Anda di halaman 1dari 11

1.

Konsep Dasar

A. Pengertian
Batu buli buli atau vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada
vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu penyakit ini juga disebut batu kandung
kemih.( Smeltzer and Bare, 2015).
Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan
gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan
daerah genetalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien
mencakup penggunaan antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi
yang berlebihan. Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau
magnesium dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya.
(Brunner and Suddarth, 2017)
Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih
yang mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari
atau kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium
oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr. Hendra Utama, SPFK,
2016 ).
B. Patifisiologi
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, baik parsial
maupun total. Obstruksi total dapat berakibat menjadi hidronefrosis. Batu saluran
kemih merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah,
tumor dan urat. Komposisi mineral dari batu bervariasi, kira-kira 3/2 bagian dari
batu adalah kalsium fosfat, asam,urine dan custine.
Peningkatan konsentrasi larutan urine akibat intake cairan yang rendah dan juga
peningkatan bahan organic akibat ISK atau urine statis, menjadikan sarang untuk
pembentukan batu, ditambah adanya infeksi, meningkatkan lapisan urine yang
berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium ammonium fosfat.
Teori menurut Nursalam( 2016) antara lain :
a. Teori matriks
Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan adnay substansia organic
sebagai inti, terutama dari mukopolisakarida dan mukoprotein yang akan
memepermudah kristalisasi dan agregasi substansu pembentukan batu.
b. Teori supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk dalam urine seperti sistin, asam
urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori berkurangnya factor penghambat
Berkurangnya factor penghambat seperti peptid, fosfat, pirofosfat, polifosfat,
sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu
saluran kencing.

Pathway
C. Tanda dan Gejala
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada
leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi
ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda
seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2017:1461).

Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung
pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan
timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal
(nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang
terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya
tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang
punggung.

Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal


(http://www.medicastore.com, 26 Juni 2016) adalah:

1. Hematuri.

2. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.

3. Demam.

4. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.

5. Mual.

6. Muntah.

7. Nyeri abdomen.

8. Disuria.

9. Menggigil.

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
a. Urinalisa
1) Warna kuning, coklat atau gelap.
2) pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme
dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah
menyebabkan pengendapan batu asam urat.
3) Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita
dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
4) Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi
dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
5) Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat
apakah terjadi hiperekskresi.
b. Darah
1) Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
2) Lekosit terjadi karena infeksi.
3) Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
4) Kalsium, fosfat dan asam urat.
c. Radiologis
1) Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak.
2) Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada
keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan
antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.
3) PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
4) Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.
d. Foto KUB
Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya batu.
e. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.
f. EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
g. Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.
h. IVP ( intra venous pylografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan
derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan
abnormal otot kandung kemih.
i. Vesikolitektomi ( sectio alta )
Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.
j. Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal.
Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.
k. Pielogram retrograd
l. USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih. Diagnosis
ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau
pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk
mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan
upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu
ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk
mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih
pada klien.
E. Penatalaksanaan Medis
Menurut Soeparman ( 2008) pengobatan dapat dilakukan dengan :
a. Mengatasi Simtom

Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis,
berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi
koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan pasang kateter.
b. Pengambilan Batu

1) Batu dapat keluar sendiri

Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6


mm.
2) Vesikolithotomi : Suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu
dari buli- buli dengan membuka buli-buli dari arterior.
Ruang Lingkup : Semua penderita yang datang dengan keluhan nyeri
pada akhir miksi, hematuria dan miksi yang tiba-tiba berhenti serta
dalam pemeriksaan penunjang (foto polos abdomen, pyelografi
intravena dan ultrasonografi) diketahui penyebabnya adalah batu buli-
buli. Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan
beberapa disiplin ilmu yang terkait antara lain; Patologi Klinik dan
Radiologi
Indikasi Operasi : Batu buli-buli yang berukuran lebih dari 2,5 cm pada
orang dewasa dan semua ukuran pada anak•-anak.
Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, tes faal ginjal, sediment urin,
kultur urin dan tes kepekaan antibiotika, kadar kalsium, fosfat, dan
asam urat dalam serum serta ekskresi kalsium, fosfat dan asam urat
dalam urin 24 jam, foto polos abdomen, pyelografi intravena, USG.
Komplikasi Operasi : Komplikasi adalah perdarahan, infeksi luka
operasi, fistel. Perawatan Pasca Bedah : Pelepasan catheter minimal 6
hari Setelah hari operasi,pelepasan redon drain bila dalam 2 hari
berturut-turut produksi < 20cc/24 jam Pelepasan benang jahitan
keseluruhan 7 hari pasca operasi.
3) Pengangkatan Batu
a. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal

Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu.


Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk memecahkan batu
tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu dalam batas
ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani
dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan
prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil
seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
b. Metode endourologi pengangkatan batu

Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi


mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat
dengan forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu
alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai
gelombang ultrasonik untuk menghancurkan batu.
c. Ureteroskopi

Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan


memasukkan alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat
dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik,
atau ultrasound kemudian diangkat.
4) Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)

a. Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)

b. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat


(kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis atau
lemon malam hari), dan bila batu tunggal dengan meningkatkan
masukan cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu baru.
c. Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari
masukan soft drinks, kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB
/hari), membatasi masukan natrium, diet rendah natrium (80-100
meq/hari), dan masukan kalsium.
d. Pemberian obat
Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan
kelainan metabolik yang ada.

F. Terapi Obat dengan Implikasi Keperawatan


Terapi Obat dengan Implikasi Keperawatan pada pasien dibagi tiga yaitu:
a. Tujuan:
1) Menghilangkan obstruksi
2) Mengobati infeksi.
3) Mencegah terjadinya gagal ginjal.
4) Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).
b. Operasi dilakukan jika:
1) Sudah terjadi stasis/bendungan.
2) Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan bendungan
positif harus dilakukan operasi.
c. Therapi
1) Analgesik untuk mengatasi nyeri.
2) Allopurinol untuk batu asam urat.
3) Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
d. Diet
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan.
1) Batu kalsium oksalat
Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung
kalsium oksalat seperti: bayam, daun sledri, kacang- kacangngan, kopi,
coklat; sedangkan untuk kalsium fosfat mengurangi makanan yang
mengandung tinggi kalsium seperti ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan
sari buah.
2) Batu struvite; makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan
daging.
3) Batu cystin; makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu,
kentang.
4) Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta olah raga secara
teratur.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a.Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik.
2) Riwayat infeksi saluran kemih.
3) Pajanan lingkungan: zat-zat kimia.
4) Keturunan.
5) Alkoholik, merokok.
6) Untuk pasien wanita: jumlah dan tipe persalinan (SC, forseps,
penggunaan kontrasepsi).
b. Pola nutrisi metabolik
1) Mual, muntah.
2) Demam.
3) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat.
4) Kebiasaan mengkonsumsi air minum.
5) Distensi abdominal, penurunan bising usus.
6) Alkoholik
c.Pola eliminasi
1) Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output.
2) Hematuri.
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih.
4) Riwayat obstruksi.
5) Penurunan hantaran urin, kandung kemih.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Pekerjaan (banyak duduk).
2) Keterbatasan aktivitas.
3) Gaya hidup (olah raga).
e.Pola tidur dan istirahat
1) Demam, menggigil.
2) Gangguan tidur akibat rasa nyeri.
f. Pola persepsi kognitif
Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan
lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita batu buli adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih
b. Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena batu.
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
d. Ketidakefektifan management regiment terapeutik tentang perawatan post
operasi dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan/informasi.
C. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI Rasional
1. Nyeri berhubungan Hasil yang diharapkan: a. Kaji karakteristik nyeri ( lokasi, lama, a. Membantu mengevaluasi perkembanga
dengan adanya iritasi - Pasien bebas dari rasa intensitas dari obstruksi.
pada saluran kemih nyeri dan radiasi) b. Nyeri hebat ditandai denga peningkatan
- Pasien tampak rileks, bisa b. Observasi tanda-tanda vital, tensi, tekanan darah dan nadi.
tidur dan istirahat. nadi, cemas c. mengurangi kecemasan pasien.
c. Jelaskan penyebab rasa nyeri d. meningkatkan relaksasi, menurunkan
d. Ciptakan lingkungan yang nyaman tegangan otot.
e. Bantu untuk mengalihkan rasa nyeri: e. meningkatkan relaksasi dan mengurangi
teknik napas dalam. nyeri.
f. Beri kompres hangat pada punggung f. mengurangi ketegangan otot.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk g. analgetik menghilangkan rasa nyeri.
pemberian analgetik
2. Perubahan pola Hasil yang diharapkan: a. Monitor intake dan output. a. Menginformasikan fungsi ginjal.
elminasi: urine b. Anjurkan untuk meningkatkan cairan b. mempermudah pengeluaran batu,
- Pola eliminasi urine dan
berhubungan dengan per oral 3 – 4 liter per hari. mencegah terjadinya pengendapan.
output dalam batas normal.
inflamasi, obstruksi c. Kaji karakteristik urine c. adanya darah merupakan indikasi
- Tidak menunjukkan tanda-
karena batu. d. Kaji pola Bak normal pasien, catat meningkatnya obstruksi/iritasi ureter.
tanda obstruksi (tidak ada
kelainnya. d. batu dapat menyebabkan rangsangan
rasa sakit saat berkemih,
pengeluaran urin lancar). mervus yang menyebabkan sensasi untuk
buang air kecil
3. Risiko tinggi Hasil yang diharapkan: a. Monitor intake dan output a. Membandingkan secara aktual dan
kekurangan volume - Keseimbangan cairan b. Berikan intake cairan 3– 4 liter per mengantisipasi output yang dapat
cairan berhubungan adekuat hari. dijadikan tanda adanya renal stasis
dengan mual dan - Turgor kulit baik c. Monitor tanda-tanda vital, turgorkulit, b. menjaga keseimbangan cairan untuk
muntah. membran mukosa. homeostasis.
d. Berikan cairan intra vena sesuaintruksi c. Dapat menunjukkan tanda-tanda
dokter. dehidrasi.
e. Kalau perlu berikan obat anti enemik. d. Menjaga keseimbangan cairan bila intake
per oral kurang.
e. Mengurangi mual dan muntah.
4. Ketidakefektifan Hasil yang diharapkan: a. Kaji pengetahuan pasien/tanyakan a. Mengetahui tingkat pengetahuan
management regiment proses sakit dan harapan pasien. pasien dan memimih cara untuk
- Pasien mengungkapkan
terapeutik tentang b. Jelaskan pentingnya peningkatan komunikasi yang tepat.
proses penyakit, faktor-
perawatan post cairan per oral 3 – 4 liter per hari. b. dapat mengurangi stasis urine dan
faktor penyebab.
operasi dan mencagah terjadinya batu.
- Pasien dapat berpartisipasi c. Jelaskan dan anjurkan pasien untuk
pencegahan c. Kurang aktivitas mempengaruhi
dalam perawatan. melakukan aktivitas secara teratur.
berhubungan dengan terjadinya batu.
d. Identifikasi tanda-tanda nyeri,
kurangnya d. mendeteksi secara dini, komplikasi yang
hematuri, oliguri.
pengetahuan/informasi serius dan berulangnya penyakit.
e. Jelaskan prosedur pengobatan dan
e. Membantu pasien merasakan, mengontrol
perubahan gaya hidup
melalui apa yang terjadi dengan dirinya.
3. Literatur Rujukan

Brunner & Suddarth (2016). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, EGC.Jakarta.

Carpenito, Linda Juall (2016). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan).PT EGC,
Jakarta.

Digiulio Mary, dkk (2017). Medical Surgical Nursing Demystified. New York Chicago.
San Fransisco Lisbon London, (1999).Mexico City Milan New Delhi San Juan Seoul,
Singapore Sydney Toronto.

Soeparman, (2018). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Sylvia dan
Lorraine (2018). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi empat, buku kedua.
EGC. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

  

Anda mungkin juga menyukai