Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN KOLELITIASIS


di RSPAD GATOT SOEBROTO

Disusun Oleh :
FITRIAH SA'DIAH
1410.721.056

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2014/2015

A. Konsep Dasar Kolelitiasis


1. Definisi
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu
memilki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak
lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering
pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin
meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari
3 orang akan memiliki batu empedu (Brunner, 2003).
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang
disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen
empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara C.
Long, 1996 )
2. Anatomi Empedu
Kandung empedu adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan visceral hepar. Kantung empedu dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan
arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang
berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus
comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi kandung empedu
dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral
hati.
3. Fisiologi Empedu
Kandung empedu berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar
50 ml. Kandung empedu mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk
membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu
sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon.
Sel - sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan
kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini
sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus

sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke


duodenum.
4. Etiologi / penyebab
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu,
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol
mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan
ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui
sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya dapat
menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari
terbentuknya batu, dibanding panyebab terbentuknya batu.
5. Manifestasi klinis
Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada
epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi
abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas.
a. Rasa nyeri hebat dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung empedu mengalami
distensi kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba massa pada kuadran I
yang menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar ke punggung dan bahu kanan
sehingga menyebabkan rasa gelisah dan tidak menemukan posisi yang nyaman.
Nyeri akan dirasakan persisten (hilang timbul) terutama jika habis makan
makanan berlemak yang disertai rasa mual dan ingin mual muntah pada pagi hari
karena metabolisme di kandung empedu akan meningkat.
Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran empedu
sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam
empedu dan kolesterol) menyebabkan terjadinya proses peradangan disekitar

hepatobiliar yang mengeluarkan enzim-enzim SGOT dan SGPT, menyebabkan


peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat iritatif di saluran cerna sehingga
merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis
sehingga terjadi penurunan peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung,
menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang
mengaktifkan pusat muntah di medula oblongata dan pengaktifan saraf kranialis
ke wajah, kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot-otot
abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan muntah.
Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas usus di
sistem pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas maka terjadilah
kembung.
Mekanisme mual dan muntah
Obstruksi saluran empedu

Alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu, kolesterol)

Proses peradangan disekitar hepatobiliar

Pengeluaran enzim-enzim SGOT dan SGPT

Peningkatan SGOT dan SGPT

Bersifat iritatif di saluran cerna

Merangsang nervus vagal (N.X Vagus)

Menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis


Penurunan peristaltik sistem Akumulasi gas usus
pencernaan (usus dan lambung) di sistem pencernaan

Makanan tertahan di lambung Rasa penuh dengan gas


Peningkatan rasa mual Kembung

Pengaktifan pusat muntah (medula oblongata)

Pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan,


serta neuron-neuron motorik spinalis
ke otot-otot abdomen dan diafragma

Muntah
b. Ikterik dan BAK berwarna kuning
Akibat adanya obstuksi saluran empedu menyebabkan eksresi cairan empedu ke
duodenum (saluran cerna) menurun sehingga feses tidak diwarnai oleh pigmen
empedu dan feses akan berwarna pucat kelabu dan lengket seperti dempul yang
disebut Clay Colored. Selain mengakibatkan peningkatan alkali fosfat serum,
eksresi cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) juga mengakibatkan
peningkatan bilirubin serum yang diserap oleh darah dan masuk ke sirkulasi
sistem sehingga terjadi filtrasi oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin
dieksresikan oleh ginjal sehingga urin berwarna kuning bahkan kecoklatan.
c. Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K yang
larut lemak.Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.

6. Patofisiologi
a. Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini
adalah bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada
kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna
adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan
karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan

karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Mekanisme batu pigmen
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
b. Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam
pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan
kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu.
Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan
pilihan.
b. Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan
Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena
konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen
sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu)
dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa
beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.
c. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan

memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil


batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala
gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah
diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.
d. Kolangiografi Transhepatik Perkutan.
Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke
dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan itu
relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier tersebut, yang mencakup
duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan pajang duktus koledokus, duktus
sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
e. Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi.
Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kemudian
diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar bilier.
Memerlukan waktu panjang lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien
terpajan sinar radiasi.
8. Penatalaksanaan
a. Non Bedah, yaitu :
1) Therapi Konservatif
a) Pendukung diit : Cairan rendah lemak
b) Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan
c) Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala penyakit
d) Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih
e) Istirahat
2) Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk
melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari
kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada
pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk
karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh
garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia
Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu
berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3
bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu

larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam
hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
3) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam
susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya:
buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang
dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan
seperti telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang
berlemak, sayuran yang membentuk gasserta alkohol harus dihindari.
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya
mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluarkan gejala
gastrointestinal ringan.
4) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang
(repeated shock wafes) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung
empedu atau doktus koledokus dengan maksud untuk mencegah batu tersebut
menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan
oleh percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik.
Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat redaman air atau kantong yang
berisi cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut diarahkan
kepada batu empedu yang akan dipecah.Setelah batu dipecah secara bertahap,
pecahannya akan bergeraj spontan dikandung empedu atau doktus koledokus
dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam
empedu yang diberikan peroral.
5) Litotripsi Intrakorporeal.
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau
doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound,
laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan
diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis
dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti
dengan pengangkatan kandung empedu melalui luka insisi atau laparoskopi.
Jika kandung empedu tidak di angkat, sebuah drain dapat dipasang selama 7
hari.
b. Pembedahan
1) Cholesistektomy

Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis


atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan
konservatif .
Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy :
a) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi.
b) Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis
c) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan
dilakukan pada post operasi.
Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy
a) Posisi semi Fowler
b) Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya
c) Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri
2) Kolesistektomi
Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus
sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus
kolesistis akut dan kronis. Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung
empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan
darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa absorben.
3) Minikolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik), dilakukan
lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada
umbilicus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup
dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) umtuk membantu
pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen.
Sebuah endoskop serat optic dipasang melalui luka insisi umbilicus yang
kecil. Beberapa luka tusukan atau insisi kecil tambahan dibuat pada dinding
abdomen untuk memasukkan instrumen bedah lainnya ke dalam bidang
operasi.
4) Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah
kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema
mereda. Keteter ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung
empedu biasanya juga mengandung batu, dan umumnya koledokostomi
dilakukan bersama-sama kolesistektomi.

9. Komplikasi
a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
d. Kolesistitis akut
e. Perikolesistitis
f. Peradangan pankreas (pankreatitis)
g. Perforasi
h. Kolesistitis kronis
i. Hidrop kandung empedu
j. Empiema kandung empedu
k. Fistel kolesistoenterik
l. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
m. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat


terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.
Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi

B. Asuhan Keperawatan Kolelitiasis


Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik untuk
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang melibatkan lima fase berikut i:
pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi, evaluasi.
Proses Asuhan Keperawatan terdiri dari beberapa tahap :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan .
Data yang dikumpulkan meliputi :
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R)
yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana
yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
a) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
b) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
c) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS)
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada
penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena
terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
d. Pola aktivitas
1) Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran
bedrest
3) Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati
4) Aspek penunjang
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum meningkat)
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan (Doenges, 2001)
a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

Intervensi
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya

Rasional
1. Membantu membedakan penyebab

(skala 0-10) dan karakter nyeri

nyeri dan memberikan informasi

(menetap, hilang timbul, kolik).

tentang kemajuan/perbaikan penyakit,


terjadinya komplikasi, dan keefektifan

2. Dorong menggunakan teknik


relaksasi, contoh bimbingan

intervensi.
2. Meningkatkan istirahat, memusatkan
kembali perhatian, dapat meningkatkan

imajinasi, visualisasi, latihan napas


dalam.
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan

koping.
3. Tirah baring pada posisi fowler rendah

pasien melakukan posisi yang

menurunkan tekanan intraabdomen.

nyaman.
Kolaborasi
1. Pertahankan status puasa,

Kolaborasi
1.

masukan/pertahankan penghisapan
NG sesuai indikasi.
2. Berikan obat sesuai indikasi;
antikolinergik.

Membuang secret gaster yang


merangsang pengeluaran kolesistokinin

2.

dan kontraksi kandung empedu.


Menghilangkan reflex
spasme/kontraksi otot halus dan
membantu dalam manajemen nyeri.

b. Kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap berhubungan dengan muntah,


distensi, dan hipermortilitas gaster.
Intervensi
1. Pertahankan masukan dan haluaran

Rasional
1. Memberikan informasi tentang status

akurat, perhatikan haluaran kurang

cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan

dari masukan, peningkatan berat

penggantian.

jenis urine.Kaji membrane


mukosa/kulit, nadi perifer, dan
pengisian kapiler.
2. Awasi tanda/gejala
peningkatan/berlanjutnya
mual/muntah, kram abdomen,
kelemahan, kejang, kejang ringan,

2. Muntah berkepanjangn, aspirasi gaster,


dan pembatasan pemasukan oral dapat
menimbulkan deficit natrium, kalium
dan klorida.

kecepatan jantung tak teratur,


parestesia, hipoaktif atau tak adanya
bising usus, depresi pernapasan.
Kolaborasi
1.

Kolaborasi

Pertahankan pasien puasa sesuai

1. Menurunkan sekresi dan motilitas

keperluan.
gaster.
2. Intervensi
Berikan antimetik.
2. Menurunkan mual dan mencegah
Rasional
3. Berikan
cairan
IV,
elektrolit,
dan
1. Kaji distensi abdomen, sering 1. Tandamuntah.
non-verbal ketidaknyamanan
vitamin
K.
3. Mempertahankan
volume sirkulasi
bertahak,
berhati-hati, menolak berhubungan
dengan gangguan
dan memperbaiki
bergerak.
pencernaan,
nyeri gas.
2. Perkirakan/hitung pemasukan

ketidakseimbangan.
2. Mengidentifikasi

kalori juga komentar tentang

kekurangan/kebutuhan nutrisi. Berfokus

napsu makan sampai minimal.

pada masalah membuat suasana

3. Berikan suasana menyenangkan

negative dan mempengaruhi masukan.

pada saat makan, hilangkan

3. Untuk meningkatkan napsu

rangsangan berbau.

makan/menurunkan mual.
Kolaborasi
1. Konsul dengan ahli diet/tim
pendukung nutrisi sesuai indikasi.
2. Tambahkan diet sesuai toleransi,
biasanya rendah lemak, tinggi
serat, batasi makanan penghasil
gas dan makanan/makanan tinggi

Kolaborasi
1. Berguna dalam membuat

kebutuhan nutrisi individual


melalui rute yang paling tepat.
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi

dan meminimalkan rangsangan

lemak.

pada kandungan empedu.


c. Nutrisi, perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap
berhubungan dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan;
mual/muntah,

Diagnosa dan intervensi keperawatan menurut nic&noc


N

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

o
1

Keperawatan
Nyeri akut b/d

Setelah dilakukan Asuhan

agen injuri fisik

keperawatan jam tingkat kenyamanan


klien meningkat dengan kriteria hasil:

Manajemen nyeri :
a. Kaji tingkat nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi,

a. Klien melaporkan nyeri

karakteristik, durasi,

berkurang dg scala 2-3


b. Ekspresi wajah tenang
c. Klien dapat istirahat dan tidur

frekuensi, kualitas
dan faktor
presipitasi.
b. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidak nyamanan.
c. Gunakan teknik
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
klien sebelumnya.
d. Kontrol faktor
lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.
e. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
f. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)
g. Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi
nyeri..
h. Berikan analgetik

untuk mengurangi
nyeri.
i. Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
j. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
a. Cek program
pemberian
analogetik; jenis,
dosis, dan
frekuensi.
b. Cek riwayat alergi
c. Tentukan
analgetik pilihan,
rute pemberian
dan dosis optimal.
d. Monitor TTV
e. Berikan analgetik
tepat waktu
terutama saat
nyeri muncul.
f. Evaluasi
efektifitas
analgetik, tanda
dan gejala efek
2

samping.
Manajemen Nutrisi

Ketidakseimbang

Setelah dilakukan asuhan

an nutrisi kurang

keperawatan jam klien menunjukan

a. Kaji adanya alergi

dari kebutuhan

status nutrisi adekuat dengan KH:

makanan.
b. Kaji makanan

tubuh

a. BB stabil,

b. Nilai laboratorium terkait


normal,
c. Tingkat energi adekuat,
masukan nutrisi adekuat

yang disukai oleh


klien.
c. Kolaborasi team
gizi untuk
penyediaan nutrisi
terpilih sesuai
dengan kebutuhan
klien.
d. Anjurkan klien
untuk
meningkatkan
asupan nutrisinya.
e. Yakinkan diet
yang dikonsumsi
mengandung
cukup serat untuk
mencegah
konstipasi.
f. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori.
g. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi.
Monitor Nutrisi
a. Monitor BB
jika memungkink
an
b. Monitor respon
klien terhadap
situasi yang
mengharuskan
klien makan.
c. Jadwalkan
pengobatan dan

tindakan tidak
bersamaan dengan
waktu klien
makan.
d. Monitor adanya
mual muntah.
e. Monitor adanya
gangguan dalam
input makanan
misalnya
perdarahan,
bengkak dsb.
f. Monitor intake
nutrisi dan kalori.
g. Monitor kadar
energi, kelemahan
3

Risiko infeksi b/d

Setelah dilakukan asuhan

imunitas tubuh

keperawatan jam tidak terdapat

menurun,

faktor risiko infeksi dan dg KH:

prosedur

Tdk ada tanda-tanda infeksi

invasive.

AL normal

V/S dbn

dan kelelahan.
Kontrol infeksi :
a. Bersihkan
lingkungan setelah
dipakai pasien
lain.
b. Batasi pengunjung
bila perlu.
c. Intruksikan
kepada
pengunjung untuk
mencuci tangan
saat berkunjung
dan sesudahnya.
d. Gunakan sabun
anti miroba untuk
mencuci tangan.
e. Lakukan cuci
tangan sebelum
dan sesudah

tindakan
keperawatan.
f. Gunakan baju dan
sarung tangan
sebagai alat
pelindung.
g. Pertahankan
lingkungan yang
aseptik selama
pemasangan alat.
h. Lakukan dresing
infus dan dan
kateter setiap
hari Sesuai
indikasi
i. Tingkatkan intake
nutrisi dan cairan
j. Berikan antibiotik
sesuai program.
Proteksi terhadap
infeksi
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal.
b. Monitor hitung
granulosit dan
WBC.
c. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
d. Pertahankan
teknik aseptik
untuk setiap
tindakan.
e. Inspeksi kulit dan

mebran mukosa
terhadap
kemerahan, panas.
f. Ambil kultur, dan
laporkan bila hasil
positip jika perlu
g. Dorong istirahat
yang cukup.
h. Dorong
peningkatan
mobilitas dan
latihan.
i. Instruksikan klien
untuk minum
antibiotik sesuai
program.
j. Ajarkan
keluarga/klien
tentang tanda dan
gejala infeksi.
k. Laporkan
kecurigaan
4

Sindrom defisit

Setelah dilakukan askep jam ADLs

self care b.d

terpenuhi dg KH:

kelemahan

1. Klien bersih, tidak bau


2. Kebutuhan sehari-hari
terpenuhi

infeksi.
Self Care Assistence
a. Bantu ADL klien
selagi klien belum
mampu mandiri
b. Pahami semua
kebutuhan ADL
klien
c. Pahami bahasabahasa atau
pengungkapan non
verbal klien akan
kebutuhan ADL
d. Libatkan klien
dalam pemenuhan

ADLnya
e. Libatkan orang
yang berarti dan
layanan
pendukung bila
dibutuhkan
f. Gunakan sumbersumber atau
fasilitas yang ada
untuk mendukung
self care
g. Ajari klien untuk
melakukan self
care secara
bertahap
h. Ajarkan
penggunaan
modalitas terapi
dan bantuan
mobilisasi secara
aman (lakukan
supervisi agar
keamnanannya
terjamin)
i. Evaluasi
kemampuan klien
untuk melakukan
self care di RS
j. Beri reinforcement
atas upaya dan
keberhasilan
dalam melakukan
5

Kurang

Setelah dilakukan askep jam

self care
Mengajarkan proses

pengetahuan

pengetahuan keluarga klien

penyakit

keluarga

meningkat dg KH:

a. Kaji pengetahuan

berhubungan

1. Keluarga menjelaskan

dengan kurang

tentang penyakit, perlunya p

paparan dan

engobatan dan memahami

keterbatasan

perawatan
2. Keluarga kooperative dan mau

kognitif keluarga

kerjasama saat dilakukan


tindakan

keluarga tentang
proses penyakit
b. Jelaskan tentang
patofisiologi
penyakit dan tanda
gejala penyakit
c. Beri gambaran
tentaang tanda
gejala penyakit
kalau
memungkinkan
d. Identifikasi
penyebab penyakit
e. Berikan informasi
pada keluarga
tentang keadaan
pasien, komplikasi
penyakit.
f. Diskusikan
tentang pilihan
therapy pada
keluarga dan
rasional therapy
yang diberikan.
g. Berikan dukungan
pada keluarga
untuk memilih
atau mendapatkan
pengobatan lain
yang lebih baik.
h. Jelaskan pada
keluarga tentang
persiapan /
tindakan yang
akan dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Sudarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


Guyton, H., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Keperawatan, Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (9 ed.). Jakarta,EGC.
Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 1.
Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
Muttaqin, A., 2010. Pengkajian Keperawatan. Penerbit Salemba Medika.
Jakarta
Nurman, A., 2011. Penatalaksanaan Batu Empedu. http://www.univmed.org.
Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Tengadi, K, dkk., 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Bagian III.
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai