Di Susun oleh :
NIM : 40220008
LAPORAN PENDAHULUAN
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi batu ginjal dibedakan berdasarkan etiologi, komposisi batu, ukuran dan
lokasi, dan gambaran radiologis (Turk, et al., 2015).
a. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi Berdasarkan etiologinya batu ginjal dapat
diklasifikasikan menjadi infeksi, non infeksi, genetik, atau efek samping obat.
b. Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Batu Komposisi dari batu sangat penting
untuk menjadi dasar diagnostik dan penanganan lebih lanjut. Tidak ada sistem
klasifikasi khusus untuk batu ginjal, tetapi batu ginjal dapat diklasifikasikan
berdasarkan komposisinya.
1) Batu kalsium : 80% dari batu ginjal.
Batu kalsium dibedakan menjadi kalsium oksalat dan kalsium fosfat.Kalsium
oksalat merupakan 80% dari semua batu kalsium dengan faktor risiko
termasuk volume urin rendah, hiperkalsiuria,hyperuricosuria, hyperoxaluria,
dan hypocitraturia. Kalsium fosfat (hidroksi apatit)merupakan 20% dari semua
batu kalsium dengan faktor risiko termasuk rendah volume urin,
hiperkalsiuria, hipokitraturia, pH urin tinggi, dan kondisi terkait termasuk
primer hiperparatiroidisme dan asidosis tubulus ginjal
2) Batu asam urat : 10% hingga 20% dari batu ginjal.Disebabkan
olehkarena pH urin
3) Batu sistin : 1% dari batu ginjal yang disebabkan oleh kesalahan
metabolisme bawaan, cystinuria, autosomalrecessive (gangguan yang
menghasilkan reabsorpsi tubular ginjal abnormal dari asam amino sistin,
ornithine, lysine, dan arginine)
4) Batu struvite : 1% hingga 5% dari batu ginjal, juga dikenal sebagai batu
infeksi; terdiri dari magnesium,amonium, dan fosfat. Batu ini sering disebut
sebagai batu staghorn dan dapat dikaitkan dengan organisme pemecah urea,
seperti spesies Proteus, Pseudomonas, dan Klebsiella.E coli bukan organisme
penghasil urease.
c. Klasifikasi Berdasarkan Ukuran Dan Lokasi
Berdasarkan diameter ukurannya secara dua dimensi dibagi menjadi >5
cm, 4-10 cm, 10-20 cm, dan> 20 cm. Sedangkan berdasarkan posisi anatominya
kalkuli dibagi menjadi: calyx superior, medius, atau inferior; pelvis renali; ureter
proksimal, medius, dan distal; dan vesica urinaria.
d. Klasifikasi Berdasarkan Gambaran Radiologis
Pembagian kalkuli berdasarkan gambaran radiologisnya menjadi tiga
yaitu: radiopak, radiopak lemah, dan radiolusen. Yang bersifat radiopak yaitu:
kalkuli kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat monohidrat, dan kalsium
phospat. Yang gambaran radiologisnya radiopak lemah: magnesium amonium
phospat, apatite, dan sistin. Dan yang tergolong radiolusen: kalkuli asam urat,
amonium urat, xanthin, 2,8-didroksiadenin, batu karena obat-obatan
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolithiasis belum diketahui secara pasti. Namun demikian ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya batu antara lain: peningkatankonsentrasi larutan urin akibat
dari intake cairan yang kurang serta peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi
saluran kemih atau statis urin menjadikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat dan faktor lain yang
mendukung terjadinya batu meliputi: pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah
casiran urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi
pembentukan batu asam urat.pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam
urat dan cyscine dapat mengendap dalam urin yang alkalin, sedangkan batu oxalat
tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi.Ada batu yang
kecil, ada yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan
rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin; sedangkan
batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan
dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akan menimbulkan
terjadinya hidronefrosis karena dilatasi ginjal. Kerusakan pada srtuktur ginjal yang
lama akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada organ dalam ginjal sehingga
terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara
normal, yang mengakibatkan terjadinya penyakit gagal ginjal kronik yang dapat
menyebabkan kematian. Selain itu batu dapat mengabrasi dinding sehingga darah
akan keluar bersamaurin.
