Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN BATU

URETER DENGAN POST


URETEROLITOTOMI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Profesi Ners Departemen


Surgical
Di Ruang 20 RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh:
IQBAL TAUFIQ ARIANSYAH
180070300111022

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
Laporan Pendahuluan Batu Ureter

A. Anatomi dan Fisisologi

Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang


menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah
sekitar 20-30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung
kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih. Ureter dibagi
menjadi pars abdominalis, pelvis,dan intravesikalis. Dindingnya terdiri atas
mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan
longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna
mengeluarkan urine ke buli-buli. Secara anatomis terdapat beberapa tempat
yang ukuran diameternya relative lebih sempit daripada di tempat lain
Sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali
tersangkut. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah :
a. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter
junction
b. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
c. Pada saat ureter masuk ke buli-buli
Sistem perdarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh
arteri ginjal, gonad, dan buli-buli dengan hubungan kolateral kaya sehingaa
umumnya perdarahan tidak terancam pada tindak bedah ureter. Persyarafan
ureter bersifat otonom (Sjamsuhidajat, 2011).

B. Pengertian
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter (Sue Hinchliff,
1999). Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter.
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan
kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung
kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung yang besar. Batu
juga tetap bisa tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi
kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang hematuria
yang didahului oleh serangan kolik (R. Samsuhidajat, 2011).

C. Klasifikasi
Berikut ini beberapa klasifikasi batu saluran kemih (Sjamsuhidajat, 2011):
a. Batu Kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK
yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di
jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran,
misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran
dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait
dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat
dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:
a. Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/
hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
b. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu
batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
b. Batu Asam Urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat.
Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh
asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein
mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan
tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih
menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil
sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu
asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan.
Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi
ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah
urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15- 20% pada
penderita BSK
Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.
Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan
pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat
penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d. Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena
gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan
frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan
ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan
faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat
jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki
riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena imobilitas.
Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan
pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan
protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

