Disusun Oleh :
FITRIAH SA'DIAH
1410.721.056
Peningkatan rasa mual Kembung
Muntah
b. Ikterik dan BAK berwarna kuning
Akibat adanya obstuksi saluran empedu menyebabkan eksresi cairan empedu ke
duodenum (saluran cerna) menurun sehingga feses tidak diwarnai oleh pigmen
empedu dan feses akan berwarna pucat kelabu dan lengket seperti dempul yang
disebut Clay Colored. Selain mengakibatkan peningkatan alkali fosfat serum,
eksresi cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) juga mengakibatkan
peningkatan bilirubin serum yang diserap oleh darah dan masuk ke sirkulasi
sistem sehingga terjadi filtrasi oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin
dieksresikan oleh ginjal sehingga urin berwarna kuning bahkan kecoklatan.
c. Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K yang
larut lemak.Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.
6. Patofisiologi
a. Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini
adalah bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada
kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna
adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan
karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Mekanisme batu pigmen
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
Presipitasi / pengendapan
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
b. Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam
pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan
kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu.
Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan
pilihan.
b. Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan
Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena
konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen
sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu)
dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa
beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.
c. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam
hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
3) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam
susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya:
buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang
dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan
seperti telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang
berlemak, sayuran yang membentuk gasserta alkohol harus dihindari.
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya
mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluarkan gejala
gastrointestinal ringan.
4) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang
(repeated shock wafes) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung
empedu atau doktus koledokus dengan maksud untuk mencegah batu tersebut
menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan
oleh percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik.
Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat redaman air atau kantong yang
berisi cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut diarahkan
kepada batu empedu yang akan dipecah.Setelah batu dipecah secara bertahap,
pecahannya akan bergeraj spontan dikandung empedu atau doktus koledokus
dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam
empedu yang diberikan peroral.
5) Litotripsi Intrakorporeal.
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau
doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound,
laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan
diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis
dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti
dengan pengangkatan kandung empedu melalui luka insisi atau laparoskopi.
Jika kandung empedu tidak di angkat, sebuah drain dapat dipasang selama 7
hari.
b. Pembedahan
1) Cholesistektomy
9. Komplikasi
a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
d. Kolesistitis akut
e. Perikolesistitis
f. Peradangan pankreas (pankreatitis)
g. Perforasi
h. Kolesistitis kronis
i. Hidrop kandung empedu
j. Empiema kandung empedu
k. Fistel kolesistoenterik
l. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
m. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R)
yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana
yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
a) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
c) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS)
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada
penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena
terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
d. Pola aktivitas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran
bedrest
3) Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati
4) Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum meningkat)
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan (Doenges, 2001)
a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Intervensi
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya
Rasional
1. Membantu membedakan penyebab
intervensi.
2. Meningkatkan istirahat, memusatkan
kembali perhatian, dapat meningkatkan
koping.
3. Tirah baring pada posisi fowler rendah
nyaman.
Kolaborasi
1. Pertahankan status puasa,
Kolaborasi
1.
masukan/pertahankan penghisapan
NG sesuai indikasi.
2. Berikan obat sesuai indikasi;
antikolinergik.
2.
Rasional
1. Memberikan informasi tentang status
penggantian.
Kolaborasi
keperluan.
gaster.
2. Intervensi
Berikan antimetik.
2. Menurunkan mual dan mencegah
Rasional
3. Berikan
cairan
IV,
elektrolit,
dan
1. Kaji distensi abdomen, sering 1. Tandamuntah.
non-verbal ketidaknyamanan
vitamin
K.
3. Mempertahankan
volume sirkulasi
bertahak,
berhati-hati, menolak berhubungan
dengan gangguan
dan memperbaiki
bergerak.
pencernaan,
nyeri gas.
2. Perkirakan/hitung pemasukan
ketidakseimbangan.
2. Mengidentifikasi
rangsangan berbau.
makan/menurunkan mual.
Kolaborasi
1. Konsul dengan ahli diet/tim
pendukung nutrisi sesuai indikasi.
2. Tambahkan diet sesuai toleransi,
biasanya rendah lemak, tinggi
serat, batasi makanan penghasil
gas dan makanan/makanan tinggi
Kolaborasi
1. Berguna dalam membuat
lemak.
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
o
1
Keperawatan
Nyeri akut b/d
Manajemen nyeri :
a. Kaji tingkat nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
dan faktor
presipitasi.
b. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidak nyamanan.
c. Gunakan teknik
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
klien sebelumnya.
d. Kontrol faktor
lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.
e. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
f. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)
g. Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi
nyeri..
h. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
i. Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
j. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
a. Cek program
pemberian
analogetik; jenis,
dosis, dan
frekuensi.
b. Cek riwayat alergi
c. Tentukan
analgetik pilihan,
rute pemberian
dan dosis optimal.
d. Monitor TTV
e. Berikan analgetik
tepat waktu
terutama saat
nyeri muncul.
f. Evaluasi
efektifitas
analgetik, tanda
dan gejala efek
2
samping.
Manajemen Nutrisi
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
makanan.
b. Kaji makanan
tubuh
a. BB stabil,
tindakan tidak
bersamaan dengan
waktu klien
makan.
d. Monitor adanya
mual muntah.
e. Monitor adanya
gangguan dalam
input makanan
misalnya
perdarahan,
bengkak dsb.
f. Monitor intake
nutrisi dan kalori.
g. Monitor kadar
energi, kelemahan
3
imunitas tubuh
menurun,
prosedur
invasive.
AL normal
V/S dbn
dan kelelahan.
Kontrol infeksi :
a. Bersihkan
lingkungan setelah
dipakai pasien
lain.
b. Batasi pengunjung
bila perlu.
c. Intruksikan
kepada
pengunjung untuk
mencuci tangan
saat berkunjung
dan sesudahnya.
d. Gunakan sabun
anti miroba untuk
mencuci tangan.
e. Lakukan cuci
tangan sebelum
dan sesudah
tindakan
keperawatan.
f. Gunakan baju dan
sarung tangan
sebagai alat
pelindung.
g. Pertahankan
lingkungan yang
aseptik selama
pemasangan alat.
h. Lakukan dresing
infus dan dan
kateter setiap
hari Sesuai
indikasi
i. Tingkatkan intake
nutrisi dan cairan
j. Berikan antibiotik
sesuai program.
Proteksi terhadap
infeksi
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal.
b. Monitor hitung
granulosit dan
WBC.
c. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
d. Pertahankan
teknik aseptik
untuk setiap
tindakan.
e. Inspeksi kulit dan
mebran mukosa
terhadap
kemerahan, panas.
f. Ambil kultur, dan
laporkan bila hasil
positip jika perlu
g. Dorong istirahat
yang cukup.
h. Dorong
peningkatan
mobilitas dan
latihan.
i. Instruksikan klien
untuk minum
antibiotik sesuai
program.
j. Ajarkan
keluarga/klien
tentang tanda dan
gejala infeksi.
k. Laporkan
kecurigaan
4
Sindrom defisit
terpenuhi dg KH:
kelemahan
infeksi.
Self Care Assistence
a. Bantu ADL klien
selagi klien belum
mampu mandiri
b. Pahami semua
kebutuhan ADL
klien
c. Pahami bahasabahasa atau
pengungkapan non
verbal klien akan
kebutuhan ADL
d. Libatkan klien
dalam pemenuhan
ADLnya
e. Libatkan orang
yang berarti dan
layanan
pendukung bila
dibutuhkan
f. Gunakan sumbersumber atau
fasilitas yang ada
untuk mendukung
self care
g. Ajari klien untuk
melakukan self
care secara
bertahap
h. Ajarkan
penggunaan
modalitas terapi
dan bantuan
mobilisasi secara
aman (lakukan
supervisi agar
keamnanannya
terjamin)
i. Evaluasi
kemampuan klien
untuk melakukan
self care di RS
j. Beri reinforcement
atas upaya dan
keberhasilan
dalam melakukan
5
Kurang
self care
Mengajarkan proses
pengetahuan
penyakit
keluarga
meningkat dg KH:
a. Kaji pengetahuan
berhubungan
1. Keluarga menjelaskan
dengan kurang
paparan dan
keterbatasan
perawatan
2. Keluarga kooperative dan mau
kognitif keluarga
keluarga tentang
proses penyakit
b. Jelaskan tentang
patofisiologi
penyakit dan tanda
gejala penyakit
c. Beri gambaran
tentaang tanda
gejala penyakit
kalau
memungkinkan
d. Identifikasi
penyebab penyakit
e. Berikan informasi
pada keluarga
tentang keadaan
pasien, komplikasi
penyakit.
f. Diskusikan
tentang pilihan
therapy pada
keluarga dan
rasional therapy
yang diberikan.
g. Berikan dukungan
pada keluarga
untuk memilih
atau mendapatkan
pengobatan lain
yang lebih baik.
h. Jelaskan pada
keluarga tentang
persiapan /
tindakan yang
akan dilakukan
DAFTAR PUSTAKA