D. ETIOLOGI
a. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia 30-50
tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila
jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak
purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutama
bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang
bergerak). Berapa penyebab lain adalah :
Menurut Brunner & Suddarth (2016) batu saluran kemih dapat menimbulkan
berbagi gejala tergantung pada letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi
saluran kemih. Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien batu saluran
kemih:
1. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non
kolik.Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran kemih
sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar.(Prabowo &
Pranata, 2014).
2. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami desakan
berkemih (Brunner & Suddarth, 2016).
3. Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada pasien
karena nyeri (Brunner & Suddarth, 2016).
4. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda
demam (Prabowo & Pranata, 2014).
5. Distensi vesika urinaria Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika
urinaria akan menyebabkan vasodilatasi (Prabowo & Pranata, 2014).
F. KOMPLIKASI
Ukuran batu merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat memprediksi
perjalanannya dalam traktur urinarius.Batu yang berdiameter kurang dari 4 mm
memiliki kemungkinan 80% dapat melewati traktus urinariussecara spontan.Dan
menurun sebesar 20% jika batu berdiameter >8mm. Tapi perjalanan batu pada traktus
urinarius juga tergantung pada bentuk dan lokasi pasti dari batu, dan anatomi dari
traktus urinarius bagian superior.Jika terjadi obstruksi pada junctura ureteropelvis
meskipun berukuran kecil sangat sulit melwati junctura tersebut (Yolanda, 2018;
Moore, et al., 2010).
a. Pengobatan Dengan Obat Kimia Obat kimia menjadi pilihan utama untuk
mengobati batu ginjal karena biaya pengobatan terjangkau dan akses dalam
mendapatkan obat kimia tersebut juga cukup mudah. Sebagai terapi utama
obat kimia yang sering digunakan ialah obat golongan diuretik, kalium sitrat,
dan juga Xanthine Oksidase Inhibitor (Allopurinol). Tujuan dari pengobatan
kimia yaitu untuk batu yang kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat
keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak
supaya mendorong batu keluar dari saluran kemih (Purnomo, et al., 2010).
Obat golongan diuretik yang sering digunakan ialah diuretik thiazid, obat ini
digunakan untuk terapi batu kalsium dengan kadar kalsium yang tinggi di
dalam tubuh. Kalium sitrat digunakan untuk terapi batu kalsium dengan kadar
kalsium normal. Sedangkan allopurinol digunakan untuk terapi batu asam urat
(Wolf, 2012).
b. Pengobatan Dengan Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan alam yang telah digunakan
sebagai pengobatan secara tradisional berdasarkan pengalaman (Katno &
Pramono, 2009). Obat tradisional digunakan sebagai alternatif lain dalam
menyembuhkan batu ginjal. Pengobatan secara tradisional diketahui memiliki
resiko atau efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan obat
kimiawi (Thomas, 1989)
Obat tradisional yang digunakan dalam pengobatan batu ginjal masih jarang
ditemukan.Obat tradisional yang sering dipakai dan banyak dipasaran ialah
batugin elixir® (produk lokal) dan juga cystone (produk impor).Batugin elixir
memiliki mekanisme kerja dalam memecahkan atau menghancurkan batu urin
atau batu saluran kemih sehingga lebih mempermudah pengeluaran dari dalam
tubuh (Swintari, 2016). Cystone bekerja dengan menghambat pembentukan
pertumbuhan kristal struvite (Jayaramaiah, et al., 2012). Pengurangan kadar
oksalat urin dan ginjal oleh cystone disebabkan oleh tindakan penghambatannya
pada enzim oksalat glikat sintesa oksalat (Mitra, 1998).
c. Tindakan Batu yang berdiameter lebih besar (yaitu, ≥ 7 mm) yang tidak
mungkin lewat secara spontan memerlukan beberapa jenis prosedur pembedahan.
Dalam beberapa kasus, pasien dengan batu berukuran besar perlu menjalani rawat
inap di rumah sakit.Namun, kebanyakan pasien dengan kolik ginjal akut dapat
diobati secara rawat jalan.Sekitar 15-20% pasien memerlukan intervensi invasif
karena ukuran batu yang besar, penyumbatan, infeksi, atau nyeri yang sulit diatasi.
Teknik yang tersedia untuk ahli urologi saat batu tersebut gagal melewati traktus
urinarius secara spontan meliputi Penempatan stent, Nefrostomi perkutan,
Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL), Ureteroscopi (URS),
Nephrostolithotomi Perkutan, Open nephrostomy Anatrophic nephrolithotomy
(Turk, et al., 2015).
1) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) Alat ESWL adalah pemecah
batu yang digunakan untuk memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu
kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.Tidak
jarang pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan
menyebabkan hematuria.
2) Endourologi Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih, yaitu berupa tindakan memecah batu dan
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung
kedalam saluran kemih.
Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan).
Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan, memakai egi
hidrolik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan
endourologi itu adalah :
(a) PNL (Percutaneous Nephron Litholapaxy) : Yaitu mengeluarkan batu yang
berada dalam saluran ginjal, dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
(b) Litotripsi : Yaitu memecah buli-buli (kandung kemih) atau batu uretra
dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
Pemecahan batu dikeluarkan dengan Evakuator Elik.
(c) Ureteroskopi atau Uretero-renoskopi : Yaitu memasukkan alat ureteroskopi
per-uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pelokaliks ginjal. Dengan
memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureter.
(d) Ekstraksi Dormia : Yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menyaringnya
dengan alat keranjang dormia.
4) Bedah Terbuka Di klinik atau rumah sakit yang belum mempunyai fasilitas
yang memadai untuk tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, maka
pengambilan batu saluran kemih masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi,
ureterolithotomi, vesicolithotomi, uretholithotomi, dan nefrektomi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen.
2. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal.
3. Pemeriksaan LAB aebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
I. PATHWAY BATU GINJAL
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian
1. Identitas
Secara otomatis ,tidak factor jenis kelamin dan usia yang signifikan dalam proses
pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolgitiasis dilapangan sering kali
terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini dimungkinkan karena
pola hidup, aktifitas, dan geografis (Prabowo & Pranata, 2014).
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri pada saluran
kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan besarnya batu,
dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami gangguan
gastrointestinal dan perubahan (Nurarif, 2016).
3. Pola psikososial
Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri
hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya.Isolasi
social tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit menular (Prabowo &
Pranata, 2014).
4. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a. Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot, tetapi
dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas relative dibantu oleh
keluarga,misalnya berpakaian, mandi makan,minum dan lain sebagainya,terlebih
jika kolik mendadak terjadi (Prabowo & Pranata, 2014)
b. Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat nyeri hebat.
Anoreksia sering kali terjadi dialami (Prabowo & Pranata, 2014).
c. Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali diikuti
oleh penyakit penyerta lainnya. (Prabowo & Pranata, 2014).
5. Pemeriksaan fisik
Anamnese tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat. Oliguria,
disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari batu saluran kemih. Kaji TTV, distensi
vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu
(uretrolthiasis) (Prabowo & Pranata, 2014).
a. Keadaan umum Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letakbatu dan
penyulit yang ditimbulkan. Terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami
gangguan gastrointestinal dan perubahan
b. Tanda-tanda vital Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas,
tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20
kali/menit, suhu 36,2 C, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29,3 kg/m. Pada
pemeriksaan palpasi regio flank sinistra didapatkan tanda ballotement (+) dan
pada perkusi nyeri ketok costovertebrae angle sinistra (+) (Nahdi Tf, 2013)
Andi Eka Pranata, Eko Prabowo, S.Kep,M.Kes. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan Edisi 1 Buku Ajar, Nuha Medika : Yogyakarta
Baradero, M, dkk. (2009). Prinsip dan Praktek Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC
Katno, Pramono S. (2009). Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional. Balai Penelitian Obat Tawangmangu. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada
[press release]. Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
I. BIODATA
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. X
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. X
Umur : 45 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
b. Saat Pengkajian
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG → Kronologis dari penyakit yang diderita saat ini
mulai awal hingga di bawa ke RS secara lengkap meliputi (PQRST) :
a. P = Provoking atau Paliatif
Nyeri jika untuk bergerak
b. Q = Quality
Seperti ditusuk tusuk
c. R = Regio
Di bawah perut supra pubik
d. S = Severity
6
e. T = Time
Hilang timbul
Pasiennampakgelisah
Pasienmampusedikitberpartisipasidlmkeperawatan
4 Nyeri Berat Pasienmengatakannyeritidakdapatditahan / berat
Pasiensangatgelisah
Berubah
5 Nyeri Pasien mengataan nyeri tidak tertahankan /
SangatBerat sangat berat
Tidak
TD : 114\64 mmhg
ND :88 X\menit
SH : 38,6 C
RR : 20 x\menit
BB :50 kg
TB : 145 cm
Sopor KomaApatis
2. Keadaan Umum
K/u : lemah
Kesadaran composmentis
GCS 456
3. HEAD TO TOE
KEPALA
KULIT
Oedema ya tidak
Peradangan ya tidak
PENGLIHATAN
PENCIUMAN/PENGHIDUNG
Bentuk simetris tidak
Perdarahan ya tidak
PENDENGARAN/TELINGA
Perdarahan ya tidak
MULUT
Kekakuan ya tidak
DADA/PERNAFASAN
PARU
Inspeksi
RetraksiSuprasternal ya tidak
Pernafasancupinghidung ya tidak
Palpasi
Pemeriksaantaktil / vokalfremitus :Getaran antara kanan dan kiri teraba (sama / tidak
sama), lebih bergetar pada sisi........................
Perkusi
Auskultasi
Suara nafas :
Suara tambahan :
JANTUNG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
kering basah
ABDOMEN
Oedem ya tidak
REPRODUKSI
Lesi ya tidak
EKSTREMITAS ATAS/BAWAH
Nyeri ya tidak
Kemerahan ya tidakx
Kekuatan otot
Oedem
Malam : 1X Malam : 1X
2 Jenis Nasi : nasi putih Nasi : bubur
Sayur : Sayur :
bayam,kangkung,dll bayam,kangkung,dll
b. Pola Eliminasi
Pemenuhan
No Eliminasi Sebelum Sakit Setelah Sakit
BAB / BAK
1 Jumlah / Waktu Pagi : 1x Pagi : 300 cc
Pemenuhan
No Sebelum Sakit Setelah Sakit
Istirahat Tidur
1 Jumlah / Waktu Pagi :- Pagi : 2 jam
Pemenuhan
No Personal Sebelum Sakit Setelah Sakit
Hygiene
1 Frekuensi 3x/minngu Belum mencuci rambut
mencuci rambut
2 Frekuensi 2xsehari 1x/sehari
Mandi
3 Frekuensi 2x/sehari Tidak ada
Gosok gigi
4 Memotong kuku 1x/minggu Tidak ada
5 Ganti pakaian 3x/sehari 1x sehari
e. Merokok ya tidak
f. Alkohol ya tidak
V.PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya
Murung/diam gelisah
tegang marah/menangis
MasalahKeperawatan:.............................................................................................
Kebiasaan beribadah
LABORATORIUM :
A. Darah Lengkap
B. Kimia Darah
Ureum :..........................( N : 10 – 50 mg / dl )
SGOT :..........................( N : 2 – 17 )
SGPT :..........................( N : 3 – 19 )
BUN :..........................( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
C. Analisa aelektrolit
A. ANALISA DATA
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d penyubatan pada ginjal
2. Resiko terhadap kekurangan volume cairan b/d intake tidak adekua
RENCANA KEPERAWATAN
teraupetik
1. kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
4. edukasi
kolaborasi
kolaborasi pemberian analgesik
2 Resiko terhadap kekurangan Setelah dilakukan dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Observasi
volume cairan 24 jam diharapkan ketidakseimbangan volume cairan 1. Monitor status hidrasi
membaik dengan keriteria hasil :
2. Monitor berat badan harian
1. Dehidrasi menurun
2. Membran mukosa membaik 3. Monitor hasil pemeriksaan
3. Turgor kulit meningkat laboratorium
6. Identifikasi tanda-tanda
hipofolemia
Teraupetik
1. Catat intake output cairan
4. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian deuretik
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama pasien :Tn. XNo. RM :2433339
Umur : 50 tahun Alamat :ds.ngantru kec.ngunut
Dx.medis : batu ginjal Hari Rawat ke : 1
N Hari/Tgl Jam Implementasi Evaluasi Paraf
O
1 Rabu,14 oktober 2020 08.30 Observasi : S:
1. Mengidentifikasi Keluraga mengatakan
lokasi,karakteristik,durasi,frekue pasien masih
nsi, kualitas, intensitas nyeri belumbisa melakukan
aktifitas sendiri
2. Mengidentifikasi skala nyeri
O:
3. Mengidentifikasi respons nyeri Pasien tampak
non verval sulit bergerak
4. Memonitor efek samping Pasien tampak
penggunaan analgesik lemas
edukasi
11. Menjelaskan stategi meredakan
nyeri
kolaborasi
Berkolaborasi pemberian analgesik
2 Rabu,14 oktober 2020 08.30 Observasi S:
1. Memonitor status hidrasi - Pasien
mengatakan masih
2. Memonitor berat badan harian lemas
O:
3. Memonitor hasil pemeriksaan
- TTV :
laboratorium
k/u cukup
4. Memonitor status hemodinamik TD : 114/64
5. Monitor turgor
kulit
6. Identifikasi
tanda-tanda
hipofolemia
7. Catat intake
output cairan
8. Berikan asupan
cairan sesuai
kebutuhan
9. Berikan cairan
intravena
10. Dokumentasikan
hasil
pemantauan
Kolaborasi
pemberian deuretik
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama pasien :Tn. XNo. RM :2433339
Umur : 50 tahun Alamat :ds.ngantru kec.ngunut
Dx.medis : batu ginjalHari Rawat ke : 2
N Hari/Tgl Jam Implementasi Evaluasi Paraf
O
1 kamis,15 oktober 2020 14.00 Observasi : S:
1. Mengidentifikasi pasien mengatakan
lokasi,karakteristik,durasi,frekue masih belumbisa
nsi, kualitas, intensitas nyeri melakukan aktifitas
sendiri
2. Mengidentifikasi skala nyeri
O:
3. Mengidentifikasi respons nyeri -skala nyeri 5
non verval -Pasien tampak
penggunaan analgesik A:
-Masalah belum
5. Mengidentifikasi kesuaian jenis
teratasi
analgesik
P:
6. Memonitor tanda-tnda vital -lanjutkan intervensi
sebelum dan sesudah pemberian 123456789
analgesik
teraupetik
7. Mengkontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
9. Memberikan tehnik
nonfarmakologis
edukasi
10. Menjelaskan stategi meredakan
nyeri
kolaborasi
Berkolaborasi pemberian analgesik
2 Kamis,15 oktober 2020 14.00 Observasi S:
7. Memonitor status hidrasi - Pasien
mengatakan masih
8. Memonitor berat badan harian
lemas
9. Memonitor hasil pemeriksaan O:
laboratorium - TTV :
hemodinamik TD : 120/20
mmHg
11. Memonitor turgor kulit
S : 37,0 ̊ C
12. Mengidentifikasi tanda- N : 88x/mnt
tanda hipofolemia RR : 20x/mnt
A:
Teraupetik
Maslah belum teratasi
9. Mencatat intake output cairan
P:
10. Memberikan asupan cairan
1. Monitor status
sesuai kebutuhan
hidrasi
11. Memberikan cairan
2. Monitor berat
intravena
badan harian
12. Dokumentasikan hasil
3. Monitor hasil
pemantauan
pemeriksaan
Kolaborasi laboratorium
Kolaborasi pemberian deuretik
4. Monitor status
hemodinamik
5. Monitor turgor
kulit
6. Identifikasi
tanda-tanda
hipofolemia
7. Catat intake
output cairan
8. Berikan asupan
cairan sesuai
kebutuhan
9. Berikan cairan
intravena
10. Dokumentasikan
hasil
pemantauan
Kolaborasi
pemberian deuretik
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama pasien :Tn. XNo. RM :2433339
Umur : 50 tahun Alamat :ds.ngantru kec.ngunut
Dx.medis : batu ginjal Hari Rawat ke : 3
NO Hari/Tgl Jam Implementasi Evaluasi Paraf
1 Jumat,16 oktober 2020 08.30 Observasi : S:
1. Mengidentifikasi Px mengatakan
lokasi,karakteristik,durasi,frekue nyeri sudah
nsi, kualitas, intensitas nyeri berkurang
O:
2. Mengidentifikasi skala nyeri
Pasien tampak
3. Mengidentifikasi respons nyeri sudah tidak
non verval memegangi
4. Memonitor efek samping bagian yang
penggunaan analgesik nyeri
A:
5. Mengidentifikasi kesuaian jenis
-Masalah teratasi
analgesik
P:
6. Memonitor tanda-tnda vital -intervensi
sebelum dan sesudah pemberian dihentikan
analgesik
teraupetik
7. Mengkontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
9. Memberikan tehnik
nonfarmakologis
edukasi
10. Menjelaskan stategi meredakan
nyeri
kolaborasi
Berkolaborasi pemberian analgesik
2 Jumat,16 oktober 2020 08.30 Observasi S:
1. Memonitor status hidrasi - Pasien
mengatakan
2. Memonitor berat badan harian
sudah tidak
3. Memonitor hasil pemeriksaan lemas
laboratorium O:
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian deuretik