkan sangat yang memanfaatkan pelayanan kesehatan,
terjangkaunya pelayanan kesehatan yang dibandingkan dengan mereka yang
7
menganggap sebagai penyakit yang tidak pembelajaran, agar nantinya dapat diterapkan
perlu cepat ditangani. Ada fenomena yang mahasiswa kepada siapapun dan dimanapun,
unik berdasarkan hasil penelitian yang termasuk dirinya sendiri
dilakukan, walaupun lebih banyak pasien 2. Bagi Rumah Sakit Umum daerah Arifin
yang mengatakan gejala yang dirasakan Achmad Provinsi Riau
merupakan gejala yang baru pertama kali Peneliti mengharapkan agar pihak rumah
dialami, namun ada sebagian kecil pasien sakit dapat berkoordinasi dengan Dinas
yang ternyata pernah dirawat dengan penyakit Kesehatan guna menurunkan angka
yang sama sebelumnya. Namun, pengalaman keterlambatan pada pasien ACS dalam
yang telah dirasakan tidak serta merta mengakses pelayanan kesehatan yang dapat
dijadikan pelajaran bahwa penyakit ACS ditangani oleh pelayanan kesehatan tingkat
merupakan penyakit yang berbahaya dan pertama terlebih dahulu, seperti puskesmas
harus cepat ditangani, sehingga waktu tunda atau klinik, dengan cara edukasi mengenai
ke pelayanan kesehatan masih sering terjadi. ACS dan waktu ideal penanganannya pada
masyarakat, pasien, dan keluarga guna
KESIMPULAN meningkatkan kewaspadaan dan mencegah
Mayoritas responden yang mengakses keparahan penyakit apabila terjadi serangan
pelayanan kesehatan di RSUD Arifin Achmad berulang.
Provinsi Riau berada pada rentang usia 3. Bagi ilmu keperawatan
dewasa (25-60 tahun), berjenis kelamin Peneliti mengharapkan agar mahasiswa
perempuan, berstatus menikah, tingkat keperawatan yang akan melakukan
pendidikan menengah (Sekolah Menengah pendidikan profesi untuk lebih mendalami
Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), ilmunya yang berkaitan dengan ACS guna
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan dapat diterapkan nantinya pada saat prtaktik
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau dan dipakai didunia kerja, sehingga dapat
bentuk lain yang sederajat), berstatus tidak menyempurnakan dalam pemberian asuhan
bekerja, memiliki budaya yang positif dan keperawatan secara komprehensif.
negatif, berpengetahuan cukup, memiliki 4. Bagi responden
persepsi yang positif dan negatif, Peneliti mengharapkan agar responden
menggunakan asuransi kesehatan dalam dapat meningkatkan pengetahuan dengan
mengakses pelayanan kesehatan, bersumber mempelajari mengenai penyakit-penyakit
daya masyarakat baik, mengakses pelayanan yang umum di Indonesia, terutama penyakit-
kesehatan dengan alasan takut hal buruk panyakit yang masuk ke dalam kategori gawat
terjadi, dan mengakses pelayanan kesehatan > darurat dengan memanfaatkan sumber daya
6 jam. yang ada, serta mengetahui waktu ideal
Hasil analisis bivariat menunjukkan pengobatan agar tidak terjadi kerugian karena
nilai p value > 0,05 pada semua faktor, keterlambatan dalam penanganan, dan juga
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan keluarga sebaiknya dapat lebih meningkatkan
antara faktor usia, jenis kelamin, status lima tugas pokok dalam keluarga guna
pernikahan, pendidikan, pekerjaan, budaya, memperbaiki health seeking behavior pada
pengetahuan, persepsi, sumber daya keluarga, pasien ACS
sumber daya masayarakat, dan kebutuhan 5. Bagi peneliti selanjutnya
dengan health seeking behavior pasien acute Peneliti mengharapkan agar peneliti
coronary syndrome (ACS). selanjutnya dapat meneliti mengenai
pengaruh budaya terutama budaya Riau
SARAN terhadap pengambilan keputusan dalam
1. Bagi STIKes Hang Tuah Pekanbaru memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Peneliti mengharapkan agar dapat
menambahkan materi pembelajaran, terutama DAFTAR PUSTAKA
yang berkaitan dengan penyakit-penyakit Amsterdam, E. A., Nanette, K. W., Ralph, G.
yang bergantung pada waktu seperti acute B., Donald, E. C., Theodore, G.G.,
coronary syndrome (ACS) ke dalam proses David, R. H., . . . Susan, J. Z. (2014).
8
Management of patients with non–ST- Seeking Health Care among Myocardial
elevation acute coronary syndromes: A Infarction Patients, Minia District,
report of the American College of Egypt. Advances in Preventive
Cardiology/American Heart Association Medicine. 2015: Article ID 342361, 1-
task force on practice guidelines. 6.
Circulation, 130, e344-e426. DOI: http://dx.doi.org/10.1155/2015/342361.
10.1161/CIR.0000000000000134 Giugliano, R. P., & Eugene, B. (2003).
Australian Commission on Safety and Quality Selecting the best reperfusion strategy
in Health Care. (2014). Acute coronary in ST-elevation myocardial infarction:
syndromes clinical care standard. It’s all a matter of time. Circulation,
Sydney: ACSQHC. Online publikasi. 108, 2828-2830. doi:
Boersma, E., Arthur, C. P. M., Jaap, W. D., & 10.1161/01.CIR.0000106684.71725.98.
Marteen, L. S. (1996). Early Gobel, F. A., & Renti, M. (2006). Faktor-
thrombolytic treatment in acute faktor yang memengaruhi kematian
myocardial infarction: Reappraisal of pasien penyakit jantung koroner di
the golden hour. ACP J Club, 348 Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
(9030), 771-5. DOI:10.1016/S0140- tahun 2004. Jurnal kesehatan
6736(96)02514-7. masyarakat nasional, 1 (3), 99-105.
DeVon, H. A., Nancy, H., Amy, L. O., & Handajani, A., Betty R, & Herti, M. (2010).
Moshe, S. (2010). Time to treatment for Faktor-faktor yang berhubungan dengan
acute coronary syndromes: The cost of pola kematian pada penyakit degeneratif
indecision. J Cardiovasc Nurs, 25 (2), di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem
106–114. doi:  Kesehatan, 13 (1), 42–53.
10.1097/JCN.0b013e3181bb14a0. Harris, A.H S., & C. E. Thoresen (2005).
Drucap, K., Moser, D. K., McKinley, S.Ball, Volunteering is associated with delayed
C., Yamasaki, K., Kinm, C. J., . . . et mortality in older people. Analysis of
all. (2003). An-international perspective the longitudinal study of aging. Journal
on the time to treatment for acute of Health Psychology. (6):739 – 752.
myocardial infarctiom. J Nurs Hidayat, A., Erwin., & Ari, P. D. (2014).
Scholars; 35 (4): 317-323. Persepsi penyakit jantung kotroner yang
Farshidi, H., Shafei, R., Ahmadnor, A., Sarah, akan dilakukan tindakan kateterisasi
H., & Abdoulhussein, M. (2013). jantung. Universitas Riau. Naskah
Factors associated with pre-hospital publikasi.
delay in patients with Acute myocardial Hussein, R. D., & Musiana. (2014). Faktor-
infarction. Iranian Red Crescent faktor yang berhubungan dengan
Medical Journal, 15 (4), 312-6. doi: pemanfaatan puskesmas oleh pasien
10.5812/ircmj.2367. hipertensi. Jurnal Kesehatan, V (1), 33-
Fathi, M., Aysan, R., Mohammad, A. Z., & 39.
Nader, T. (2015). Risk factors of Isniati. (2012). Kesehatan Modern dengan
delayed pre-hospital treatment seeking Nuansa Budaya. Jurnal Kesehatan
in patients with acute coronary Masyarakat, 7(1), 39-44.
syndrome: A prospective study. Turkish Kasliwal, R. R., Martin, T., Rohul, M.,
Journal of Emergency Medicine, 15, Manish, B., Vinayak, A., Satyavan, S., .
163-167. . . Neeraj, P. (2009). ECAB clinical
http://dx.doi.org/10.1016/j.tjem.2015.06 update: Cardiology Acute Coronary
.001. Syndrome. New Delhi: Elsevier. Online
Gard, M. G & Kring, A. M. (2007). Sex publikasi.
differences in the time course of Kim, H. S., Kun, S. L., Sang, J. E., Si-Wan,
emotion. Journal Article. 7(2): 429–37. C., Dae, H. K., Tae-Ho, P., . . ., Rock,
DOI:10.1037/1528-3542.7.2.429. B. K. (2017). Gender differences in
Ghazawy, E. R., Amany, E. S., & Eman, M. factor related to prehospital delay in
M. (2015). Predictors of Delay in patients with ST-segment elevation
9
myocardial infacrtion. Yonsei Med. J. Ribeiro, V., Filipa, M., Joana, D. R., Sergio,
58 (4), 710-719. M. L., Raquel, M. G., Paula, D., &
https://doi.org/10.3349/ymj.2017.58.4.7 Maria, J. M. (2014). Perception Of
10. illness symptoms in patients with acute
Limantara, R., Herjunianto., & Arma, R. coronary syndrome: A need to improve.
(2015). Faktor-faktor yang Rev. Port. Cardiol; 33 (9) :519---523.
mempengaruhi tingginya angka Saberi, F., Mohsen, A. H., & Javad, Z.
kematian di IGD Rumah Sakit. Jurnal (2014). Predictors of Prehospital Delay
Kedokteran Brawijaya, 28 (2), 200-205. in Patients With Acute Myocardial
Mirowsky, J., & Catherine, E. R. (2005). Infarction in Kashan City. Nurs
Education, learned effectiveness and Midwifery Study, 3(4), 1-6, DOI:
health. London Review of Education. 3 http://dx.doi.org/10.17795/nmsjournal2
(3), 205–220. 4238.
Mussi, F. C., Anderia, S. M., Tassia, L. D. Q., Sari, I., Zubeyir, A., Orhan, O., Betul, E.,
Ana, L, S, C., Alvaro, P., & Bruno, C. Ebru, T., Ekrem, U., . . ., Mehmet, A.
(2014). Pre-hospital delay in acute (2008). Factor associated with
myocardial infarction: Judgement of prolonged prehospital delay in patients
symptoms and resistence to pain. Rev with acute myocardial infarction. Turk
Assoc Med Brass; 60 (1): 63-69. Kardiyol Dem Ars-Arch Turk Soc
http:,,dx.doi.org/10.1590/1806- Cardiol; 36(3): 156-162.
9282.60.01.014. Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 2.
Nguyen, H. L., Jane, S. S., Joel, M. G., & Yogyakarta: Kanisius.
Robert, J. G. (2010). Age and sex Tomb, D. A. (2004). Buku saku psikiatti
differences in duration of prehospital (Edisi 6) (Martina Wiwie S. Nasrun
delay in patients with acute myocardial Penerjemah). Jakarta: EGC.
infarction. Circ Cardiovase Qual World Health Organization (WHO). (2014).
Outcomes, 3, 82-92. Doi: Global Status on noncommunicable
10.1161/CIRCOUTCOMES.109.88436 diseases: attaining the nine global
1. noncommunicable diseases targets; A
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular shared responsibility. Switzerland:
Indonesia (PERKI). (2015). pedoman WHO Library Cataloguing-in-
tatalaksana sindrom koroner akut Publication Data.
(Edisi 3). Jakarta: Centra Zaidin, A. H. (2009). Pengantar
Communications. Keperawatan Keluarga. Frurolina, A
(Ed). Jakarta: EGC.

10

Anda mungkin juga menyukai