D. Etiologi
a. Teori Pembentukan Inti
Teori ini mengatakan bahwa pemebentukan batu berasal dari kristal
atau benda asing yang berada dalam urin yang pekat. Teori ini ditentang
oleh beberapa argumen, dimana dikatakan bahwa batu tidak selalu
terbentuk pada pasien dengan hipereksresi atau mereka dengan resiko
dehidrasi. Teori inti matrik dimana pembentukan batu saluran kemih
membutuhkan adanya substansi organik terutama muko protein A
mukopolisakarida yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi
substansi pembentuk batu.
b. Teori Supersaturasi
Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam
urin seperti sistin, xastin, asam urat, kalsium oksalat mempermudah
terbentuknya batu. Kejenuhan ini juga sangat dipengaruhi oelh pH dan
kekuatan ion.
c. Teori Presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas susbstansi
dalam urin. Di dalam urin yang asam akan mengendap sistin, zastin, asam
urat, sedangkan didalam urin yang basa akan mengendap garam- garam
fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Tidak adanya atau berkurangnya substansi penghambat
pembentukan batu seperti fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat, asam
mukopolisakarida dalam urin akan mempermudah pembentukan batu urin.
Akan tetapi teori ini tidaklah benar secara absolut, karena banyak orang
yang kekurangan zat penghambat tak pernah menderita batu, dan
sebaliknya mereka yang memiliki faktor penghambat malah membentuk
batu.
e. Teori Lain
Berkurangnya volume urin. Dimana kekurangan cairan akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi zat terlarut (misal kalsium, natrium,
oksalat dan protein) yang mana ini dapat menimbulkan pembentukan
kristal urin.
Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan
batu ureter, yaitu:
a. Genetik
Anggota keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan menderita
penyakit yang sama dibanding dengan keluarga bukan penderita batu urin.
Lebih kurang 30% sampai 40% penderita batu kalsium oksalat mempunyai
riwayat famili yang positif menderita batu.
b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak menderita batu saluran kemih dibanding wanita (3-4:1).
Disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki lebih panjang
dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar
kalsium lebih tinggi dibanding perempuan. Dan pada air kemih perempuan
kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosteron
yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati,
serta adanya hormon estrogen pada perempuan mampu mencegah
agregasi garam kalsium.
c. Pekerjaan
Kejadian batu kemih lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak
duduk dalam melakukan pekerjaannya.
d. Air
Banyak minum air meningkatkan diuresis sehingga mencegah
pembentukan batu. Kurang minum dapat mengurangi diuresis, kadar
substansi dalam urin meningkat, mempermudah pembentukan batu.
e. Diet
Konsumsi makanan tinggi protein yang akan meningkatkan resiko
terjadinya batu. Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan
garam atau antasida yang mengandung kalsium, produk susu, makananan
yang mengandung oksalat (misalnya teh, kopi instan, coklat, kacang-
kacang, bayam), vitamin C, atau vitamin D akan meningkatkan
pembentukan batu kalsium. Pemakaian vitamin D akan meningkatkan
absobsi kalsium diusus dan tubulus ginjal sehingga dapat menyebabkan
hiperkalsemia dan penumpukan kalsium di ginjal dan untuk konsumsi
vitamin D ini harus digunakan dengan perawatan. Makan makanan dan
minuman yang mengandung purin yang berlebihan (kerangkerangan,
anggur) akan menyebabkan pembentukan batu asam urat Makanan
makanan yang banyak mengandung serat dan protein nabati mengurangi
resiko batu urin, sebaliknya makanan yang mengandung lemak dan protein
hewani akan meningkatkan resiko batu urin.
f. Infeksi
Hampir terbentuknya batu jenis struvit didahului oleh infeksi saluran kemih
yang disebabkan oleh bakteri pemecah urea, namun jenis batu lain tidak
jelas apakah batu sebagai penyebab infeksi atau infeksi sebagai penyebab
batu
g. Obat-obatan
Penggunaan obat anti hipertensi (Dyazide) berhubungan dengan
peningkatan frekuensi batu urin, begitu juga penggunaan antasida yang
mengandung silica berhubungan dengan perkembangan batu silica.
(Pramod. 2009)
E. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar
biasa, akut dan kolik. Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian
depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan.
Penderita sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang
keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka penderita
tersebut mengalami kolik ureter
b. Hematuri
Penderita sering mengeluh hematuria atau urin berwarna seperti
teh. Namun lebih kurang 10-15% penderita batu saluran kemih tidak
menderita hematuria.
c. Infeksi
Biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri pinggang,
nausea serta muntah dan disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit
(batu infeksi) berhubungan dengan infeksi dari Proteus sp, Pseudomonas
sp, Klebsiella sp, dan jarang dengan E.colli.
d. Demam
Hubungan batu urin dengan demam adalah merupakan kedaruratan
medik relatif. Tanda-tanda klinik sepsis adalah bervariasi termasuk
demam, takikardi, hipotensi dan vasodilatasi perifer. Demam akibat
obstruksi saluran kemih memerlukan dekompresi segera.
e. Mual dan Muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali
menyebabkan mual dan muntah (Sjamsuhidajat, 2011)

F. Patofisiologi
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat,
asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan
merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya
juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan
vitamin D. Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan
hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium magnesium
didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang
menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum.
Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak
terbentuk karena pH urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027). Pada
kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas.
Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan
litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk
lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau mati seperti
pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti
batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu (R.
Sjamsuhidajat, 2011).

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas. Pembesaran ini mungkin karena hidronefrosis
2. Palpasi : Ditemukan nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri,
kanan atau dikedua belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual
dengan memakai dua tangan atau dikenal juga dengan tes
Ballotement, ditemukan pembesaran ginjal yang teraba disebut
Ballotement positif.
3. Perkusi : Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra yaitu
sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Air kemih
- Mikroskopis endapan: sedimen urin yang menunjukkkan adanya
leukosituria, hematuria, kristal-kristal pembentuk batu.
- Makroskopis: didapatkan gross hematuri
- Biakan: menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
- Sensitivitas kuman
2. Faal Ginjal
Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah untuk melihat fungsi ginjal
baik atau tidak. Pemeriksaan elektrolit untuk memeriksa factor
penyebab timbulnya batu antara lain kadar kalsium, oksalat, fosfat
maupun urat di dalam urin.
3. Radiologis
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah
terjadi bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP
tidak dapat dilakukan; pada keadaan ini dapat dilakukan retrograd
pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila hasil
retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada
foto BNO batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak,
sedangkan batu yang tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen,
berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya, dari yang paling
opaq hingga yang paling bersifat radiolusent; calsium fosfat, calsium
oxalat, magnesium amonium fosfat, sistin, asam urat, xantine.
4. Foto polos perut (90% batu kemih radioopak)
5. Foto pielogram intravena (adanya efek obstruksi)
6. Ultrasonografi ginjal (Hidronefrosis)
7. Foto Kontras Khusus
Retrograd dan perkerutan
8. Analisis biokimia batu
9. Pemeriksaan kelainan metabolik
10. Pemeriksaan kimiawi
Ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya pertumbuhan
kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa
juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.
11. Pemeriksaan darah lengkap
Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya
hematuria. Bisa juga didapatkat jumlah lekosit yang meningkat akibat
proses peradangan di ureter.
(Pramod. 2009)

H. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu
diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar.
b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali
oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu
ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau
pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil dengan
menggunakan gelombang kejut sehingga mudah dikeluarkan melalui
saluran kemih.
Terdapat 3 teknik yang digunakan untuk membangkitkan gelombang
kejut, yaitu elektrohidrolik, pizoelektrik dan energi elektromagnetik.
1. Energi elektrohidrolik. Teknik ini paling sering digunakan untuk
membangkitkan gelombang kejut. Pengisian arus listrik voltase tinggi
terjadi melintasi sebuah elektroda spark-gap yang terletak dalam
kontainer berisi air. Pengisian ini menghasilkan gelembung uap, yang
membesar dan kemudian pecah, membangkitkan gelombang energi
bertekanan tinggi.
2. Energi pizoelektrik. Pada teknik ini, ratusan sampai ribuan keramik atau
kristal pizo dirangsang dengan denyut listrik energi tinggi. Ini
menyebabkan vibrasi atau perpindahan cepat dari kristal sehingga
menghasilkan gelombang kejut.
3. Energi elektromagnetik. Aliran listrik di alirkan ke koil elektromagnet
pada silinder berisi air. Lapangan magnetik menyebabkan membran
metalik di dekatnya bergetar sehingga menyebabkan pergerakan cepat
dari membran yang menghasilkan gelombang kejut.
Indikasi:
- Ukuran batu antara 1-3 cm atau 5-10 mm dengan gejala yang
mengganggu
- Lokasi batu di ginjal atau ureter
- Tidak adanya obstruksi ginjal distal dari batu
- Kondisi kesehatan pasien memenuhi syarat
Kontraindikasi Absolut:
Kontraindikasinya adalah infeksi saluran kemih akut, gangguan
perdarahan yang tidak terkoreksi, kehamilan, sepsis serta obstruksi batu
distal.
Kontraindikasi Relatif:
- Status mental : Meliputi kemampuan untuk kerja sama dan mengerti
prosedur
- Berat badan : >150 kg tidak memungkinkan gelombang kejut
mencapai batu, karena jarak antara F1 dan F2 melebihi spesifikasi
lothotriptor. Pada penderita seperti ini sebaiknya dilakukan simulasi
lithotriptor terlebih dahulu
- Penderita dengan deformitas spinal atau orthopedik, ginjal ektopik
dan atau malformasi ginjal (meliputi ginjal tapal kuda) mungkin
mengalami kesulitan dalam pengaturan posisi yanng sesuai untuk
ESWL. Selain itu, abnormalitas drainase intrarenal dapat
menghambat pengeluaran fragmen yang dihasilkan oleh eSwl
- Masalah paru dan jantung yang sudah ada sebelumnya dan dapat
diatasi dengan anastesi
- Pasien dengan pacemaker (alat pacu jantung) aman diterapi dengan
ESWL, tetapi dengan perhatian dan pertimbangan khusus.
- Pasien dengan riwayat hipertensi, karena telah ditemukan
peningkatan insidens hematom perirenal pasca terapi.
- Pasien dengan gangguan gastrointestinal, karena dapat mengalami
eksaserbasi pasca terapi walaupun jarang terjadi
Persiapan sebelum ESWL:
- harus melalui serangkaian pemeriksaan laboratorium baik darah
maupun urin untuk melihat fungsi ginjal, jenis batu, dan kesiapan fisik
pasien
- Pemeriksaan yang paling penting adalah rontgen atau USG untuk
menentukan lokasi batu dan kemungkinan jenisnya.
- meminum antibiotik untuk mencegah infeksi dan puasa minimal 4 jam
sebelumnya.
- hidrasi yang baik untuk memperlancar keluarnya batu yaitu minimal 2
liter air sehari.
(Pramod, 2009)
c. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
 PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang
berada di saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kaliks melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu.
 Litotripsi : memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan
batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
 Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi
per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal.
Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter
maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.
 Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
dengan keranjang Dormia.
d. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih
saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil
batu ureter
e. Uroterolitotomi
Ureterolitotomi adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk
mengambil batu ureter baik ureter proksimal (atas) ataupun distal (bawah).
Operasi ini dengan menggunakan sayatan di kulit. Letak irisan sangat
bergantung letak batu. Untuk batu di ureter atas, irisan berada di pinggang
berbentuk garis lurus yang oblik. Untuk batu di ureter bawah maka irisan
di perut bawah garis lurus yang sejajar tubuh. Panjang irisan sangat
bergantung gemuk tidaknya pasien. Semakin gemuk maka irisan makin
panjang. Semakin kecil batu irisan juga makin panjang. Seandainya batu
tersebut bergerak gerak maka sangat mungkin irisan lebih lebar (Franzoni,
2009).
I. Komplikasi
1) Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja
di saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan
hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak
diatasi, atau obstruksi pada atau atas tempat ureter keluar dari ginjal dapat
menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan sistem
duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat
memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan
cairan.
2) Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan
dapat menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat
menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia
nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal
jika kedua ginjal terserang.
3) Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan
iritasi yang berkepanjangan pada urothelium yang dapat menyebabkan
tumbuhnya keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid.
4) Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi
hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang
berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua
ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat
juga terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih bila batu tersebut
membesar sehingga juga mengganggu aliran kemih dari kedua orifisium
ureter. Khusus pada batu uretra, dapat terjadi diverticulum uretra. Bila
obstruksi berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi kemih dan
terbentuklah fistula yang terletak proksimal dari batu ureter (Corwin, 2009).

J. Konsep Asuhan Keperawatan (Franzoni, 2009)


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada
ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doenges, 1999 Hal 672).
- Aktivitas / istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas
sehubungan kondisi sebelumnya.
- Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit
hangat dan kemerahan, pucat.
- Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine,
distensi vesica urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih
- Makanan / cairan
Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
kalsium oksalat / fosfat, ketidakcukupan intake cairan
Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus ,
muntah
- Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu,
nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan
perubahan posisi atau tindakan lain
Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen
- Keamanan
Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil
- Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK,
paratiroidisme, hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi,
natrium bikarbonat, allopurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan
kalsium dan vitamin
- Pemeriksaan diagnostik
Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey biokimia, foto Rontgen,
IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG
2. Masalah Keperawatan
- Nyeri akut
- Gangguan Eliminasi Urin
- Defisit pengetahuan
- Ansietas
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Nyeri Akut
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
skala nyeri pasien menurun
KH : Nadi 60-100x/menit, RR 16-20 x/menit, skala nyeri 1-3, pasien
tampak rileks, keluhan pasien tentang nyeri menurun.
Intervensi Rasionalisasi
Catat lokasi, karakteristik, durasi, Membantu mengevaluasi tempat
frekuensi, kualitas, skala nyeri (0- obstruksi dan kemajuan gerakan
10), penyebaran dan faktor kalkulus. Nyeri panggul sering
presipitasi. Perhatikan tanda non menyebar ke punggung, lipat paha,
verbal, contoh peninggian TD dan genitalia sehubungan dengan
nadi, gelisah, merintih proksimitas saraf pleksus dan
pembuluh darah yang menyuplai
area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat
dapat mencetuskan ketakutan,
gelisah
Jelaskan penyebab nyeri dan Memberikan kesempatan untuk
pentingnya melaporkan ke staf pemberian analgesik sesuai waktu
terhadap perubahan karakteristik dan mewaspadakan staf akan
nyeri kemungkinan lewatnya batu/terjadi
komplikasi
Bantu atau dorong penggunaan Mengarahkan kembali perhatian
napas berfokus, bimbingan dan membantu dalam relaksasi
imajinasi, dan aktivitas terapeutik otot
Tingkatkan istirahat Mengurangi kuantitas nyeri yang
dirasakan
Kolaborasi: Biasanya diberikan selama periode
-berikan obat sesuai indikasi: akut untuk menurunkan kolik uretral
Narkotik, contoh meperidin dan meningkatkan relaksasi
(Demerol), morfin otot/mental

Antispasmodik, contoh flavoksat


(Uripas); oksibutin (Ditropan) Menurunkan reflek spasme dapat
menurunkan kolik dan nyeri
Kortikosteroid
Mungkin digunakan untuk
menurunkan edema jaringan untuk
membantu gerakan batu
b. Defisit Pengetahuan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
skala nyeri pasien menurun
KH : Tidak mengalami tanda obstruksi, Jumlah dan konsistensi urin
normal, Tidak ada peningkatan kalsium pada urin
Intervensi Rasionalisasi
Awasi pemasukan dan Memberikan informasi tentang
pengeluaran serta karakteristik fungsi ginjal dan adanya
urin komplikasi
Dorong meningkatkan pemasukan Peningkatan hidrasi membilas
cairan bakteri, darah, dan debris serta
dapat membantu lewatnya batu
Periksa semua urin. Catat adanya Penemuan batu memungkinkan
keluaran batu dan kirim ke identifikasi tipe batu dan
laboratorium untuk dianalisa mempengaruhi pilihan terapi
Selidiki kandung kemih penuh: Retensi urin dapat terjadi,
palpasi untuk distensi suprapubik. menyebabkan distensi jaringan
Perhatikan penurunan keluaran (kandung kemih/ginjal) dan
urin, adanya edema potensial risiko infeksi, gagal
periorbital/tergantung ginjal
Observasi perubahan status Akumulasi sisa uremik dan
mental, perilaku atau tingkat ketidakseimbangan elektrolit
kesadaran dapat menjadi toksik pada SSP
Kolaborasi:
- Awasi pemeriksaan -peningkatan BUN, elektrolit,
laboratorium, contoh elektrolit, kreatinin mengindikasikan
BUN, kretinin disfungsi ginjal
- Ambil urine untuk kultur dan -menentukan adanya ISK,
sensitivitas penyebab/gejala komplikasi
- Pielolitotomi terbuka atau -pembedahan untuk membuang
perkutaneus, nefrolitotomi, batu yang terlalu besar untuk
ureterolitotomi melewati ureter
-prosedur non invasif dimana batu
- ESWL ginjal dihancurkan dengan syok
gelomabang dar luar tubuh.
c. Gangguan Eliminasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
gangguan eliminasi pasien dapat teratasi
KH : Pasien mampu mengenali tanda dan gejala penyakit dan faktor
penyebabnya, Pasien mampu mengetahui faktor resiko dan yang
memperberat penyakitnya, Pasien mampu mengetahui tindakan
pencegahan terhadap kondisi buruk penyakitnya

Intervensi Rasional
Berikan penilaian tentang tingkat Untuk mengetahui seberapa besar
pengetahuan pasien tentang tingkat pemahaman pasien akan
proses penyakit yang spesifik kondisi yang dialami

Jelaskan patofisiologi dari Pasien mengetahui proses


penyakit dan bagaiman hal ini bagaimana penyakitnya bisa
berhubungan dengan anatomi dan dialami dan menyerang organ vital
fisiologi (ginjal)nya

Gambarkan tanda dan gejala Pasien dapat waspada akan tanda


yang biasa muncul pada penyakit dan gejala yang bisa muncul saat
kondisi serangan penyakit
Identifikasi kemungkinan Pasien tahu agen penyebab
penyebab dengan cara yang tepat penyakit (aktivitas, konsumsi vit. D
berlebih dan sedikit minum)

Diskusikan pilihan terapi Pasien bisa tahu tindakan dan


aktivitas apa yang harus dilakukan
secara individu maupun medis
untuk memulihkan kondisinya
Diskusikan perubahan gaya hidup Perubahan gaya hidup dapat
(tidak konsumsi vit D terlalu menurunkan resiko keparahan
sering dan tidak minum air terlalu penyakit dan mempercepat
sedikit) untuk mencegah pemulihan kondisi
komplikasi di masa yang akan
datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Susanne, C Smel zer. 2002. Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) ,


Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC,

Pramod PR, Barrieras DJ, Bagli DJ, et al. 2009. Initial experience with
endoscopic Holmium laser lithotripsy for pediatric urolithiasis. J Urol 162:1714-
1716.

Wehle MJ, Segura JW. In : Belman AB., Eds. 2002. Clinical pediatric urology.
Martin Dunitz.:1241.

Basuki B. Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi. Malang, Fakultas kedokteran


Brawijaya

Franzoni DF, Decter RM. 2009. Percutaneous vesicolithotomy: an alternative to


open bladder surgery in patients with an impassable or surgically ablated
urethra. J Urol;162:777-778.

Doenges E. Marilynn. 2000 Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai